37
Nabi  berkata:  segala  Puji  bagi  Allah  SWT  yang  telah  memberi pertolongan utusan Rasul-Nya kepada apa yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya.
67
Hadits ini dikuatkan oleh Ibn Abdil Darr, Ibnu Taymiyah ibnu al-Qayyim, Adz-Dzahabi  ibnu  Katsir  dll.  Menurut  Imam  Syaukani  hadits  ini  hasan  yang
memiliki  beberapa  jalan  hadits  sehingga  derajat  hadits  ini  menjadi  hadits  yang diterima.
68
Jadi kalau demikian sumber hukum dibagi menjadi dua: 1.
Wahyu, seprti dalam Al-quran dan Hadits 2.
Akal  dalam  bentuk  fiqih-fiqih,  fiqih  yang  diformalkan  seperti,  undang- undang, peraturan pemerintah dan lain-lain, dan yurisprudensi.
B. Pengertian Dan Tujuan Hukum Islam  Serta Metode Hukumnya
Kata hukum  Islam terdiri dari suku kata yakni hukum dan Islam.  Hukum dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  adalah
”peraturan  atau  adat  yang  secara resmi  dianggap  mengikat,  yang  dikukuhkan  oleh  penguasa  atau  pemerintah
”.
69
Islam  adalah ”agama  yang  diajarkan  oleh  Nabi  Muhammad  saw.  Berpedoman
pada kitab suci Al-Quran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt ”.
70
Jadi  yang  dimaksud  dengan  hukum  Islam  adalah  peraturan  yang  secara  resmi mengikat para pemeluk agama Islam yang berpedoman pada peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT yang dituangkan dalam kitab suci Al-quran dan  hadits.  Allah  SWT  merupakan  penguasa  tertinggi  dalam  Islam  dan  umat
67
Yusuf  Al- Qardlawi,  ijtihad  dalam  syari’at  Islam  beberapa  pandangan  tentang  ijtihad
kontemporer. Penerjemah A. Syathori. Jakarta: Bulan bintang, 1987, h.100
68
Yusuf  Al-Qardlawi,  ij tihad  dalam  syari’at  Islam  beberapa  pandangan  tentang  ijtihad
kontemporer. Penerjemah A. Syathori, h.100
69
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.410
70
Ibid., h.444
38
Islam  tentunya.  Ada  beberapa  orang  yang  memakai  istilah  hukum  Islam  dengan nama fiqih, yang berarti pemahaman.
Sumber-sumber hukum Islam di antaranya: 1.
Al-Kitab Al-Qur’an Al-
Qur’an  adalah  kalamullah  yang  diturunkan  kepada  Nabi  Saw.  Dalam bahasa Arab, riwayatnya mutawatir.
71
Ada empat prinsip dasar yang umum dalam memahami makna Al- Qur’an:
a. Al-Qur’an  merupakan  keseluruhan  syari’at  dan  sendinya  yang
fundamental. b.
Sebagian  besar  ayat-ayat  hukum  turun  karena  ada  sebab  yang menghendaki  penjelasannya.  Oleh  karena  itu  setiap  orang  yang  ingin
mengetahui  isi  Al- Qur’an secara tepat perlu mengetahui sebab-sebab
turunnya ayat. c.
Setiap  berita  kejadian  masa  lalu  yang  diungkapkan  Al-Qur’an,  jika terjadi penolakannya baik sebelum atau sesuadahnya, maka penolakan
tersebut  menunjukkan  secara  pasti  bahwa  isi  berita  itu  sudah dibatalkan.
d. Kebanyakan  hukum-hukum  yang  diberitahukan  oleh  Al-Qur’an
bersifat kully pokok yang berdaya cukup  luas tidak rinci disebutkan setiap  peristiwa,  objektif  seperti  yang  terungkap  dalam  penelitian.
71
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, Jakarta: Sinar Grafika,  2007, h. 9
39
Oleh  karena  itu  diperlukan  penjelasan  dari  sunnah  Rasul  kerena memang kebanyakan sunnah merupakan penjelas bagi Al-
qur’an.
72
2. As-sunnahAl-Hadis
As-sunnah  ialah  semua  perkataan,  perbuatan  dan  pengakuan  Rasulullah  Saw yang berposisi sebagai petunjuk tasyri’.
