Kedudukan, Peran Dan Tanggung Jawab Hukum Direksi Dalam Pengurusan BUMN

(1)

KEDUDUKAN, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM

DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN

TESIS

Oleh

DINA KHAIRUNNISA

077011014/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

KEDUDUKAN, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM

DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINA KHAIRUNNISA

077011014/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : KEDUDUKAN, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN Nama Mahasiswa : Dina Khairunnisa

Nomor Pokok : 077011014

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui komisi pembimbing,

(Prof.Dr. H. Tan Kamello, SH, MS) Ketua

(Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH,M.Hum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,M.Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS

Anggota : 1. Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH, M.Hum 2. Prof.Dr.Budiman Ginting, SH, M.Hum

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Pada akhir-akhir ini pengurusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) banyak mendapat sorotan dari publik karena dinilai tidak profesional, tidak efisien, dan tidak transparan sehingga menambah beban biaya yang dikeluarkan oleh negara/pemerintah untuk mempertahankan keberadaannya. Penilaian publik atas kinerja direksi, menimbulkan pertanyaan apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan yang menyebabkan tidak efisien dan tidak optimalnya kinerja direksi dalam pengurusan BUMN. Bagaimana kedudukan, peran, dan tanggung jawab hukum direksi dalam pengurusan BUMN? Bagaimana penerapan prinsip business judgement rule sebagai wujud perlindungan direksi dalam pengurusan BUMN?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dikarenakan bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif. Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui penelitian kepustakaan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen yang kemudian data yang telah dikumpulkan lalu dikelompokkan menurut permasalahan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dapatlah diketahui bahwa ternyata tidak ada pengaturan yang tegas dalam Undang-Undang BUMN menyangkut kedudukan dan peran dari direksi dalam pengurusan BUMN. Dalam undang-undang tersebut hanya menguraikan mengenai tugas dan kewajiban dari direksi yang nantinya menimbulkan tanggung jawab hukum yang tidak hanya dari segi hukum perdata tetapi juga dari segi hukum pidana apabila terbukti bahwa direksi melakukan perbuatan menyimpang dari kewajiban hukumnya dalam melakukan pengurusan perseroan yang merugikan perseroan. Akan tetapi direksi juga dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya melalui prinsip business judgement rule apabila dapat membuktikan bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tidak menyimpang dari undang-undang dan anggaran dasar perusahaan serta dilaksanakan berdasarkan itikad baik dan jujur sehingga timbulnya kerugian pada perusahaan bukan diakibatkan karena kesalahan maupun kelalaian yang ditimbulkan dari diri direksi itu sendiri.


(6)

ABSTRACT

In this time, the managements of State Owned Company (BUMN) become the focuses of public attentions, because of they are not professional, efficient, and transparent in thought, so that, they burden the government with many great expenses in defending their existences. The evaluations of public for the works of directors make some questions about what things are really which become the roots of problems that cause the works of directors are not efficient and optimal in managing the BUMNs. How are the positions, roles and responsibilities of directors based on the law in managing them? How are the applications of the principles of business judgement rules as the existences of protections for the directors in managing BUMNs.

This research is done by using the method of approaching the law, because it is descriptive with the type of normative jurisdiction. The research materials which are used consist of primary law, secondary law, and tertiary law ones. The technique of collecting data is library research by studying the documents, classifying the problems, analyzing them qualitatively, and taking the conclusions by using the logical thinking deductively.

Based on the research result, it can be informed that there is no strictly rule in the regulations of BUMN which refer to the positions, roles and responsibilities of directors in managing the BUMNs. The regulation only explain about the duties and obligations which lead to the law responsibilities of directors either based on civil or criminal law whether they are proved to do the deviations from the standard rules in handling the business which can make the companies suffer the losses. On the other hand, the directors can also make the protections towards themselves based on business judgement rules by proving that in doing their duties and obligations, the directors don’t make the deviations from the regulations and statutes of companies, and every things done by directors are based on good and honest intention. So if the companies suffer the losses, the losses are not caused of the carelessness and faults from directors themselves.

Keywords: Responsibilities, Directors, Managing of State Owned Company


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan program studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan kepada penulis;


(8)

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis;

5. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH., MS., selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran serta pinjaman textbook kepada penulis;

6. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. dan Bapak Prof. Dr. Budiman

Ginting, SH., M.Hum., selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberi

semangat, arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

8. Seluruh Staf Pegawai Administrasi Ibu Fatima, Kak Sari, Kak Winda, Kak

Lisa, Kak Afni, Bang Izal, dan Bang Aldi Program Studi Magister Kenotariatan

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, selaku para pihak yang selalu membantu selama penulis menyelesaikan urusan besar dan urusan kecil yang berhubungan dengan perkuliahan.

9. Papa H. Yuzelfi, SH. dan Mama Hj. Hidayati, selaku orang tua terbaik yang

selalu sabar, tulus, ikhlas, dan tabah dalam segala hal dari dulu, sekarang, esok, dan seterusnya menjadi bagian terindah dalam hidup penulis;


(9)

10.Muhammad Rizqi, SE., selaku adik tunggal yang selalu mengingatkan pada

penulis bahwa tua itu pasti tapi dewasa itu pilihan;

11.M.S. Feroni Putra, SH. (lelakiqu), selaku penggemar rahasia dan penjaga hati

yang melengkapi hari-hari penulis dengan hal-hal indah selama menjadi bagian hidup penulis;

12.Ibrahim Mangara Laut Batubara, selaku teman terbaik yang terus mengingatkan penulis untuk terus mengejar mimpi, impian, dan cita-cita;

13.Mirvan Samekto, SH., M.Kn, selaku teman terbaik yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini;

14.Eva Sartika Siregar, SH., selaku teman seperjuangan yang selalu bersama dari awal hingga akhir dalam penulisan tesis ini;

15.Juni Surbakti, Juliana Citra, Swary Natalia Tarigan dan Eva Sartika Siregar, selaku Komisi Pembanding Kolokium dan Seminar Hasil yang telah bekerja sama dengan penulis demi penyempurnaan penulisan tesis ini;

16.Rekan seprofesi yang tergabung dalam Kwartet Ganas (Emma Titin Purba, Swary Natalia Tarigan dan Melisa Batubara), selaku teman satu profesi selama penulis berjuang mencari penghidupan yang layak;

17.Rekan-rekan sejawat (Bang Edi, Bang Agam, Pak Syukri, Bang Umri, Bang Amir, Bang Mek, Bang Bangun, Kak Nina, Kak Izmi, Kak Myrna, Mbak Ayu, Kak Neva, Kak Lenny, Kak Ana, Kak Eri, Melda, Afni, Mimi, dan Intan), terima kasih pernah menjadi bagian terbaik dalam hidup penulis selama penulis menyelesaikan studi sejak dulu, sekarang, dan selamanya;


(10)

18.Rekan-rekan satu angkatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan moral maupun material kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun substansi yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan penulisan tesis ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.

