Pengaruh Komunikasi Persuasif Bidan Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2012

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI PERSUASIF BIDAN TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA

PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KELURAHAN DURIAN KECAMATAN BAJENIS

KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

CUT ALIA NOVIANDA NIM. 071000012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENGARUH KOMUNIKASI PERSUASIF BIDAN TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA

PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KELURAHAN DURIAN KECAMATAN BAJENIS

KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

CUT ALIA NOVIANDA NIM. 071000012

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

PENGARUH KOMUNIKASI PERSUASIF BIDAN TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA

PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KELURAHAN DURIAN KECAMATAN BAJENIS

KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

CUT ALIA NOVIANDA NIM: 071000012

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 24 Mei 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji

Dr. Namora Lumongga Lubis, MSc NIP. 19721004 200003 2 001

Penguji II

Ernawati Nasution, SKM, M.Kes NIP.19700212 199501 2 001

Penguji I

Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes NIP. 19620604 199203 1 001

Penguji III

Dr. Drs. R. Kintoko.R, MKM NIP. 19671219 199303 1 003 Medan, Mei 2012

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr.Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, ASI juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Konsumsi susu formula tampaknya sangat erat berhubungan dengan tempat melahirkan. Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam penggunaan susu forrmula. Komunikasi yang salah diberikan oleh bidan tentang penggunaan susu formula sangat berdampak tidak baik untuk bayi maupun pada ibu bayi sendiri.

Peneliti mengambil sudut pandang yang berbeda dari penelitian pada umumnya, dimana penelitian-penelitian sebelumnya terlalu terfokus pada media elektronik (Televisi) yang sangat memengaruhi ibu dalam pemberian susu formula pada bayinya. Disini peneliti memfokuskan kepada pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap ibu dalam pemberian susu formula. Peneliti ingin melihat sejauh mana pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dari komunikasi persuasif yang dilakukan oleh bidan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Penelitian ini bersifat survey deskriptif analitik untuk melihat pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula. Jumlah responden penelitian adalah 41 orang dengan teknik pengambilan total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel karena jumlah responden yang terbatas. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang susu formula tergolong sedang 51,2%, sikap tergolong sedang 95,1% dan tindakan juga tergolong sedang 90,2%. Dari hasil analisa bivariat ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi persuasif bidan terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan (>0.05)

Dari hasil penelitian disarankan agar ibu lebih aktif menambah wawasan tentang ASI Eksklusif. Kepada petugas kesehatan khususnya bidan agar mempromosikan tentang ASI Eksklusif mengarah kepada pembentukan sikap yang positif kepada masyarakat. Kepada masyarakat agar memberikan ASI Eksklusif kepada bayi usia 0-6 bulan tidak terpengaruh oleh promosi susu formula yang ada.


(5)

ABSTRACT

Breast feeding is the most important food for baby development and health as it is full of nutrition. Breast feeding also gives baby immunity. These bottle feeds seem closely related to the birth place. Midwives hold important role in the bottle milk consumsion. Misscommunication leads to misstreatment to the babies and their mothers.

We take different point of view from other researchers by avoiding dependancy on electronic media such as TV. We focus on the influence of persuasive communication between midwives and mothers in using formulae milk. We try to see how far the knowledge, attitude and performance of mothers in response to persuasive communication performed by midwive.

This research aims at knowing the impact of persuasive communication delivered by midwives to the mothers’ behavior on bottle milk feeding for infant 0 – 6 moths. This research uses an analitic descriptive survey. The number of respondents is 41 people with total sampling approach where those populations are used as samples because of limited respondents. Data is presented using frequency distribution.

The result shows that respondents’ knowledge about formula milk is moderate

51.2%, the attitude is high 95.1% and performance is 90.2%. Bivariat analysis shows that there is no significant correlation between the midwives persuasive communication and mothers’ knowledge, attitude, and performance in formula milk feeding to infant 0-6 months (>0.05)

We suggest that mothers proactively increase their knowledge about exclusive breast feeding. We also urge that health officers continuously promote the exclusive breast feeding to develop positive attitude towards breast feeding. Finally, we recommend the exclusive breast feeding for infants 0-6 months, despite intensive promotion by formula milk industries.

Keywords : Mother’s behavior, Performance formula milk, Persuasive communication


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Cut Alia Novianda

Tempat/ Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 04 November 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak Ke : 3 dari 3 bersaudara Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Jend. Ahmad Yani Kelurahan Durian Tebing Tinggi Riwayat Pendidikan Formal :

1. 1995 - 2001 : SD Negeri 163098 Tebing Tinggi 2. 2001 - 2004 : SMP Negeri 4 Tebing Tinggi 3. 2004 - 2007 : SMU Negeri 3 Tebing Tinggi


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis mengucapkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Persuasif Bidan Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2012” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan bgi kedua orang tua, Ayahanda Alm. Irwan Effendi dan Ibunda Hamidah br Nasution yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang yang tiada putus-putusnya dan senantiasa memberikan doa, dukungan, serta nasehat kepada penulis.

Penulis skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sdalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah memberi ilmu, pengalaman, nasehat dan arahan kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

3. Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, pengalaman hidup kepada penulis.

4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang sangat membantu dalam memberikan masukan-masukan kepada penulis.

6. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, terima kasih buat pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis.

8. Prof. Dr. Albiner Siagian, Ir. Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi masukan, saran selama penulis kuliah di FKM USU. 9. Teristimewa kepada keluarga penulis : (Sariana, Amd dan keluarga); (M. Ali

Hanafiah, S.Kom dan keluarga); (Ika Eridha Yus, SE dan keluarga); (Bunde Nilawati dan keluarga) terima kasih atas segala doa dan dukungan moril maupun materil, motivasi dan kasih sayang yang kalian berikan kepada penulis selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

10. Sahabat-sahabat terbaik saya : Rida Astuti, Febri Susanty SKM, Faridah Hanum SKM, Peranika Pakapahan SKM, Yunita Matanari SKM, dan Jusmnizah SKM yang selalu menemani, memberikan dukungan dan motivasi serta kasih sayang sehingga skripsi ni dapat diselesaikan dengan baik.


(8)

11. Teman-teman PKIP 2007 Vidia, Juni, Adlin, Arif,Putra, Udin, Dina, Nanda, Feri, Elpita, dan Devi

12. Teristimewa kepada Suwandi TRP, SE terima kasih atas saran, doa dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

13. Teristimewa kepada teman-teman dan teman seperjuangan di MER-C Medan dan seluruh pengurus.

14. Semua pihak yang telah membantu skripsi ini sehingga dapat diselasaikan. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga bermanfaat.