73
Sudah  terjadi  kesepakatan  di  kalangan  kaum  muslimin  bahwa  sunnah  Rasul merupakan  undang-undang  dan  pedoman  hidup  umat  kedua  yang  harus
diikuti,  asal  sanadnya  yang  shahih,  sehingga  memberikan  keyakinan  yang pasti mutawatir atau dugaan  yang kuat ahad bahwa memang benar dating
dari  Rasulullah. Kedudukan sunnah menurut urutan dalil syara’ berada pada
posisi kedua setelah Al- Qur’an.
74
.... َ
ُ َ َ َ ُ فَُ س اَ ُ تاَ َ
َا ت ف َ....
ُ
شحا
٧
:
٩٥
ََ
Artinya: “…Dan apa yang disampaikan oleh Rasul maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka hindarilah…”  QS. Al-Hasyr:7
3. Al-Ijma’
Menurut  bahasa  Ijma’  mempunyai  pengertian,  intifaq  kesepakatan  dan „azam  cita-cita,  hasrat  dan  tamin.  Sedangkan  menurut  syara’  dalam
pandangan  jumhur  adalah  kesepakatan  seluruh  mujtahid  kaum  muslimin
72
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h.14-19
73
Ibid., h. 20
74
Ibid., h. 23
40
disesuaikan  masa  setelah  wafat  Nabi  saw  tentang  suatu  hukum  syara’  yang amali.
75
Menurut jumhur  ulama,  ijma’  hanya  terwujud    apabila  dipenuhi
persyaratanunsur-unsurnya sebagai berikut: a.
Bersepakatnya para mujtahid. Kesepakatan bukan mujtahid orang awam tidak diakui sebagai ijma’. Demikian juga, kesepakatan ulama yang belum
mencapai martabat ijtihad fiqhy, sekalipun mereka tergolong ulama besar dalam  disiplin  ilmu  lain,  karena  mereka  ini  tidak  mampu  mengadakan
mazhar  dan  istidlal  tentang  urusan  penetapan  hukum  tentang  urusan penetapan hukum syara’.
b. Bahwa  semua  mujtahid  tersebut  bersepakat,  tak  seorangpun  yang
berpendapat lain. Kalau satu orang saja yang berpendapat lain, maka ijma’ tidak tersimpul.
Karena itu tak diakui sebagai ijma’, kesepakatan: 1
Suara terbanyak, 2
Kesepakatan mujtahid dua tanah haram dari golongan salaf, 3
Kesepakatan ulama salaf kota madinah saja, 4
Kesepakatan  ulama  salaf  yang  mujtahid  dari  dua  kota  bashrah  dan kufah atau salah satunya saja,
5 Kesepakatan ahli bait Nabi saja,
75
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 42
41
6 Kesepakatan khulafaurrasyidin saja,
7 Kesepakatan  dua  orang  syekh:  Abu  Bakar  dan  umar  karena  adanya
pendapat  lain  dari  mujtahid  lain,  membuat  kesepakatan  mereka  itu tidak qath’y diyakini keabsahan dan kebenarannya.
76
c. Bahwa kesepakatan itu, di antara mujtahid yang ada ketika masalah yang
diperbincangkan  itu  dikemukakan  dan  dibahas,  tidak  mesti  disepakati pula ol
eh mujatahid generasi berikutnya, karena jika demikian maka ijma’ tidak mungkin terjadi sampai hari kiamat.
d. Bahwa  kesepakatan  mujtahid  itu,  terjadi  setelah  Nabi  Saw  wafat.  Jika
dikala  Nabi  masih  hidup  para  sahabat  bersepakat  tentang  suatu  masalah hukum,  ma
ka  tidak  termasuk  ijma’  syar’I  melainkan  merupakan pengakuan Rasul sunnah Taqririyah.
e. Bahwa kesepakatan mujtahid itu harus masing-masing mujtahid memulai
penyampaian  pendapatnya  dengan  jelas  pada  satu  waktu,  baik penyampaian  pendapat  itu  secara  orang  perorang  tanpa  berkumpul
bersama  kemudian  semuanya  dikumpulkan  dan  ternyata  sama,  maupun masing-masing  mereka  mengeluarkan  pendapatnya  diruangan  yang  sama
dalam  satu  mu’tamar  yang  berakhir  dengan  kebulatan  pendapat  dimana masing-masingnya menyatakan pemufakatan dan persetujuan.