Medan, Juli 2009 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dina Khairunnisa Tempat/Tanggal Lahir : Medan/10 Juni 1983

Alamat : Jl. T. Cikditiro No. 8-C Medan Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum Menikah

II. DATA ORANG TUA

Nama Ayah : H. Yuzelfi, SH Nama Ibu : Hj. Hidayati

III.PEKERJAAN

Wiraswasta

IV.PENDIDIKAN

1. SD : SD Swasta Kemala Bhayangkari I, Medan (Tamat Tahun 1995)

2. SLTP : SLTP Negeri I, Medan (Tamat Tahun 1998)

3. SMU : SMU Swasta Kartika I-1, Medan (Tamat Tahun 2001)

4. S-1 : Fakultas Hukum UISU, Medan (Tamat Tahun 2006)

5. S-2 : Program Studi Magister Hukum Bisnis UMA, Medan (Tamat Tahun 2008)

6. S-2 : Program Studi Magister Kenotariatan USU, Medan (Tamat Tahun 2009)


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. i

ABSTRACT ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ……… vii

DAFTAR ISI ………... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 11

C. Tujuan Penelitian ……… 12

D. Manfaat Penelitian ……….. 12

E. Keaslian Penelitian ……….. 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ………. 14

1. Kerangka Teori ……….. 14

2. Konsepsi ……… 21

G. Metode Penelitian ……… 22

1. Spesifikasi Penelitian ……… 22

2. Bahan Penelitian ……… 23

3. Teknik Pengumpulan Data ……… 24

4. Alat Pengumpulan Data ………. 24


(13)

BAB II KEDUDUKAN DAN PERAN DIREKSI DALAM

PENGURUSAN BUMN ……….. 26

A. Kedudukan dan Peran Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas ……… 26

B. Kedudukan dan Peran Direksi Menurut Undang-Undang BUMN ………. 35

C. BUMN Persero ……… 35

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero ………... 34

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas ……… 39

3. Organ BUMN Persero ……….... 40

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero ……….. 42

1. Pengertian Kekayaan Negara ………. 42

2. Pengertian Keuangan Negara ………. 45

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero ……… 52

4. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero …….       56

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN ……….. 68

A. Tanggung Jawab Perdata ……….. 68

1. Pengertian Tanggung Jawab Perdata ……….. 80

2. Prinsip Tanggung Jawab Perdata ……… 85

B. Tanggung Jawab Pidana ……… 97

1. Pengertian Tanggung Jawab Pidana ……… 97


(14)

BAB IV PENERAPAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT

RULE SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN

TERHADAP DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN … 121

A. Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgement

Rule ………. 121

B. Studi Kasus Bank Mandiri ……….. 129

1. Abstraksi Kasus ………. 129

2. Analisis Kasus ……… 132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 145

A. Kesimpulan ……….. 145

B. Saran ……… 146

DAFTAR PUSTAKA ... 148  

                       


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dan mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.1

Pada negara berkembang seperti Indonesia memiliki beberapa alasan untuk mengadakan BUMN, diantaranya adalah untuk menyeimbangkan atau menggantikan posisi swasta yang lemah. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan rasio investasi, alih teknologi, meningkatkan sektor ketenagakerjaan, dan memproduksi barang-barang dengan harga terjangkau.2 Akan tetapi masih banyak BUMN yang secara ekonomi tidak berjalan efisien. Kondisi yang seperti ini menyebabkan besar kemungkinan bahwa BUMN akan menjadi penyebab persoalan besarnya beban yang ditanggung langsung oleh negara dalam upaya mempertahankan pengelolaannya.3 Untuk mengoptimalkan peran BUMN, pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional.4

      

1

Konsideran butir a dan b Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70.

2

Bismar Nasution, “Privatisasi: Menjual Atau Menyehatkan”, Jurnal Hukum, Program Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana, Volume 01, Nomor 01, 2005, halaman 20.

3

Ibid.

4

Konsideran butir c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70.


(16)

Pada saat sekarang ini permasalahan yang menyangkut BUMN khususnya yang berbentuk Perseroan Terbatas (Persero) banyak mendapat sorotan dan perhatian publik baik dari para ahli hukum, lembaga swadaya masyarakat maupun dari aparat penegak hukum. Fenomena ini muncul sejak bergulirnya reformasi tahun 1998 yang menuntut dilaksanakannya perubahan secara total dalam segenap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial.

Pengaturan tentang Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu badan hukum telah ada dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut UUPT. Di dalam UUPT tersebut terdapat ketentuan mengenai tanggung jawab direksi atas pengurusan perseroan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.5 Disebutkan juga dalam ketentuan Pasal 98 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.6

Tanggung jawab pengurusan ini mengandung makna bahwa direksi ditugaskan dan berwenang untuk mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan perseroan terbatas; mengurus kekayaan perseroan terbatas; dan mewakili perseroan terbatas di dalam dan di luar pengadilan.

      

5

Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

6


(17)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut UU BUMN menyatakan bahwa maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

b. Mengejar keuntungan.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh

sektor swasta dan koperasi.

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.7

Berdasarkan hal tersebut berarti bahwa tujuan didirikannya BUMN diarahkan untuk mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu tujuan komersial dan sosial. Komersial karena dituntut untuk dapat mengejar keuntungan, dan sosial karena dituntut juga mengemban misi sosial, yaitu memberikan bimbingan dan bantuan kepada ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Selanjutnya di dalam Pasal 3 UU BUMN dinyatakan bahwa terhadap BUMN berlaku undang-undang ini, anggaran dasar dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.8 Dalam penjelasan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 termasuk perubahannya jika ada peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh departemen/lembaga non departemen.

      

7

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

8


(18)

Pengaturan mengenai pengurusan BUMN diatur dalam UU BUMN yang menyatakan bahwa:

1. Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi.

2. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 3. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar

BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.9

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU BUMN disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.10 Hal ini lebih dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Pasal 1 angka 2 UU BUMN yang menyatakan bahwa Perusahaan Perseroan untuk selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.11 Dengan demikian secara sederhana dan ringkas dapat diartikan bahwa BUMN adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan usaha yang modalnya paling sedikit 51% (lima puluh satu

      

9

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

10

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

11


(19)

persen) dimiliki oleh negara. Selanjutnya Pasal 2 menyatakan bahwa pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran persero dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. Artinya bahwa terhadap persero berlaku prinsip-prinsip perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT.

Pasal 11 UU BUMN menyatakan bahwa terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Di satu sisi menurut ketentuan Pasal 92 ayat (1) UUPT tanggung jawab direksi perseroan adalah melakukan pengurusan perseroan berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas, dan di sisi lain untuk direksi BUMN berlaku ketentuan Pasal 5 UU BUMN yang menyatakan “(1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi; (2) direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan; (3) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban serta kewajaran”. Ketentuan dalam kedua undang-undang tersebut pada prinsipnya tidak berbeda. Hanya dalam hal misi, maksud dan tujuan serta ditegaskannya pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (3) UU BUMN tersebut kepada direksi yang berbeda antara perseroan terbatas swasta dengan BUMN.


(20)

Namun yang menjadi pemikiran adalah bahwa berdasarkan prinsip yang berlaku pada perseroan terbatas pada umumnya bahwa suatu perseroan terbatas sebagai badan hukum yang mandiri memiliki harta kekayaan atau asset tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para pemegang sahamnya. Sehingga apabila suatu perseroan mengalami atau menderita kerugian, para pemegang saham hanya bertanggung jawab terbatas hanya sebesar modal yang ditanamkan dalam perseroan dan tidak sampai menyangkut harta pribadi. Sementara harta kekayaan BUMN Persero tidak jelas statusnya karena dimasukkan sebagai harta kekayaan negara atau keuangan negara. Oleh karena itu dari sisi pengurusan dan pengelolaan perseroan khususnya mengenai pengelolaan asset ada perbedaan.

Fenomena akhir-akhir ini dapat dilihat dari munculnya berbagai kasus dan peristiwa terkait dengan BUMN khususnya mengenai pengurusan BUMN (Persero) oleh direksi yang diduga banyak melakukan penyimpangan. Salah satu contoh kasus yaitu kasus korupsi yang menimpa Direktur Utama Bank Mandiri dan kawan-kawan yang diajukan ke peradilan pidana korupsi dalam kasus kredit macet.

