BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis TB sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Penyakit ini merupakan ancaman besar bagi pembangunan sumber daya manusia sehingga perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari semua pihak.
TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Kuman TB tidak
hanya menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia kerja produktif 15-49 Tahun, kebanyakan dari
kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Pada Tahun 1993, World Health Organization WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB,
karena jumlah kasus TB meningkat dan tidak terkendali khususnya pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar Depkes RI, 2007.
Berdasarkan data WHO pada Tahun 2007, jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 528.000 atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Laporan
WHO pada Tahun 2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 429.000 orang WHO, 2010. Tingkat risiko
untuk terserang penyakit TB Paru di Indonesia berkisar antara 1,7 sampai 4,4. Penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari 1
Universitas Sumatera Utara
penyakit golongan penyakit infeksi. Secara nasional, TB Paru membunuh kira-kira 100.000 orang tiap tahun, setiap hari 300 orang meninggal akibat penyakit TB Paru
di Indonesia Depkes RI dan WHO, 2008. Pada Tahun 2005, jumlah cakupan penemuan semua kasus TB Paru di
Indonesia sebesar 259.969 kasus, dengan jumlah penderita TB Paru BTA positif sebesar 158.648 kasus Depkes RI, 2007. Untuk Tahun 2008, jumlah cakupan
penemuan semua kasus TB Paru di Indonesia sebesar 298.329 kasus, dengan jumlah penderita TB Paru BTA positif sebesar 166.376 kasus. Di Provinsi Sumatera Utara,
jumlah cakupan penemuan semua kasus TB Paru meningkat dari 15.517 kasus pada Tahun 2005 menjadi 17.133 kasus pada Tahun 2008, dengan jumlah penderita TB
Paru BTA positif sebesar 14.158 kasus Depkes RI, 2009. Besar dan luasnya permasalahan akibat TB Paru mengharuskan semua pihak
untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB Paru. Untuk menurunkan angka kesakitan penyakit TB serta mencegah terjadinya
resistensi obat telah dilaksanakan program nasional penanggulangan tuberkulosis. Sejak Tahun 1995, program pemberantasan penyakit TB Paru telah dilaksanakan
dengan strategi DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri atas lima komponen yaitu : a Komitmen
politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB Paru, b Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis, c
Pengobatan TB Paru dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Minum Obat PMO, d
2
Universitas Sumatera Utara
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita dan e Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program
penanggulangan TB Paru Depkes RI, 2009. DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan
kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru
dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh
Depkes RI, 2007. Menurut Depkes RI 2007, penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS
diharapkan dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi yaitu minimal 85 dari penderita TB Paru BTA positif. Pengobatan TB Paru harus dilakukan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, tidak boleh menggunakan obat tunggal. Dosis obatnya harus diberikan dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan untuk menghindari kuman TB berkembang menjadi resisten terhadap obat.
Kasus TB Paru di kota Medan Tahun 2009 secara klinis terjadi peningkatan dari Tahun 2008. TB Paru klinis pada Tahun 2009 yaitu sebesar 11.487 penderita
sedangkan Tahun 2008 sebesar 10.508 penderita. Selain itu, dari 39 puskesmas yang ada di kota Medan terdapat 1.516 penderita TB Paru BTA positif. Dari 1.516
penderita TB Paru BTA positif sebanyak 790 penderita 52,11 telah dinyatakan sembuh yang dapat dilihat pada Tabel 1.1.
3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Jumlah Penderita TB Paru per Wilayah Unit Pelayanan Kesehatan UPK di Kota Medan Tahun 2009.
No Nama UPK
TB Paru Klinis Positif Sembuh
B. Sembuh 1
Pusk. Sukaramai 140
22 14
63,64 8
36,36 2
Pusk. Kota Matsum 128
29 19
65,52 10
34,48 3
Pusk. M. Area S 88
26 14
53,85 12
46,15 4
Pusk. Pasar merah 517
63 29
46,03 34
53,97 5
Pusk. Teladan 919
114 74
53,23 40
47,77 6
Pusk. S. Limun 265
40 20
50 20
50 7
Pusk. Amplas 532
92 44
47,83 48
52,17 8
Pusk. Denai 225
28 14
50 14
50 9
Pusk. Tegal Sari 68
17 3
17,65 14
82,35 10
Pusk. Desa Binjai 230
32 20
62,5 12
37,5 11
Pusk. Bromo 133
25 12
48 13
52 12
Pusk. Sentosa Baru 503
63 28
44,44 35
55,56 13
Pusk. Sering 189
27 14
51,85 13
48,15 14
Pusk. Mandala 541
69 35
50,72 34
49,28 15
Pusk. Kp. Baru 367
41 19
46,34 22
53,66 16
Pusk. Darussalam 169
22 11
50 11
50 17
Pusk. Petisah 138
22 13
59,09 9