Medan, Mei 2012

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan………. ….. i

Abstrak ... ii

Riwayat Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Komunikasi ... 8

2.1.1 Pengertian Komunikasi ... 8

2.1.2 Tujuan Komunikasi ... 8

2.1.3 Jenis-jenis Komunikasi ... 8

2.2 Komunikasi Persuasif ... 9

2.2.1 Prinsip-prinsip Komunikasi Persuasif ... 9

2.3 Bentuk Komunikasi ... 10

2.4 Komponen Komunikasi ... 11

2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi... 12

2.6 Pengaruh Komunikasi Terhadap Penggunaan Susu Formula .... 14

2.7 Susu Formula (PASI) ... 17

2.7.1 Susu Formula ... 17

2.7.2 Jenis Susu Formula ... 17

2.7.3 Kandungan Susu Formula ... 19

2.7.4 Faktor yang Dapat Memengaruhi Penggunaan ASI ... 22

2.7.5 Penurunan Penggunaan Susu Formula ... 23

2.7.6 Kelemahan Susu Formula ... 24

2.8 Perilaku ... 26

2.8.1 Konsep Perilaku ... 26

2.8.2 Bentuk Perilaku ... 27

2.8.3 Proses Adopsi Perilaku………... .. 32

2.8.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku………... 33


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2. Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.3.1. Populasi ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1. Data Primer ... 36

3.4.2. Data Sekunder ... 36

3.5. Definisi Operasional ... 36

3.6 Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 38

3.6.1 Instrumen ... 38

3.6.2 Aspek Pengukuran ... 38

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 40

3.7.1 Pengolahan Data ... 40

3.7.2 Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.2 Gambaran Karakteristik Responden ... 43

4.3 Komunikasi Persuasif Bidan ... 45

4.4 Pengetahuan Responden ... 48

4.5 Sikap Responden ... 55

4.6 Tindakan Responden ... 59

4.7 Hasil Analisis Bivariat ... 62

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ... 65

5.2. Komunikasi Persuasif Bidan ... 66

5.2.1 Kepercayaan Atau Keyakinan Dengan Bidan ... 66

5.2.2 Pemberian Sampel Susub Gratis ... 66

5.2.3 Pemberian Susu Formula ... 67

5.2.4 Kenyamanan Didampingi Oleh Bidan ... 67

5.2.5 Keyakinan Pemberian Susu Formula………... 67

5.2.6 Penyampaian Bidan ... 67

5.3 Pengetahuan Ibu Dalam Pemberian Susu Formula ... 68

5.4 Sikap Ibu Dalam Pemberian Susu Formula ... 73

5.5 Tindakan Ibu Dalam Pemberian Susu Formula ... 76

5.6 Pengaruh Komunikasi Persuasif Bidan Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula ... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 80


(11)

6.2. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA


(12)

LAMPIRAN Kuesioner Master Data

Output Pengolahan Data Surat Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Umur Penduduk Di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2011... 43 Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Dalam Pemberian Susu Formula Pada

Bayi Usia 0-6 bulan... 44 Tabel 4.3. Distribusi Frekuesi Responden Untuk Percaya Dan Yakin Dengan

Bidan Dalam Menganjurkan Pemberian Susu Formula... 45 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Untuk Bidan Dalam

Memberikan Sampel Susu Gratis ... 46 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Untuk Bidan Dalam

Memaksa Pemberian Susu Formula... 46 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Kenyamanan Ketika Didampingi

Oleh Bidan ... 47 Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Dalam Keyakinan Pemberian

Susu Formula Pada Bayi ... 47 Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Responden Dalam Menyarankan Pemberian

Susu Formula ... 48 Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang

Susu Formula ... 48 Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Mengenai

Yang Baik Diberikan Pada Bayi Usia 0-6 Bulan... 49 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Mengenai Syarat-syarat

Pemberian Susu Formula ... 50 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Kandungan Susu Formula Dapat Memenuhi Kebutuhan

Gizi Bayi ... 50 Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang

Dampak Jika Bayi Diberikan Susu Formula ... 51 Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tentang Alat


(14)

Bayi ... 51 Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Hal Pertama Yang

Dilakukan Sebelum Memberikan Susu Formula ... 52

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Makanan Yang Sebaiknya Diberikan Pada Bayi Usia

4 Bulan ... 52 Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Penyakit Yang Terjadi Jika Tidak Merebus Botol Dot

Untuk Bayi... 53 Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Tentang

Penyakit Yang Tidak Boleh Memberikan ASI Pada Bayi... 53 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan

Tentang Perbedaan ASI Eksklusif Dengan Susu formula ... 54 Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Responden Tentang

Susu Formula Di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota

Tebing Tinggi Tahun 2012 ... 55 Tabel 4.21. Distribusi Sikap Responden Tentang Susu Formula Di

Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi

Tahun 2012 ... 55 Tabel 4.22. Distribusi Sikap Responden Tentang Susu Formula ... 58 Tabel 4.23. Distribusi Tindakan Responden Tentang Susu Formula Di

Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi

Tahun 2012 ... 59 Tabel 4.24. Distribusi Tindakan Responden Tentang Susu Formula... 62 Tabel 4.25. Hasil uji chi square hubungan komunikasi persuasif bidan

dengan pengetahuan tentang susu formula ... 63 Tabel 4.26. Hasil uji chi square pengetahuan tentang susu formula dengan

sikap dalam pemberian susu formula ... 63 Tabel 4.27. Hasil uji chi square hubungan sikap dalam pemberian susu


(15)

ABSTRAK

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, ASI juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Konsumsi susu formula tampaknya sangat erat berhubungan dengan tempat melahirkan. Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam penggunaan susu forrmula. Komunikasi yang salah diberikan oleh bidan tentang penggunaan susu formula sangat berdampak tidak baik untuk bayi maupun pada ibu bayi sendiri.

Peneliti mengambil sudut pandang yang berbeda dari penelitian pada umumnya, dimana penelitian-penelitian sebelumnya terlalu terfokus pada media elektronik (Televisi) yang sangat memengaruhi ibu dalam pemberian susu formula pada bayinya. Disini peneliti memfokuskan kepada pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap ibu dalam pemberian susu formula. Peneliti ingin melihat sejauh mana pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dari komunikasi persuasif yang dilakukan oleh bidan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Penelitian ini bersifat survey deskriptif analitik untuk melihat pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula. Jumlah responden penelitian adalah 41 orang dengan teknik pengambilan total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel karena jumlah responden yang terbatas. Penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang susu formula tergolong sedang 51,2%, sikap tergolong sedang 95,1% dan tindakan juga tergolong sedang 90,2%. Dari hasil analisa bivariat ditemukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara komunikasi persuasif bidan terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan (>0.05)

Dari hasil penelitian disarankan agar ibu lebih aktif menambah wawasan tentang ASI Eksklusif. Kepada petugas kesehatan khususnya bidan agar mempromosikan tentang ASI Eksklusif mengarah kepada pembentukan sikap yang positif kepada masyarakat. Kepada masyarakat agar memberikan ASI Eksklusif kepada bayi usia 0-6 bulan tidak terpengaruh oleh promosi susu formula yang ada.


(16)

ABSTRACT

Breast feeding is the most important food for baby development and health as it is full of nutrition. Breast feeding also gives baby immunity. These bottle feeds seem closely related to the birth place. Midwives hold important role in the bottle milk consumsion. Misscommunication leads to misstreatment to the babies and their mothers.

We take different point of view from other researchers by avoiding dependancy on electronic media such as TV. We focus on the influence of persuasive communication between midwives and mothers in using formulae milk. We try to see how far the knowledge, attitude and performance of mothers in response to persuasive communication performed by midwive.

This research aims at knowing the impact of persuasive communication delivered by midwives to the mothers’ behavior on bottle milk feeding for infant 0 – 6 moths. This research uses an analitic descriptive survey. The number of respondents is 41 people with total sampling approach where those populations are used as samples because of limited respondents. Data is presented using frequency distribution.

The result shows that respondents’ knowledge about formula milk is moderate

51.2%, the attitude is high 95.1% and performance is 90.2%. Bivariat analysis shows that there is no significant correlation between the midwives persuasive communication and mothers’ knowledge, attitude, and performance in formula milk feeding to infant 0-6 months (>0.05)

We suggest that mothers proactively increase their knowledge about exclusive breast feeding. We also urge that health officers continuously promote the exclusive breast feeding to develop positive attitude towards breast feeding. Finally, we recommend the exclusive breast feeding for infants 0-6 months, despite intensive promotion by formula milk industries.

Keywords : Mother’s behavior, Performance formula milk, Persuasive communication


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena selain mengandung nilai gizi yang cukup tinggi, ASI juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Gizi anak merupakan komponen penting dalam kesehatan anak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, kognitif, dan emosi anak sangat tergantung pada banyaknya dan tipe makanan yang dimakan serta waktu untuk mengenalkan berbagai jenis makanan. Dalam dua tahun pertama setelah lahir, kebutuhan gizi anak berubah dengan cepat dan pola makan anak berkembang dengan cepat mulai dari diet yang sederhana yaitu minum ASI atau susu formula menjadi diet yang lebih bervariasi termasuk misalnya buah-buahan/juice, sereal dan makanan padat. Pola makan semasa bayi merupakan hal yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan akan mempengaruhi pilihan kebiasaan makan nantinya pada masa anak-anak. Tentunya kebiasaan makan anak akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan anak dimasa yang akan datang (Helwiah, 2005).

Air susu ibu (ASI) telah lama diketahui mempunyai manfaat bagi bayi termasuk pada bayi prematur untuk mengurangi kejadian infeksi dibanding susu formula. American Academy of Pediatrics (AAP) yang direvisi pada tahun 2004 yang merekomendasikan agar dokter anak dan tenaga kesehatan lain membantu ibu untuk


(18)

memulai menyusui bayinya baik untuk bayi yang sehat maupun bayi yang beresiko tinggi (Ani, 2007).

Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting yang fundamental pada kelangsungan hidup bayi, kolostrum yang kaya dengan zat antibodi, pertumbuhan yang baik, kesehatan, dan gizi bayi. Kolostrum merupakan air susu ibu yang keluar pada hari-hari pertama yang berwarna bening atau putih kekuning-kuningan. Pemberian kolostrum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan bayi baru lahir dan mematangkan usus bayi. Namun masyarakat masih ada persepsi dan perilaku yang tepat terhadap kolostrum, karena dianggap kotor, basi atau tidak baik untuk bayi (Riskesdas, 2010)

Bayi pada usia dua bulan pertama yang tidak mendapat ASI mempunyai resiko kematian karena penyakit infeks 6 kali lebih besar dari bayi yang mendapat ASI. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa proteksi yang diberikan ASI menurun dengan meningkatnya umur anak. Hal ini mungkin disebabkan asupan ASI yang berkurang pada anak yang juga mendapat MPASI (Helwiah, 2005).

Studi kohort di Australia Barat memperlihatkan adanya penurunan yang berarti (signifikan) dari nafas bayi yang berbunyi (wheezing) pada anak-anak yang mendapat ASI eksklusif selama minimal 4 bulan. Studi observasional di Australia juga menunjukkan bahwa meminum susu sapi dapat merupakan faktor pencetus untuk diabetes melitus ketergantungan insulin (Helwiah, 2005).


(19)

Di Indonesia, walaupun anjuran untuk ASI Eksklusif sampai 6 bulan sudah merupakan Porgram Nasional dengan SK MENKES 2004, tetapi berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Survelens Gizi Nasional 2002 ternyata hanya 27-40% ayi berusia kurang dari 2 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif, 4-8% bayi-bayi di Indonesia berusia 4-5 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif dan hanya 1% yang diberi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Di Indonesia, 8% dari bayi yang baru lahir mendapat ASI dalam satu jam pertama setelah dilahirkan, dan lebih dari separuh (53%) diberi ASI dalam satu hari pertama (Helwiah, 2005).

Anak yang mendapatkan Asi eksklusif akan tumbuh lebih cepat. Hal ini terlihat pada berat dan tinggi bayi pada usia 6 bulan pertama dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat ASI eksklusif (partially breast-fed). ASI mempengaruhi pertumbuhan anak melalui dua jalan yang berbeda. Pertama, pertumbuhan dipengaruhi oleh asupan energi dan zat gizi esensialyang terdapat di ASI. Kedua, ASI menurunkan angka kesakitan diare yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan. Berdasarkan banyak penelitian lainnya, lamanya memberi ASI eksklusif berhubungan dengan prevalensi diare dan ISPA (Helwiah, 2005).

Akhir-akhir ini di Indonesia ada penurunan jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif. Hasil yang dikeluarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) periode 1997-2003 hanya 14% ibu di Tanah Air yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan. Sementara itu cukupan


(20)

pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada tahun 2002.

