86
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah
1. Kondisi Geografis
Kota Pekalongan memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Batang
Sebelah Selatan : Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang
Sebelah Barat : Kabupaten Pekalongan
2. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kota Pekalongan pada tahun 2008 adalah 267.575 jiwa, terdiri dari 132.217 laki-laki 49,41 dan 135.357 perempuan 50.59
. Sedangkan banyaknya rumah tangga adalah 66.556 BPS Pemda Tingkat II Pekalongan tahun 2008.
3. Sejarah Kota Pekalongan dan Desa Noyontaan
Dari berbagai sumber yang ditemukan penulis ada beberapa pendapat mengenai asal muasal kota Pekalongan:
1. Nama kota ‘Pekalongan” berasal dari bahasa Cina “Pai ka lung an”
yang berarti “ramai”. Sejak abad ke-15 diyakini kota Pekalongan menjadi tempat transit para pedagang dan imigran Cina. Pada saat itu
tempat transit para pedagang Cina itu menjadi tempat yang ramai dan
87
menggeliat tumbuh berkembang menjadi kota baru di pesisir Utara Jawa. Karena banyaknya imigran Cina yang datang dan akhirnya
menetap di kota ini akhirnya kota ini dinamai dengan bahasa Cina menjadi “Pekalongan”.
2. Nama kota Pekalongan berkaitan dengan legenda suatu tempat yang
kita kenal sekarang dengan nama Alas Roban. Sebuah tempat yang terletak di daerah kota Batang. Bagi masyarakat Jawa, dahulu Alas
Roban terkenal sebagai tempat angker, wingit, dan menakutkan. Karena di tempat ini dipercayai sebagai tempat tinggal jin, setan, dan
para perampok sakti. Sehingga jarang sekali masyarakat awam mau melintasi daerah ini. Tersebutlah ada seorang pertapa sakti yang
bernama sedang melakukan “tapa kalong” semedi dengan cara kepala di bawah dan bergantung di pohon seperti kelelawar: dalam bahasa
Jawa kelelawar disebut “kalong” di Alas Roban. Dengan kesaktiannya akhirnya para perampok dan makhluk gaib jahat tidak lagi menganggu
penduduk yang lewat di daerah Alas Roban. Untuk mengenang dan menghormati jasa sang pertapa sakti akhirnya tempat beliau bertapa
dinamakan dengan “Pekalongan”, dan nama beliau sendiri dikenal dengan “Ki Gede Pekalongan”. Makam beliau terletak di dekat makam
Ki Ageng Wanabadra di komplek alun-alun kota Batang. Dari hasil wawancara peneliti dengan penduduk asli daerah
Noyontaan, ada seorang sesepuh di Noyontaan, yang bernama Ki Ageng Noyontoko. Beliau seorang penyebar agama Islam yang berasal dari
88
kelompok masyarakat keturunan Arab periode awal yang menetap di Pekalongan abad 18 M. Sampai saat ini generasi MKA mencapai 4 tingkat.
Kiprah beliau sebagai “pembabad” dan pelaku akulturasi budaya Arab dan non-Arab di daerah Noyontaan dapat dilihat pada nama daerah “Noyontaan”
yang berasal dari nama Ki Ageng “Noyontoko” Noyontoko menjadi Noyontaan. Artinya kata Noyontaan merupakan “peleburan istilah” dari
nama Ki Ageng Noyontoko. Maknanya, beliau adalah orang yang dituakan, dan dianggap sesepuh di daerah Noyontaan. Kearifan dan keluwesan beliau
sebagai pelaku awal akulturasi budaya Arab dan non-Arab terlihat pada penggunaan nama beliau yang meminjam dari nama yang dikenal dalam
bahasa Jawa Ki Ageng Noyontoko. Padahal beliau adalah seorang keturunan Arab. Yang biasanya memakai nama-nama orang Arab seperti
Umar, Zein, Ahmad, Utsman dan lain-lain. Akan tetapi, beliau justru memilih memakai nama yang dikenal oleh masyarakat non-Arab Jawa
pada saat itu sebagai bentuk strategi adaptif terhadap masyarakat Jawa. Makam Ki Ageng Noyontoko terletak di dalam Gedung Sholawat Kanzus
Sholawat Gang VII, Jln Dr Wahidin 70 Noyontaan, Kota Pekalongan. Hasil wawancara peneliti dengan Habib Salim bin Yahya salah seorang
panitia “Maulid” pada hari Rabu Kliwon, tanggal 23 Mei, jam 19.00-23.00 WIB bertempat di Kanzus Sholawat, Noyontaan.
B. Ekologi Kebahasaan di Noyontaan, Kota Pekalongan