HAK ASASI MANUSIA KONSEP DASAR DAN PERKE

Tahun 2005 Materi : HAM dalam Aspek Historis dan Sosiologis HAK ASASI MANUSIA KONSEP DASAR DAN PERKEMBANGAN

PENGERTIANNYA DARI MASA KE MASA

Prof. Soetandyo Wignjosoebroto

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat

Jl Siaga II No 31 Pejatien Barat, Jakarta 12510 Telp (021) 7972662, 79192564 Fax : (021) 79192519 Website : www.elsam.or.id Email : elsam@nusa.or.id

HAK-HAK ASASI MANUSIA KONSEP DASAR DAN PERKEMBANGAN PENGERTIANNYA DARI MASA KE MASA

Hak-hak asasi manusia (HAM) -- atau

kekuasaannya sebagai sebenarnya tepatnya harus disebut dengan

mengklaim

kekuasaan yang berlegitimasi supranatural. istilah 'hak-hak manusia' (human rights)

Dalam keadaan seperti itu, berabad-abad begitu saja -- adalah hak-hak yang

lamanya manusia dalam jumlah massal (seharusnya) diakui secara universal sebagai

harus hidup dalam kondisi yang amat tak hak-hak yang melekat pada manusia karena

bermartabat, tak mempunyai harta milik hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu

sebagai bekal hidup yang layak, dan bahkan sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’

tidak memiliki diri dan kepribadiannya karena hak-hak ini dinyatakan sebagai

sendiri.

bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya,

Telah sejelas itu konsep dasar mengenai apa jenis kelaminnya, usianya, latar belakang

yang pada asasnya harus dimaksudkan kultural dan pula agama atau kepercayaan

dengan hak-hak manusia yang asasi serta spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan

apa pula yang mesti dimaksudkan dengan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu

pengingkaran dan pelanggarannya, ternyata dimiliki sesiapapun yang manusia berkat

tak sejelas itu definisi mengenai batas-batas kodrat kelahirannya sebagai manusia dan

ruang lingkupnya. Wacana mengenai batas- bukan karena pemberian oleh suatu

batas ruang lingkupnya sampai kini pun organisasi kekuasaan manapun. Karena

masih terus berlangsung, seiring sejalan dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada

dengan perkembangan kehidupan manusia dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh

itu sendiri dalam kebutuhannya yang tak dirampas atau dicabut.

untuk memperoleh imbangan yang jelas, namun juga luwes, Pengakuan atas adanya hak-hak manusia

kunjung

berakhir

antara kekuasaan atau kewenangan para yang asasi memberikan jaminan -- secara

pengelola pemerintahan dan kebebasan moral maupun demi hukum -- kepada

rakyat atau warga yang mengklaim dirinya setiap manusia untuk menikmati kebebasan

kedaulatan. Wacana dari

sebagai

sumber

menghasilkan berbagai kategori hak, baik penindasan, perampasan, penganiayaan

segala bentuk

perhambaan,

menurut bidang (seperti hak kebebasan atau perlakuan apapun lainnya yang

warga dan hak untuk berpolitik, yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup

kedua-duanya terbilang hak-hak yang secara

klasik dari generasi pertama, dan hak-hak dimuliakan Allah. Berabad-abad lamanya

layak sebagai

manusia

yang

dan kultural, yang manusia dalam jumlah massal hidup dalam

ekonomi,

sosial

ketiganya terbilang hak-hak dari generasi keadaan tak diakui hak-haknya yang asasi

menurut kaum demikian itu. Jutaan manusia dalam sejarah

kedua),

maupun

(seperti hak-hak hidup dalam kedudukannya yang rendah

pengembannya

perempuan, hak-hak anak, hak-hak kaum sebagai

minoritas, dan/atau hak-hak penderita Banyak pula yang bahkan harus hidup

ulur-ulur atau

hamba-hamba.

cacat).

sebagai budak-budak tawanan yang dapat diperjualbelikan oleh "para Gusti" yang

Perkembangan dalam Sejarah tentang Konsep Terbatasnya Kekuasaan : Batas Kekuasaan Raja di Hadapan Para Bangsawan

Apa yang disebut hak-hak asasi manusia ini konsep, hukum lalu seperti mempunyai adalah sebuah konsep yang mempunyai

kehidupannya sendiri, terobjektivisasi dan riwayat lama yang panjang, terolah dan

kemudian daripada itu juga tidak lagi tersempurnakan dalam -- dan merupakan

subjektivitas para bagian dari -- sejarah sosial-politik bangsa-

pembuatnya. Dikisahkan dari sejarah masa bangsa dunia. Kalaupun kini ini konsep

itu, mengakhiri konflik-konfliknya, Paus dan masalah hak-hak asasi manusia tersebut

dan Raja yang telah mensepakatkan ruang telah merupakan wacana dan isu global,

lingkup yurisdiksi masing-masing (ialah haruslah

antara mana yang terbilang hukum gereja riwayatnya, konsep ini berkecambah dan

dan mana yang terbilang hukum raja) berkembang pada awal-mulanya di negeri-

tidaklah lagi dapat berbuat semaunya untuk negeri Barat. Pada awalnya, yang

mengubah-ubah begitu saja aturan-aturan dipersoalkan adalah batas-batas kekuasaan

yang telah dibuatnya. Sekalipun aturan para raja dan para ulama gereja yang

yang ia buat dan akan diubah itu termasuk masing-masing

dalam yurisdiksinya, tidaklah Paus itu kekuasaannya bersifat mutlak dan segala

mengklaim

bahwa

perubahan tanpa titah-titahnya bersifat universal, mengikat

bebas

membuat

Raja. Demikian sesiapapun namun

persetujuan

pihak

tak pernah akan

sebaliknya.

mengikat dirinya

sendiri.

Konflik

memperebutkan kekuasaan tertinggi dalam Konsep law sebagai hasil kesepakatan -- penataan tertib dunia ini terjadi antara Paus

yang serta merta lalu berstatus (state < staat) Gregorius VII dan Kaisar Heinrich IV dari

supremasi -- ini terwujud kembali untuk Sachsen (yang berakhir pada tahun 1122),

menyelesaikan konflik kekuasaan, kali ini yang dalam riwayatnya melahirkan untuk

antara Raja John I dari Inggris dengan para pertama kalinya konsep the rule of law untuk

baron yang beraliansi. Kesepakatan dicapai menggantikan the rule of man (kalaupun

di Runnymede pada tahun 1215, yang hasil- yang namanya the man ini adalah Paus atau

hasilnya dituangkan ke dalam suatu piagam Kaisar).

atau charter yang dinamakan Magna Carta yang di kemudian hari dibilangkan sebagai

Dalam konsep rule of law -- yang suatu konstitusi yang berfungsi membatasi memberikan status tertinggi kepada segala

kekuasaan Raja. Magna Carta lahir karena bentuk hukum yang dihasilkan oleh

desakan para bangsawan terhadap Raja kesepakatan (the supreme lawstate) antar -

yang di satu pihak secara semaunya pihak

dan di lain pihak mengingkari berlakunya hukum. Setinggi

mengucilkan para bangsawan ini dari apapun kedudukannya dan sebesar apapun

ikut serta dalam kekuasaannya, para pihak yang telah

kemungkinannya

pemerintahan. Lebih lanjut, Magna Carta menyepakatkan berlakunya hukum tidaklah

juga dimaksudkan untuk menjamin hak-hak lagi punya kuasa untuk mengingkari

feodal para baron dan menjamin pula berlakunya hukum yang semula telah

dihormati dan dilindunginya kelestarian disepakati itu. Di sini sang pembentuk atau

berbagai hak yang tegak atas dasar tradisi pembuat hukum akan terikat oleh hukum

gereja dan tradisi para freemen yang yang telah ia buatnya itu. Maka, dalam gereja dan tradisi para freemen yang yang telah ia buatnya itu. Maka, dalam

undang-undang yang secara mendasar dikonfigurasi berdasarkan prinsip bahwa

Kalaupun mempunyai riwayat sebagai hasil kekuasaan pengemban kekuasaan negara tindakan

itu sungguh terbatas karena harus selalu melindungi hak-hak feodal, namun --

dikontrol oleh rakyat yang berdaulat dan karena juga memuat apa yang disebut habeas

yang karena itu juga merupakan subjek- corpus

subjek pengemban hak-hak manusia yang penahanan tanpa batas) dan peradilan juri –

(ialah aturan

yang

melarang

asasi. Itulah hak-hak kodrat yang tak bisa Magna Carta ini kini ini telah diakui sebagai

dicabut (inderogable) atau untuk dialihkan pendahulu yang merintis dibukanya jalan

(inalienable).

sejarah menuju apa yang kini disebut

Perkembangan dalam Sejarah tentang Konsep Terbatasnya Kekuasaan : Pembatasan Kekuasaan Para Penguasa di Hadapan Manusia Warga Negara

Kalaupun kini ini konsep dan masalah hak- sepanjang belahan akhir abad 18 -- mulai hak manusia yang asasi itu telah berkenaan

keabsahan kekuasaan dengan

mempertanyakan

yang absolut berikut berbagai bidang kehidupan, baik yang

berbagai kepentingan

tradisionalnya yang amat umum maupun yang dirasakan khusus oleh

wawasan

diskriminatif dan memperbudak. Tatkala di kaum

negeri-negeri Barat -- secara suksesif akan perkembangannya

tetapi juga berdaya akumulatif -- gagasan- dibataskan pada hak-hak yang berkenaan

konsep

dasarnya

gagasan baru itu mulai berpengaruh luas, dengan

gerakan revolusioner untuk merealisasi cita- negara.

cita kebebasan dan egalitarianisme (demi perkembangannya, apa yang disebut hak-

Di sini,

pada

awal

ketahanan dan kemakmuran bangsa !) hak asasi manusia itu merupakan produk

menjadi tak dapat ditahan-tahan lagi. pergulatan pemikiran dan perubahan-

Komunitas-komunitas warga sebangsa, perubahan yang ditimbulkannya dalam

diorganisasi dalam wujud institusi politik perikehidupan

baru yang memproklamasikan diri sebagai mengenai hak-hak manusia ini benar-benar

sosial-politik.

Konsep

negara republik yang demokratik, lahir merefleksikan dinamika sosial-politik dalam

secara berturut-turut di benua Amerika ikhwal hubungan antara suatu institusi

(Negara Federal Amerika Serikat, 1776) dan kekuasaan dan para subjek yang dikuasai.

di benua Eropa (Negara Republik Perancis, Inilah

1789). Inilah dua revolusi yang menjadikan mempertanyakan hak-hak manusia -- dalam

konsep yang

mulai

lantang

ide demokrasi (yang di tangan sang kedudukan mereka yang terkini sebagai

pencipta istilah, ialah Plato, dipandang warga negara -- di hadapan kekuasaan

model pemerintahan yang buruk !) sejak negara dan para pejabatnya.

masa itu menjadi ide yang lebih terpilih dan populer. Inilah revolusi yang dimaksudkan

Ide dan konsep hak-hak manusia seperti ini untuk membangun komunitas-komunitas lahir dan berkembang marak tatkala sejum-

politik nasional yang modern, dengan para lah pemikir Eropa Barat yang berpikiran

warganya yang memperoleh jaminan untuk cerah pada suatu zaman – khususnya warganya yang memperoleh jaminan untuk cerah pada suatu zaman – khususnya

rakyat yang asasi di lain pihak. Dalam pemikiran baru ini, kuasa raja atau kepala-

Ide dan konsep yang marak dan terus kepala negara beserta aparatnya itu kini berkembang sebagai tradisi ketatanegaraan

tidak lagi boleh dikonsepkan sebagai baru di negeri-negeri Barat ini merupakan

refleksi kekuasaan Tuhan yang oleh sebab reaksi atas praktik absolutisme yang tak

itu juga tak terbatas. Kekuasaan negara itu tertahankan pada abad 17-18. Bersamaan

mestilah terbatas dan punya batas, dibatasi dengan perkembangan negara bangsa yang

oleh dan berdasarkan perjanjiannya dengan teritorial

rakyat. Kekuasaan negara di tangan berkembanglah perlawanan terhadap

dan mulai

sekular

itu,

penguasa-penguasa pemerintahan tidak lagi pemikiran klasik yang menyatakan bahwa

sebagai kekuasaan yang kemutlakan kekuasaan negara -- yang juga

dikonsepkan

berasal dari kuasa Tuhan, atas dasar kekuasaan raja -- itu merupakan refleksi

perjanjian dengan-Nya, entah itu Perjanjian kemutlakan kekuasaan Tuhan. Perlawanan

Lama entah itu Perjanjian Baru. Demikian bertolak dari keyakinan baru bahwa

inilah yang diteorikan oleh para pemikir kekuasaan

ketatanegaraan pada masa itu, antara lain dirujukkan ke kedaulatan rakyat, dan tidak

pemerintahan

mestilah

oleh Jean J. Rousseau yang menulis Du langsung ke kekuasaan Tuhan. Inilah

Contract Social pada tahun 1776. Rousseau kedaulatan manusia-manusia yang semula

inilah yang menteorikan suatu dasar diperintah sebagai hamba-hamba oleh para

pembenar moral falsafati bahwa rakyat -- raja yang pandai berkilah bahwa titah-titah

yang bukan lagi kawula, melainkan warga -- mereka merupakan representasi kehendak

itu, lewat proses-proses politik yang Tuhan. Inilah kedaulatan rakyat awam

volunter dan sekaligus konstitusional, yang kini telah mampu berartikulasi untuk

bersetuju untuk membatasi kebebasannya menuntut pengakuan atas statusnya yang

pada suatu waktu tertentu berkenaan baru warga bebas pengemban hak yang

kasus-kasus tertentu demi kodrati, atas dasar keyakinan bahwa suara

dengan

dimungkinkannya terwujudnya kekuasaan kolektif mereka adalah sesungguhnya suara

pemerintahan pada waktu tertentu untuk Tuhan. Vox populi, vox Dei...

urusan tertentu.

Di sinilah bermulanya pemikiran ulang tentang batas-batas kewenangan raja di satu

Konstitusi, Konstitusionalisme dan Hak-Hak Asasi Manusia

Berangkat dari konsep carta/carter sebagai konstitusional, kebebasan sebagai hak yang tolok normatif pembatasan kekuasaan raja,

asasi dan kewenangan sebagai kekuasaan konstitusi

memerintah yang telah berlegitimasi akan perkembangan kehidupan bernegara bangsa

dipandang sebagai fungsi yang akan saling sebagai “perjanjian luhur” suatu bangsa

melengkapi secara timbal-balik. Kekuasaan untuk membangun suatu struktur atau

yang dibenarkan oleh hukum – nota bene tatanan kehidupan bernegara, di mana

oleh hukum yang terbentuk sebagai hasil kewenangan didistribusikan dan luas-

kesepakatan legislatif antara para wakil sempitnya kebebasan warga di hadapan

rakyat -- secara konstitusional haruslah kekuasaan para pengemban kekuasaan

sebagai kewenangan. negara

Hubungan fungsional antara kewenangan Hubungan fungsional antara kewenangan

berstatus sebagai kawula hubungan berikut ini. Ialah bahwa kian

melainkan sebagai warga. Maka, konstitusi besar kewenangan para pejabat pengemban

suatu ‘isme’, disebut kekuasaan

adalah

juga

yang mengajarkan mengecilnya ruang kebebasan warga; dan

negara akan

dengan penuh keyakinan bahwa kekuasaan sebaliknya, kian kecil kewenangan yang

itu hanyalah fungsi kebebasan, dan tidak diberikan

sebaliknya. Inilah ‘isme’ yang mengajarkan penyelenggara kekuasaan negara ini akan

bahwa kebebasan itulah yang menjadi kian luaslah ruang kebebasan para warga.

kewenangan, dan tidak Tarik ulur antara membesar-mengecilnya

determinan

sebaliknya, bahwa kewenangan itu yang ruang kebebasan vis a vis ruang kekuasaan

luas-sempitnya ruang adalah suatu dinamika yang tak ada habis-

menentukan

kebebasan warga. Membaca konstitusi itu habisnya dalam kehidupan politik, di dalam

orang tidaklah cukup kalau hanya membaca kehidupan yang demokratik sekalipun.

apa yang tersurat saja. Alih-alih, orang tidaklah sekali-kali boleh mengabaikan ide

Dalam kajian-kajian lanjutan, apa yang dan ideologi yang tersirat di dalamnya. disebut

bukanlah cuma harus dimengerti sebagai Ide konstitusionalisme yang dijadikan keseluruhan

kehidupan bernegara dan undangan

berhukum yang berstatus supreme di suatu menggariskan norma-norma positif yang

yang secara

fundamental

demokratik itu berkenaan dengan sifat, fungsi dan batas-

kehidupan

yang

sesungguhnya dapat dipulangkan ke esensi batas kewenangan dan/atau batas-batas

doktrinalnya yang berjumlah dua. Yang kebebasan warga. Menurut konsepnya

pertama ialah doktrin kebebasan sebagai yang formal, konstitusi memang dapat

hak manusia yang tak hanya asasi akan didefinisikan sebagai sejumlah ketentuan-

tetapi juga kodrati, yang karena itu juga ketentuan

bukan hak hasil pemberian para penguasa. disusun secara sistematik untuk menata

perundang-undangan

yang

Karena itu pula hak-hak ini harus pada

dibilangkan sebagai hak-hak yang -- seperti berbagai institusi pemerintahan. Inilah

pokoknya struktur

dan

fungsi

telah dikatakan di muka -- bersifat wujud formal suatu konstitusi yang di

inderogable dan inalienable, serta pula harus Indonesia disebut juga undang-undang

dan dipertahankan dasar (sebagai terjemahan dari apa yang

selalu

dijaga

eksistensinya agar tetap in tact, utuh dan tak diistilahi grondwet dalam bahasa Belanda).

bercacat cela karena terjadinya pelanggaran- Dalam aturan formal undang-undang dasar

pelanggaran. Adapun esensi doktrinal ini diaturlah macam dan batas kewenangan

konstitusionalisme yang kedua ialah doktrin yang diperlukan demi berlangsungnya

rule of law yang terpulang pokok pada ide kehidupan suatu komunitas politik dalam

dasar kedudukan hukum yang tertinggi di skala dan formatnya yang nasional.

antara norma apapun di dalam kehidupan bernegara bangsa ini. Inilah doktrin yang

Manakala konstitusi tidak harus cuma sekalipun telah beriwayat sejak abad 11-12 dimengerti sebagai ketentuan perundang-

toh dalam perkembangannya di dalam undangan

bernegara modern selalu deklaraturnya yang serba positif dan normal

dengan model itu saja, melainkan juga sebagai suatu hasil

dihubung-hubungkan

demokratik, dengan ekspresi suatu doktrin, maka akan terkajilah

kehidupan

yang

pengakuan yang sine qua non akan adanya di situ hadirnya suatu prinsip tentang

hak-hak asasi dan kodrati pada setiap pembebasan dan kebebasan manusia yang

manusia warga negara.

Perjuangan hak-hak asasi manusia pada Deklarasi Kemerdekaan Amerika yang abad 18 -- yang berkemuncak dengan

diproklamasikan pada bulan Juli 1776 pecahnya dua revolusi kerakyatan di

dokumen yang amat Amerika dan di Perancis -- itu berpusar di

merupakan

revolusioner menurut ukuran zamannya seputar dua konsep hak. Yang pertama

mengenai kedua macam hak itu, sekalipun adalah hak manusia untuk berkebebasan

ide yang terkandung di dalamnya itu dalam status mereka yang baru sebagai

bukanlah ide yang muncul begitu saja warga negara (yang bukan lagi kawula raja),

secara tiba-tiba, melainkan merupakan dan yang kedua adalah hak manusia yang

akumulasi berbagai ide dan ideologi juga asasi untuk mengambil bagian dalam

sebelumnya tentang kebebasan manusia. setiap

Itulah dokumen yang berisi cabaran untuk politik. Itulah dua set hak-hak asasi yang

proses pengambilan

keputusan

pertama kalinya terhadap doktrin abad masing-masing sampaipun kini dikenal

pertengahan bahwa suatu kelas tertentu dengan sebutan hak-hak sipil (civil rights)

dalam masyarakat memperoleh karunia dan dan hak-hak politik (political rights). Bahwa

pembenaran Ilahi untuk menguasai dan kedua set hak asasi itu yang mengedepan

memerintah kelas-kelas lain yang awam. sepanjang

Pernyataan dalam deklarasi tahun 1776 perjuangan fisik pada masa itu dapatlah

berikut ini benar-benar dengan tegas dimengerti manakala diiingat bahwa sejak

menolak doktrin seperti itu. Dinyatakan abad 12 para pemikir dan para negarawan

dalam deklarasi itu bahwa ‘all men are Barat membuka diri untuk mewacanakan

created equal … and have unalienable rights …’, hakikat dan/atau dasar-dasar pembenar

dan bahwa ‘to secure these rights, governments setiap

are instituted … deriving their powers from the diperhadapkan secara normatif ke rasio

consent of the governed’. indeterminisme manusia-manusia individu.

tahun setelah Hak sipil adalah hak seseorang warga (civil

Lepas

sepuluh

Deklarasi < civis) untuk menikmati kebebasan dalam

diproklamasikannya

tahun 1776 itu, berbagai hal, antara lain -- sebagai contoh --

Kemerdekaan

dari

Konstitusi Amerika ditandatangani di untuk bergerak pindah secara bebas tanpa

Philadelphia pada tahun 1787. Inilah dibatasi oleh keputusan pemerintah, untuk

konstitusi suatu pemerintahan republik dijamin kemerdekaannya dan keselamatan

modern yang pertama di dunia, yang -- dirinya (dari penangkapan dan penahanan

demi terjaganya kehidupan demokrasi dan yang

hak asasi warga negara -- memisahkan penyiksaan-penyiksaan oleh aparat negara),

kekuasaan pemerintahan ke dalam tiga atau pula untuk tidak dihukum tanpa

lembaga, sesuai dengan ajaran Trias Politica proses peradilan yang jujur dan tak

de Montesquieu. Empat tahun kemudian, memihak. Hak untuk berserikat (guna

diamandemen untuk memperjuangkan ide-ide politik) dan hak

konstitusi

itu

menyatakan adanya jaminan akan hak-hak untuk mengeluarkan dan menyiarkan

manusia warga negara untuk berkebebasan pendapat

dalam ihwal berbicara dan memeluk agama mempengaruhi secara penuh kritik setiap

yang dimaksudkan

untuk

Amandemen yang kebijakan

yang

diyakininya.

diperkenalkan sebagai The American Bill of adalah dua dari sekian banyak contoh

dan keputusan

pemerintah,

Rights dari tahun 1791 ini juga menjamin mengenai hak-hak asasi manusia dalam

kebebasan pers dan hak untuk memperoleh kehidupan politik.

perlindungan dari penghukuman yang tak perlindungan dari penghukuman yang tak

sesama manusia.

aparat pemerintahan

memberikan jaminan kebebasan dan hak-hak para citoyen ini Bersamaan sedasawarsa dua dasawarsa

Konstitusi

yang

dijabarkan lebih lanjut ke dalam 3 kitab dengan masa-masa revolusi pemerintahan

undang-undang yang diundangkan pada dan perundang-undangan yang relevan

tahun 1804, yang terkenal kemudian dengan dengan persoalan hak-hak individu warga

nama ‘Kodifikasi Napoleon’. Dalam Code negara di Amerika ini, pergolakan serupa

Penal dijamin perlindungan atas kebebasan pun --bahkan lebih berdarah-darah -- terjadi

manusia, ialah untuk tidak dibatalkan pula di benua Eropa. Kali ini di Perancis,

kebebasannya itu, apapun perbuatan yang suatu

telah dilakukan olehnya, kecuali atas dasar berkecambahnya

negeri tempat

lahir

dan

undang-undang yang telah ada sebelumnya. besar tentang hak-hak asasi manusia (yang

pemikiran-pemikiran

Code Civil menjamin kebebasan para realisasinya justru terjadi lebih dahulu di

manusia warga negara untuk memiliki dan luar negeri ini, ialah di benua seberang

mengelola atau pula memindahtangankan Samudera Atlantik yang bernama Amerika).

miliknya itu. Kalaupun satu setengah abad Le peuple mengobarkan revolusi kerakyatan

kemudian sebagian dari hak-hak semacam yang meruntuhkan kekuasaan ancien regime

itu dikonsepkan sebagai bagian dari hak- dari dinasti Boubon, yang segera setelah

hak ekonomi yang asasi, pada masa itu -- memproklamasikan La Declaration des Droits

baik di Amerika maupun di Perancis -- hak-

de l’Homme et du Citoyen -- yang hak semacam itu lebih dimaknakan sebagai “menduplikasi”

hak-hak kebebasan individu warga negara kemerdekaan

cita-cita

revolusi

yang harus dilindungi to pursuit happiness. mencanangkan cita-cita kebebasan (liberte)

Siapa yang Pada Mulanya harus Dikonsepkan sebagai

‘Manusia Penyandang Hak yang Asasi’ Itu ?

Tak pelak lagi, hak-hak asasi manusia pada tetapi pada awalnya yang diakui sebagai konsepnya yang paling awal ini adalah hak-

manusia pengemban hak yang asasi itu hak rakyat dalam kedudukan mereka

barulah mereka yang di dalam kehidupan sebagai manusia warga negara yang

bernegara dan berbangsa berstatus warga berkebebasan dalam suatu kehidupan

negara saja, dan mereka ini hanyalah yang bernegara bangsa yang demokratik. Akan

berjenis kelamin lelaki saja. Deklarasi tetapi yang masih menjadi pertanyaan saat

tahun 1789 berbunyi itu ialah, siapakah yang harus dibilangkan

Perancis

dari

Declaration des droits de l’lhomme et ..., dan ke dalam golongan manusia warga negara

kata l’homme dalam bahasa Perancis itu yang harus diakui mempunyai hak yang

secara harafiah akan juga berarti ‘manusia asasi untuk berkebebasan itu ? Kalaupun

lelaki’.