Masih banyak pandangan yang negatif yang mengarah kepada pembentukan opini tentang ketidakberesan maupun ketidakprofesionalan direksi dalam mengurus dan mengelola perseroan. Dengan perkataan lain banyak pihak-pihak yang mengkritisi pengurusan dan pengelolaan BUMN tanpa didasari pemahaman yang komprehensif sampai sejauhmana kedudukan, peranan dan tanggung jawab direksi dalam pengurusan BUMN dan mengapa kinerja beberapa BUMN tidak seperti yang diharapkan.


(21)

Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan wajib tunduk dan mematuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang berikut peraturan pelaksanaannya dan anggaran dasar perseroan itu sendiri. Dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas ketentuan dimaksud, komisaris dapat mengusulkan pemberhentian anggota direksi kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila ternyata ditemukan penyimpangan yang dilakukan oleh direksi. Mengenai hal ini telah diatur dengan jelas dalam Pasal 23 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa anggota direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan bedasarkan RUPS apabila berdasarkan kenyataan, anggota direksi yang bersangkutan:

a. tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen;

b. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;

c. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan/atau ketentuan anggaran dasar;

d. terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan/atau negara;

e. dinyatakan bersalah dalam putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

f. mengundurkan diri.12

Tidak jarang terjadi bahwa walaupun komisaris, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau akuntan publik tidak menemukan adanya penyimpangan yang merugikan keuangan negara atau perseroan dan laporan pertanggung jawaban direksi telah diterima oleh RUPS tidak menjadi jaminan bagi direksi untuk tidak diperiksa oleh aparat penegak hukum. Alasan pemeriksaan sering didasarkan hanya pada adanya

      

12

Pasal 23 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.


(22)

laporan dan pengaduan masyarakat. Tindakan ini tidak logis dari segi analisis yuridis, karena secara yuridis apabila pertanggung jawaban direksi telah diterima dan disetujui oleh RUPS selaku pihak yang paling berkepentingan melindungi perseroan dari kerugian yang diakibatkan direksi atau selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan maka pihak lain (instansi/lembaga pemerintah atau pihak manapun) tidak berwenang untuk mencampurinya.

Hal ini timbul sebagai akibat kurangnya pemahaman hukum perusahaan dan adanya disharmonisasi antara hukum perusahaan dengan hukum keuangan negara. Sehingga aparat penegak hukum selalu mengedepankan peraturan-peraturan atau hukum publik sebagai suatu alat untuk menekan direksi/manajemen atau pekerja BUMN. Kesewenang-wenangan penyelenggara negara atau aparatur hukum telah menimbulkan rasa ketakutan kepada direksi/manajemen atau pekerja BUMN. Intervensi yang mengatasnamakan kepentingan publik atau masyarakat dijadikan dasar atau alasan untuk secara langsung masuk melakukan pemeriksaan terhadap perangkat organisasi atau terhadap pekerja BUMN. Sehingga patut direnungkan kembali konsep hukum pembangunan dalam konteks perkembangan hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia. Perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan masyarakat termasuk kedalamnya lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan hukum itu ke dalam kenyataan.


(23)

Perangkat kaidah yang dikenal dengan norma-norma (norms) harus memenuhi asas lex certa, yaitu rumusan harus pasti (certainty) dan jelas (concise) serta tidak membingungkan (unambiguous).13 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BUMN yang juga mengakui prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas ternyata tidak didukung dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara sehingga dapat dikatakan bahwa disharmonisasi di antara peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengurusan dan pengelolaan kegiatan BUMN merupakan pemicu terjadinya situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi direksi dapat mengurus dan mengelola kegiatan usaha BUMN secara optimal. Bahkan yang terlihat adalah kekhawatiran dan ketakutan mengambil suatu keputusan atau kebijakan karena takut diperiksa aparat penegak hukum.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Pasal 2 huruf g yang berbunyi: Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.14

      

13

Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, (Bogor: Kencana, 2003), halaman 23-24.

14


(24)

Perseroan terbatas sebagai suatu badan hukum yang mandiri adalah suatu badan (entity) yang keberadaannya terjadi karena hukum atau undang-undang.15 Suatu badan hukum (legal entity) lahir karena diciptakan undang-undang, karena badan ini diperlukan oleh masyarakat dan pemerintah. Badan hukum dianggap sama dengan manusia yaitu sebagai manusia buatan/tiruan atau “artificial person”. Namun secara hukum dapat berfungsi sebagai manusia biasa (natural person atau naturlijke person), dia bisa menggugat atau digugat, bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban, utang-piutang, mempunyai harta kekayaan seperti layaknya manusia biasa. Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU BUMN bahwa Organ Persero adalah RUPS, Direksi dan Komisaris.16 Ketiga organ perusahaan tersebut, bersama-sama dengan pihak lainnya yang terlibat dengan perusahaan, seperti pihak pekerja, kreditur, pemerintah dan masyarakat disebut sebagai pihak “stakeholders” dari perusahaan tersebut.

Ilmu hukum perusahaan mengajarkan bahwa diantara ketiga organ perusahaan tersebut, RUPS merupakan organ dengan kekuasaan tertinggi dalam suatu perseroan terbatas. RUPS dapat melakukan tindakan berupa pemberhentian sementara atau tetap terhadap direksi perseroan apabila ditemukan bukti-bukti penyimpangan yang merugikan perusahaan atau merugikan keuangan negara serta dapat melaporkan direksi kepada aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian atau kejaksaan

      

15

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Megapoint, 1996), halaman 6.

16


(25)

maupun kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diproses secara pidana. Di samping itu pemegang saham dengan hak suara minimal 10% (sepuluh persen) dapat menggugat direksi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan atau tindakannya yang merugikan perseroan.17

Mekanisme pertanggungjawaban direksi dalam pengurusan BUMN telah diatur dalam UU BUMN. Disamping ketentuan lain yang diatur dalam UUPT. Pertanggungjawaban direksi tidak terbatas hanya pada pertanggungjawaban perdata namun apabila dapat dibuktikan adanya perbuatan pidana seperti penipuan (fraud) maka direksi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana.

B. Perumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian ini maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian18 yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah di identifikasi tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan dan peran direksi dalam pengurusan BUMN. 2. Bagaimana tanggung jawab hukum direksi dalam pengurusan BUMN.

3. Bagaimana penerapan prinsip business judgement rule sebagai wujud perlindungan terhadap direksi dalam pengurusan BUMN.

      

17

Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

18

Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis, (Jakarta: PPM, 2003), halaman 35.


(26)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui kedudukan dan peran direksi dalam pengurusan BUMN. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum direksi dalam pengurusan BUMN. 3. Untuk mengetahui penerapan prinsip business judgement rule sebagai wujud

perlindungan terhadap direksi dalam pengurusan BUMN.

D. Manfaat Penelitian

Bertitik tolak dari tujuan penulisan yang didasarkan pada tujuan penelitian yaitu “… to discover answers to questions through the application of scientific procedure. The procedures have been developed in order to increase the likehood that the information gathered will be relevant to the question asked and will be

reliable and unbiased”.19

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya hukum korporasi dan peran corporate law system dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan

      

19

Calire Seltz et, al: 1977, dalam Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), halaman 9.


(27)

pranata hukum korporasi dalam penanggulangan praktik mismanagement dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) khususnya di BUMN.

