Latar Belakang Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus
Mekanisme yang mendasari terjadinya adhesi peritonium belum diketahui secara jelas. Patogenesis dari pembentukan adhesi dapat dipengaruhi oleh tiga
faktor utama; I Inhibisi dari sistem fibrinolitik dan degradasi matrix extraseluler, II induksi dari respon inflamasi, dan III hipoksia jaringan. Pismensky, 2011
Salah satu patogenesis terjadinya adhesi adalah hasil dari respon inflamasi terhadap cedera jaringan peritonium. Meskipun mekanismenya tidak jelas,
penggunaan salin dingin diduga memiliki efek anti inflamasi. Salin dingin dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sehingga menghambat pengeluaran
faktor-faktor inflamasi.Arung,2011; Fang,2010; Cheong ,2001
Banyak metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya adhesi peritonium pasca laparotomi. Mulai dari teknik pembedahan minimal invasif,
penggunaan barir mekanik, protein rekombinan dan antibodi, gen terapi, serta bahan-bahan kimia dan obat-obatan tertentu yang bertujuan untuk menurunkan
kejadian adhesi peritonium pasca laparotomi. Namun demikian belum ada satu metodepun yang paling optimal untuk mencegah terjadinya adhesi. Fang, 2010;
Pismensky, 2011; Arung, 2011 Penelitian yang dilakukan oleh Binda dkk menyebutkan bahwa dengan
menurunkan suhu tubuh pada hewan coba tikus menjadi 32
o
C dapat mengurangi kejadian adhesi peritonium. Diduga bahwa hipotermi dapat menekan respon
inflamasi. Penurunan suhu tubuh ini didapat dengan menurunkan suhu gas CO
2
yang digunakan untuk pneumoperitonium intra peritoneal pada tindakan laparoskopi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan mendinginkan suhu gas
intraperitoneal yang digunakan untuk laparoskopi dapat menurunkan kejadian adhesi peritonium.Binda, 2006
Binda dkk juga melakukan penelitian dengan menggunakan CO
2
hipotermik 21
o
C untuk pneumoperitoneum dibandingkan dengan gas isotermik 37
o
C selama kolesistektomi laparoskopi dalam studi acak prospektif. Pengukuran dilakukan sebelum insufflasi, pada 30 menit pneumoperitoneum dan
30 menit setelah desufflasi. Tidak terdapat perbedaan signifikan yang diamati pada inti suhu tubuh, pH darah arteri, tekanan arteri karbon dioksida, serta tekanan
arteri bikarbonat dan saturasi oksigen pada kedua kelompok. Perbedaan yang signifikan hanya pada rata-rata suhu kulit dimana suhu kulit isotermik lebih
tinggi dari pada kelompok hipotermia. Data ini menunjukkan bahwa pendinginan rongga intraperitoneal hanya bersifat superfisial.Binda, 2009
Penelitian yang telah dilakukan oleh Fang juga menyimpulkan bahwa penggunaan salin 4
o
C sebagai irigasi selama 30 menit dapat mengurangi pembentukan adhesi peritonium pasca laparotomi. Namun penelitian tersebut
masih belum dapat menyimpulkan pada suhu berapa dan lamanya irigasi ideal yang dibutuhkan untuk menurunkan kejadian adhesi peritoneal. Fang, 2010
Penelitian yang telah dilakukan dengan suhu 4
o
C dianggap terlalu dingin dan dapat menyebabkan terjadinya hipotermi sehingga perlu untuk diteliti lebih
lanjut suhu yang lebih besar dari 4
o
C, demikian juga dengan lamanya irigasi terhadap penurunan pembentukan adhesi peritonium belum dapat disimpulkan.
Fang, 2010