nyamuk yang telah mengandung virus ini menggigit orang sehat maka akan mengeluarkan air liurnya agar darah tidak beku. Bersamaan dengan air liur
tersebut virus akan ditularkan. Siklus ini layaknya lingkaran setan yang sulit ditemukan ujung pangkalnya Satari dan Meiliasari, 2004.
Selain tiga penularan biologik tersebut diatas, penularan mikroorganisme
penyebab penyakit juga dapat terjadi secara transovarial. Pada keadaan ini
mikroorganisme penyebab penyakit sudah masuk ke dalam tubuh serangga vektor akan mengadakan multiplikasi didalam tubuh anthropoda tersebut,
kemudian mikroorganisme penyebab penyakit akan menginfeksi ovarium dan sel telur dari anthropoda. Anthropoda generasi berikutnya akan mengalami
penularan. Penularan yang seperti ini adalah Srub typhus yang disebabkan oleh Rickettesia tsutsugamushi dan Trombicula akamushi Soedarto, 1990.
2.3. Nyamuk Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD
Di Indonesia nyamuk Aedes yang paling penting adalah nyamuk Ae. aegypti dan nyamuk Ae. albopictus, keduanya merupakan vektor penyakit demam
berdarah Soedarto, 1990. Demam berdarah tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.
Virus dengue yang merupakan penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Satari dan Meiliasari, 2004. Nyamuk merupakan
kelompok yang paling penting dari serangga lain dalam bidang kesehatan masyarakat,karena dapat mengirimkan sejumlah penyakit, seperti malaria,
filariasis, demam berdarah, ensefalitis Jepang,dan menyebabkan jutaan kematian setiap tahun Vinayaka, dkk, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penularan DBD di Indonesia, nyamuk Ae.aegypti di perkotaan merupakan vektor endemik yang paling penting. Di daerah perkotaan nyamuk
Ae.aegypti selalu menggigit di dalam rumah sedangkan nyamuk Ae.albopictus menggigit di luar rumah karena perindukan nyamuk ini berada di kebun dan
pohon-pohon Soedarmo, 2009. Ae. aegypti juga dikenal sebagai vektor penular penyakit demam kuning yellow fever, sehingga sering disebut yellow fever
mosquito.
2.4. Gambaran Umum mengenai Nyamuk
Aedes spp 2.4.1 Asal Mula Nyamuk
Aedes, spp
Nyamuk Ae.aegypti pada awalnya berasal dari Mesir dan menyebar ke seluruh dunia melalui kapal laut dan kapal udara. Ae.aegypti adalah spesies
nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan, biasanya berada diantara 40 LU dan 40 LS seperti Asia, Afrika, Australia, dan Amerika Hadinegoro dan Satari, 2004.
Distribusi Aedes juga dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk aedes ini biasanya tidak ditemukan diatas 1000 m.
Nyamuk Ae. albopictus adalah spesies hutan yang beradaptasi dengan lingkungan hidup manusia di pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. Di
laboratorium, nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dapat menularkan virus dengue secara vertikal melalui nyamuk betina ke telur sampai keturunannya,
walaupun albopictus lebih cepat melakukannya WHO, 2004.
2.4.2. Klasifikasi Nyamuk Aedes spp
Mudah untuk membedakan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dari bentuknya, pada albopictus garis toraksnya tidak mempunyai garis yang
melengkung. Ae. albopictus sering dijumpai diluar rumah Soedarto, 1990. Ciri
Universitas Sumatera Utara
utama nyamuk Ae. aegypti adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari
punggungnya yang berwarna dasar hitam sehingga sering disebut black white mosquito Soegijanto, 2006. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai
salah satu nyamuk rumah. Aedes spp pengebarannya sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis
di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama primary vektor dan bersama Aedes albopictus menciptakan
siklus persebaran dengue di desa dan di kota. Mengingat keganasan penyakit DBD masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara – cara
mengendalikan jenis nyamuk ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit DBD Wikipedia, 2014.
Kedudukan nyamuk Aedes spp dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut:
Filum: Arthropoda Kelas: Insecta
Ordo: Diptera
Famili: Culicidae Genus: Aedes
Spesies: Aedes spp Sembel, 2009.
2.4.3. Morfologi Nyamuk Aedes spp
Nyamuk Aedes spp biasanya berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah Culex quinquefasciatus. Telur Aedes spp
Universitas Sumatera Utara
mempunyai dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Sedangkan larva Aedes spp Nyamuk Aedes spp dewasa
memiliki ukuran sedang, dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih keperakan.
Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari Spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh
nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk ini sering kali berbeda
antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk
betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang Gandahusada, ilahude dan Pribadi,
1998.