2. Secara Praktis

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan masukan kepada aparat penegak hukum dalam penerapan sistem peradilan pidana terhadap BUMN khususnya dan korporasi umumnya dalam mengambil beberapa tindakan untuk menanggulangi perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sehingga dapat mengantisipasi implikasi tindakan perbuatan melawan hukum di dalam tubuh BUMN. Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang terkait dengan penanggulangan penyalahgunaan wewenang oleh direksi/pengurus dalam mengambil beberapa rangkaian kebijakan/keputusan oleh komisaris maupun RUPS.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang “KEDUDUKAN, PERAN, DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN” belum pernah dilakukan, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang tanggung jawab direksi namun jelas berbeda. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah dalam penelitian ini.


(28)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Penerapan suatu sistem hukum rasional dalam sistem hukum korporasi tentunya memberikan dampak pada proses penegakan hukum pidana korporasi di Indonesia terutama dalam kebijakan pemberlakuan hukum, seperti efektifitas UU BUMN yang walaupun pada hakekatnya memiliki muatan politis yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang dan masyarakat internasional hal ini sejalan dengan pendapat Antony Allott yang menyatakan bahwa pembuatan hukum yang kilat atau tergesa-gesa akan dapat mengakibatkan hukum menjadi tidak efektif, yang pada gilirannya membuat apa yang diinginkan hukum itu tidak tercapai.20 Sedangkan Soeryono Soekanto melihat efektifitas suatu kaedah hukum pada tatanan penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang secara ketat tidak diatur oleh kaedah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakekatnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit), hal ini sebagaimana pendapat Roscoe Pound.21

Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum maka bekerjanya sistem hukum korporasi pada umumnya khususnya pidana korporasi menjadi prioritas utama dalam bidang hukum ekonomi. Oleh sebab itu diperlukan keterpaduan antara sub sistem di

      

20

Antony Allott, The Efectivness of Law Vol.15, (Valparaiso University Law Review, 1981), halaman 233.

21

Soeryono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), halaman 7.


(29)

dalam corporate law system dengan criminal justice system guna menanggulangi kejahatan korporasi (corporate crime) di dalam tubuh BUMN.

Tujuan dari pembentukan UUPT adalah untuk mendukung perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, untuk mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif, untuk memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, dan untuk menggantikan UUPT yang lama karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.22

Selanjutnya di dalam konsideran UU BUMN dinyatakan bahwa tujuan dibentuknya UU BUMN adalah untuk mengoptimalkan peran BUMN. Pengurusan BUMN pada prinsipnya sama dengan perseroan terbatas lainnya perbedaannya hanya dari sisi permodalan. Optimalisasi peran BUMN dalam pembangunan nasional harus didukung oleh suatu hukum yang rasional.

Sehubungan dengan penegakan hukum korporasi ini, kiranya perlu diperhatikan kembali pendapat yang dikemukakan Lawrence M. Friedman yang mengkaji dari sistem hukum (legal system) menyatakan bahwa ada tiga komponen yang ikut menentukan berfungsinya suatu hukum (dalam hal ini hukum korporasi), yaitu struktur hukum (structure), substansi hukum (substance), dan budaya hukum (legal culture). Dari ketiga komponen inilah kita dapat melakukan analisis terhadap bekerjanya hukum sebagai suatu sistem.23

      

22

Konsideran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

23

Lawrence M. Friedman, America Law An Introduction, terjemahan Wisnu Basuki, (Jakarta: PT Tanusa, 1984), halaman 6-7.


(30)

Dari pendapat yang dikemukakan Lawrence M. Friedman ini terlihat bahwa unsur structure dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai fungsinya dalam rangka bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu diantara lembaga tersebut adalah pengadilan. Sedangkan komponen substance mencakup segala apa saja yang merupakan hasil dari structure, di dalamnya termasuk norma-norma hukum baik yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, maupun doktrin-doktrin. Lebih jauh Lawrence M. Friedman mengatakan bahwa apabila sedikit direnungkan maka sistem hukum itu bukan hanya terdiri atas structure dan substance. Masih diperlukan adanya unsur ketiga untuk bekerjanya suatu sistem hukum yaitu budaya hukum.

Kerangka Teori dalam menelaah tanggung jawab direksi dalam pengurusan BUMN dalam tatanan legal substance dapat dilihat dari rumusan Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum adalah sarana pembangunan yaitu sebagai alat pembaharuan dan pembangunan masyarakat yang merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya, sifat hukum pada dasarnya adalah konservatif. Artinya hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah dicapai. Selain itu hukum harus dapat membantu proses perubahan pembangunan masyarakat tersebut.24

      

24

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dan Pembangunan, (Bandung: Alumni, 2002), halaman 13 dan 74.


(31)

Sebagai pisau analisis dalam penelitian ini menggunakan teori pertanggungjawaban perdata dan pidana, yaitu tidak ada tanggung jawab tanpa ada kesalahan sebagai grand teori dan teori Autonomous social field yang dikemukakan oleh Sally Falk Moore25 sebagai middle teori untuk menjelaskan status aturan internal perseroan dalam sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Menurut teori pertanggungjawaban perdata, tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Artinya tidak ada kewajiban mengganti kerugian tanpa ada kesalahan.

Menurut teori pertanggungjawaban pidana, “tidak ada pidana tanpa kesalahan”.

Pembebanan pertanggungjawaban perdata terhadap direksi harus merujuk kepada hukum perusahaan dan anggaran dasar perseroan itu sendiri. Artinya sepanjang direksi perseroan telah melakukan tugas dan kewenangannya dengan segala kemampuan profesionalitasnya, kehati-hatian dan dengan itikad baik untuk kepentingan perseroan sesuai maksud dan tujuan perseroan, maka direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk mengganti kerugian yang di derita perseroan.

Teori berikutnya yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah Theory Semi Autonomous Social Field yang dikemukakan oleh Sally Falk Moore yang mengatakan bahwa “… merupakan suatu fakta bahwa bidang yang kecil

      

25

Sally Falk Moore, Hukum Dan Perubahan Sosial, Terjemahan Sulistyowati Irianto dkk., dalam T.O. Ihromi (Ed), Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), halaman 150.


(32)

dan untuk sebagian otonom itu dapat menghasilkan aturan-aturan dan adat kebiasaan serta simbol-simbol yang berasal dari dalam, tetapi dilain pihak bidang-bidang tersebut juga rentan terhadap aturan-aturan dan keputusan-keputusan dan kekuatan-kekuatan yang berasal dari dunia luar yang mengelilinginya. Bidang sosial yang semi otonom ini memiliki kapasitas untuk membuat aturan-aturan dan sarana untuk menyebabkan atau memaksa seseorang tunduk pada aturannya, tetapi sekaligus juga berada dalam suatu kerangka acuan sosial yang lebih luas yang terdapat dan memang dalam kenyataannya mempengaruhi dan menguasainya, kadang-kadang karena dorongan dari dalam, kadang-kadang karena kehendaknya sendiri.26

Dengan menggunakan teori tersebut dapat dikemukakan bahwa BUMN sebagai bagian kecil dari komunitas sosial dapat membuat aturan-aturan sendiri atau internal, kebiasaan-kebiasaan serta simbol-simbol dari dalam BUMN itu sendiri walaupun rentan terhadap keputusan-keputusan dan kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan eksternal yang mengelilinginya. Aturan internal BUMN dapat memaksa seseorang pekerja tunduk kepadanya sekaligus juga menjadi acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan secara bisnis dengan BUMN.