40,91 18
Pusk. Rantang 172
27 15
55,56 12
44,44 19
Pusk. P. Bulan 292
50 20
40 30
60 20
Pusk. Pb. Selayang 179
47 20
42,55 27
57,45 21
Pusk. Simalingkar 105
25 16
64 9
36 22
Pusk. Tuntungan 96
15 9
60 6
40 23
Pusk. Polonia 98
15 9
60 6
40 24
Pusk. Medan Johor 429
50 24
48 26
32 25
Pusk. Kedai Durian 291
30 18
60 12
40 26
Pusk. Pkn Labuhan 189
25 12
48 13
52 27
Pusk. Martubung 410
44 22
50 22
50 28
Pusk. M Labuhan 40
8 4
50 4
50 29
Pusk. Terjun 147
44 29
65,91 15
34,09 30
Pusk. Medan deli 472
61 28
54,9 33
45,1 31
Pusk. Titi Papan 139
16 10
62,5 6
37,5 32
Pusk. Sunggal 276
29 17
58,62 12
41,38 4
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1. Lanjutan
33 Pusk. Desa Lalang
77 19
6 31,58
13 68,42
34 Pusk. Helvetia
624 78
43 55,13
35 44,87
35 Pusk. Glugur darat
468 63
29 46,03
34 53,97
36 Pusk. Pulo Brayan
96 9
6 66,67
3 33,33
37 Pusk. Sei agul
247 52
22 42,31
30 57,69
38 Pusk. Glugur Kota
42 4
1 25
3 75
39 Pusk. Belawan
612 73
47 64,38
26 35,62
Jumlah 10.653
1.516 790
52,11 726
47,89 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2010
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 39 unit UPK yang ada, Puskesmas Amplas merupakan puskesmas dengan jumlah penderita TB Paru belum sembuh
cukup tinggi yakni 48 penderita 52,17 sedangkan penderita TB Paru yang sembuh hanya 44 penderita 47,83. Berdasarkan survei pendahuluan yang
dilakukan peneliti, diperoleh data bahwa jumlah penderita TB Paru BTA positif di Puskesmas Amplas pada tahun 2010 sebanyak 72 penderita. Dari 72 penderita,
sebanyak 47 penderita dinyatakan telah sembuh. Sedangkan jumlah penderita TB Paru BTA negatif dengan hasil rontgen positif sebanyak 21 penderita dan jumlah
penderita TB Paru BTA positif menjadi negatif konversi sebanyak 64 penderita. Penderita TB Paru di Puskesmas ini mayoritas laki-laki sebanyak 52 orang,
sedangkan perempuan sebanyak 20 orang. Selain itu, Penderita TB Paru di Puskesmas ini banyak terjadi pada usia produktif 15-69 tahun yakni sebanyak 51
orang, sedangkan usia ≥50 tahun yakni sebanyak 21 orang.
Berdasarkan data tersebut, bahwa angka kesembuhan penderita TB Paru belum bisa mencapai target yang ditetapkan yaitu angka kesembuhan minimal 85.
Keadaan ini memperihatinkan, padahal Depkes RI telah menyediakan obat gratis 5
Universitas Sumatera Utara
bagi penderita TB Paru yang berobat ke puskesmas. Masih rendahnya cakupan angka kesembuhan berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan keberhasilan
pencapaian program, karena masih memberi peluang terjadinya penularan penyakit TB Paru kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. Selain itu
memungkinkan terjadinya resistensi kuman TB Paru terhadap Obat Anti Tuberkulosis OAT, sehingga menambah penyebarluasan penyakit TB Paru,
meningkatkan kesakitan dan kematian akibat TB Paru. Untuk mencapai kesembuhan diperlukan keteraturan atau kepatuhan berobat
bagi setiap penderita. Paduan obat anti tuberkulosis jangka pendek dan penerapan pengawasan minum obat merupakan strategi untuk menjamin kesembuhan penderita,
walaupun obat yang digunakan baik tetapi bila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan. Kenyataan lain bahwa
penyakit TB Paru sulit untuk disembuhkan karena obat yang diberikan harus beberapa macam sekaligus serta pengobatannya makan waktu lama, setidaknya 6
bulan sehingga menyebabkan penderita banyak yang putus berobat. Hal ini yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari berbagai
pihak terkait, akibatnya program penanggulangan TB di berbagai tempat menjadi amat lemah Dinkes SU, 2005.
Penelitian Simamora 2004, menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap ketidakteraturan berobat penderita TB Paru adalah pengetahuan penderita
tentang pengobatan TB Paru, ada tidaknya PMO, efek samping obat, perilaku petugas kesehatan, persepsi pasien terhadap penyuluhan kesehatan dan jarak antara
6
Universitas Sumatera Utara
rumah pasien ke puskesmas. Penelitian Zuliana 2009 di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel pengetahuan dan
peran PMO terhadap kepatuhan berobat penderita TB Paru. Penelitian Ivanti 2009, menunjukkan bahwa variabel umur, status perkawinan, pengetahuan, pengawasan
PMO dan dorongan petugas kesehatan tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kepatuhan berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru BP4.
Berdasarkan hal di atas dapat diasumsikan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan penderita dalam pengobatan adalah pengetahuan
penderita itu sendiri, faktor pelayanan kesehatan dan PMO sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan penderita TB Paru, faktor
pelayanan kesehatan Ketersediaan OAT, penyuluhan kesehatan dan sikap petugas kesehatan dan pengawas menelan obat terhadap tingkat kepatuhan berobat di
Puskesmas Amplas Kota Medan Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah