36
bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari piiran guru ke pikiran siswa.
Menurut Depdiknas, dalam pembelajaran konvensional, cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat
konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper da pensil test yang hanya
menuntut pada satu jawaban benar. Beberapa ciri-ciri pada pembelajaran konvensional, yaitu:
a. siswa dalah penerima informasi secara pasif
b. belajar secara individual
c. pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
d. perilaku dibangun atas kebiasaan
e. kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final
f. guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
g. perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
Dalam pembelajaran konvensional, peran siswa adalah sebagai penerima informasi yang pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri
secara individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lain. Siswa hanya
dijadikan obyek didik dan pembelajarannya pun terfokus pada tiga kegiatan, yaitu dengar, catat dan hafal. Keadaan seperti ini membuat
proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu para siswa hanya dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pangajar dan
menyelesaikan latihan-latihan.
5. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Frida Mayferani 2007 yang berjudul
”Keefektifan Implementasi Model Pembelajaran RME pada Pokok Bahasan Segi Empat bagi Peserta Didik Kelas VII semestre 2 SMP Negeri
4 Kudus Tahun Peserta Didikan 20082007”, menunjukkan bahwa
37
kemampuan pemecahan masalah Matematika peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran RME lebih baik dibandingkan dengan
model pembelajaran menggunakan media LKS dalam metode discovery maupun dengan model pembelajaran ekspositori.
Penelitian Diyah 2007 yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Matemática Realistik PMR pada Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas VII SMP”, menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
menggunakan pembelajaran matematika realistik lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
B. Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai, diantaranya adalah mengembangkan kemampuan memecahkan
masalah. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan
pemecahan masalah terangkum kemampuan matematika lainnya seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola,
penggeneralisasian, pemahaman konsep, dan komunikasi matematika. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika
yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan
pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Kemampuan dalam pemecahan
masalah termasuk suatu ketrampilan, karena melibatkan segala aspek pengetahuan ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi
dan sikap mau menerima tantangan. Dengan demikian kemampuan memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang
dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka