Variasi Campur Kode Bahasa Indonesia

142 B : Penjual A : Ini tujuh setengah B : Berbeda, ya? berbicara dengan anaknya: Warna celaknya lain, ya. Kemudian dijawab anaknya Mirah, mirah niku. Mboten gangsal mawon, bu? Saged nggih? Mboten angsal? Pase pinten? Murah,murah itu tidak lima saja, bu? Dapat ya? Tidak boleh? Pasnya berapa?” A : Pas, enam setengah. dari cuplikan percakapan itu dapat dilihat bahwa pembeli telah melakukan alih kode. Alih kode yang dimaksud ialah peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa pada kata Mirah Mirah, mirah niku.Mboten gangsal mawon, bu?Saged nggih? Mboten angsal?Pase pinten? Yang maknanya Murah,murah itu. tidak lima saja, bu?Dapat ya? Tidak boleh?Pasnya berapa?”. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa rah alih kode dalam cuplikan percakapan itu adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa.

c. Variasi Campur Kode

Campur kode code mixing merupakan pemakaian dua bahasa atau lebih dengan cara saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang digunakan secara konsisten. Campur kode yang dilakukan oleh MKANP dapat dibedakan atas campur kode: 1 berujud kata; 2 berujud frase; 3 berupa bentuk baster, 4 berupa unsur perulangan, dan 5 berujud ungkapan atau idiom. 143 Wujud campur kode yang berupa kata dan baster ini ditentukan dengan memperhatikan wujud leksikon yang digunakan dalam tuturan yang berbahasa Arab. Jika dalam tuturan berbahasa Arab itu terdapat leksikon bahasa lain yang yang memiliki padanan leksikon bahasa Arab, berarti di dalam tuturan itu terdapat campur kode. Tuturan-tuturan yang diucapkan oleh MKANP yang di dalamnya terdapat campur kode yang berujud kata dan baster. Campur kode yang ditemukan dalam tuturan berbahasa Arab yang diucapkan oleh MKANP ada yang berupa frase. Campur kode ini berupa frase bahasa Indonesia ke dalam kalimat atau tuturan berbahasa Arab. Dalam BA yang diucapkan oleh MKANP, terdapat juga campur kode yang berupa unsur perulangan. Campur kode yang berupa klausa artinya penggunaan bahasa Indonesia dalam tuturan yang berbahasa Arab. Cuplikan percakapan berikut dapat digunakan sebagai contoh: Ranah : Keluarga Topik : Menanyakan kabar A : Santri B : Kiyai A : Assalamu’alaikum B : Wa’alaikum salam A : Dospundi kabaripun yi? Bagaimana kabarnya kiyai? B : Alhamdulillah, bil khoir , njenengan enggih to Segala puji bagi Allah, baik kiyai, anda juga kan Dari cuplikan percakapan diatas dapat diurai bahwa antara penutur A dan mitra tutur B menggunakan campur kode bahasa Arab dan bahasa Jawa 144 kromo pada kata Alhamdulillah, bil khoir , njenengan enggih to yang maknanya Segala puji bagi Allah, baik kiyai, anda juga kan”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa campur kode dalam cuplikan percakapan itu berupa bahasa Jawa dan bahasa Arab. Ranah : Jual beli Topik : Menawar baju A : Pembeli B : Penjual A : Telung ewu boleh ya? Tiga ribu boleh ya B : Empat ribu wis mepet banget” Belum. Empat ribu sudah mepet sekali A : Ada yang lebih besar to pak B : Carikan dulu ya Tuturan yang berbunyi Telung ewu boleh ya? Durung. Empat ribu wis mepet banget” merupakan campur kode yang dilakukan oleh pembeli A dan penjual B. Campur kode terjadi antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Dalam ranah jual beli sering terjadi campur kode, karena untuk bertransaksi dibutuhkan kode yang efisien, ringkas, padat dan mudah dipahami. Jika ditilik dari etika jual beli bahwa pembeli adalah “raja” maka penjual harus melayani konsumen dengan sebaik-baiknya termasuk penjual harus mampu bertutur mengikuti kode yang dipakai oleh pembeli. Ranah : Jual-Beli Topik : Menawar peci A : Pembeli MKA B : Penjual MKA A : kam ? Berapa ? 145 B : asroh, asroh...sepuluh ribu aje,murah..murah Sepuluh, sepuluh...sepuluh ribu aje A : sab’ tujuh ya, yek Tujuh,tujuh boleh? B : tambah, tsamin ..delapan pas Tambah delapan..delapan pas Tuturan yang berbunyi asroh, asroh...sepuluh ribu aje,murah..murah merupakan campur kode yang dilakukan oleh pembeli A dan penjual B. Campur kode terjadi pada dialog diatas antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Dalam ranah jual beli sering terjadi campur kode, karena untuk bertransaksi dibutuhkan kode yang efisien, ringkas, padat dan mudah dipahami. Jika ditilik dari etika jual beli bahwa pembeli adalah “raja” maka penjual harus melayani konsumen dengan sebaik-baiknya termasuk penjual harus mampu bertutur mengikuti kode yang dipakai oleh pembeli.

d. Pemilihan Kode Bahasa dalam Berbagai Ranah Sosial