sekarang ini pada asasnya dalam konsepnya yang sekarang apa ini yang dibilangkan

Deklarasi Kemerdekaan Amerika dari tahun manusia itu adalah semua saja yang

1776 pun menggunakan sebutan jender bersosok biologik sebagai manusia, akan

lelaki

(men)

dalam berbagai frase dalam berbagai frase

bernegara bangsa dan berpolitik itu mesti dan bahwa demi terjaminnya hak-haknya

berkewajiban pula membayar pajak guna yang asasi maka “… Government are

menjamin tersedianya dana publik yang instituted among Men …”. Sekalipun pada

cukup untuk kepentingan bersama. Di masa itu isteri John Adams, seorang anggota

sinilah letak alasannya mengapa perempuan Kongres yang kemudian menjadi Presiden

yang makhluk domestik itu tidaklah Amerika yang ke-2, sudah merasa perlu

untuk memperoleh untuk menitipkan pesan kepada suaminya

dipandang

perlu

jaminan hak-hak yang asasi bagi kehidupan agar

publik yang non-domestik. Hak-hak (dan menyiapkan konstitusi Amerika sukalah “...

para anggota

Kongres

yang

kewajiban) perempuan dikembalikan ke remember the ladies ...”, namun kepentingan

berbagai askripsi yang melekat secara dan minat kaum perempuan untuk ikut

normatif pada peran-peran tradisional berpolitik, dan memperoleh jaminan hak-

mereka, yang lebih bersifat privat-domestik hak politiknya yang asasi di bidang ini

yang patriarkik daripada bersifat publik sebagai warga negara, tidaklah pada masa

yang demokratik. Dengan ungkapan Eropa, itu serta merta memperoleh perhatian.

perempuan hanyalah untuk mengurusi ‘Kinder und Kueche’, dan -- Maka di sini -- baik dalam Deklarasi

askripsi

manakala perempuan-perempuan ini ingin Amerika maupun dalam Deklarasi Perancis

keluar dari ranah domestik -- di luar -- kalaupun perempuan-perempuan itu

askripsi itu tempat yang paling tepat bagi secara

mereka hanyalah ke gereja atau biara, atau dibilangkan sebagai manusia, menurut

biologik harus

disebut

pula

… ke bordil.

konsep yang awal ini mereka itu tidaklah hendak disebut dan digolongkan sebagai

Demikian juga halnya dengan mereka -- manusia

baik yang perempuan maupun yang lelaki - perempuan adalah makhluk domestik,

warga negara.

Perempuan-

- yang berstatus budak-budak dan ulur-ulur sedangkan hak-hak yang diakukan kepada

yang karena itu tidak terbilang sebagai manusia adalah hak-hak dalam kehidupan

freeman. Maka, mengingat kenyataan bahwa publik yang hanya diakukan kepada mereka

orang-orang kulit berwarna pada masa itu yang lelaki saja. Digolongkan sebagai

tak ada yang berstatus sebagai freeman makhluk domestik dan tidak sepatutnya

melainkan boleh dibilang semuanya adalah secara lancang berperan di ranah publik,

budak-budak, pada akhirnya mereka yang perempuan-perempuan pada masa-masa

terbilang manusia pengemban hak-hak asasi awal itu tidaklah memperoleh pengakuan

itu tidaklah kurang dan tidaklah lebih atas hak-hak politik mereka. Mereka tidak

hanyalah mereka yang lelaki dan berkulit disertakan dalam kehidupan publik untuk

putih saja. Perubahan-perubahan untuk memilih dan dipilih, dan sehubungan

memperluas konsep manusia penyandang dengan hal itu mereka pun pada masa-masa

hak-hak yang asasi, sebagaimana yang awal pertumbuhan konsep hak-hak asasi

tercatat dalam sejarah perkembangan hak- manusia itu pun, di pihak lain, juga tidak

hak asasi di Amerika, barulah terjadi lebih dibebani kewajiban untuk membayar pajak.

dari setengah sampai se-abad kemudian. Di Amerika perubahan konsep mengenai siapa

Karena hak-hak asasi manusia pada awal yang harus dibilangkan ke dalam golongan pertumbuhannya itu dikonsepkan sebagai

manusia pengemban hak yang asasi hak manusia yang berkualifikasi sebagai

dilakukan dengan melakukan amandemen- warga dalam kehidupan bernegara bangsa,

amandemen pada konstitusinya. Inilah maka

amandemen-amandemen yang melepaskan amandemen-amandemen yang melepaskan

dalam ranahnya yang domestik dan mengucilkan, ialah para budak yang semula

patriarkik.

terkurung dalam institusi pertuanan dan

Konsep Hak Asasi Manusia sebagai Konsep Emansipatif

Hak-hak asasi manusia pada generasinya perbudakan diperjuangkan, sekalipun -- yang pertama sepanjang belahan pertama

seperti misalnya di Amerika, dengan abad 19 memang mula-mula dikonsepkan

amandemen konstitusinya yang ke-13 pada untuk lebih menonjolkan hak-hak manusia

tahun 1863 -- kebijakan seperti itu sampai- individual yang lelaki dalam status mereka

sampai dipandang terlampau jauh dan tidak sebagai warga negara (civil rights) di dalam

hanya mengundang perlawanan politik kehidupan politik, yang mengisyaratkan

negara-negara bagian selatan melainkan pengakuan akan political rights mereka.

datangnya perang Kalaupun pada awalnya konsep seperti itu

boleh disebut lebih bersifat segregatif daripada

Kebijakan nasional untuk memberikan pertengahan abad 19 -- sekira setengah abad

kesempatan manusia-manusia perempuan setelah diundangkannya Bill of Rights

untuk juga menikmati hak-hak yang asasi Amerika (1791) dan Droits de l’Homme et du

sebagai warga negara berikut hak-hak Citoyen Perancis (1789) -- konsep ‘manusia

berlangsung melalui penyandang hak’ diakukan juga kepada

politik

mereka

sosial-politik yang mereka yang selama ini tidak terbilang

gerakan-gerakan

lebih lama. sebagai freeman. Mereka ini adalah budak-

memakan

waktu

perempuan dari budak atau ulur-ulur yang tidak free dan

Mengemansipasikan

domestik yang askriptif mereka yang perempuan yang sekalipun

ikatan-ikatan

rupanya memerlukan rentang waktu yang berstatus free akan tetapi tidak tergolong

lebih lama. Agaknya karena prosesnya lebih men.