Pola pengelolaan BUMN dengan diberlakukannya UU BUMN diarahkan pada pola profit center yang berbasis kinerja. Hal ini dapat dilihat dari maksud dan tujuan pendirian persero sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU BUMN tersebut yang berbunyi sebagai berikut:

a. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; b. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Berdasarkan maksud dan tujuan pendirian perseroan tersebut maka direksi bertanggung jawab penuh untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang

      

26


(33)

menginginkan tersedianya barang/jasa yang bermutu tinggi dengan harga yang kompetitif dan terjangkau sebagai statutory duty. Selain itu direksi juga dituntut untuk menghasilkan keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kontribusi dalam pendanaan pembangunan nasional.

Dalam era persaingan yang semakin tajam BUMN harus mampu berpacu untuk memenangkan persaingan agar BUMN dapat hidup, tumbuh dan berkembang (survival and growth). Tugas dan tanggung jawab ini merupakan suatu tantangan berat bagi direksi. Kriteria Perfomance Excellent menjadi suatu hal yang sangat serius dan penting menjadi perhatian direksi. Untuk mengukur kinerja direksi digunakan Key Performance Indicator (KPI)27 yang dapat menunjukkan apakah

      

27

Mengenai Key Performance Indicator (KPI) dimaksud dapat dilihat dalam keputusan Meneg. BUMN Nomor: Kep-59/MBU/2004, tanggal 15 Juni 2004 Tentang Kontrak Manajemen Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan (konsideran): a. bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (4) UU BUMN, calon anggota direksi telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota direksi; b. bahwa dalam rangka penerapan prinsip-prinsip GCG dan peningkatan kinerja perusahaan maka diperlukan komitmen yang jelas dari setiap calon anggota direksi yang akan menduduki jabatannya di perusahaan untuk memenuhi target-target yang ditetapkan oleh RUPS/Menteri, peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas, anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan lainnya. Adapun isi dari keputusan Meneg. BUMN tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: Calon anggota direksi BUMN yang telah dinyatakan lulus dari uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota direksi BUMN.

Kedua: Konsep kontrak manajemen sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama adalah sebagaimana terlampir.

Ketiga: Apabila dipandang perlu, Deputi atas nama Menteri BUMN dapat menyesuaikan indikator kinerja dan sasaran perusahaan sebagaimana terlampir untuk disesuaikan dengan usaha pokok (core business) masing-masing perusahaan.

Keempat: Memberi kuasa kepada para Deputi di lingkungan kementerian BUMN untuk dan atas nama Pemegang Saham/Menteri menandatangani kontrak manajemen sebagaimana dimaksud dalam diktum pertama untuk masing-masing BUMN yang berada dibawah pembinaannya.


(34)

sasaran dan target yang ditetapkan tercapai. Hal ini dapat dilihat dari tingkat efisiensi yang dapat dicapai dan keuntungan yang berhasil diraih.

Berkenaan dengan pengurusan BUMN oleh direksi kiranya relevan dan tepat untuk mengemukakan pendapat yang dikemukakan oleh Adam Smith yang mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (the end of

justice is to secure from injury).28

Ajaran Smith itu menjadi dasar hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi. Smith mengatakan pula bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya dikenal dengan istilah ekonomi-politik (political economy). Salah satu tujuan ekonomi politik menurut Smith adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas dan fungsinya dengan baik, dimana ekonomi politik berusaha untuk merumuskan bagaimana untuk memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus.29

Sayangnya, pentingnya hukum dalam pembangunan kurang direspon oleh berbagai negara berkembang, dan menurut pengamatan Gunnar Myrdal 34 tahun lalu, negara-negara sedang berkembang cenderung memodernisasikan masyarakat dengan

      

28

A. Sonny Keraf, Pasar Bebas Keadilan Dan Peran Pemerintah, (Jakarta: Kanisius, 1996), halaman 5.

29


(35)

segera, tetapi landasan yang dipakainya adalah perundang-undangan yang main sikat

(sweeping legislation).30

2. Konsepsi

Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan.31

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep merupakan defnisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang lain menentukan adanya hubungan empiris.32

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi yang diuraikan sebagai berikut dibawah ini.

      

30

Gunnar Myrdal, The Challenge of World Poverty, (London: Pinguin Books, 1970), halaman 219.

31

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), halaman 107-108.

32

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), halaman 21.


(36)

1. Tanggung jawab adalah kewajiban, wewenang dan hak yang melekat pada suatu kedudukan.33

2. Hukum adalah kebenaran dan keadilan (le droit, c’est le juste et le vrai).34 Hukum dalam penelitian ini dimaksudkan pada hukum tertulis yang berkaitan dengan pengurusan BUMN.

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.35

4. Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.36

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Adapun sifat penelitian dari tesis ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan memberikan penjelasan tentang kedudukan, peran serta tanggung jawab hukum direksi dalam melakukan pengurusan BUMN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.

      

33

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Ilmu, 2001), halaman 619.

34

Salah satu ungkapan yang dikemukakan oleh Victor Hugo, dalam B.N. Marbun, Kamus

Hukum Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), halaman 95.

35

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

36


(37)

Penelitian yuridis normatif ini menggunakan metode pendekatan undangan (statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema sentral penelitian.

2. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan perundang-undangan, bacaan-bacaan buku literatur dan sumber-sumber bacaan lain yang ada relevansinya dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada umumnya dan Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN pada khususnya, seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, artikel, opini hukum dari para kalangan ahli hukum, dan jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan topik penelitian.

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.


(38)

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian yuridis normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah/jurnal hukum, koran, artikel online di halaman internet atau sumber lainnya.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen yakni mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek telaahan penelitian ini.

5. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.37

Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokkan menurut permasalahan dan selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif. Analisis data secara kualitatif dengan pendekatan

      

37

Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), halaman 103.


(39)

yuridis normatif dimaksudkan bahwa analisis tidak tergantung dari jumlah data berdasarkan angka-angka melainkan data yang dianalisis menurut norma-norma hukum tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif.


(40)

BAB II

KEDUDUKAN DAN PERAN DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN

Mengenai kedudukan dan peran direksi tidak diatur secara tegas dan jelas dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Undang-Undang BUMN. Tetapi yang jelas sebagai organ yang diberi tugas dan tanggung jawab dalam pengurusan perseroan, maka kedudukan dan peranan direksi dapat dikatakan sangat vital dan penting karena tanpa organ ini, suatu perseroan tidak mungkin menjalankan kegiatan usahanya dengan baik dan teratur. Sama halnya dengan organisasi non komersial seperti yayasan misalnya maka tanpa pengurus, suatu yayasan tidak mungkin dapat mencapai maksud dan tujuannya. Apalagi dalam suatu badan hukum yang mengelola kegiatan usaha tidak akan dapat berjalan tanpa ada organ yang mengendalikan dan mengurusnya. Ibarat mobil yang tidak ada supirnya, tidak mungkin dapat digerakkan sampai ketempat tujuan. Demikian halnya suatu perseroan tanpa keberadaan direksi, suatu perseroan tidak mungkin dapat dikelola dan diurus dengan baik.

A. Kedudukan dan Peran Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan

Terbatas

Pada era sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, jelas bahwa hukum Indonesia tidak menganut teori fiduciary duty. Hal ini disebabkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia


(41)

merupakan penjelmaan dari KUHD Belanda, dimana KUHD Belanda diambil dari Perancis setelah Code Napoleon. Sebagaimana diketahui bahwa Code Napoleon tidak mengakui adanya prinsip fiduciary duty atau trustee ini.

Hubungan antara direksi dan perseroan yang dipimpinnya dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah hubungan keagenan atau pemberian kuasa. Jadi bukan hubungan fiduciary duty (fiduciary relation) yang menimbulkan fiduciary duty itu. Akan tetapi, setelah berlakunya UUPT, banyak teori maupun doktrin hukum yang semula tidak ada atau berlaku diadopsi dan diberlakukan di Indonesia, termasuk teori fiduciary duty ini yang juga ikut diberlakukan oleh UUPT.

Fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur dengan penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan).38

Jadi disini terdapat confidential relation antara perseroan sebagai badan hukum dengan pengurus sebagai natural person, yang dibebankan tugas dan kewajiban berdasarkan fiduciary, yang dilaksanakan untuk kepentingan dan tujuan perseroan oleh karena itu direksi melakukan tugas dan kewajiban atau tindakan hukum dalam pengurusan perseroan berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan dan tujuan perseroan. Dalam hal ini, pada akhirnya fiduciary juga bermanfaat bagi pemegang saham secara keseluruhan karena kepentingan perseroan adalah identik dengan

      

38


(42)

kepentingan pemegang saham dan juga termasuk di dalamnya kepentingan stakeholders.

Kewenangan pengurus perseroan diberikan oleh undang-undang kepada direksi untuk melakukan tindakan-tindakan hukum yang diperlukan atau kewenangan pengurusan dipercayakan kepada direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan, maksud dan tujuan perseroan (duty of loyalty).

Jika RUPS merupakan pembela kepentingan para pemegang saham, maka direksi, sebagai organ perseroan terbatas adalah mewakili kepentingan perseroan selaku subjek hukum mandiri.39 Hal ini dikarenakan keberadaan perseroan terbatas adalah sebab keberadaannya (raison d’etre) direksi, karena apabila tidak ada perseroan terbatas, direksi juga tidak akan pernah ada. Ini yang menjadi alasan bahwa direksi harus selamanya mengabdi kepada kepentingan perseroan terbatas.

Dengan perkataan lain, direksi wajib mengabdi kepada kepentingan semua pemegang saham, tetapi bukan mengabdi kepada kepentingan satu atau beberapa pemegang saham, direksi bukan wakil pemegang saham, tetapi merupakan wakil perseroan terbatas selaku personal standard in yudicio.

Dalam hal direksi melakukan kesalahan atau kelalaian dalam mengurus perseroan yang berakibat menimbulkan kerugian bagi perseroan, pemegang saham yang memiliki minimal 10% (sepuluh persen) jumlah saham perseroan dengan hak

      

39

Direksi adalah organ/badan yang mewakili kepentingan perseroan dengan menjalankan perseroan untuk memimpin dan mengemudikan perseroan dengan kehendak RUPS.


(43)

suara yang sah berhak mengajukan gugatan kepada pengadilan atas tindakan direksi yang merugikan perseroan.40

Namun demikian, masuknya pengadilan terhadap masalah-masalah perseroan terbatas ada batasan dan kriterianya, yaitu pengadilan hanya boleh mencampuri urusan suatu perseroan terbatas antara lain jika terjadi tindakan yang menyebabkan kerugian secara tidak adil (unfair prejudice) terhadap pemegang saham, dalam hal ini terhadap para pemegang saham minoritas.

Bertalian dengan hal ini, teori unfair prejudice ini akan berhadapan dengan doktrin hukum korporat yang dikenal dengan istilah business judgement rule. Menurut doktrin business judgement rule ini, suatu putusan bisnis dari direksi “… will not be challenge or liable for the consequences of their exercise of business judgement, even for the judgement that appeared to have clear mistakes, unless

certain exceptions apply”.41

Dengan demikian, doktrin business judgement rule merupakan salah satu kriteria terhadap pantas tidaknya pihak luar, termasuk pengadilan untuk mencampuri urusan perusahaan, khususnya urusan yang dilakukan oleh direksi.

Salah satu variasi dari doktrin business judgement rule adalah apa yang disebut dengan prinsip internal management, yang mengajarkan bahwa pengadilan tidak dapat mencampuri keputusan-keputusan perseroan yang dilakukannya dalam

      

40

Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

41

Robert Charles Clark, Corporation Law, (Boston USA: Little Brown and Company), halaman 124, dalam Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV Utomo, 2005), halaman 250.


(44)

ruang lingkup maksud dan tujuan perseroan tersebut, kecuali jika gugatan tersebut diajukan sendiri oleh perseroan.42

Variasi yang lain adalah apa yang dikenal dengan prinsip irregularitas (irregularity principle), yakni suatu prinsip hukum yang mengajarkan bahwa para pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mempermasalahkan keabsahan suatu keputusan yang telah diambil oleh direksi dengan alasan bahwa keputusan tersebut diambil tidak dengan formalitas yang ditentukan (informality) atau tidak teratur (irregularity), sedangkan maksud dan tujuan dari direksi dalam mengambil keputusan adalah jelas adanya.43

Berkenaan dengan doktrin seperti yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa kewenangan direksi dalam mengurus dan mengelola kegiatan perseroan tidak dapat diintervensi oleh pihak eksternal termasuk aparat penegak hukum maupun pengadilan, kecuali organ perseroan lainnya (pemegang saham atau RUPS) menyerahkan permasalahan yang ada di dalam perseroan kepada aparat penegak hukum atau pengadilan.

Prinsip-prinsip kepengurusan direksi berdasarkan ketentuan baik yang diatur dalam ketentuan UUPT maupun UU BUMN tidaklah berbeda, yaitu:

a. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili

      

42

Stephen W. Mayson, et.al., Company Law, (London: Blackstone Press Limited, 1998), halaman 575, dalam Munir Fuady, Ibid., halaman 251.

43


(45)

perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (Pasal 92 ayat (1), Pasal 97 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1) UUPT).

b. Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 5 UU BUMN).

c. Kewenangan kepengurusan direksi tidak dapat dibagi dengan organ lainnya (komisaris) sehingga setiap tindakan direksi yang dijalankan dengan itikad baik tidak perlu diikat dengan adanya persetujuan komisaris.

Hal ini berarti direksi memiliki kekuasaan dan kemandirian dalam menjalankan tugas pengurusan BUMN. Oleh karena itu organ lain (RUPS dan komisaris) dan/atau instansi/lembaga pemerintah tidak boleh campur tangan (intervensi) dalam pengurusan BUMN.

Adapun tugas dan wewenang direksi menurut Pasal 92 ayat (1) UUPT, pengurusan perseroan terbatas dipercayakan kepada direksi.44 Lebih jelasnya Pasal 97 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1) UUPT menyatakan, bahwa direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Atas pengurusan direksi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa direksi ditugaskan dan berwenang untuk hal-hal sebagai berikut:

      

44


(46)

a. Mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan perseroan terbatas. b. Mengurus kekayaan perseroan.

c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Pasal 97 UUPT menetapkan bahwa:

(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1);

(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab;

(3) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

(4) Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi;

(5) Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut;

(6) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan;

(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota direksi lain dan/atau anggota dewan komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan.

Tugas direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha perseroan dan mengurus perseroan terbatas di atas tidak dapat dipisahkan dalam hal perseroan terbatas karena pengurusan kekayaan perseroan terbatas harus menunjang


(47)

terlaksananya kegiatan usaha perseroan terbatas. Dengan ini direksi hanya mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan perseroan terbatas. Untuk pelaksanaan kedua tugas direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan perseroan terbatas pada hakekatnya adalah tugas dari semua direksi tanpa kecuali (collegiate bestuur verant woordelijkheid).

Direksi yang juga disebut sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian bahwa ruang lingkup tugas direksi adalah mengurus perseroan. Menurut teori organisme45 dari Otto Van Gierke, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Sama halnya seperti manusia yang mempunyai organ-organ tubuh misalnya, kaki, tangan dan lain sebagainya itu geraknya diperintah oleh otak manusia demikian pula gerak dari organ badan hukum diperintah oleh badan hukum itu sendiri, sehingga pengurus adalah personifikasi dari badan hukum itu.

Di dalam penjelasan Pasal 92 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa tugas direksi dalam mengurus perseroan antara lain meliputi pengurusan sehari-hari dari perseroan. Apa yang dimaksud dengan pengurusan sehari-hari tidak ada penjelasan lebih lanjut secara resmi. Oleh karena itu harus dilihat dalam anggaran dasar apa yang dimaksud dengan pengurusan sehari-hari itu, walaupun tidak mungkin disebut secara rinci dalam anggaran dasar perseroan itu.

      

45

Otto Van Gierke, Teori Organisme, dalam Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go


(48)

B. Kedudukan dan Peran Direksi Menurut Undang-Undang BUMN

Mengurus perseroan (BUMN) semata-mata adalah tugas direksi yang tidak dapat dicampuri pihak manapun selain organ BUMN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 91 UU BUMN yang menyatakan “Selain organ BUMN, pihak lain mana pun dilarang campur tangan dalam pengurusan BUMN.46 Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU BUMN menyatakan bahwa pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi. Demikian pula Pasal 92 ayat (1), Pasal 97 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1) UUPT mengatakan hal yang sama bahwa pengurusan perseroan dilakukan oleh direksi. Pasal 26 ayat (1) dan (2) serta Pasal 27 ayat (1) dan (2) PP Nomor 45 Tahun 2005 yang mengatur lebih lanjut tugas dan wewenang direksi hanya menyatakan sebagai berikut:

Pasal 26 menyatakan sebagai berikut:

(1) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan; (2) Dalam melaksanakan tugasnya, direksi wajib mencurahkan perhatian dan

pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan BUMN.47

Pasal 27 selanjutnya menyatakan:

(1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha BUMN;

      

46

Dalam penjelasan Pasal 91 UU BUMN disebutkan agar supaya direksi dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, pihak-pihak luar manapun, selain organ BUMN tidak diperbolehkan ikut campur terhadap pengurusan BUMN. Termasuk dalam pengertian campur tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan BUMN atau terhadap pengambilan keputusan oleh direksi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kemandirian BUMN sebagai badan usaha agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya. Hal ini berlaku pula bagi departemen dan instansi pemerintah lainnya karena kebutuhan dana departemen dan instansi pemeritah lainnya telah diatur dan ditetapkan secara tersendiri. Departemen dan instansi pemerintah tidak dibenarkan membebani BUMN dengan segala bentuk pengeluaran dan sebaliknya BUMN tidak dibenarkan membiayai keperluan pengeluaran departemen dan instansi pemerintah dalam pembukuan.

47

Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.


(49)

(2) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).48

Namun dalam Pasal 30 PP Nomor 45 Tahun 2005 ditegaskan bahwa tugas dan wewenang direksi diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar BUMN.49 Dengan demikian untuk mengetahui lebih lanjut tugas dan wewenang direksi dapat dilihat pengaturannya lebih lanjut dalam anggaran dasar masing-masing BUMN.

Pada dasarnya setiap anggaran dasar perseroan (BUMN) mengatur tentang batas wewenang direksi dalam mengurus dan mengelola kegiatan perseroan. Adapun perbuatan direksi yang diatur dalam anggaran dasar masing-masing perseroan disesuaikan dengan bidang usahanya.

C. BUMN Persero

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero

BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.50 Dari defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang menjadikan suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN Persero, yaitu:

      

48

Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan,

Pengawasan dan Pembubaran BUMN.  

49

Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.

50


(50)

a. Badan usaha atau perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas;

b. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh Negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN Persero, negara minimum menguasai 51 % (lima puluh satu persen) modal tersebut;

c. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung. Penyertaan modal negara pada BUMN Persero yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

d. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang dipisahkan disini adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN. Setelah itu pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

Kekayaan negara yang dipisahkan yang diinvestasikan kepada BUMN Persero direksi sebagai organ yang vital untuk melakukan pengurusan bertanggung jawab penuh atas operasional perusahaan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan maka direksi wajib mempertanggungjawabkan melalui mekanisme RUPS. Direksi mempunyai kewajiban menyampaikan laporan tahunan yang memuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan kegiatan persero lainnya kepada RUPS. Mekanisme pertanggungjawaban melalui RUPS ini


(51)

adalah resiko bagi pemerintah yang memilih investasinya melakukan kegiatan usaha BUMN Persero oleh karena BUMN Persero adalah merupakan perseroan terbatas.

BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi, disamping swasta, memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat,51 khususnya BUMN yang berbentuk persero oleh karena tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan.52 Kedudukan BUMN Persero dilihat dari tahap perkembangan pada awalnya lebih banyak berperan sebagai Agent of Development. Dalam konteks peran BUMN sebagai Agent of Development, negara mendorong berkembangnya sektor-sektor usaha di masyarakat. Di satu sisi, peran ini berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rakyat banyak, disisi lain peran ini mendorong dan mendampingi masyarakat dan swasta untuk mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. 53 Satu realita lagi yang patut kita cermati dalam peran BUMN sebagai agen pembangunan adalah tanggung jawab moral BUMN untuk melakukan efisiensi (karena beban tenaga kerja) yang mungkin harus melakukan rasionalisasi.54

Fase kedua dalam pengembangan BUMN adalah tahap transisi. Dalam tahap ini BUMN harus sudah mulai melepas demi sedikit fungsi agen of development dan mulai mengarah pada orientasi bisnis, tetapi tetap menggendong sebagian tugas-tugas dan kewajiban negara yang dinamakan Public Services Obligation (PSO) atau

      

51

Pertimbangan latar belakang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

52

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. 

53

Pandu Djayanto, Sekilas Tentang Peran, Fungsi, dan Privatisasi Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), Newsletter Hukum & Perkembangannya, Nomor 70, September 2007, halaman 12.

54


(52)

pelayanan publik.55 Sektor-sektor yang masih ada pelayanan publiknya adalah sektor-sektor yang tidak popular, tidak mempunyai sifat komersial dan faktor resiko yang tinggi, dan pihak swasta atau warga negara belum berminat untuk mengerjakannya. Jadi sektor-sektor yang mesti harus ada pelayanan publiknya adalah sektor yang merupakan kebutuhan pokok, yang menjadi bagian dari kehidupan warga negara yang belum dilakukan kegiatannya oleh masyarakat/usaha swasta. Setelah masa transisi (bila) dapat dilewati, kemungkinan dapat memperkenalkan konsep bisnis yang membangun pilar-pilar yang dapat meningkatkan value, kini saatnya bagi negara untuk melakukan reposisi BUMN. Saat fase inilah BUMN Persero berkedudukan tampil sebagai pelaku bisnis profesional yang memenuhi amanat undang-undang untuk mengejar kentungan.

  Sebagai BUMN Persero yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan penyertaan modal negara maka peranannya tidak terlepas untuk melakukan PSO tersebut dibatasi secara ketat oleh peraturan perundangan dengan memperhatikan sifat usaha BUMN Persero, yaitu untuk mengejar keuntungan. Kewajiban pelayanan umum dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang saham melalui mekanisme RUPS dengan memberikan penugasan khusus kepada BUMN Persero untuk menyelenggarakan PSO.56 Sementara untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN dapat dilakukan dengan menyisihkan sebagian laba bersih dengan keputusan Menteri. Dalam batas kepatutan

       55

Ibid.

56


(53)

BUMN Persero dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejauh mana operasional di lapangan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero melalui mekanisme RUPS. Bila seluruh saham dimiliki oleh pemerintah maka pemerintah bertindak selaku RUPS (pemegang saham tunggal) dan dapat sepenuhnya mengendalikan BUMN Persero, demikian sebaliknya.

