d. Pra-diabetes
Pra-diabetes merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari normalnya, tetapi tidak sampai didiagnosis
sebagai diabetes tipe 2. Ada sekitar 54 juta orang Amerika menderita pra-diabetes, dan sekitar 20,8 juta orang menjadi menderita diabetes ADA, 2008.
2.6.3 Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan dengan cara mengaitkan simptom-simptom klasik dengan hiperglikemia yang jelas, atau dengan kriteria
diagnostik yang spesifik pada pasien asimptomatik. Penapisan skrining harus dilakukan pada pasien dengan riwayat keluarga yang jelas menderita diabetes
mellitus, dengan obesitas yang bermakna, dengan infeksi kulit, genital atau tractus urinarus yang kumat-kumatan; atau dengan riwayat kehamilan yang
menunjukkan diabetes mellitus pada kehamilan, prematuritas, atau berat badan bayi lebih dari 4,5 kg. Pada pasien dengan kadar glukosa plasma lebih dari 160
mgdl atau kadar gula darah puasa di atas 115 mgdl adalah indikasi untuk melakukan pemeriksaan diagnostik dan tindakan lanjut yang ketat.
a. Pasien-Pasien Simptomatik Apabila seorang pasien ditemukan gejala-gejala berupa poliuria sering
berkemih bersama-sama dengan polidipsia rasa haus yang berlebihan dan penurunan berat badan serta kadar glukosa plasma yang lebih dari 200 mgdl
maka pasien itu sudah dapat dianggap menderita diabetes tanpa perlu dilakukakan pemeriksaan lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Pasien-Pasien Asimptomatik
Pemeriksaan diagnostik hendaknya dilakukan apabila hasil pemeriksaan penapisan rutin abnormal atau bila terdapat kecurigaan yang kuat bahwa
pasien menderita diabetes mellitus. i.
Kadar glukosa plasma puasa Penderita dikatakan diabetes mellitus bila kadar glukosa plasma puasanya
lebih dari 140 mgdl, yang dapat ditunjukkan pada sedikitnya dua kali pemeriksaan.
ii. Uji toleransi glukosa oral
Pasien diberi glukosa 75 g pada pagi hari setelah puasa semalaman. Hasil uji yang normal menunjukkan:
a. Kadar glukosa plasma kurang dari 115 mgdl
b. Kadar glukosa plasma 2 jam
sesudah minum glukosa tidak lebih dari 140 ggdl dan tidak ada kadar glukosa yang melebihi 200 mgdl. Nilai di antara normal dan diabetes
mellitus menunjukkan toleransi glukosa yang terganggu Woodley dan Whelan, 1995.
2.6.4 Diabetes Mellitus pada Hewan
Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan dengan cara pankreatektomi, uji toleransi glukosa dan secara kimia menggunakan diabetagon
seperti streptozotocin dan aloksan Marzoeki, 1993. Kadar gula darah normal pada tikus adalah 50-135 mgdl Carvalho, 2003.
Aloksan 2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil Gambar 2.2. Waktu paro pada suhu 37°C dan pH
netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mgkg BB, sedangkan
intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya Agung, 2006. Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali oleh
pengambilan yang cepat oleh sel β Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif
merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel
β Langerhans. Aloksan mempunyai aktivitas tinggi terhadap senyawa seluler yang mengandung gugus
SH, glutation tereduksi GSH, sistein dan senyawa sulfhidril terikat protein misalnya SH-containing enzyme. Hasil dari proses reduksi aloksan adalah asam
dialurat, yang kemudian mengalami reoksidasi menjadi aloksan, menentukan siklus redoks untuk membangkitkan radikal superoksida. Reaksi antara aloksan
dengan asam dialurat merupakan proses yang diperantarai oleh radikal aloksan
intermediet HA˙. Radikal superoksida dapat membebaskan ion ferri dari
ferinitin, dan mereduksi menjadi ion ferro. Selain itu, ion ferri juga dapat direduksi oleh radikal aloksan. Radikal superoksida mengalami dismutasi menjadi
hidrogen peroksida, berjalan spontan dan kemungkinan dikatalisis oleh superoksida dismutase. Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau
Langerhans pankreas. Kerusakan DNA tersebut menstimulasi poly ADP- ribosylation, proses yang terlibat pada DNA repair. Adanya ion ferro dan
hidrogen peroksida membentuk radikal hidroksi yang sangat reaktif melalui reaksi fenton.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Struktur kimia aloksan Agung, 2006
Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion
kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas. Efek tersebut diikuti oleh
beberapa kejadian : influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari
sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengkaibatkan depolarisasi sel
β Langerhans, lebih lanjut membuka kanal kalsium tergantung voltase dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut,
konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain kedua
faktor tersebut di atas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi Agung, 2006.
Streptozotosin STZ atau 2-deoksi-2-[3-metil-3-nitrosoureido-D-gluko piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes dapat digunakan untuk
menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan uji. Struktur kimia streptozotosin ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dosis yang digunakan untuk
menginduksi DM tipe 1 untuk intravena adalah 40-60 mgkg, sedangkan dosis
Universitas Sumatera Utara
intraperitoneal adalah lebih dari 40 mgkg BB. STZ juga dapat diberikan secara berulang, untuk menginduksi DM tipe 1 yang diperantarai aktivasi sistem imun.
Untuk menginduksi DM tipe 2, STZ diberikan intravena atau intraperitoneal dengan dosis 100 mgkg BB pada tikus yang berumur 2 hari kelahiran, pada 8-10
minggu tikus tersebut mengalami gangguan respon terhadap glukosa dan sensitivitas sel
β terhadap glukosa. Di lain pihak, sel α dan δ tidak dipengaruhi secara signifikan oleh pemberian streptozotosin pada neonatal tersebut sehingga
tidak membawa dampak pada perubahan glukagon dan somatostatin. Patofisiologis tersebut identik pada DM tipe II Agung, 2006.
STZ menembus sel β Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2.
Aksi STZ intraseluler menghasikan perubahan DNA sel β pankreas. Alkilasi DNA
oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel β
pankreas. STZ merupakan donor NO yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan
pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam sel. Selain itu STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai
peran tinggi dalam kerusakan sel β pankreas. Pembentukan anion superoksida
karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase. Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen
mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secarea drastis nukleotida sel
β pankreas Agung, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur kimia streptozotosin Agung, 2006
2.6.5 Efek Akut Diabetes Mellitus