menuntut karakter yang lebih bersifat transformatif

daripada transplantatif. Maka manakala deklarasi-deklarasi dari

Keberhasilannya tidak hanya diprasyarati tahun-tahun 1770-1780an di negeri-negeri

oleh lahirnya prakarsa-prakarsa para elit bertradisi Barat itu boleh disebut sebagai

yang memegang kontrol politik di berbagai deklarasi-deklarasi yang liberating menuruti

institusi pemerintahan, melainkan juga konsep kaum liberal (yang mendambakan

“menunggu” terbebaskannya pembebasan manusia dari segala bentuk

harus

perempuan-perempuan itu dari tugas-tugas kekuasaan otokratik), deklarasi dari tahun

domestik, khususnya tugas reproduksi. 1850-1860an

Tatkala teknologi reproduksi yang mampu deklarasi-deklarasi yang emancipating (yang

membantu pengendalian kelahiran berhasil berkebijakan untuk melepaskan sebagian

diciptakan, dan sementara itu -- dengan penduduk negeri dari statusnya yang

mengatasi keberatan moral dan kultural -- terdiskriminasi ke statusnya yang baru

bisa diterima khalayak ramai, proses sebagai

yang memungkinkan berkesetaraan).

homo Equalis

perempuan-perempuan mengefektifkan kebijakan

hak-haknya yang asasi sebagai warga membebaskan jutaan manusia dari rantai

negara, dan pula untuk merealisasi hak-hak negara, dan pula untuk merealisasi hak-hak

diproklamasikannya menjadi kenyataan.

bagian

sejak

kemerdekaan Amerika pada tahun 1776 -- kecuali

bagian New Jersey Akan tetapi tidaklah itu berarti bahwa

negara

(sekalipun cuma beberapa tahun saja -- upaya

selalu menolak pemberian hak suara itu terealisasinya hak-hak politik oleh kaum

untuk

memperjuangkan

kepada warga negara yang perempuan. perempuan di negeri yang dibangun

Dengan disahkannya amandemen ke-19 sebagai suatu Republik yang demokratik itu

dalam konstitusi Amerika pada tahun 1920 tidak

sudah kontroversi pergerakan perempuan di negeri itu

signifikan. Pada

tahun

itu, terputuskanlah

mengenai hak-hak perempuan untuk ikut melantangkan suatu pernyataan publik

berpolitik dalam setiap pemilihan umum. yang dikenal dengan penamaan Declaration of Sentiments. Dinyatakan di situ antara lain

Di negeri-negeri Eropa Barat, keputusan bahwa kaum perempuan sepakat untuk

mengenai hak politik ‘...hold the truths to be self-evident that all men

konstitusional

perempuan untuk ikut memilih dan dipilih and women are created equal, that they are

pada umumnya juga terjadi pada sekitar endowed by their Creator with certain

tahun-tahun 1920 itu juga. Sekalipun amat inalienable rights, that among these are life,

terlambat tetapi pada akhirnya terjadi liberty and the pursuit of happiness…’, dan

jugalah perluasan konsep mengenai siapa seterusnya, yang -- manakala diperhatikan

saja yang seharusnya dibilangkan sebagai dengan

manusia pengemban hak yang asasi : hak mengulang

untuk berpolitik, tidak hanya untuk para Declaration

lelaki akan tetapi juga untuk mereka yang sebelumnya.

of Independence

70 tahun

perempuan. Berseiring dengan apa yang terjadi di Eropa ini, pada dasawarsa-

Hak perempuan untuk dibilangkan sebagai dasawarsa yang sama itu juga penggerakan warga negara dalam kehidupan politik

untuk memberikan diperlambangkan

dan

pergerakan

pengakuan hak-hak yang asasi kepada kemenangannya

dalam

wujud

perempuan terjadi juga di negeri-negeri konstitusionalnya -- untuk ikut memberikan

jajahan. Di Indonesia, pada dasawarsa- suara dalam pemilihan umum. Jaminan

dasawarsa itu pemerintah kolonial telah konstitusional ini baru diperoleh pada

memanfaatkan situasi yang telah kondusif tahun

itu untuk juga memajukan keterpelajaran amandemen ke-19 di dalam konstitusi

1920 dengan

dimasukkannya

perempuan-perempuan pribumi dengan Amerika Serikat, sekalipun rancangan

membuka sekolahan-sekolahan untuk anak- amandemen itu sebenarnya telah selesai

anak perempuan. Di Indonesia pula, nama dipersiapkan pada tahun 1878. Sebelum itu,

Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika berhak tidaknya perempuan-perempuan

dikenal dan diperkenalkan pada dasawarsa- ikut memberikan suara dalam pemilihan

dasawarsa itu juga.

umum diserahkan sebagai kewenangan negara bagian, dan nyatanya setiap negara

Internasionalisasi Hak-Hak Asasi Manusia : Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia

Hak-hak manusia yang harus diakui sebagai hak-hak yang asasi warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara -- yang sering ditengarai sebagai hak-hak asasi generasi pertama -- ini diperjuangkan kembali seusai Perang Dunia II. Kali ini pengakuan akan hak-hak manusia itu diperjuangkan pada tataran kehidupan antar-bangsa, segera setelah ambruknya kekuasaan negara-negara fasis dan ultra nasionalis (Nazi) yang kalah perang, yang setakat itu memang amat tak menghargai hak hidup, hak kebebasan dan hak-hak politik manusia. Perjuangan penegakan hak- hak asasi kali ini tidak lagi berlangsung dalam tataran nasional di lingkungan negeri-negeri dan negara-negara Barat saja, melainkan

diangkat

pada tataran internasional, dan terwujud dalam rumusan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (1945) dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (1948). Tak diragukan lagi, deklarasi tersebut dengan lantangnya telah mencanangkan pernyataan internasional yang diharapkan dapat berdampak luas, di tengah kehidupan yang jelas-jelas sudah berubah dan berkembang ke arah formatnya yang baru sebagai suatu world system. Sekalipun demikian, substansi deklarasi itu tetap saja, ialah pengakuan atas martabat dan hak yang melekat pada sesiapapun yang tergolong ke dalam bilangan umat manusia. Itulah martabat dan hak-hak manusia yang sungguh asasi, dan yang karena asasinya itu tak lalu boleh dicabut atau dialihserahkan kepada sesiapapun yang berkekuasaan (inalienable) serta tak pula mungkin digugat-gugat keabsahannya (inviolable).

Pada tanggal 10 Desember 1948, dengan sebuah resolusi bernomor 217A (III) suatu

deklarasi

diproklamasikan oleh suatu organisasi antar bangsa yang telah dibentuk seusai selesainya perang Dunia II, ialah Perserikatan Bangsa-Bangsa (atau United Nations menurut nama resminya). Deklarasi itu mensenaraikan dalam pasal-pasalnya sejumlah hak-hak manusia yang asasi, yang pada dasarnya mencanangkan pengakuan secara umum tentang pentingnya hak-hak itu dihormati dan ditegakkan. Berbeda dengan deklarasi-deklarasi serupa yang ada sebelumnya, deklarasi kali ini bukanlah deklarasi suatu bangsa atau suatu negara bangsa tertentu. Deklarasi kali ini, ialah The Universal Declaration on Human Rights (yang di dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan ‘Deklarasi

Umum

Hak-Hak Asasi Manusia’), dikumandangkan melalui suatu kesepakatan antar bangsa, yang dikatakan “sebagai standar umum … semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap individu dan organ masyarakat … mengupayakan -- melalui pengajaran dan pendidikan -- dimajukannya penghormatan kepada hak dan kebebasan (manusia)”.

