Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Vektor Penyakit

pemanfaatan kulit duku tersebut dapat memperoleh insektisida murah dan ramah lingkungan serta dapat memanfaatkan kembali sampah kulit duku.

1.2. Perumusan Masalah

Nyamuk Aedes spp dapat menyebabkan terjadinya penyakit DBD berdasarkan hal tesebut perlu dicari insektisida nabati yang dapat mengendalikan nyamuk Aedes spp, oeh karena ituperlu diteliti pengaruh ekstrak kulit duku Lansium Domesticum dalam pengendalian nyamuk Aedes spp dan pemanfaatan sampah kulit duku sebagai insektisida nabati. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui efektifitas ekstrak kulit dukuL. domesticumsebagai insektisida nabati dalam membunuh nyamuk Aedes spp Tahun 2014

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kematian nyamuk Aedes spp setelah di beri perlakuan disemprot dengan aquadest tanpa campuran ekstrak kulit dukuL. domesticumsebagai kontrol dan diamati selama 30 menit. 2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kematian nyamuk Aedes spp setelah diberi perlakuan disemprot dengan ekstrak kulit duku L. domesticum pada konsentrasi 0,5, konsentrasi 1, konsentrasi 1,5, diamati selama 30 menit. 3. Untuk mengetahui konsentrasi yang paling cepat mematikan nyamuk Aedes spp dari ekstrak kulit duku Lansium Domesticum Universitas Sumatera Utara

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada masyarakat dalam memanfaatkan insektisida nabati yang aman dan mudah di dapat dalam upaya pengendali nyamuk Aedes spp. 2. Dapat digunakan sebagai insektisida alternatif, untuk mengurangi pemakaian insektida nabati dalam pengendalian nyamuk Aedes spp sehingga dampak negatif pemakaian insektisida dapat ditekan. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain, untuk melakukan penelitian sejenis mengingat begitu banyaknya tanaman yang bersifat larvasida. 4. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan mahasiswa khususnya mahasiswa kesehatan lingkungan tentang insektisida nabati yang berasal dari kulit duku. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Duku 2.1.1. Karakteristik Duku Duku L. domesticum merupakan tanaman buah tropis bertipe iklim basah yang berasal dari Malaysia dan Indonesia Kalimantan Timur.Dari negara asalnya, duku menyebar ke Vietnam,Myanmar, dan India. Nama lain yang sering digunakan untuk duku L. domesticum adalah Aglaila dooko atau Aglala domesticum Corr. Duku merupakan tanaman hutan yang pohonnya menjulang tinggi hingga 30m.Tanaman ini tidak besar dan berkayu keras. Sunarjono.2002 Gambar 2.1 : Duku L.domesticum

2.1.2. Toksonomi Duku

Sistematika tumbuhan Duku adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Lansium Universitas Sumatera Utara Species :L.domesticum Corr var. widyastuti, 2000

2.1.3. Sifat dan Khasiat Tumbuhan Duku L. domesticum

Duku L.domesticum selain buahnya dapat dimakan, masyarakat juga menggunakan biji duku sebagai obat tradisional misalnya sebagai obat cacing dan demam yaitu dengan cara menumbuknya dan mencampurnya dengan air. Kayu pohom duku cukup keras untuk bahan bangunan.Kulit duku dikeringkan untuk obat nyamuk atau setanggi.Sementara babakan kulit batang dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu penyakit demam. Sunarjono. 2002 2.1.4.Kandungan Kimia Kulit Buah Duku Kulit buah Duku banyak mengandung triterpenoid asam lansat dan asam lansiolat, Flavonoid, dan saponin.

A. Triterpenoid

Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2==CCH3 ─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilah- pilah menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut, 2 C10, 3 C15, 4 C20, 6 C30 atau 8 C40. a. Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah C5H8n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Universitas Sumatera Utara Secara struktur kimia terenoid merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya. b. Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri berasal dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa teresbut adalah golongan terpenoid. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organic yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hydrogen atau karbon, hydrogen dan oksigen. Minyak atsiri adalah bahan yang mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuhan adalah destilasi. Dimana, uap air dialirkan kedalam tumpukan jaringan tumbuhan sehingga minyak atsiri tersuling bersama-sama dengan uap air. Setelah pengembunan, minyak atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari air yang selanjutnya dapat dikumpulkan. Minyak atsiri terdiri dari golongan terpenoid berupa monoterpenoid atom C 10 dan seskuiterpenoid atom C 15 Sifat umum Terpenoid Universitas Sumatera Utara

1. Sifat fisika dari terpenoid adalah :

2. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap 3. Mempunyai bau yang khas 4. Indeks bias tinggi 5. Kebanyakan optik aktif 6. Kerapatan lebih kecil dari air 7. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol Sifat Kimia

2. Sifat kimia

1. Senyawa tidak jenuh rantai terbuka ataupun siklik 2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk enantiomer. Gambar 2.2. Struktur Kimia Triterpenoid

B. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon Antosianin dari bahasa Yunani anthos , Universitas Sumatera Utara bunga dan kyanos, biru-tua adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru . Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Flavnoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpn divakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola. Flavonoid merupakan salah satu jenis golongan fenol dan banyak ditemukan di dalam tumbuhan. Secara biologis flavonoid memainkan peran penting dalam penyerbukan tanaman pada serangga. Namun, ada sejumlah flavonoid mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak serangga. Bila senyawa flavonoid masuk ke mulut serangga dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dan kerusakan pada spirakel sehingga serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Selain itu, sekolompok flavonoid yang berupa isoflavon juga memiliki efek pada reproduksi serangga, yakni menghambat proses pertumbuhan serangga. Mirnawaty.2012. Gambar 2.3. Struktur Kimia Flavonoid Sastrohamidjojo. 1996

C. Saponin

Saponin adalah sebuah kelas senyawa kimia, salah satu metabolit sekunder yang banyak ditemukan dalam sumber-sumber alam, dengan saponin ditemukan Universitas Sumatera Utara dalam kelimpahan khusus dalam berbagai jenis tumbuhan. Khususnya, mereka glikosida amphipathic dikelompokkan fenomenologis oleh sabun-seperti berbusa yang mereka hasilkan ketika terguncang dalam larutan air, dan secara struktural oleh komposisi mereka satu atau lebih gugus hidrofilik glikosida dikombinasikan dengan triterpen lipofilik derivatif. contoh yang relevan adalah agen digoksin cardio-aktif, dari foxglove umum. Saponin secara historis dipahami sebagai tanaman yang diturunkan, tetapi mereka juga telah diisolasi dari organisme laut. Saponin memiliki sifat seperti detergen sehingga dinilai mampu meningkatkan penetrasi zat toksin karena dapat melarutkan bahan lipofilik dalam air. Saponin juga dapat mengiritasi mukosa saluran pencernaan. Selain itu, saponin juga memiliki rasa pahit sehingga menurunkan nafsu makan larva kemudian larva akan mati kelaparanGunawan, 2004. Saponin mempunyai efek yang kuat jika digunakan sebagai insektisida karena sifatnya yang sitotoksik dan hemolitik Chaieb, 2010. Saponin juga dapat menaikkan pemeabilitas kertas saring. Dengan adanya saponin, filter yang cukup kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu dapat meloloskan partikel tersebut. Saponin juga dapat digunakan sebagai pengemulsi bagi cairan yang tidak saling campur seperti minyak dan air Mulyani dan Gunawan, 2010. Saponin memiliki aktivitas insektisida yang jelas, saponin bekerja dengan tepat dan cepat terhadap serangga. Efek yang paling sering diamati adalah menyebabkan kematian, menurunkan nafsu makan, menurunkan berat badan, dan menurunkan kemampuan reproduksi serangga. Saponin juga mempunyai aktivitas penolak serangga, dapat menimbulkan masalah pencernaan, menimbulkan cacat Universitas Sumatera Utara serangga atau menimbulkan efek toksisitas. Rasa pahit dari saponin membuat serangga ini menjadi tidak menyukai makanannya Geyter, dkk, 2007. Gambar 2.4. Struktur Kimia Saponin Wikipedia,2014

2.2. Vektor Penyakit

Salah satu cara mekanisme penularanatau transmisi agen infeksius adalah melalui vektor antropoda.Antropodborne diseasevektorbornedisease adalah penyakit yang ditularkan kepada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga. Vektor adalah antropoda yang dapat menularkan, memindahkan danatau menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia Kemenkes,2010. Di Indonesia, beberapa penyakit yang ditularkan melalui serangga antara lain, demam berdarah dengue DBD, malaria, kaki gajah dan kemudian muncul chikungunya serta penyakit saluran pencernaan seperti kolera, disentri, demam tifoid, dan demam paratifoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah Chandra, 2007. Ada 3 jenis cara penularan anthropodborne disease Chandra, 2007 yaitu : Universitas Sumatera Utara 1. Kontak langsung Agen penyakit dipindahkan oleh anthropoda dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung. 2. Transmisi secara mekanis Anthropoda hanya bertindak sebagai pembawa mikroorganisme penyebab penyakit yang berasal dari penderita berupa tinja, muntahan atau bahan- bahan infektif lainnya ke makanan atau minuman orang yang sehat. Dengan cara hanya melekat pada permukaan tubuh arthropoda, agen masuk ke mulut anthropoda dan kemudian dimuntahkan atau melalui kotoran anthropoda itu sendri. Di dalam tubuh anthropoda mikroorganisme penyebab penyakit tidak mengalami perubahan apapun, baik jumlah, bentuk maupun sifatnya. Sebagai contoh, peranan lalat rumah dalam penularan penyakit amubiasis dan disentri basiler Soedarto, 1990. 3. Transmisi secara biologi Agen penyakit akan mengalami perubahan siklus dengan atau tanpa multiplikasi di dalam tubuh anthropoda. Transmisi secara biologi dibagi 3 cara, yaitu : a. Cyclo Propogative Agen penyakit mengalami multiplikasi dan perubahan siklus di dalam tubuh anthropoda. Misalnya, penularan plasmodium penyebab penyakit malaria pada tubuh nyamuk Anopheles. b. Cyclo Developmental Agen penyakit mengalami perubahan bentukmorfologi tanpa mengalami penambahan jumlah dalam tubuh anthropoda. Misalnya, Universitas Sumatera Utara cacing Wuchereria bancrofti penyebab filariaris yang ditularkan oleh nyamuk Culex fatigans. c. Propogative Agen penyakit mengalami multiplikasi tetapi tidak mengalami perubahan bentukmorfologi di dalam anthropoda. Misalnya, pada penularan penyakit pes, maka kuman pasteurella pestis akan memperbanyak diri dalam tubuh pinjal tikus, dengan bentuh tubuh yang sama dengan morfologi kuman pada saat dihisap dari tubuh penderita. Penularan virus dengue pada nyamuk Ae.aegypti juga merupakan propogative transmission. Gambar 1. Diagram Propogative Chandra, 2007 Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya, sedangkan nyamuk jantan akan menyimpan virus tersebut pada nyamuk betina saat melakukan kontak seksual. Nyamuk betina akan menularkan virus tersebut ke manusia melalui gigitannya. Nyamuk mengambil virus dengue dari manusia yang mempunyai virus tersebut. Virus akan masuk ke dalam lambung nyamuk,kemudian virus akan memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh nyamuk termasuk kelenjar air liurnya. Jika Defenitive Host Manusia Intermediate Host Aedes Aegypti Multiplikasi Universitas Sumatera Utara nyamuk yang telah mengandung virus ini menggigit orang sehat maka akan mengeluarkan air liurnya agar darah tidak beku. Bersamaan dengan air liur tersebut virus akan ditularkan. Siklus ini layaknya lingkaran setan yang sulit ditemukan ujung pangkalnya Satari dan Meiliasari, 2004. Selain tiga penularan biologik tersebut diatas, penularan mikroorganisme penyebab penyakit juga dapat terjadi secara transovarial. Pada keadaan ini mikroorganisme penyebab penyakit sudah masuk ke dalam tubuh serangga vektor akan mengadakan multiplikasi didalam tubuh anthropoda tersebut, kemudian mikroorganisme penyebab penyakit akan menginfeksi ovarium dan sel telur dari anthropoda. Anthropoda generasi berikutnya akan mengalami penularan. Penularan yang seperti ini adalah Srub typhus yang disebabkan oleh Rickettesia tsutsugamushi dan Trombicula akamushi Soedarto, 1990.

2.3. Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD