0.09 Pengaruh Suhu Salin Dingin dan Durasi Irigasi Intraperitoneal terhadap Pembentukan Adhesi Peritonium pada Hewan Coba Tikus
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan skor fibrosis pada tikus yang dilakukan irigasi suhu 8
o
C selama 30 menit adalah dengan derajat 1 sebanyak tiga ekor tikus dan derajat 2 sebanyak satu ekor tikus. Pada irigasi suhu 8
o
C selama 30 menit tidak ada di jumpai fibrosis derajat 3. Pada suhu 16
o
C selama 30 menit didapatkan hasil dengan derajat 2 sebanyak satu ekor tikus, dan derajat 3 sebanyak
tiga ekor tikus. Tidak ada tikus yang mengalami fibrosis derajat 1 pada suhu 16
o
C. Pada suhu kontrol 32
o
C didapatkan hasil dengan derajat 2 sebanyak dua ekor tikus dan derajat 3 sebanyak tiga ekor tikus.
Dari hasil uji statistik Chi-square didapat perbedaan yang bermakna pada irigasi 30 menit antara skor fibrosis pada suhu 8
o
C dan 32
o
C p:0.043, sedangkan pada suhu 16
o
C dan 32
o
C tidak didapatkan hasil yang bermakna p:0.764.
BAB 5 DISKUSI
Adhesi peritonium masih menjadi permasalahan dalam pelayanan kesehatan. Kejadian adhesi peritonium pasca tindakan laparatomi menimbulkan
komplikasi yang membutuhkan perawatan dan biaya yang besar dalam penanganannya. Kejadian adhesi peritonium pasca tindakan operasi abdominal
mencapai 63-97. Intrabdominal adhesi merupakan penyebab dari 50-75 kasus obstuksi intestinal dan 20-50 nyeri panggul kronik. Dubuisson,2010.
Mashadi,2008 Pada penelitian ini didapatkan kejadian adhesi peritonium sebesar 85
dengan beragam derajat adhesi mulai yang ringan hingga adhesi berat. Banyak metode dan cara serta bahan yang digunakan utnuk pencegahan adhesi peritonium
pasca operasi. Namun demikian masih belum ada teknik dan bahan serta cara yang ideal untuk pencegahan adhesi peritonium tersebut. Masih diperlukannya
penelitian lebih jauh untuk mencari cara dan teknik yang terbaik baik secara seluler ataupun molekuler untuk mencegah kejadian adhesi pasca tindakan
operasi.Kamel,2010 Banyak percobaan yang dilakukan untuk mencari cara dalam pencegahan
adhesi peritonium. Mulai dari penggunaan steroid, cyclooxygenase inhibitor, heparin, barir mekanik tertentu, dan lebih lanjut penggunaan bahan-bahan yang
lebih alami seperti pollen, madu, dan cairan salin dingin masih di explorasi dalam usaha untuk mencegah dan mengurangi kejadian adhesi.Celepli,2010
Irigasi salin dingin intraperitoneal merupakan salah satu cara yang masih dalam tahap penelitian hewan coba untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
penurunan kejadian adhesi. Salah satu keuntungan dari penggunaan cairan salin dingin adalah mudah didapat dan sangat sederhana dalam penyiapannya. Suhu
8
o
C dan 16
o
C dengan mudah didapat dengan menggunakan kulkas konvensional. Cairan salin dingin telah digunakan dalam percobaan oleh Fang dkk
terhadap hewan coba tikus. Fang dkk menggunakan cairan salin 4
o
C sebagai cairan irigasi intra peritoneal pasca tindakan operasi lapratomi. Hasil dari
penelitian tersebut mendapatkan bahwa cairan salin 4
o
C cukup efektif dalam menurunkan kejadian adhesi peritonium meskipun pada percobaan tersebut
didapatkan kematian pada hewan coba akibat hipotermi. Hipotermi adalah suatu kondisi dimana terjadinya penurunan suhu inti tubuh yang dibagi atas hipotermi
ringan 36
o
C-34
o
C, sedang 34
o
C-32
o
C dan berat bila 32
o
C. Hipotermia dapat menyebabkan terjadi kegagalan organ sehingga bila hipoternia tidak terkontrol
akan meyebabkan kematian. Wong, 2004 Penelitian oleh Fang dkk belum dapat menjawab apakah suhu diatas 4