Deklarasi yang berjumlah 31 pasal ini mencantumkan pengakuan hak-hak sipil dan hak politik dalam pasal-pasalnya yang ke-3 sampai ke yang 21. Termasuk dalam hak asasi yang dicantumkan dalam pasal- pasal ini antara lain hak-hak untuk tidak diperbudak,

untuk

tidak mengalami penganiayaan dan perlakuan atau hukuman yang keji dan merendahkan martabat manusia, dan pula untuk mendapatkan peradilan yang terbuka dan independen serta tidak berpihak. Pasal-pasal berikutnya, dimulai dengan pasal 22 sampai ke pasal 27 mengemukakan pengakuan atas hak-hak asasi manusia dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk dalam hak- tidak mengalami penganiayaan dan perlakuan atau hukuman yang keji dan merendahkan martabat manusia, dan pula untuk mendapatkan peradilan yang terbuka dan independen serta tidak berpihak. Pasal-pasal berikutnya, dimulai dengan pasal 22 sampai ke pasal 27 mengemukakan pengakuan atas hak-hak asasi manusia dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk dalam hak-

fundamental freedoms yang untuk

contoh

disebutkan di muka, dan benar-benar pendapatan yang sama atas pekerjaan yang

bekerja, untuk

memperoleh

aspirasi tertinggi rakyat sama,

merupakan

untuk memperoleh

standar

kebanyakan.

kehidupan yang layak, untuk memperoleh jaminan kesehatan dan layanan pendidikan,

Yang dimaksudkan dengan rights and dan pula untuk berpartisipasi dalam

freedom yang asasi ini tidaklah cuma sebatas kehidupan budaya masyarakatnya.

persoalan hak dan kebebasan dalam ihwal kehidupan bernegara dan berpolitik saja.

Pernyataan-pernyataan di dalam Piagam Termasuk dalam pengertian hak dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (1945) dan

kebebasan yang asasi ini adalah juga hak Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia

dan kebebasan para warga negara dalam (1948)

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya atau merupakan

itu bolehlah

terciptanya pergaulan antar bangsa yang damai di dunia yang telah kian menyatu.

Deklarasi Umum HAM yang diterima dan Namun demikian, lebih dari sebatas seruan,

oleh Sidang Umum apa yang dinyatakan di dokumen-dokumen

dimaklumatkan

Bangsa-Bangsa dengan itu benar-benar telah dimaksudkan agar

Perserikatan

resolusinya bernomor 217A (III) pada dapat dipergunakan sebagai standar atau

tanggal 10 Desember tahun 1948 itu tolok yang diakui dunia internasional guna

menyatakan pula dengan jelas dalam menentukan lebih lanjut berbagai hak dan

berbagai pasalnya jaminan hak-hak asasi di berbagai bentuk kebebasan yang harus

bidang ekonomi, sosial dan budaya itu. diakui

Maka, lebih lanjut dari deklarasi-deklarasi manapun di dunia yang beradab. Di dalam

oleh rezim-rezim

kekuasaan

yang diproklamasikan sebelumnya dalam konsiderans Deklarasi dinyatakan pula

kerakyatan yang bahwa

revolusi-revolusi

berlangsung pada akhir abad 18 melawan kepercayaan bahwasanya apa yang disebut

absolutisme raja-raja di negeri-negeri Barat, fundamental human rights and fundamental

deklarasi masyarakat bangsa-bangsa dunia human freedom itu sesungguhnya ada.

di pertengahan abad 20 ini menyertakan Seterusnya dinyatakan bahwa rights and

pula hak-hak manusia untuk memperoleh freedom itu harus dilindungi oleh setiap

kesejahteraan hidup yang layak. Inilah hak kekuasaan hukum di negeri manapun, atas

manusia di negeri manapun untuk tidak dasar asas rule of law yang mengungkapkan

menuntut dipenuhinya ide betapa supremasinya status hukum (the

hanya

bisa

kewajiban setiap kekuasaan pemerintahan supreme state of law) di dalam kehidupan

intervensinya pada negara yang berdasarkan atas hukum. Hak

untuk

membatasi

kehidupan politik rakyat, melainkan juga untuk hidup, untuk berkebebasan dan

untuk secara proaktif memperluas peluang untuk memperoleh keselamatan diri adalah

rakyat -- dengan membangun serta merawat contoh apa yang disebut fundamental rights

berbagai infrastruktur -- agar rakyat tersebut;

berbagai upayanya berpikir,

menggapai kesejahteraan ekonomi, sosial, berbicara, untuk terhindar dari rasa takut

untuk berkepercayaan

dan

dan kultural mereka.

dan dari derita kemiskinan, adalah contoh-

Dua Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Protokol Opsional pada Kovenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik

Deklarasi Universal

-- sejalan dengan apa yang dituliskan dalam Manusia dari tahun 1948 ini segera saja,

Hak-Hak

Asasi

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa -- pada dasawarsa berikutnya, disusul dengan

memang berkewajiban untuk memajukan penyiapan dan pembentukan dua kovenan

penghormatan secara universal dan juga dan

untuk menaati hak-hak asasi berikut protokolnya ini diterima dengan suara bulat

satu protokol.

Kovenan

dan

kebebasan manusia. Mukadimah ini juga oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-

kesadaran negara-negara Bangsa pada tanggal 16 Desember 1966.

menyatakan

peserta bahwa setiap individu manusia Kedua kovenan itu ialah The International

mempunyai kewajiban di hadapan individu Covenant on Economic, Social and Cultural

manusia yang lain dan pula kepada Rights dan The International Covenant on Civil

komunitas tempat ia berada, dan oleh sebab and

Political Rights, sedangkan yang itu juga mempunyai tanggung jawab untuk protokol dikenal dengan nama Optional

ikut mengupayakan usaha memajukan serta Protocol for The Covenant on Civil and Political

ikut menaati hak-hak yang telah diakui Rights. Keempat produk -- satu dari tahun

dalam kovenan-kovenan ini. 1948 dan tiga dari tahun 1966 -- itu

merupakan instrumen hukum Perserikatan Pasal 1, 3 dan 5 kedua kovenan tersebut di Bangsa-Bangsa, dan dikabarkan sebagai

muka boleh dikatakan memuat isi ketentuan International Bill of Human Rights, dengan

yang hampir sama. Pasal 1 kedua kovenan harapan untuk segera bisa diratifikasi oleh

itu sama-sama menyatakan bahwa “semua anggota-anggotanya.

bangsa mempunyai hak untuk menentukan Perserikatan Bangsa-bangsa yang belum

Negara

anggota

nasibnya sendiri; maka demi hak ini, semua dapat meratifikasi kovenan itu karena

bangsa akan bebas untuk menentukan berbagai alasan pada dasarnya memang

status politiknya dan untuk secara bebas tidak terikat menurut hukum untuk

pula mengupayakan perkembangan status melaksanakannya, namun demikian secara

ekonomi, sosial dan kulturalnya”. Pasal 3 moral tetaplah saja memiliki kewajiban dan

juga sama-sama tanggungjawab

kedua

kovenan

menyatakan bahwa “negara-negara peserta pengakuan internasional akan adanya hak-

untuk

menghormati

untuk menjamin hak manusia yang asasi itu, dan kemudian

kovenan

berupaya

persamaan hak antara lelaki dan perempuan daripada itu juga berkebijaksanaan untuk

dalam menikmati semua hak yang diatur mengupayakan kemungkinan pelaksanaan

dalam kovenan”. Sementara itu pasal 5 realisasinya.

kedua kovenan -- seperti mengulang kembali bunyi pasal 30 Deklarasi tahun 1948

Lebih lanjut dari Deklarasi dari tahun 1948 -- menyatakan bahwa “tidak satupun yang yang baru bersifat deklaratur, kedua

kovenan ini dapat kovenan tersebut di muka ini lebih tertuju

dituliskan

dalam

ditafsirkan sebagai pemberian hak kepada ke maksud mengikat secara yuridis negara-

negara, kelompok atau seseorang untuk negara peserta yang menyepakati kovenan-

melakukan atau melibatkan diri ke dalam kovenan

suatu kegiatan yang bertujuan merusak hak- kovenan

hak atau kebebasan yang diakui di dalam pertimbangan bahwa negara-negara peserta

itu sama-sama

menyatakan

kovenan ini …”.

Masih ada satu dokumen lagi yang yang mengaku telah menjadi korban melengkapi Kovenan Internasional Hak-

pelanggaran hak”.

Hak Sipil dan Politik yang diterima dalam Sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

Berbicara mengenai protokol opsional, pada tanggal 16 Desember 1966. Dokumen

sebenarnya masih ada protokol yang kedua. yang dimaksud ini ialah dokumen yang

Protokol kedua -- disebut Second Optional berisi ‘Protokol Opsional pada Kovenan

Protocol to The International Covenant on Civil Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik’

and Political Rights dalam bahasa aslinya – yang

ini disepakati oleh negara-negara peserta Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari yang

diterima oleh

Sidang

Umum

protokol ini pada suatu hari dan bulan serta sama dengan diterimanya dua Kovenan

tahun yang lama sesudah diterimanya Internasional yang telah disebutkan di

protokol yang pertama, ialah pada tanggal muka. Protokol pertama ini, yang di dalam

15 Desember 1989. Protokol kedua ini aslinya disebut Optional Protocol to The

arah kebijakan untuk International Covenant on Civil and Political

ditujukan

ke

menghapus hukuman mati. Protokol kedua Rights, terdiri dari 14 pasal. Protokol

oleh negara-negara peserta disepakati oleh negara-negara peserta atas

disepakati

protokol ini atas dasar kepercayaan bahwa dasar pertimbangan “bahwa agar dapat

hukuman mati akan mencapai tujuan Kovenan Hak-Hak Sipil

dihapuskannya

membantu usaha meningkatkan harkat dan dan Politik lebih jauh, dan pula demi

martabat manusia dan akan pula membantu terimplementasinya

pula usaha memajukan hak manusia yang tersebut dalam Kovenan, layaklah kalau

ketentuan-ketentuan

asasi untuk hidup. Konsekuen dengan dibuka kemungkinan bagi Komite Hak-Hak

negara-negara peserta Asasi Manusia -- yang harus dibentuk

keyakinan

ini

protokol bersepakat untuk tidak akan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut

melaksanakan hukuman mati di wilayah dalam bagian IV Kovenan -- guna menerima

yurisdiksinya, dan kemudian daripada itu serta

juga mengambil langkah-langkah yang dikomunikasikan oleh individu-individu

diperlukan untuk meniadakan hukuman mati di wilayah yurisdiksinya itu.

Komitmen Internasional

Membaca mukadimah dan ketiga pasal hanya bebas dari naluri-nalurinya yang pokok yang tertulis dalam dua kovenan

kurang adab, akan tetapi juga bebas dari tersebut di muka ini, serta pula membaca

segala macam penindasan dan pemerasan Optional

bentuk kekuasaan yang Universal dari tahun 1948, jelaslah sudah

mengabaikan sila kemanusiaan yang adil bahwa

dan beradab. Memang harus diakui bahwa kepada hak-hak asasi manusia harus

tidak semua negara bangsa anggota dipandang sebagai komitmen bersama

Perserikatan Bangsa-Bangsa berada dalam bangsa-bangsa dunia, bukan hanya yang

keadaan dan kesiapan yang sama untuk bangsa Barat dan bukan pula yang bangsa

segera menjadi negara peserta kovenan dan Timur saja, melainkan sudah harus menjadi

Indonesia, misalnya, komitmen bersama bangsa manapun dan

protokolnya

itu.

belum juga ikut negara manapun. Inilah komitmen untuk

hingga

kini

menandatangani kovenan dan protokolnya menjaga hak dan kebebasan manusia, tidak

itu, sehingga belum menggolongkan diri ke itu, sehingga belum menggolongkan diri ke

dasawarasa yang lalu di negeri-negeri yang mengupayakan

dikuasai rezim-rezim otoriter. Dunia kini ketentuan kovenan dan protokol yang telah

berlakunya

ketentuan-

ini mestinya telah kian berubah, bergeser disepakati.

menuju ke paham-paham baru, bahwasanya -- seperti yang pernah dikatakan oleh

Sekalipun demikian, di tengah kehidupan Mahatma Gandhi -- nationality is humanity, yang kini tak lagi mungkin secara sempit

dan humanity adalah sila kemanusiaan yang dan cauvenistik hendak mengandalkan

adil dan beradab.

adab dan peradaban bangsa sendiri, sudah sepatutnyalah kalau segenap bangsa di

Kehidupan di bumi yang kian menyatu ini dunia ini -- tak kurang-kurangnya juga

memang tanpa kunjung henti terus saja Indonesia -- menghormati segala ketentuan