Hipotermia Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus

Fang melakukan penelitian dengan menggunakan infus peritoneal salin dingin dan mendapatkan penurunan adhesi peritonium. Penurunan kejadian pembentukan adhesi peritonium dengan menggunakan salin dingin diduga melalui empat kemungkinan mekanisme : 1 menurunkan derajat inflamasi, 2 menekan mediator inflamasi yang dapat meningkatkan produksi fibrin, 3 memisahkan secara barir mekanik pada usus kecil, dan 4 menghilangkan fibrin dari permukaan serosa sehingga mengurangi pembentukan adhesi. Fang, 2010 Secara patofiologi, hipotermia melindungi jaringan dan sel setelah hipoksia karena menurunkan konsumsi oksigen oleh sel. Hipotermia memperlambat pemecahan glukosa, phosphocreatine dan ATP dan pembentukan laktat dan fosfat anorganik. Pembentukan adhesi peritoneum dianggap sebagai proses cedera reperfusi akibat iskemik. Hipotermia mengurangi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan menurunkan produksi tumor necrosis factor-a, interleukin- 1b dan macrophage inflammatory protein-2 yang dianggap sebagai pemicu timbulnya adhesi peritonium. Fang, 2010; Binda 2004 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini adalah penelitian experimental dengan menggunakan hewan coba tikus yang dibagi atas 6 kelompok, 2 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dari bulan Agustus 2013 hingga Oktober 2013.

3.3. Sampel Penelitian

Tiga puluh ekor tikus Wistar albino 9-12 minggu, berat 200-225gr.

3.4. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah adanya persetujuan dari komite etik. Semua experimental dan perlakuan terhadap hewan coba berdasarkan kepada etika percobaan pada hewan coba.

3.5. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Hewan coba dipisahkan secara random menjadi 6 kelompok dengan jumlah masing-masing 5 ekor, kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu sebelum percobaan. Hewan coba dipelihara pada suhu ruangan 32 o C dan diberikan makanan jagung. Hanya air yang diberikan 12 jam sebelum percobaan. Gambar 3.1 : Hewan coba diaklimatisasi selama tujuh hari sebelum percobaan dimulai Semua hewan coba dibius dengan 30 mgkg ketamine hydrocloride pada otot femoralis dan bernapas spontan selama prosedur. Area mid abdomen dicukur kemudian dilakukan aseptik dan antiseptik prosedur dengan povidone iodine 10 dan alkohol 70. Dilakukan inisisi 3 cm pada mid abdomen, saekum di eksteriorisasi kemudian dilakukan abrasi seluas 1-2 cm 2 dengan scapel no 11 hingga tampak bercak hemoragik. Prosedur yang sama juga dilakukan pada dinding abdomen yang berlawanan dengan posisi saekum seluas 1-2 cm 2 . Gambar 3.2 : Saekum di eksteriorisasi dan dilakukan maserasi pada peritonium viseral dan peritonium parietal hingga ditemukan bintik perdarahan Penelitian dilakukan dalam 2 sesi, dimana setiap sesi diberikan perlakuan pada setiap grup dengan suhu yang diinginkan. Suhu yang diinginkan didapat dengan mendinginkan NaCl 0,9 menggunakan kulkas konvensional dengan mengatur termostat pada 8 o C dan 16 o C. Suhu tersebut dipertahankan pada saat penelitian dengan mengisolator cairan NaCl 0,9 menggunakan styrofoam. Sebelum percobaan dimulai suhu diukur ulang dengan termostat ruangan untuk memastikan suhu yang diinginkan. Gambar3.3: Persiapan suhu 8 o C dan 16 o C pada kulkas konvensional Pada grup I dilakukan irigasi intraperitonium dengan meneteskan NaCl 0,9 60 tetesmenit pada suhu ruangan 32 o C selama 15 menit dan 30 menit. Pada grup II, dilakukan irigasi intraperitonium dengan meneteskan NaCl 0,9 60 tetesmenit pada suhu 8 o C selama 15 menit dan 30 menit. Pada grup III, dilakukan