2.4.4. Siklus Hidup Nyamuk Aedes spp
Gambar 2.5. Siklus hidup Nyamuk Aedes spp. Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes sppdapat dibagi
menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa dan dewasa, sehingga termasuk metamorphosis sempurna holometabola.
Universitas Sumatera Utara
1. Telur
Telur biasanya diletakkan diatas permukaan air satu persatu atau dalam kelompok.Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir
telur tiap kali bertelur. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama ditempat yang kering tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 2
C- 42
C Namun bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan. Telur Nyamuk Aedes spp berwarna gelap, berbentuk oval
biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Sembel . 2009 .
2. Larva
Telur menetes menjadi larva atau sering disebut jentik.Perkembangan berlangsung 5-7 hari, perkembangan larva tergantung pada temperatur air,
kepadatan larva, dan tersedianya makanan, larva nyamuk hidup dengan memakan organisme-organisme kecil. Larva akan mati pada suhu dibawah 10
C dan diatas suhu 36
C Larva Aedes spp memiliki kepala yang cukup besar serta torak dan abdomen yang cukup jelas. Untuk mendapatkan oksigen biasanya larva
menggantungkan dirinya agak tegak lurus pada permukaan air. Sembel, 2009. 3.
Pupa Pupa berbentuk agak pendek, tidak memerlukan makanan, tetapi tetap aktif
bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari berkisar 27
C - 32 C umum nya nyamuk
jantan menetas terlebih dahulu dari nyamuk betina, maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang Sembel, 2009.
Universitas Sumatera Utara
4. Nyamuk Dewasa
Pada stadium dewasa nyamuk yang keluar dari pupa menjadi nyamuk jantan dan nyamuk betina dengan perbandingan 1 : 1. Nyamuk dewasa yang baru keluar
dari pupa berhenti sejenak diatas permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk
dewasa akan segera kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan dalamwaktu 24-36 jam kemudian. Darah merupakan sumber protein
terpenting untuk mematang kan telurnya. Umur nyamuk dewasa dipengaruhi aktifitas produksi dan jumlah makanan. Nyamuk Aedes spp dewasa rata-rata dapat
hidup selama 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai umur 2 bulan, Aedes spp mampu terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya
pendek yaitu kurang lebih 40 meter dan maksimal 100 meter. Sembel, 2009 .
2.4.5. Perilaku Nyamuk Aedes spp
Nyamuk demam berdarah betina menghisap darah untuk proses pematangan telurnya sedangkan nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi menghisap sari
bunga atau nektar. Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan sehingga memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang. Nyamuk biasanya menggigit pada
pukul delapan pagi hingga 1 siang dan pukul tiga hingga lima sore. Sementara itu, pada malam hari, mereka bersembunyi disela-sela pakaian yang tergantung,
gorden dan diruang yang gelap serta lembab. Umumnya, penyebaran nyamuk demam berdarah tidak terlalu jauh karena radius terbangnya hanya 100-200 meter,
kecuali jika terbawa angin Kardinan, 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Tempat Perkembangbiakan
Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu sianghari seperti Ae, aegypti dan Ae, albopictus biasanya meletakkan telur dan berbiak pada tempat-tempat
penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga dirumah, sekolah, kantor atau dipekuburan, kaleng-kaleng atau
kantung-kantung plastic bekas, diatas lantai gedung terbuka, talang rumah, bamboo pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambuatan, tempurung kelapa,
ban-ban bekas, dan semua bentuk container yang dapat menampung air bersih. Jentik-jentik nyamuk nyamuk muda dapat terlihat berenang naik turun ditempat-
tempat penampungan air tersebut. Kedua jenis nyamuk Aedes tersebut merupakan vektor utama penyakit demam berdarah. Sembel, 2009
2.5. Insektida
Kata insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang berasal dari kata insekta dan cida.Insektisida merupakan golongan dari pestisida yang
berfungsi untuk mengendalikan serangga. Bahan aktif dari golongan organofosfat dan karbamat selain memiliki persistensi lebih rendah, efektif untuk
mengendalikan hama tanah soil borne dan hama daun. Waktu aplikasi untuk pestisida dengan persistensi rendah adalah faktor yang sangat menentukan.
Persistensi yang rendah berarti waktu yang efektif dari residu pestisida untuk menjadi racun bagi hama penggangu yang lebih sempit. Secara umum,
pengendalian serangga pada tahap larva lebih disarankan, karena lebih mudah dilakukan dan lebih berhasil guna Novizan, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Insektida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanan tanaman dan dengan langsung meracuni serangga tersebut.
2.5.1 Pembagian Insektisida
Menurut cara masuknya insektida ke dalam tubuh serangga dibedakan menjadi 5 kelompok sebagai berikut :
1. Racun Lambung
Racun lambung adalah insektida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektida akan
masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan
aktif insektida. Beberapa tempat sasaran itu seperti : menuju ke pusat saraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan
sebagainya. Dalam hal ini serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk
membunuh. 2.
Racun Kontak Racun kontak adalah insektida yang masuk kedalam tubuh serangga melalui
kulit, celahlubang alami pada tubuh trachea atau langsung mengenai mulut serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung kontak dengan
insektida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun lambung.
Universitas Sumatera Utara
3. Racun Pernapasan
Racun pernapasan adalah insektida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk pertikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila
menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernapasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektida cair.
4. Racun Metabolisme
Racun ini
membunuh serangga
dengan mengintervensi
proses metabolismenya.contoh insekrestisida dengan mode ofaction ini yaitu
deafentiuron yang mengganggu respirasi sel dan bekerja di mitokondria. 5.
Racun Fisik Racun Non Spesifik Racun fisik membunuh serangga dengan sasaran yang tidak spesifik
sebagai contohnya debu inert yang bisa menutupi lubang-lubang pernapasan serangga sehingga serangga mati lepas karena kekurangan oksigen. Debu yang
hygrokopis misalnya bubuk karbon atau tanah diatom bisa membunuh serangga karena debu yang menempel dikulit serangga menyerap cairan tubuh berlebihan.
Tabel 2.1. Insektisida ditinjau dari mekanisme terjadinya efek.
Kelas Sub-Golongan
Mekanisme terjadinya efek
Organoklor Tipe DDT
Siklodin, Derivative,
sikloheksan Umumnya terjadi pada perifer pada sistem
syaraf sensor. Menghasilkan negatif potensial yang lama dengan menginhibisi enzim, yang
diperlukan untuk transport ion, hasilnya adalah persisten depolarisasi. Umumnya terjadi pada
SP dengan menginhibisiion transport enzim dan memblok GABA, termasuk dalam
Universitas Sumatera Utara
transport klorida, menghasilkan ikatan pola yang persisten.
Piretroid Piretroid alamiah
Piretroid buatan tipe I
Piretroid buatan tipe II
Sama dengan piretroid buatan dibawah, tetapi juga menyebabkan reaksi alergi
Menghasilkan potensial negatif lebih lama, sebagian dari sistem prifer syaraf, hampir
sama dengan inhibisi transport, menyebabkan ikatan polar yang persisten, juga mengihibisi
GABA disebabkan transport klorida.
Perbedaan antara tipe I dan tipe II ester adalah pada kekuatan dan durasi inhibisi enzim.
Anti kolinesterase
Organofosfat
Karbamat Inhibisi
jaringan syarafasetilkolinesterase
Ache terjadi, pada keadaan asetilkolin yang tinggi yang tidak dapat didegradasi dengan
rangsangan berlebihan.
Berbeda sedikit dalam gejala, karbamat menginhibisi
Ache secara
reversible, organofosfat menginhibisi menjadi persisten.
Soemirat, 2005
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.1 Insektisida Nabati
Penggunaan insektisida kimia sintetis merupakan masalah yang sangat perlu dipertimbangkan terutama dampak residu terhadap lingkungan, kesehatan
manusia, dan terhadap makhluk hidup lainnya serta satwa-satwa liar. Salah satu komponen dalam budi daya organik adalah pemanfaatan pestisida nonkimiawi
sintetis baik merupakan insektisida hayati maupun nabati untuk mengendalikan serangga. sarjan, 2007
Insektisida nabati atau insektisida botani adalah bahan alami berasal dari tumbuhan yang mempunyai kelompok metabolit skunder yang mengandung
beribu-ribu senyawa bioaktif seperti alkaloid, fenolik, dan zat kimia sekunder lainnya. Senyawan bio aktif yang terdapat pada tanaman dapat dimanfaatkan
seperti layaknya insektisida sintetik. perbedaannya adalah bahan aktif pada insektisida nabati disintesa dari tumbuhan dan jenisnya bisa lebih dari satu macam
campuran. Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit dan batang dan
sebagiannya dapat digunakan dalam bentuk utuh, bubuk, ataupun ekstraksi dengan air ataupun pelarut organik. Insektisida nabati merupakan bahan alami
bersifat mudah terurai di alam bio dgredable sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah
hilang Naria.2005.
2.5.1.2 Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati
Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
I. Keunggulan
1. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada
komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman dari pada insektisida sintetiskimia.
2. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga
tidak menimbulkan resistensi pada sasaran. 3.
Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana. 4.
Bahan membuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah. 5.
Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida. Naria, 2005
II. Kelemahan
Selain keunggulan insektisida nabati, tentunya kita tidak dapat mengesampingkan beberapa kelemahan pemakaian insektisida nabati tersebut
kelemahanya antara lain : 1.
Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi di banding kan dengan insektisida sintesis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida
nabati adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering di aplikasikan.
2. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks multiple
activeingredient dan kadang kala tidak dapat di deteksi. 3.
Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang berbeda. Iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan
waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat bervariasi. Naria, 2005
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.3 Larvasida
Pemberantasan Aedes spp dapat dilakukan dengam memberantas nyamuk dewasa dan memberantas larvanya. Pemberantasan larva dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu : Nurcahyo, 1996 1.
Meniadakan tempat perindukannya, yang dikenal dengan gerakan 3M menguras dan menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang
bekas yang bisa menampung air hujan, dan 2.
Menggunakan larvasida untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras menurut Gafur 2006 mengutip dari penelitian ponlawat, dkk,
saat ini larvasida yang paling luas digunakan untuk mengendalikan larva Ae. Aegypty adalah temefos. Di Indonesia temefos 1 Abate 1 SG telah
digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal untuk program Ae. Aegypti di Indonesia. Namun cara ini tidak menjamin
terbasminya tempat perindukan nyamuk secara permanen, karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang
ditimbulkan larvasida selain itu pula dibutuhkan abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaanya cahaya, 2003
Selain dengan abate, telah banyak penelitian yang menghasilkan larvasida yang terbuat dari bahan alami misalnya penelitian Susana, dkk 2003 mengenai
potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Ae. Aegypti. Ekstrak daun pandan wangi mempunyai pengaruh terhadap tingkat kematian larva Ae.
Aegypti. Semakin tinggi yang digunakan maka tingkat kematian larva semakin tinggi pula. LC
5o
dengan waktu pengamatan kematian 24 jam setelah perlakuan terletak pada 2198,4665 ppm dan untuk waktu pengamatan 48 jam setelah
Universitas Sumatera Utara
perlakuan terletak pada 1669,1678 ppm penelitian mengenai uji toksisitas jamur Metarhizu anisoppliae terhadap larva nyamuk Ae. Aegypty yang memberi hasil M.
anisoplia membunuh 50 LC
5o
dan membunuh 90LC
9o
larva nyamuk III Ae. Aegypty asal Denpasar pada kondisi laboratorium Widianti. 2004
2.5.1.4 Repellent
Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untukmenjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan
serangga atau gangguan oleh serangga trhadap manusia. DEET N,N-diethyl-m- tolaumide adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi
repellent ini menimbulkan rasa terbakar bila mengenai mata, luka dan jaringan membran Soedarto,1992.
Penyakit demam berdarah yangditularkan oleh nyamuk Aedes spp merupakan penyakit yang hampir selalu terjadi setiap tahunnya dibeberapa daerah
di Indonesia. Salah satu cara untuk menghindarinya adalah dengan penggunaan lotion anti nyamuk yang pada umumnya berbahan aktif bahan kimia sintetis
Kardinan, 2007. Repellent harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak mengganggu orang disekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit,tidak
beracun, tidak merusak pakaian, dan daya bertahan mengusir serangga cukup lama Soedarto, 1992.
Universitas Sumatera Utara
2.6.Kerangka konsep
Jumlah Nyamuk
Aedes spp Jumlah Nyamuk
Aedes spp yang mati
Ekstrak kulit duku yaitu : konsentrasi 0, konsentrasi 0,5,
konsentrasi 1 dan konsentrasi 1,5 diamati selama 30 menit
- Suhu
- Kelembaban
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis penelitian
Penelitian ini berbentuk eksperimen semu Quasi ekspperiment yaitu meneliti efektifitas ekstrak kulit duku L.domesticum dalam pengendalian
nyamuk Aedes spp, dan tidak mengabaikan faktor yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes spp, yaitu suhu dan kelembaban udara. Metode yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak Lengkap RAL dimana percobaan dilakukan dengan 3 macam perlakuan dan satu control, perlakuan
penyemprotan dengan ekstrak kulit duku konsentrasi 0,konsentrasi 0,5,konsentrasi 1 dan konsentrasi 1,5 serta 3 kali pengulangan.
3.2. Lokasi dan Waktu penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan BTKL Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari- Maret 2015.
3.3. Objek penelitian
Objek penelitian adalah ekstrak kulit duku sebagai pengendali nyamuk Aedes spp stadium dewasa yang diambil dari kotak pemeliharaan, dan dimasukkan
kedalam kotak perlakuan berukuran 50cm x 50cm x 50cm p x l x t sebanyak 10 kotak. Jumlah nyamuk Aedes spp pada masing-masing perlakuan dan kontrol
sebanyak 15 ekor. Jumlah sampel diambil berdasarkan kebutuhan penelitian yaitu 150 ekor nyamuk Aedes spp dewasa.
Universitas Sumatera Utara
3.4. MetodePengumpulan Data