o
C mempunyai efek atau pengaruh yang sama terhadap pencegahan adhesi
peritonium. Begitu juga dengan durasi irigasi yang digunakan, masih belum diketahui apakah ada pengaruh lamanya irigasi terhadap angka kejadian adhesi
pasca irigasi salin dingin. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa potegenesis terjadinya adhesi
peritonium melibatkan proses exudasi, inflamasi, dan fibrin deposisi. Dengan mengurangi proses inflamasi ataupun dengan meningkatkan fibribolisis dapat
mengurangi adhesi pertionium. Meskipun mekanismenya sampai sekarang masih belum cukup jelas, tapi diduga bahwa dengan penggunaan salin dingin sebagai
irigasi intraperitonium dapat menurunkan proses inflamasi yang pada akhirnya menurunkan kejadian adhesi. Schonman, 2008
Pada penelitian ini diketahui bahwa suhu 8
o
C mempunyai pengaruh terhadap penurunan derajat adhesi peritonium p:0.019 bila dibandingkan dengan
penggunaan salin pada suhu ruangan. Sedangkan antara suhu 16
o
C dengan 32
o
C tidak didapatkan pengaruh yang bermakna p:0.223. Dicoba dilakukan analisis
regresi, namun dari uji Kolmogorov-smirnov data tersebut tidak terdistribusi normal sehingga tidak dapat dilakukan uji korelasi-regresi. Rata-rata derajat
adhesi pada suhu 8
o
C adalah 0.60±0.699, sedangkan pada suhu 16
o
C didapatkan rata-rata derajat adhesi 2.10±0.73, dan pada suhu 32
o
C didapatkan rata-rata derajat adhesi 2.60±0.699.
Hal yang menarik dari penelitian ini adalah tidak ada terjadinya kematian pada hewan coba tikus. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran suhu inti
pada hewan percobaan sehingga mungkin diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui apakah terjadi perubahan suhu yang bermakna antara suhu inti
tubuh hewan coba sebelum percobaan dan sesudah percobaan. Peneliti telah berusaha untuk mencegah terjadinya hipotermi pada hewan coba dengan tetap
menjaga agar cairan yang digunakan tidak membasahi tubuh hewan selain yang didalam rongga abdomen.
Pada percobaan yang dilakukan untuk melihat pengaruh lamanya durasi irigasi terhadap pembentukan adhesi peritonium dapat diambil kesimpulan tidak
terdapatnya hubungan antara durasi irigasi 15 menit dan 30 menit terhadap pencegahan adhesi peritonium p:0.07. Namun demikian bila dilihat secara rata-
rata derajat adhesi yang terbentuk antara durasi irigasi salin dingin didapatkan rata-rata derajat adhesi pada irigasi selama 15 menit 1.60±1.12 lebih rendah bila
dibandingkan pada irigasi selama 30 menit didapatkan nilai 1.80±1.01 Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan skor fibrosis pada masing-
masing kelompok percobaan. Penilaian yang dilakukan secara mikroskopis mencakup banyaknya jaringan ikat fibrosis dan infiltrasi limfosit. Uji statistik Chi-
square didapatkan hubungan yang bermakna hanya pada irigasi salin suhu 8
o
C selama 30 menit p:0.043, sedangkan pada suhu 8
o
C dengan irigasi selama 15 menit tidak didapatkan hubungan yang bermakna p:0.62, begitu juga pada suhu
16
o
C selama 15 menit dan 30 menit tidak didapatkan hubungan yang bermakna p:0.358 dan p:0.764.
Kekurangan dari penelitian ini adalah peneliti tidak melakukan pengukuran suhu inti tubuh hewan coba, sehingga belum dapat diketahui
pengaruh dari irigasi salin dingin intra peritoneal terhadap suhu inti tubuh. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh irigasi salin dingin terhadap
perubahan suhu inti tubuh.
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN