Kebijakan Ekonomi Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

c. Kebijakan Ekonomi Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

1) Pendirian Baitul Mal Pengaruh kesuksesanan Abu Bakar dalam membangun pranata

sosial di bidang ekonomi tidak luput dari faktor politik dan pertahanan keamanan. Kesuksesan tersebut tidak pula luput dari sikap keterbukaannya terhadap para tokoh pemerintahan, yaitu memberi hak dan kesempatan yang setara kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut mendiskusikan semua permasalahan sebelum ia menentukan keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislatif. Hal ini membangkitkan para tokoh sahabat khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif dalam melakukan

berbagai keputusan yang dibuat. 48

Sedangkan fungsi eksekutif, Abu Bakar delegasikan kepada para sahabat, baik itu untuk pelaksanaan kerja pemerintahan di Madinah ataupun kerja pemerintahan di daerah. Untuk menjalankan roda pemerintahan di Madinah, Abu bakar memilih Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai katib (sekretaris), serta Abu Ubaidah sebagai bendaharawan untuk mengurus Baitul mal. Di bidang tugas pertahanan dan keamanan, ia menunjuk panglima-panglima perang tersebut di atas. Adapun tugas yudikatif, ia menunjuk Umar bin Khaththab sebagai hakim agung.

47 Boedi Abdullah. 2010. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. hal. 79. 48 Euis Amalia. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi......., hlm. 89.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam | 31

Sedangkan urusan pemerintahan di luar kota Madinah, Khalifah Abu Bakar membentuk wilayah pemerintahan Madinah menjadi beberapa provinsi dan setiap provinsi Abu Bakar memerintahkan seorang amir atau wali (sejenis pejabat gubernur), yaitu:

a) Itab bin Asid amir untuk Mekah, amir yang dipilih pada masa Nabi,

b) Utsman bin Abi Al-Ash amir untuk Thaif, amir yang dipilih pada masa Nabi,

c) Al-Muhajir bin Abi Umayah amir untuk wilayah San’a, d)

Ziad bin Labid, amir untuk wilayah Hadramaut, e)

Ya’la bin Umayah, amir untuk wilayah Khaulan, f)

Abu Musa Al- Asy’ari, amir untuk wilayah Zubaid dan Rima’,

g)

Muaz bin Jabal, amir untuk wilayah Al-Janad,

h)

Jarir bin Abdullah, amir untuk wilayah Najran,

i)

Abdullah bin Tsur, amir untuk wilayah Jarasy,

j) Al-Ula bin Al-Hadrami, amir untuk wilayah Bahrain. Sedangkan untuk wilayah Irak dan Syam (Syiria) ditugaskan pada pemimpin-pemimpin militer sebagai wulat al-amr. Para amir tersebut juga ditugaskan menjadi pemimpin agama (seperti imam dalam shalat), menentukan hukum dan mengerjakan undang- undang. Artinya seorang amir selain sebagai pemimpin agama, juga difungsikan sebagai hakim dan juga pelaksana tugas keamanan. Meskipun demikian, setiap amir diberi kuasa untuk menentukan pembantu-pembantunya, seperti katib, amil dan sebagainya. Keadaan politik dan pemerintahan yang kondusif membuat sistem perekonomian yang dibentuk Abu Bakar bekerja secara simultan. Masalah itu teruji dalam bidang pranata sosial ekonomi, dimana terbentuknya keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemakmuran rakyat ini, Abu Bakar mengelola zakat, infak, sedekah yang berasal dari umat muslim, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga yang non-Muslim, sebagai sumber pendapatan Baitul mal. Penghasilan yang didapat dari

32 | Saprida, M.H.I 32 | Saprida, M.H.I

keluarganya. 49 2)

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Abu Bakar Ash- Shiddiq Semenjak menjabat khalifah, keperluan keluarga Abu Bakar

diurus dengan memakai harta baitul mal. Menurut beberapa riwayat, Abu Bakar diperbolehkan memakai dua setengah atau tiga perempat dirham setiap harinya kas Baitul mal dengan penambahan makanan yaitu daging domba dan pakaian biasa. Setelah beberapa waktu tunjangan tersebut ternyata tidak mencukupi kebutuhan keluarganya. Oleh sebab itu, tunjangan kebutuhan untuk Abu Bakar ditambah menjadi 2.000 sampai 2.500 dirham, pendapat lain mengatakan sampai 6.000 dirham, per tahun. Namun ketika waktu menjelang ajalnya, Abu Bakar banyak mengalami kesulitan

dalam mengumpulkan pendapatan pemerintah sampai ia menanyakan berapa banyak jumlah tunjangan yang telah diterimanya dari pemerintah. Ketika itu dijelaskan bahwa jumlah gajinya sebesar 8.000 dirham, Abu Bakar segerah menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan

seluruh hasil penjualannya dikembalikan kepada negara. 50 Selain itu Abu Bakar juga bertanya banyaknya fasilitas yang telah dipakainya selama menjabat khalifah. Ketika itu dijelaskan bahwa fasilitas yang dipakainya berupa seorang budak yang bertugas melayani keluarganya dan membersihkan pedang-pedang milik kaum muslim, seekor unta pembawa air dan selembar pakaian biasa,

49 Boedi Abdullah, 2010, Ibid. hlm. 80. 50 Adiwarman Azwar Karim. 2014. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. hlm. 55.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam | 33 Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam | 33

Pada waktu lain, Abu Bakar juga berkata kepada Anas, “Kekayaan orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan (karena dikhawatirkan akan

terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat). Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul mal untuk langsung didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslim hingga tidak ada yang tersisa. Sama seperti Rasulullah Saw. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga melakukan kebijakan pembagian tanah hasil dari peperangan, sebagian dibagikan kepada umat Muslim dan sebagian lagi tetap menjadi milik negara. Selain itu ia juga mengambil alih tanah-tanah orang yang murtad untuk digunakan demi kepentingan seluruh umat Islam. Cara mendistribusikan harta baitul mal, Abu Bakar menggunakan prinsip pemerataan, yaitu membagikan jumlah yang sama kepada seluruh sahabat Rasulullah Saw, serta tidak membedakan antara sahabat yang sudah lama memeluk Islam dengan sahabat yang baru memeluk Islam, antara hamba sahaya dan orang merdeka, serta antara laki- laki dan perempuan. Menurut pendapatnya, dalam hal

34 | Saprida, M.H.I 34 | Saprida, M.H.I

pemerataan lebih baik dari pada prinsip keutamaan. 51 Dengan kata lain, selama masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, harta baitul mal tidak pernah menimbun dalam jangka waktu lama dikarenakan akan segera didistribusikan kepada seluruh umat Islam, bahkan ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat hanya ada satu dirham dalam perbendaharaan negara. Semua kaum muslim dibagikan sama rata hasil dari pendapatan negara. Jika pendapatan meningkat, semua kaum Muslim mendapat manfaat yang sama dan tidak seorang pun yang dibiarkan dalam keadaan miskin. Kebijakan ini berdasarkan pada kenaikan permintaan agregat dan penawaran agregat yang akhirnya menaikkan total pendapatan nasional, selain itu akan

memperkecil jarak pemisah antara orang kaya dan orang miskin. 52