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas

BUMN sebagai subyek hukum (recht person) merupakan suatu entitas bisnis yang mandiri, dapat melakukan aktivitas bisnis jual beli, sewa menyewa, dan aktivitas bisnis lainnya layaknya subyek hukum manusia (naturlijke person). BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.57 BUMN terdiri dari persero dan perum.58 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, menyatakan: yang dimaksud dengan perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Persero sebagai suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas dalam gerak

      

57

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

58


(54)

operasionalnya tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milk Negara, anggaran dasar dan ketentuan peraturan perundangan lainnya.59 Dalam penjelasan Pasal 3 UU BUMN dikatakan yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya adalah ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas termasuk perubahannya jika ada (telah diganti Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas) dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh departemen/lembaga non departemen.

3. Organ BUMN Persero

Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN Persero pada hakekatnya adalah Perseroan Terbatas,60 yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris.61 Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar

      

59

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. 

60

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

61


(55)

pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Sementara itu yang dimaksud dengan Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasehat kepada direksi.62

Perbedaan antara Organ Perseroan Terbatas dengan Organ BUMN Persero terletak pada pemegang sahamnya. Pada BUMN Persero pemerintah dapat bertindak selaku RUPS apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, sementara apabila pemerintah terlibat dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagian, maka kedudukan pemerintah adalah sebagai salah satu pemegang saham. Seberapa besar pengaruh pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero tentunya dipengaruhi oleh seberapa besar peran pemerintah dalam PMN (dibuktikan dengan jumlah kepemilikan saham). Semakin besar peran pemerintah dalam PMN maka semakin berperan pula dalam mengendalikan perusahaan. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan segala kegiatan perseroan mulai dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.63

      

62

Pasal 1 angka 4, 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

63


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ali, H. Masyhud, Manajemen Resiko Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha

Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006.

Ali, Muhammad, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Ilmu, 2001. Atmasasmita, Romli, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2000. _____________, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Bogor: Kencana, 2003.

Atmadja, Arifin P. Soeria, Keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik dan

Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Black, Henry Chambell, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition, St. Paul Minn: West Publishing Co., 1991.

Block, Dennis J. (et.al), Third Edition, The Business Judgement Rule, Fiduciary

Duties of Corporate Directors, NJ: Prentice Hall Law & Business, 1989.

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Clark, Robert Charles, Corporation Law, Boston USA: Little Brown and Company, 1998.

Curzon, L.B., Criminal Law, London: M&E Pitman Publishing, 1997.

Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

Friedman, Lawrence M., America Law An Introduction, terjemahan Wisnu Basuki, Jakarta: PT Tanusa, 1984.

Fuady, Munir, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002.


(2)

Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan Yogyakarta: Liberty, 1995.

Ihromi, T.O., Antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.

Johnson, Lymann P.Q., The Audit Committee’s Ethical And Legal Responsibilities:

The State Law Perspective, Fall, 2005.

Khairandy, Ridwan, dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance,

Perkembangan Pemikiran Dan Implementasinya Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007.

Kaligis, OC., Kumpulan Kasus Menarik I, Jakarta: OC Kaligis Associates, 2007. Kansil, C.S.T, dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Indonesia Jilid I, Jakarta: Balai Pustaka, 2000.

Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis Tuntutan Dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998.

___________, Pasar Bebas Keadilan Dan Peran Pemerintah, Jakarta: Kanisius, 1996.

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Kountur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis, Jakarta: PPM, 2003.

Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-konsep Hukum Dan Pembangunan, Bandung: Alumni, 2002.

Marbun, B.N., Kamus Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006. Mayson, Stephen W., et.al., Company Law, London: Blackstone Press Limited, 1998. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990. Muladi dan Prayitno,Dwija, Pertanggung Jawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana,

Bandung: Sekolah Tinggi Hukum, 1991.


(3)

Moeleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.

Nasution, Bismar, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001.

_____________, dan Sitompul, Zulkarnaen, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005.

Parijs, Sergei, Fairness Opinions And Liability, Kluwer: The Netherlands, 2005. Pistor, Katarina dan Xu, Chenggang, Fiduciary Dutyin Transitional Civil Law

Jurisditions, Europe: ECGI, 2002.

Pramono, Nindyo, Sertifikasi Saham PT Go Publik Dan Hukum Pasar Modal Di

Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

Rajagukguk, Erman, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum

Demokrati, Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Lembaga Studi

Hukum dan Ekonomi, 2006.

Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Jakarta: Sinar Graphia, 2000.

Remmelink, Hukum Pidana: Komentar Atas Pasal-pasal Terpenting Dari Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana Belanda Dan Padanannya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2003.

Robert R., Pennington, Company Law, Fifth Edition, London: Butterworth, 1985. Setiawan, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Bandung: Bina Cipta, 1987.

Syahrin, Alvi, Asas-asas Dan Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2002.

Sjahdeini, Sutan Remy, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Graffiti Pers, 2006.

Smith dan Hogan, Criminal Law, London: Dublin and Edinburg, 1992.

Soekanto, Soeryono, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

_____________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986. Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Internusa, 1998.


(4)

Tumbuan, Fred B.G., Tugas Dan Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas, Materi Pendidikan Singkat Hukum Bisnis, Jakarta: Unika Atmajaya, 2000. Tjandra, W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Grasindo, 2006.

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta: Megapoint, 1996. Wilamarta, Misahardi, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good

Corporate Governance, Jakarta: PPs Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2002.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.


(5)

Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep-59/MBU/2004 Tentang Kontrak Manajemen Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.

Direktorat Jenderal Perundang-undangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2004.

C. Jurnal Hukum, Makalah, Seminar, Newsletters

Allot, Antony, The Efectivness of Law Vol.15, Valparaiso University Law Review, 1981.

Djayanto, Pandu, Sekilas Tentang Peran, Fungsi, dan Privatisasi Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), Newsletter Hukum & Perkembangannya, Nomor 70,

September 2007.

Ginting, Budiman, Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Dalam

Perusahaan Joint Venture: Studi Penanaman Modal Asing Di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: SPs Universitas Sumatera Utara, 2005.

Hamzah, Andi, Hukum Pidana Khusus (Economic Crime), Makalah, Penataran Nasional Hukum Pidana Dan Kriminologi, Semarang, 1998.

Hann, Daniel P., Emmerging Issues In US Corporate Governance: Are The Recent

Reforms Working?, Defence Council Journal, Volume 68, April 2001.

Khairandy, Ridwan, Konsepsi Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Dalam

Perusahaan Perseroan, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 26-No.1/2007.

Muladi, Prinsip-prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam Kaitannya Dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Makalah, Seminar Kajian Dan

Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Semarang: FH UNDIP, 1998.

Nasution, Bismar, Privatisasi: Menjual atau Menyehatkan, Jurnal Hukum, Volume 01, Nomor 01, 2005.

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara, Makalah, disampaikan pada Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional, Jakarta, 12-13 April 2007.

_____________-, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi:


(6)

Besar dalam Bidang Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 4 Januari 1997.

Syahrin, Alvi, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Dalam Pencemaran Dan

Atau Kerusakan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001.

Tumbuan, Fred B.G., Tugas Dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut

Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Newsletter, Hukum Dan

Perkembangannya No. 70, September 2007. Harian Media Indonesia, tanggal 4 April 2006.

D. Artikel Online

Harian Suara Merdeka, (Online), (http://www.Suaramerdeka.com/harian/ 0602/01/nas01.htm), diakses pada tanggal 15 September 2008.