Suatu Wacana : Universalisme versus Partikularisme
Suatu Wacana : Universalisme versus Partikularisme
dalam rumusan-rumusan umum itu dalam partikularisme ini, banyak negara di
Menghadapi persoalan
universalisme-
praktiknya yang konkrit nantinya masih kawasan-kawasan
penjabaran lebih lanjut. mendefinisikan
Kesepakatan-kesepakatan, tidak hanya pada manusia dengan mencoba menampung
forum internasional akan tetapi juga pada keragaman konsep-konsep lokal itu dalam
itu sendiri, masih konteksnya yang lebih umum dan universal.
forum
nasional
diperlukan. Banyak wacana masih perlu Di kawasan ASEAN, misalnya, pada tahun
orang untuk 1984
dikembangkan
mempertanyakan dan menemukan jawab pernyataan
pernah dideklarasikan
suatu
mengenai luas-sempitnya hak-hak warga Kewajiban Dasar bagi Masyarakat dan
mengenai
"Kewajiban-
negara dalam eksistensinya sebagai mahluk Pemerintah di Negara-Negara ASEAN".
yang berkodrat dan bermartabat sebagai Dalam waktu yang hampir bersamaan, di
manusia. Manakah yang harus didahulukan Kairo juga diselenggarakan pertemuan
untuk dikukuhi sebagai pegangan; konsep wakil
humanistik yang universal ataukah konsep menegaskan konsep hak-hak asasi manusia
lokal-nasional yang partikular ? Kongres yang universal menurut versi Islam. Salah
Dunia tentang hak-hak asasi manusia yang satu pernyataan umum yang dihasilkan
diselenggarakan di Wina pada bulan Juni oleh pertemuan Kairo ini menyebutkan
1993 mencoba menjawab dengan jelas bahwa negara-negara yang wakil-wakilnya
pertanyaan ini. Dalam Kongres itu dicapai bersidang di Kairo ini bersepakat untuk
kesepakatan untuk mengatasi persoalan pada asasnya akan selalu menjunjung tinggi
universalisme-partikularisme itu dengan pelaksanaan penegakan hak-hak asasi
"sekalipun diakui manusia, namun dengan catatan sejauh hak-
menyatakan
bahwa
adanya keragaman sosial dan budaya hak
setempat, akan tetapi semua saja harus tetap bertentangan dengan syariah Islam.
manusia yang
mengupayakan berlakunya universalitas hak-hak asasi manusia berikut upaya-upaya
Tentu saja statemen-statemen
atau
penegakannya".
deklarasi-deklarasi yang selalu dinyatakan
Kesepakatan dalam Kongres Wina itu Lebih lanjut, bertolak dari kesepakatan memang
Wina ini, orang dapatlah menyimpulkan refleks
boleh dikatakan
merupakan
bahwa hanya dalam keadaan-keadaan dan peserta untuk bertekad mengakui hak-hak
kenyataan-kenyataan tertentu sajalah usaha asasi manusia sebagai hak-hak yang kodrati,
merealisasi prinsip-prinsip yang universal yang karena itu benar-benar bersifat
itu boleh ditangguhkan atau direservasi. universal, dan yang karena itu pula
berdasarkan pertimbangan- bukanlah sekali-kali merupakan hak-hak
Apabila
khusus yang bersifat yang diperoleh karena kebajikan yang
pertimbangan
sementara dan tak terelakkan suatu usaha partikular dari para penguasa. Manakala
penegakan hak-hak asasi manusia -- atas keragaman sosial-budaya setempat toh
dasar klaim universalitasnya -- itu akan masih harus diakui keberadaan dan
akibat yang lebih kekuatan berlakunya, maka pengakuan itu
menimbulkan
berkualifikasi mudarat daripada manfaat, hanyalah “demi fakta” saja sifatnya, yang
maka tidaklah bijak untuk memaksakan tidaklah
terteruskannya usaha itu. Di negeri-negeri normatifnya. Pada prinsipnya, tak ayal lagi
akan mengganggu
esensi
berkembang, misalnya, kalaupun anak-anak hak-hak asasi manusia itu tetap universal
berdasarkan prinsip-prinsip universalisme jugalah sifatnya, sedangkan keragaman
harus diakui juga sebagai pengemban hak- dalam hal pemahamannya itu -- yang sering
hak (katakan saja untuk memperoleh terkesan masih sering bertahan pada saat ini
pendidikan seperti yang dituliskan di Pasal -- hanyalah akibat pengalaman kultural
26 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi berbagai bangsa yang berbeda-beda dari
Manusia), namun dalam praktik dan masa lalu. Perbedaan tradisi yang
menuruti moral kultural di negeri-negeri partikular dari suku ke suku dan dari
berkembang yang miskin anak-anak itu bangsa
pada orang-tuanya menghalangi
ke bangsa
dengan cara ikut membantu orang tua prinsipnya hak-hak asasi manusia itu
kalau perlu dengan bersifat kodrati dan universal.
bekerja,
yang
meninggalkan bangku sekolahnya.