76
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 43
42
f. Bahwa  kesepakatan  mujtahid  itu  dalam  pendapat  yang  bulat  yang
sempurna  dalam  pleno  lengkap,  ataupun  masing-masing  berkelompok dengan  pendapat  masing-
masing, maka mereka pun berijma’ dalam satu pendapat secara hukum karena tak ada pendapat.
77
4. Madzab pendapat sahabat
Menurut  ulama  ushul,  sahabat  mempunyai  pengertian  mereka  yang  bertemu dengan  Nabi  saw  dan  beriman  kepadanya  serta  senantiasa  bersama  Nabi
selama masa yang lama, seperti khulafaurrasyidin, ummahatul mu‟minin, Ibnu
Mas’ud, Ibn Abbas, Ibn Umar. Pengertian ini tidak sejalan dengan pengertian yang  diberikan  dari  para  ulama  hadis.  Sahabat  menurut  para  ulama  hadis
adalah mereka yang bertemu dengan Nabi saw dan iman dengan dia samapai mati. Jadi tidak mesti bersama beliau untuk waktu yang lama.
78
Bentuk-bentuk pendapat tentang kehujjahannya adalah sebagai berikut: a.
Bahwa  fatwa  sahabat  tidak  diakui  sebagai  hujjah  terhadap  sahabat  lain, karena  persamaan  kedudukan  dan  kebersamaannya  bersama  Nabi  itu
sama; masing-masing mereka tidak memandang bahwa fatwanya menjadi hujjah bagi yang lain.
b. Bahwa fatwa sahabat tentang masalah yang tak boleh diijtihadkan, adalah
sama  dengan  hukum  sunnah marfu‟  kepada  Nabi saw. Oleh karena itu,
hukumnya diambil dalam berhujjah dan beristidlal.
77
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 43-44
78
Ibid., h. 64
43
c. Bahwa  fatwa  sahabat  diterbitkan  berdasar  pemikiran  dan  ijtihad  melalui
riwayat yang masyhur dan tidak diingkari seorangpun. d.
Bahwa sahabat yang diterbitkan dari pemikiran dan ijtihad melalui riwayat tidak  masyhur  karena  keadaannya  tidak  termasuk  kategori  yang
‟umum balwa dan kejadiannya tidak berulang, maka para ulama berbeda pendapat
tentang kehujjahannya.
79
5. Syari’at umat terdahulu
Syari’at umat terdahulu sering sekali diceritakan di dalam Al-Qur’an dan As- sunnah  kepada  umat  Islam.
80
Bentuk  cerita  tersebut  dibedakan  dalam  tiga bentuk  yang  masing-masingnya  mempunyai  konsekuensi  yang  berbeda  bagi
umat Islam, yaitu: a.
Disertai  dengan  petunjuk  tentang  sudah  dinasakhkannya  dalam syari’at Islam
b. Disertai dengan petunjuk tetap diakuinya dan lestarinya dalam syari’at
Islam. c.
Tidak disertai petunjuk tentang nasakh atau lestarinya.
81
6. „Urfadat
„Urf  ialah  apa  yang  sudah  terkenal  dikalangan  umat  manusia  dan  selalu diikuti,  baik  „Urf  perkataan  maupun  „Urf  perbuatan.  „Urf  dan  adat  dalam
79
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 64-65
80
Ibid., h. 69
81
Ibid., h. 70
44
pandangan ahli syari’at adalah dua kata yang sinonim taraduf berarti sama. Contoh „Urf perkataan ialah kebiasaan orang menggunakan kata-kata “anak”
walad untuk anak laki-laki bukan untuk anak perempuan.
82
Jumhur  Fuqaha  berhujjah  dengan  „urf.  Tetapi  yang  sangat  terkenal  adalah Malikiyah  dan  Hanafiyah.  Disebutkan  ba
hwa  Imam  Syafi’i  pun  berpegang pada  ’urf  dalam  membina  sebagian  hukum  madzabnya  yang  baru  menuntut
’urf  orang  Mesir  dan  sebelumnya  ia  membina  madzhabnya  yang  qadim menurut  ’urf  orang  Irak.  Sehingga  Al-Qarafy  mengatakan  bahwa  ’Urf  itu
sama-sama dipegang oleh seluruh madzhab dan siapa yang meneliti madzhab niscayalah ia menemui ketegasan mereka terhadap
’urf itu.
83
7. Qiyas
Metode  pertama  yang  dipegang  seorang  mujtahid  untuk  mengistinbathkan hukum  yang tidak diterangkan  nash, sebagai metode  yang terkuat dan paling
jelas.
84
Qiyas  menurut  bahasa  adalah  mempersamakan,  sedangkan  menurut  istilah ulama  ushul,  qiyas  adalah  mempersamakan  satu  peristiwa  hukum  yang  tidak
ditentukan  hukumnya  oleh  nash,  dengan  peristiwa  hukum  yang  ditentukan oleh  nash  bahwa  ketentuan  hukumnya  sama  dengan  hukum  yang  ditentukan
oleh nash.
85
82
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 77
83
Ibid., h. 80
84
Ibid., h. 82
85
Ibid., h. 82
45
8. Istihsan
Istishan berasal dari bahasa Arab yang berarti “menjadikanmenganggap baik”
atau “mengikuti  sesuatu  yang  baik  secara  hissy  lahir  dan  ma’nawy”.
86
Sedangkan para ulama ushul memberikan pengertian di antaranya: a.
Dari  golongan  madzab  Hanafiyah  memberikan  definisi  dengan, “berpindah  dari  suatu  hasil  qiyas  kepada  qiyas  yang  lebih  kuat,
menkhsiskan qiyas dengan dalil yang lebih kuat daripadanya ”.
b. Dari  golongan  Malikiyah  memberikan  definisi  dengan,  “  mendahulukan
ditinggalkannya  tuntutan  dalil,  menurut  jalan  pengecualian  istisna  dan keringanan karena bertentangannya di dalam sebagian yang dituntutnya
”. c.
Dari  golongan  Hanabilah  mendefinisikan  dengan,  ”memindahkan ketentuan  hukum  suatu  masalah  dari  bandingannya,  karena  dalil  syara
’ yang khas
”.
87
Dari  pendapat-pendapat  tersebut  dapat  disimpulkan  dengan, ”berpindah  dari
suatu  ketentuan  hukum  yang  menjadi  konsekuensi  dari  suatu  dalil  syara ’
terhadap sesuatu peristiwa hukum, kepada ketentuan hukum lain terhadapnya, karena  adanya  dalil  syara
’  yang  juga  menuntut  perpindahan  tersebut,  yang disebut  sebagai  sanad  istihsan
”.  Maka  sebanarnya  istishan  itu  adalah mentarjihkanmengunggulkan  suatu  dalil  dari  dalil  yang  menentangnya
86
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 127
87
Ibid., h. 127-129
46
disebabkan  adanya  murajjihfaktor  yang  mengunggulkan  yang  diakui mu
’tabar-respectable.
88
Istishan  merupakan  metode  ijtihad  dengan  rasio  ijtihad  birra ‟yi.  Contoh,
apabila  ia  menghadapi  suatu  peristiwa  hukum  yang  ketentuan  hukumnya dituntut oleh keumuman nash atau oleh qiyas yang zahir atau oleh  penerapan
hukum  kully  sedang  menurut  pandangan  mujtahid  jelas  bahwa  peristiwa tersebut  mempunyai  wadah dan persesuain khusus  yang bila diterapkan nash
umum  atau  bila  diikuti  qiyas  zhahir  berakibat  hilangnya  maslahat  atau timbulnya  mafsadah,  maka  hukum  terhadap  peristiwa  hukum  tersebut
dipindahkan kepada ketentuan hukum lain yang dituntut pentakhsisannya dari ketentuan  umum  atau  pengecualian  dari  hukum  kully  ataupun  dituntut  oleh
qiyas  khafy tersembunyi.
89
9. Istishlah
Istishlah  menurut  bahas a  arab  berarti,  “mencari  mashlahat”.  Sedangkan
menurut istilah adalah, “menetapkan hukum suatu peristiwa hukum yang tidak disebutkan nash, ijma’,  berlandaskan pada pemeliharaan maslahat mursalah,
yaitu maslahat yang tak ada dalil dalam syara’ yang menunjukkan diakuinya atau ditolaknya
”.
90
88
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 131
89
Ibid., h.125
90
Ibid., h. 141
47
Ruang  lingkup  penerapan  maslahat  mursalah  adalah  terbatas  pada  masalah muamalah  saja.  Karena  kemaslahatan  dalam  bidang  inilah  yang  mungkin
ditemukan dan diketahui.
91
Hakekat  diturunkan  syari’at  adalah  untuk  kemaslahatan,  artinya  apabila  ada hukum yang menentang kemaslahatan maka harus disingkirkan. Ijtihad adalah
metode  istinbat  yakni  ”usaha  sungguh-sungguh  yang  dilakukan  para  ahli agama  untuk  mencapai  suatu  putusan    simpulan    hukum  syarak  mengenai
kasus  yang  penyelesainnya  belum  tertera  di  Al-quran  dan  sunnah,  pendapat tafsiran”.
92
Ijtihad mempunyai beberapa metode di antaranya adalah maslahah mursalah. Yakni ”dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang dipandang baik oleh
akal  sehat  karena  mendatangkan  kebaikan  dan  menghindarkan  keburukan kerusakan  bagi manusia, sejalan dengan tujuan sya
ra’  dalam  menetapkan hukum, tidak ada petunjuk syara’ secara khusus menolaknya juga tidak  ada
petunjuk syara’ yang mengakuinya”.
93
Dalam  pengambilan  hukum  melalui  maslahah  mursalah  ini  ada  beberapa persyaratan kemaslahatan yang ingin diambil:
91
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 155
92
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 418
93
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,  Jakarta, Kencana, 2009, Jilid Ke-2, h. 347
48
a. Adanya  maslahah  yang  benar-benar  ada  dan  bukan  yang  masih  samar-
samar. b.
Adanya kemaslahatan umum bukan kemaslahatan individual c.
Sesungguhnya  tidak  memperbarui  undang-undang  untuk  kemaslahatan hukum  ini  atau  kaidah-kaidah  yang  telah  ditetapkan  oleh  nash  atau
ijma’.
94
Macam-macam  maslahah  mursalah  menurut  Amir  Syarifuddin,  dilihat  dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum:
a.
ةيرورضلا ةحلصملا adalah maslahat yang yang menyangkut langsung dengan
lima prinsip yang pokok dalam kehidupan manusia. Prinsip itu antara lain, menyangkut    agama,  jiwa,  akal,  keturunan  dan  harta.  Apabila  salah
satunya rusak, maka berakibat buruk kepada kehidupan manusia tersebut. b.
ةيجاحلا  ةحلصملا  kemaslahatan  yang  tidak  langsung  menuju  kepada
kebutuhan dharury atau lima prinsip kehidupan, tetapi kebutuhan tersebut menuju  ke  prinsip  yang  lima.  Apabila  maslahah  hajiyah  tidak  terpenuhi
maka tidak mengakibatkan rusaknya lima unsur tersebut. c.
ةينسحتلا  ةحلصملا  adalah  kebutuhan  manusia  yang  berfungsi  untuk
memberikan keindahan dan kesempurnaan dan keindahan bagi kehidupan manusia. 95
94
„Abdul Wahab Khalaf, „Ilmu Ushul Fiqh,  Qahirah, Dârulhadits, 2002-1423, h. 96
49
Mashlahah mursalah ini searah dengan kaidah fiqh
لازي ررضلا . Mengutip dari
buku    Dr.  Ahmad  Sudirman  Abbas  tentang  definisi  dari  kaidah  ini  yang didasarkan dari hadits Nabi
ال اراارِض ال  او  اراراض  yang dapat disimpulkan bahwa”
seseorang  tidak  diperbolehkan  berbuat  bahaya  terhadap  orang  lain  dan membalasnya dengan perbuatan bahaya, jika mendapat perlakuan bahaya”.96
Landasan yang dipakai dari ayat Al- Qur’an:
تْقََطَاَذِى َ
ََاَىٍَفى ع ِبََ هيحِ سَىَأَفى ع ِبََ وَجَأَ غَ َفََء سِ ا َ ُ يَعََ َأَ ىَ ُ يَعَِهاَت عَِاى ُكْذَىَاى هَهَ اَِتياَءَاىُذِخَتت
َعاَىََهاَايُقَتىَِهِبَ ُ ُظِعيَِ ْ ِحْاَىَِ تِ اَ ِ ٍَءيشَِ ُ ِبََهاََ َأَاي
يِع َ .
َ حِ يَ ْ َأَ َ هيُضعتَ َاَفَ َ وَجَأَ غَ َفَ َء سِ اَ تْقََطَ اَذَِ ى َ ُ َِ َكَ َِهِبَُظعييَكِاَذََِفى عَم ِبَ و يبَايضا تَاَذََِ وجاى َأ
اَىَِها ِبَ ِ ي َ ت َاَىَ َعيَُهاَىَ وْطَأَىَ ُ ََىَك َأَ ُ ِاَذَِ ِخَأاَِييْ
ََ ي َعتََا ق ا
٢ َ:
٢٣٢ -
٢٣٢ َ
Artinya: ”Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya,  Maka  rujukilah  mereka  dengan  cara  yang  maruf,  atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang maruf  pula. janganlah kamu rujuki  mereka  untuk  memberi  kemudharatan,  Karena  dengan
demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka  sungguh  ia  Telah  berbuat  zalim  terhadap  dirinya  sendiri.
janganlah  kamu  jadikan  hukum-hukum  Allah  permainan,  dan ingatlah  nikmat  Allah  padamu,  dan  apa  yang  Telah  diturunkan
95
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.389-350
96
Sudirman  Abbas,  Qawaid  Fiqhiyah  Dalam  Perspektif  Fiqh,    Jakarta;  Pedoman  Ilmu  Jaya Dan Anglo Media Jakarta, 2004, h.129
50
Allah  kepadamu  yaitu  Al  Kitab  dan  Al  hikmah    As  Sunnah.  Allah memberi  pengajaran  kepadamu  dengan  apa  yang  diturunkan-Nya
itu.  dan  bertakwalah  kepada  Allah  serta  Ketahuilah  bahwasanya Allah  Maha  mengetahui  segala  sesuatu.  Apabila  kamu  mentalak
isteri-isterimu,  lalu  habis  masa  iddahnya,  Maka  janganlah  kamu para wali  menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya,
apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang maruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman
di  antara  kamu  kepada  Allah  dan  hari  kemudian.  itu  lebih  baik bagimu  dan  lebih  suci.  Allah  mengetahui,  sedang  kamu  tidak
Mengetahui”.  QS. Albaqarah2: 231-232
Ayat  ini  melarang  berbuat  atau  menyebabkan  bahaya  kepada  orang lain.  Yakni  melarang  laki-
laki  yang  meruju’  dengan  maksud  akan memberikan  kemudharatan  atau  membahayakan  bagi  perempuan.  Jika
memang  sudah  merasa  tidak  ada  kecocokan  lagi,  maka  dibolehkan    untuk bercerai.  Hal  ini  dimaksudkan  agar  tidak  menjadikan  mudharat  bagi  pihak
perempuannya.
97
ََهاََ ِإَا ِسحأَ َِ ُ ت اَى ِإَ ُ يِ يأَِا ُْتَاَ َِهاَِ يِسَىِفَا ُِف أَ يِِسحُماَ ِحي
َُا
٢ َ:
٧٩١
ََ
Artinya: ”Dan belanjakanlah  harta bendamu  di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah,  Karena  Sesungguhnya  Allah  menyukai  orang-orang  yang berbuat baik
”.  QS. Albaqarah2:195
َ ا يَ ْ َ ا ُ قَ َِ ا ِعَُ َ ِ يِ يأَ تَُغَ ُغ َ ِهاَ يَ ي اَ ِت ق َقِف يَِ تط س
َ ِ َ َِ ي ِإَ ِز ُأَ َ َِا يِث ََ يِزي َُء شيَفي
97
Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqh, h.126
51
َ َُ َِ يِ اَِ يَى ِإََء ضغ اَ َ ا عْاَ ي َ ي ْأَ َا ْفُ َ َ يغُط ِفَ عسيَ َُهاَ أفْطأَِ حَِْ َا ق أ
َ ِحيَاَُهاَ َا سفَِض َأاَى يِ ِسْفُما
َُ ئ ما
١ َ:
٨٤
ََ
Artinya:  ”Orang-orang  Yahudi  berkata:  Tangan  Allah  terbelenggu, Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang
dilanat  disebabkan  apa  yang  Telah  mereka  katakan  itu.    Tidak demikian , tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan
sebagaimana  dia  kehendaki.  dan  Al  Quran  yang  diturunkan kepadamu  dari  Tuhanmu  sungguh-sungguh  akan  menambah
kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka
sampai  hari  kiamat.  setiap  mereka  menyalakan  api  peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi
dan  Allah  tidak  menyukai  orang-orang  yang  membuat  kerusakan
”. Qs. Al-Maidah5: 64
Dua  ayat  di  atas  memperjelas  kembali  bahwa  Allah  lebih  menyukai orang-orang  yang  selalu  berbuat  baik  dari  pada  berbuat  keburukan.  Berbuat
baik  dalam  segala  hal,  di  antaranya  berbuat  baik  untuk  mencegah  atau menghilangkan  kemudharatan  dari  orang  lain.  Misalnya,  seorang  pengacara
mendampingi  terdakwa  selama  dalam  proses  hukum  agar  tidak  ada  hak-hak terdakwa  untuk  mendapatkan  keadilan  atau  mendapatkan  hukuman  yang
sesuai dengan perbuatannya. 10.
Istishab Istishab ialah menjadikan lestari keadaan sesuatu yang sudah ditetapkan pada
masa  lalu  sebelum  ada  dalil  yang  mengubahnya.  Jadi  apabila  pada  suatu
52
waktu telah ditetapkan suatu hukum maka dia akan tetap berlaku sampai ada hukum baru yang menolak keberadaan hukum tersebut.
98
Istishab terbagi menjadi empat: a.
Istishab  bara’atul  ashliyah  atau  bara’atul  „adamy  ashliyah  kebebasan asli  seperti  kebebasan  tanggung
jawab  beban  syara’  sebelum  ada  dalil yang menunjukkan adanya beban tersebut. Misalnya, jika ia masih kecil,
maka ia bebas samapai baligh. b.
Istishab kepada dalil syara’ atau dalil akal tentang adanya, seperti masih tetap  bertanggung  jawab  terhadap  utang,  sebelum  ada  petunjuk  bahwa
sudah  dilunasi  atau  dibebaskan  oleh  yang  berpiutang,  keharusan  si pembeli  membayar  harga  menurut  akad  sebelum  ada  petunjuk  bahwa  ia
sudah  membayarnya,  keharusan  suami  membayar  mahar  sebelm  ada petunjuk bahwa ia sudah melunasinya atau direlakan istrinya. Semuanya
ini  ditetapkan  dengan  hukum syara’  dan  oleh  akal  ditetapkan  masih
tetapnya sebelum ada dalil yang mengubahnya. c.
Istishabul hukmi, yaitu tetapnya hukum sesuatu mubah sebelum ada dalil yang  menunjukkan  ia  diharamkan  dan  tetapnya  hukum  sesuatu  haram
sebelum ada dalil yang menunjukkan kebolehannya.
99
98
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 158
53
11. Sadduzzari’ah
Zari‟ah  menurut  bahasa  adalah  wasilahsarana.  Sedangkan  menurut  istilah adalah
“sesuatu  yang  menjadi  jalan  bagi  yang  diharamkan  atau  dihalalkan maka ditetapkan hukum
sarana itu menurut yang ditujunya”.
100
Perbuatan apabila ditinjau dari segi akibatnya terbagi menjadi empat: a.
Perbuatan yang akibatnya pasti menimbulkan kerusakanbahaya. b.
Perbuatan  yang  jarang  berakibat  kerusakanbahaya,  seperti  berjual makanan  yang  kebiasaannya  tidak  menimbulkan  bahaya,  menanam
anggur sekalipun akan dibuat khamar.  Ini  halal,  karena membuat  khamar adalah nadir.
c. Perbuatan yang menurut dugaan kuat menimbulkan bahaya.
d. Perbuatan  yang  lebih  banyak  menimbulkan  kerusakan  teteapi  belum
mencapai  tujuan  kuat  timbulnya  kerusakan  itu,  seperti  jual  beli  yang menjadi sarana bagi riba.
101
Qiyas, istishan, istishlah, istishab dan sadduzzari’ah merupakan sumber hukum yang  ber
bentuk  ijtihadi  atau  ra’yi  yang  juga  biasa  dipakai  hakim  untuk memutuskan  suatu  perkara.  Jika  putusan-putusan  hakim-hakim  tersebut
dikumpulkan, maka
bisa disebut
dengan kumpulan
yurisprudensi. Yurisprudensi ini juga bisa dijadikan rujukan dalam mencari suatu hukum.
99
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permaslahan Dan Fleksibilitasnya, h. 160-161
100
Ibid., h. 164
101
Ibid., h. 166
54
C. Dampak Keputusan Orang Tua Tinggal Di STW