Dari hasil penelitian, akhir-akhir ini didapat kesan bahwa penggunaan susu botol/susu formula sebagai pengganti Air Susu Ibu semakin meluas dikalangan ibu-ibu tidak hanya di kota tetapi sudah menjalar ke desa. Hasil survey menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif di perkotaan mempunyai range antara 4-12%, di pedesaan 4-25%. Sedangkan cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan dalm Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Strategi Nasional Program Peningkatan Cakupan Air Susu Ibu (PP-ASI) adalah sebesar 80% (Depkes RI, 2005).

Konsumsi susu formula tampaknya sangat erat berhubungan dengan tempat melahirkan. Diantara ibu-ibu yang melahirkan di rumah, tidak lebih dari 9% menerima/membeli sampel susu formula atau menerima informasi mengenai susu formula. Sedangkan ibu-ibu yang melahirkan anaknya di rumah bidan, klinik bersalin atau rumah sakit di perkotaan (78%) hampir sepertiganya menerima sampel gratis susu formula, seperempat membeli sampel dan 6%-8% hanya menerima informasi. Dipedesaan 35% ibu-ibu yang melahirkan pada fasilitas-fasilitas seperti di atas dan hanya 10% menerima sampel gratis, 25% membeli sampel dan 10% meneriam informasi mengenai susu formula. Sedangkan untuk ibu-ibu yang melahirkan di puskesmas (11% di perkotaan dan 4% di pedesaan) proporsinya sedikit lebih rendah (Helwiah, 2005).


(21)

Para ibu mengganti ASI karena mendapatkan sampel-sampel susu formula gratis dimana mereka melahirkan. Dalam hal ini Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan dapat menerapkan peraturan-peraturan yang tegas kepada perusahaan-perusahaan makanan pendamping ASI untuk tidak memberikan sampel-sampel gratis susu formula atau dengan menggalang kerjasama promosi ASI Eksklusif dengan rumah sakit bersalin, klinik, Puskesmas atau bidan-bidan swasta. Selain itu petugas-petugas kesehatan diharapkan dapat mendukung sepenuhnya program pemeritah tersebut dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan-penyuluhan mengenai pentingnya melakukan ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan.

Berdasarkan data BPS Kota Tebing Tinggi tahun 2008, terdapat 5 kecamatan yaitu : Kecamatan Bajenis 30.282 jiwa (21,72%), Kecamatan Tebing Tinggi Kota 29.783 jiwa (21,37%), Kecamatan Rambutan 27.647 jiwa (19,83%), Kecamatan Padang Hilir 27.414 jiwa (19,67%), dan Kecamatan Padang Hulu 24.277 jiwa (17,41%). Kelurahan Durian merupakan merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Bajenis yang tidak menutup kemungkinan terpengaruh oleh gencarnya pemasaran susu formula ini. Wilayah ini biasanya menjadi target promosi berbagai produk termasuk di dalamnya adalah susu formula.

Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi tahun 2008 tercatat angka cakupan ASI Eksklusif di Kota Tebing Tinggi tercatat 72% atau sebesar 3.372 jiwa bayi yang mendapat ASI Eksklusif. Dari data Riskesdas tahun 2010 tercatat Provinsi Sumatera Utara cakupan ASI Eksklusif 50,3% memberikan


(22)

adanya penurunan cakupan ASI Eksklusif menurut data Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 50,3%. Dari data Riskesdas tahun 2010 di Sumatera Utara tercatat 73,5% ibu yang memberikan susu formula pada bayi baru lahir.

Melalui hasil survei awal yang dilakukan pada bulan November tahun 2011 diperoleh data terdapat 43 orang ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan dan hasil survei yang dilakukan terdapat 25 ibu yang menggunakan susu formula pada bayinya sejak bayinya usia 0 bulan. Dari hasil survei didapatkan informasi bahwa para ibu menggunakan susu formula pada bayinya karena dimana tempat mereka melahirkan selalu dikenalkan dengan susu formula oleh bidan.

Dari data yang diperoleh, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2012.


(23)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap pengetahuan ibu dalam pemberian susu formulapada bayi usia 0-6 bulan.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap sikap ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.

3. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap tindakan ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat khususnya ibu agar memberikan ASI Eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan.

2. Sebagai masukan kepada petugas kesehatan khususnya bidan untuk mempromosikan tentang ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan.

3. Sebagai bahan masukkan yang berarti dan bermanfaat bagi Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam komunikasi terjadi penambahan pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasisehingga mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993).

2.1.2. Tujuan Komunikasi

Pada dasarnya komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Artinya, dalam proses komunikasi, terjadi suatu pengertian yang diinginkan bersama sehingga tujuan lebih mudah tercapai ( Tatik, dkk, 2003).

Menurut Wijaya (1993), tujuan komunikasi persuasif adalah untuk memengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang, kelompok, untuk kemudian melakukan tindakan/perbuatan sebagaimana dikehendaki.

2.1.3. Jenis-jenis Komunikasi

Menurut Tatik, dkk (2003), ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal.

a. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat sehingga komunikasi verbal ini sama artinya dengan komunikasi kebahasaan.


(25)

b. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak meggunakan bahasa lisan maupun tulisan, tetapi menggunakan bahasa kial, bahasa gambar, dan bahasa sikap.

2.2 Komunikasi Persuasif

Menurut Dedy, 1994 komunikasi persuasif adalah suatu proses komunikasi dimana terdapat usaha untuk meyakinkan orang lain agar publiknya berbuat dan bertingkah laku seperti yang diharapkan komunikator dengan cara membujuk tanpa memaksanya.

2.2.1. Prinsip-prinsip Komunikasi Persuasif

Dalam prinsip komunikasi persuasif ada 5 (lima) prinsip, diantaranya :

1. Membujuk demi konsistensi

Khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap, dan nilai sat ini. Sikap didefenisikan sebagai predisposisi mengenai suka atau tidak suka. Nilai sebagai pernyataan terakhir yang lebih abadi dari eksistensi atau mode yang luas dari perilaku. Kepercayaan adalah tingkat keyakinan.

2. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil

Khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan khalayak merupakan perubahan kecildan bukan perubahan besar perilaku mereka.


(26)

3. Membujuk demi keuntungan

Khalayak lebih mungkin mengubah perilakunya apabila perubahan yang disarankan akan menguntungkan mereka lebih dari biaya yang akan mereka keluarkan.

4. Membujuk demi pemenuhan kebutuhan

Khalayak lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang disarankan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.

5. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual

Bergantung pada penerimaan khalayak terhadap perubahan yang disarankan pembicara dalam kehidupan mereka. Pendekatan gradual menganjurkan yang lebih memungkinkan untuk bekerja dibandingkan pendekatan yang meminta khalayak untuk segera berubah perilakunya.

2.3 Bentuk Komunikasi

Adapun bentuk-bentuk komunikasi menurut Uripni, 2003 dalam buku komunikasi kebidanan sebagai berikut :

1. Interpersonal Communication (face to face communication)

Komunikasi interpersonal adalah salah satu yang paling efektif dan komunikator dapat langsung bertatap muka, sehingga stimulus yakin pesan atau informasi yang disampaikan komunikan, langsung dapat direspon atau ditanggapi pada saat itu juga.


(27)

2. Intrapersonal communication

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi dalam diri individu. Komunikasi tersebut akan membantu seseorang atau individu agar tetap sadar akan kejadian di sekitarnya. Atau penyampaian pesan seseorang kepada dirinya sendiri.

2.4 Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi merupakan unsur terpenting yang terdiri atas lima unsur meliputi

1. Unsur dasar komunikasi

Dalam komunikasi, harus mempunyai komunikator, pesan, saluran komunikasi. Metode komunikasi, komunikan, lingkungan, dan umpan balik. 2. Sumber dan sasaran komunikasi

Sumber komunikasi adalah komunikator yang berperan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pihak lain yang dalam hal ini adalah sasaran, memformulasikan pesan, menggunakan lambang, dan menginterpretasikan pesan dalam pola pemahaman kontekstual.

Sasaran adalah penerima pesan yang menerjemahkan pesan disesuaikan dengan pengalaman dan pengertian dari komunikan.

3. Bentuk komunikasi

Pelaksanaan kegiatan komunikasi pada prinsipnya disesuaikan dengan kebutuhan sasaran yang akan membuat jalinan komunikasi. Jaringan


(28)

komunikasi disesuaikan dengan kebutuhan akan mewujudkan bentuk komunikasi yang menggambarkan proses dan pelaksanaan pelaksanaan komunikasi tersebut. Bentuk komunikasi yang akan terjadi berdasarkan kebutuhan terdiri atas komunikasi pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.

4. Teknik komunikasi

Ada berbagai teknik komunikasi, diantaranya adalah jurnalisme, hubungan masyarakat, periklanan, pameran persahabatan, propaganda, dan iklan masyarakat.

2.5 Faktor yang Memengaruhi Komunikasi

Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potte; & Perry, 1993) :

1. Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang, bidan harus mengerti pengaruh perkembangan usia, baik dari sisi bahasa maupun proses berpikir orang tersebut.

2. Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa persepsi ini dibentuk oleh pengharapan atau pengalaman.

3. Nilai

Nilai adalah standar yang memengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan untuk menyadari nilai seseorang. Bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan


(29)

mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien.

4. Latar belakang sosial budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan komunikasi.

5. Emosi

Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan dapat memengaruhi bidan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bidan perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga mampu memberi asuhan kebidanan yang tepat.

6. Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Tanned (1990) menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi.

7. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan memengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespons pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan tinggi. Bidan perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberi asuhan kebidanan yang tepat kepada klien.


(30)

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antarorang yng berkomunikasi. Cara berkomunikasi seorang bidan dengan koleganya, dengan cara komunikasi seorang bidan pada klien akan berbeda tergantung peran. 9. Lingkungan

Lingkungan interaksi akan memengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana bising, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan.

10.Jarak

Jarak dapat memengaruhi komunikasi. Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol.

11.Citra diri

Manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi.

12.Kondisi fisik

Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya, pembicaraan mempunyai andil terhadap kelancaran dalam berkomunikasi.

2.6 Pengaruh Komunikasi Terhadap Penggunaan Susu Formula

Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam penggunaan susu forrmula. Komunikasi yang salah diberikan oleh bidan tentang penggunaan susu formula sangat berdampak tidak baik untuk bayi maupun pada ibu bayi sendiri. Kurangnya penyuluhan kepada masyrakat tentang menyusui masih sangat jarang sehingga banyak di antara mereka yang kurang mengerti akan pentingnya pemberian


(31)

ASI kepada bayi mereka. Tempat ibu bersalin juga sangat menentukan keberhasilan menyusui, hendaknya bayi disusui segera atau sedini mungkin setelah lahir. Namun, tidak semua persalinan berjalan normal dan tidak semua dapat melaksanakan menyusui dini. Di samping itu, belum semua petugas paramedis diberi pesan dan cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayinya, dan ada praktik yang keliru dengan memberikan susu formula kepada bayi yang baru lahir dan masih banyak rumah sakit yang masih merawat bayi secara terpisah dengan ibunya.

Berdasarkan Kode Etik Pemasaran PASI (Pengganti Air Susu Ibu), makanan yang paling tepat/ideal untuk bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). Namun demikian, karena beberapa hal bayi tidak memperoleh ASI, mungkin karena alasan kesehatan ibu ataupun karena alasan lainnya, misalnya ibu bekerja di luar rumah. Untuk menggantikan ASI, kepada bayi diberikan PASI yang juga terkenal dengan susu bayi (Akre, 1994).

Oleh karena promosi PASI yang sangat berlebihan, banyak kaum ibu di negara berkembang yang sebenarnya mampu menyususi anaknya/bayinya, memberikan PASI kepada bayinya karena ingin dianggap modern. Praktek ini dapat menimbulkan akibat yang merugikan kesehatan bayi diantara lain karena penyiapannya yang tidak memenuhi syarat hygiene. Disamping itu sebagai akibat dari keadaan ekonomi yang kurang atau belum baik, kepada bayi sering diberikan PASI yang terlalu encer dan ini dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan


(32)

Keadaan kesehatan bayi di Negara berkembang ini mendapatkan perhatian WHO (World Health Organization). Dalam usaha menanggulangi hal ini WHO menyusun suatu rekomendasi yang dinamakan Code of Marketing of Breast Milk Subtitues (tata cara pemasaran pengganti air susu ibu). Code ini telah diterima oleh negara-negara anggota WHO termasuk Indonesia tahun 1981 (Speirs,1992).

Sesuai dengan sikap pemerintah Indonesia yang menerima kode dari WHO tersebut, maka Departemen Kesehatan (Depkes) mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) No. 240/MENKES/PER/V/1985 tentang PASI. Speirs (1992), WHO (World Health Organization) telah menetapkan peraturan mengenai pemasaran PASI.

1. Ketentuan tentang produksi dan peredaran PASI untuk menjamin beredarnya produk yang memenuhi syarat mutu antara lain tentang keharusan persetujuan untuk memproduksi dan pendaftaran produk sebelum diedarkan. Tata cara untuk mendapat persetujuan akan ditetapkan oleh Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Demikian juga ketentuan dan cara produksi yang baik dan standar mutu untuk PASI.

2. Pada label harus dicantumkan

a. Persyaratan tentang keunggulan Air Susu Ibu (ASI)

b. Pernyataan yang menyatakan bahwa pengganti air susu ibu digunakan atas nasihat tenaga kesehatan, serta penggunaan secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan bayi berumur antara empat dan enam bulan.


(33)

d. Penjelasan tanda-tanda yang menunjukkan bilamana pengganti air susu ibu sudah tidak baik lagi dan tidak boleh diberikan kepada bayi.

3. Dilarang dicantumkan pada label a. Gambar bayi

b. Gambar atau tulisan yang dapat memberi kesan, bahwa penggunaan pengganti air susu ibu merupakan suatu yang ideal.

c. Kata-kata “semutu air susu ibu” atau kata-kata yang semakna. d. Tulisan “pengganti air susu ibu”.

4. Kegiatan promosi atau periklanan dilarang kecuali dalam media ilmu kesehatan.

2.7 Susu Formula (PASI) 2.7.1 Susu Formula (PASI)

Susu formula adalah makanan tambahan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi sampai berumur enam bulan. PASI dapat dikelompokkan menjadi susu formula awal (adapted formula), susu lanjutan (Followup Formula) dan susu formula khusus (specific formula).

2.7.2 Jenis Susu Formula

Umumnya susu formula untuk bayi yang beredar di pasaran berasal dari susu sapi. Susu sapi adalah salah satu susu pilihan untuk bayi yang tidak memiliki riwayat alergi dalam keluarga, sedangkan untuk bayi yang memiliki alergi, maka bahan dasar susu formula diganti menggunakan selain susu sapi.


(34)

Di Indonesia, beredar berbagai macam susu formula dengan merek dagang, diantaranya :

1. Susu Formula Adaptasi

Susu formula adaptasi adalah susu formula yang disesuaikan dengan kebutuhan bagi bayi yang baru lahir sampai umur 6 bulan.

2. Susu Formula Awal Lengkap

Susu formula awal lengkap, berarti susunan zat gizinya lengkap dan pemberiannya dapat dimulai setelah bayi dilahirkan. Berbeda dengan formula adaptasi, susu formula ini memiliki kadar protein yang lebih tinggi dan komposisi zat gizi lain tidak disesuaikan dengan yang terdapat dalam ASI.

3. Susu Formula “Follow Up”

Pengertian follow up dalam dalam susu formula ini adalah lanjutan, yaitu menggantikan susu formula yang sedang digunakan dengan susu formula ini. Susu formula ini diperuntukkan untuk bayi berumur 6 bulan ke atas. Pada umumnya susu formula follow up mengandung protein dan mineral yang lebih tinggi daripada susu formula adapted dan completing startng.

4. Susu Formula Prematur

Susu formula permatur digunakan untuk bayi yang lahir prematur. Susu formula prematur komposisi zat gizinya lebih besar dibandingkan dengan


(35)

formula biasa karena pertumbuhan bayi prematur yang cepat sehingga membutuhkan zat-zat gizi yang lebih banyak.

5. Susu Hipoalergenik

Susu formula hipoalergenik diberikan kepada bayi yang mengalami gangguan pencernaan protein. Susu formula jenis ini kandungan lemaknya sudah diperkecil.

6. Susu Soya

Bahan dasar dalam susu soya diganti dengan sari kedelai yang diperuntukkan bagi bayi yang memiliki alergi terhadap protein susu sapi, tetapi tidak alergi terhadap susu kedelai. Fungsinya sama dengan susu sapi yang protein susunya sudah dipecah dengan sempurna sehingga dapat digunakan sebagai pencegahan alergi.

7. Susu Rendah Laktosa atau Tanpa Laktosa

Susu rendah laktosa atau tanpa laktosa cocok untuk bayi yang tidak mampu mencerna laktosa (intoleransi laktosa) karena tidak memiliki enzim untuk mengolah laktosa. Intoleransi laktosa, biasanya ditandai dengan buang air terus-menerus atau diare. Susu rendah laktosa adalah susu sapi yang bebas dari kandungan laktosa (rendah laktosa atau tanpa laktosa). Sebagai penggantinya, susu formula jenis ini akan menambahkan kandungan gula jagung.


(36)

Susu formula dengan lemak MCT tinggi diberikan kepada bayi yang menderita kesulitan dalam menyerap lemak. Oleh karena itu, lemak yang diberikan harus banyak mengandung MCT (lemak rantai sedang) tinggi sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuhnya.

9. Susu Formula Semierlementer

Susu formula ini biasa diberikan pada bayi yang mengalami infeksi usus dan sudah dilakukan pembedahan akan menunjukkan intoleransi/penolakan terhadap laktosa. Maka, dengan pemberian susu formula semierlementer tidak boleh diberikan secara sembarangan tanpa petunjuk dokter.

2.7.3 Kandungan Susu Formula

Kandungan gizi susu formula untuk bayi di bawah 6 bulan lebih spesial karena secara alami, usus bayi kecil belum mampu mencerna nutrisi susu dengan bai. Masih rentannya ia dalam kelompok usia tersebut membuat susu yang dikonsumsinya pun dibagi lagi secara khusus, seperti susu untuk bayi yang lahir cukup bulan, ataupun yang lahir cukup bulan, namun dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Meskipun pembuatan susu formula dibuat semirip mungkin dengan ASI, tetap saja susu formula tidak sebaik ASI. Perbandingan komposisi kolostrum, ASI, dan susu sapi sangat berbeda. Susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak protein daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan sisanya berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan membentuk gumpalan yang relatif keras dalam lambung bayi. Walaupun, ASI mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian protein whey-nya lebih banyak sehingga akan


(37)

membentuk gumpalan yang lunak, dan lebih mudah dicerna, serta diserap oleh usus bayi.

1. Lemak

Kadar lemak yang disarankan dalam susu formula adalah antara 2,7-4,1 gr tiap 100 ml.komposisi asam lemaknya harus sedemikian rupa sehingga bayi umur 1 bulan dapat menyerap sedikitnya 85% lemak yang terdapat dalam susu formula.

2. Protein

Kadar protein dalam susu formula harus berkisar antara 1,2-1,9 gr tiap 100 ml. Pemberian protein yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tingginya kadar ureum, amoniak, serta asam amino tertentu dalam darah. Perbedaan antara protein ASI dan susu formula terletak pada kandungannya dan perbandingan antara protein susu sapi terletak pada kandungannya dan perbandingan antara protein jenis whey dan kaseinnya. Namun, ada yang berpendapat bahwa kualitas kasein ASI lebih baik daripada kasein susu sapi.

3. Karbohidrat

Kandungan karbohidrat yang disarankan untuk susu formula, yaitu 5,4-8,2 gr tiap 100 ml. Dianjurkan supaya sebagian karbohidrat hanya atau hampir seluruhnya memakai laktosa, selebihnya glukosa atau maltosa. Tidak dibenarkan pada pembuatan susu formula untuk memakai tepung atau


(38)

madu, atau diasamkan karena belum diketahui efek sampingnya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

4. Mineral

Kandungan sebagian besar mineral dalam susu sapi lebih tinggi 3-4 kali dibandingkan dengan yang terdapat dalam ASI. Pada pembuatan susu formula adaptasi, kandungan berbagai mineral harus diturunkan hingga jumlahnya berkisar antara 0,25-0.34 gr tiap 100 ml. Kandungan mineral dalam susu formula adaptasi memang rendah dan mendekati yang terdapat pada ASI. Penurunan kadar mineral diperlukan karena bayi baru lahir belum dapat mengeluarkan kelebihan mineral dengan sempurna.

5. Vitamin

Biasanya, berbagai vitamin ditambahkan pada pembuatan formula hingga dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

6. Kandungan Zat Tambahan

Kemajuan teknologi memungkinkan susu formula yang sudah ada ditingkat kualitasnya, yakni dengan diformulasikan sedemikian rupa sehingga semakin mirip dengan ASI, salah satunya adalah penambahan DHA. Penambahan ini dibolehkan karena zat tambahan tersebut merupakan zat-zat mikro.


(39)

Menurut Soetjiningsih (1997), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan ASI antara lain :

1. Perubahan sosial budaya

a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya

b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol

c. Merasa ketingggalan zaman jika tidak menyusui bayinya dengan susu botol

2. Faktor psikologis

a. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita b. Tekanan batin

3. Faktor fisik

a. Ibu sakit, misalnya mastitis, panas, dan sebagainya.

4. Faktor kurangnya peugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI

5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.

2.7.5 Penurunan Penggunaan ASI


(40)

sendiri bayi mereka. Menurunnya jumlah ibu yang menyusui bayi ini dimulai di kota terutama pada kelompok ibu dari keluarga yang berpenghasilan cukup, yang kemudian menjalar ke daerah pinggiran kota dan menyebar sampai ke desa-desa.

Para ahli mengemukakan beberapa sebab terjadinya penurunan penggunaan ASI antara lain :

a. Adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga. Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang setelah keluarga pindah ke kota. Pengaruh orangtua seperti nenek, kakek, mertua, dan orang terpandang lain di lingkungan keluarga secara berangsur menjadi berkurang, karena mreka itupada umumnya tetap tinggal di desa sehingga pengalaman mereka dalam merawat makanan bayi yang tidak diwariskan.

b. Kemudahan yang didapat sebagai kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan untuk bayi mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan olahan itu.

c. Iklan yang menyesatkan dari berbagai produsen makanan menyebabkan ibu beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik dari ASI.

d. Karena para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena tugas-tugas sosial, maka susu sapi adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah.

e. Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak sebagai suatu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik, dan mengikuti perkembangan zaman.


(41)

f. Ibu takut payudaranya rusak apabila menyusui dan kecantikannya akan hilang.

g. Pengaruh melahirkan di klinik bersalin atau rumah sakit. Belum semua petugas paramedic diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka.

2.7.6 Kelemahan Susu Formula

Kemajuan teknologi yang menawarkan susu formula yang mirip ASI dengan menambahkan berbagai macam zat gizi tetap tidak dapat menyamai keunggulan ASI. Selain itu, ternyata susu formula memiliki beberapa kelemahan, apalagi jika dalam pemberian susu formula, tidak sesuai petunjuk pemberian. Atau, memberikan susu formula tidak sesuai dengan usia bayi sehingga berdampak buruk baginya.

Ada beberapa cara dalam melindungi hak bayi untuk mendapatkan ASI. Pertama, menganjurkan ibu untuk menyusui segera setelah melahirkan. Kedua, mendukung ibu untuk tinggal bersama dengan bayinya dalam satu ruangan setelah melahirkan.

Ketiga, memberikan informasi yang tepat kepada ibu dan membantunya bila

menyusui. Keempat, menghentikan pemberian susu pada bayi dengan menggunakan botol. Kelima, menolak contoh gratis, sumbangan, atau promosi susu formula ataupun susu botol.


(42)

1. Kandungan susu formula tidak selengkap ASI

Susu formula (susu sapi) tidak mengandung DHA seperti halnya pada ASI sehingga tidak bisa membantu meningkatkan kecerdasan bayi.

2. Mudah tercemar

Pembutan susu formula sering mudah tercemar oleh bakteri, terlebih bila ibu menggunakan botol. dan tidak merebusnya setisp selesai memberi susu.

3. Diare dan sering muntah

Pengenceran susu formula yang kurang tepat dapat mengganggu pencernaan bayi, sedangkan susu yang terlalu kental dapat membuat usuu bayi susah mencerna, sehingga sebelum dicerna, susu akan dikeluarkan kembali lewat anus yang mengakibatkan bayi mengalami diare.

4. Infeksi

Susu sapi tidak mengandung sel darah putih hidup dan antibodi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.

5. Obesitas

Suatu penelitian pernah membandingkan pola pertumbuhan normal antar bayi yang diberi ASI dengan susu formula. Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu formula diperkirakan karena kelebihan air dan komposisi lemak tubuh yang berbeda dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI.


(43)

Pemberian susu formula secara tidak langsung juga menambah anggaran untuk membeli susu formula.

2.8 Perilaku

2.8.1Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Sebagai individu setiap manusia adalah kompleks dan unik. Keunikan individu karena menyangkut banyak aspek yang menyatakan bahwa perilaku manusia itu merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik, maupun non fisik. Menyinggung tentang apa yang dimaksud dengan perilaku terdapat macam-macam pendapat.


(44)

Menurut Notoatmodjo, (1984), perilaku dijabarkan dalam 3 aspek operasional yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan mengetahui rangsangan atau situasi dari luar.

b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar dari si objek, sehingga alam itu sendiri mencetak perilaku-perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuaia dengan sifat dan keadaan alam tersebut.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang konkrit yang berupa perbuatan (action) terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya.

Sedangkan menurut Kwick, (1974), menyatakan bahwa perilaku tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan di pelajari.

2.8.2 Bentuk Perilaku

Bloom (1908) seorangahli psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku sebagai berikut:


(45)

a. Pengetahuan (knowledge) b. Sikap (attitude)

c. Tindakan (practice)

a. Perilaku dalam bentuk Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pascaindera manusia, yakni indera penglihatan,pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)


(46)

tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap objek atau materi yang harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi dini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis ialah kemampuan seseorang untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada kemampuan seseorang untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sitesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu


(47)

berdasarkan criteria yang ditentukan sendiri atau menngunakan criteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2003).

b. Perilaku dalam bentuk Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap merupakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.

Sepertinya halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu . :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).


(48)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mangajak atau mempengaruhi orang lain merespons.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.

Pengalaman sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” tehadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu.

c. Perilaku dalam bentuk Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.


(49)

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan.

Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yakni :

1. Praktik terpimpin (guided respons)

Apabila suatu subjek atau seseorang telah malakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitasatau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberap jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2005).


(50)

2.8.3 Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (!974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation yaitu menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya

4. Trial yaitu orang yang telah mulai mencoba perlaku baru

5. Adoption yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003) 2.8.4 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Green bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factor), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.


(51)

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan seseorang atau masyarakat.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing faktors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

2.8.5 Teori SOR

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.

Hostland (1953) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti disini. Tetapi apabila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).


(52)

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini faktor reinforcement memegang peranan penting.

2.9 Kerangka Konsep

Dari skema di atas dapat dilihat, responden yang mendapatkan stimulus dari komunikasi persuasif bidan akan memengaruhi organisme tersebut. Apakah stimulus ditolak atau diterima dapat diukur dari pengetahuan responden. Apabila stimulus telah memengaruhi pengetahuan responden maka selanjutnya akan memengaruhi sikap responden, maka akan muncul respon dari responden, yang dapat diukur dari sikap responden terhadap objek.

Komunikasi persuasif


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian ini adalah penelitian bersifat kroseksional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu untuk mengetahui pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2012.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah para ibu menggunakan susu formula pada bayinya karena dimana tempat mereka melahirkan selalu dikenalkan dengan susu formula oleh bidan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi pada bulan September-April tahun 2012.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi sebanyak 41 orang dan semua populasi dijadikan sampel (Total Sampling)


(54)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan pada responden dan berisikan daftar pertanyaan serta pilihan jawaban yang telah dipersiapkan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan diperoleh dari kantor Kelurahan Durian dan Puskesmas Teluk Karang, yaitu data-data mengenai jumlah seluruh ibu dan ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan.

3.5 Defenisi Operasional 1. Karakteristik responden

a. Umur adalah lamanya perjalanan ibu yang dihitung sejak lahir sampai ibu memberikan susu formula pada bayi.

b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang membentuk pengetahuan ibu dalam memberikan susu formula.

c. Penghasilan Keluarga adalah penghasilan rata-rata sebulan yang diterima oleh keluarga sehingga mampu memberikan susu formula. Upah minimum rata-rata kota Tebing Tinggi tahun 2012 Rp. 1.285.000,-

d. Pekerjaan adalah aktifitas sehari-hari yang dilakukan oleh ibu termasuk pemberian susu formula pada bayi.

e. Jumlah tanggungan adalah jumlah orang yang masih dibiayai keluarga termasuk dalam pemberian susu formula pada bayi.


(55)

2. Variabel independen

- Proses komunikasi bidan dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Membujuk demi konsistensi yaitu khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap, dan nilai sat ini. Sikap didefenisikan sebagai predisposisi mengenai suka atau tidak suka.

b. Membujuk demi perubahan-perubahan kecil yaitu khalayak lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan khalayak merupakan perubahan kecildan bukan perubahan besar perilaku mereka.

c. Membujuk demi keuntungan yaitu khalayak lebih mungkin mengubah perilakunya apabila perubahan yang disarankan akan menguntungkan mereka lebih dari biaya yang akan mereka keluarkan.

d. Membujuk demi pemenuhan kebutuhan yaitu khalayak lebih mungkin untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang disarankan berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.

e. Membujuk berdasarkan pendekatan-pendekatan gradual yaitu bergantung pada penerimaan khalayak terhadap perubahan yang disarankan pembicara dalam kehidupan mereka.


(56)

3. Variabel dependen

Perilaku pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu mengenai susu formula. Pengetahuan dalam hal ini adalah fungsi, manfaat, pemakaian serta dampaknya bagi pertumbuhan bayi.

b. Sikap adalah tangapan-tanggapan ibu. Sikap dalam penelitian ini adalah bagaimana tangapan-tanggapan ibu terhadap pemberian susu formula.

c. Tindakan adalah segala praktek atau tindakan nyata yang dilakukan ibu sehubungan dengan pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan.

1.1 Instrumen dan Aspek Pengukuran 1.1.1 Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan kuisioner dan ceklist yang berisi pertanyaan tentang pengaruh komunikasi persuasif bidan pada pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pemberian susu formula.

1.1.2 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuesioner yang disesuaikan dengan skor dan klasifikasi dalam 3 kategori yaitu (Arikunto, 2006).

a. Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan diukur melalui 11 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman (Riduwan, 2010). Skala pengukuran pengetahuan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan.


(57)

Dari seluruh pertanyaan didapatkan total nilai terbesar adalah 29. Berdasarkan Arikunto (2006), aspek pengukuran pengetahuan dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 37 yaitu > 22

b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45%-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 37 yaitu 13-22

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 37 yaitu < 13

b. Pengukuran sikap

Sikap diukur melalui 14 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert (Riduwan, 2010). Skala pengukuran sikap berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan.

Dari seluruh pertanyaan didapatkan total nilai terbesar adalah 56. Berdasarkan Arikunto (2006), aspek pengukuran sikap dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

d. Tingkat sikap baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 56 yaitu > 42

e. Tingkat sikap sedang, apabila nilai yang diperoleh 45%-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 56 yaitu 25-42

f. Tingkat sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 56 yaitu < 25.


(58)

c. Pengukuran tindakan

Tindakan diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert (Riduwan, 2010). Skala pengukuran tindakan berdasarkan pada jawaban yang diperoleh dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan.

Dari seluruh pertanyaan didapatkan total nilai terbesar adalah 20. Berdasarkan Arikunto (2006), aspek pengukuran tindakan dengan kategori dari jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

a. Tingkat tindakan baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu > 15

b. Tingkat tindakan sedang, apabila nilai yang diperoleh 45%-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu 9-15

c. Tingkat tindakan kurang, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan dengan total nilai 20 yaitu < 9

3.7.Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

1. Pengeditan Data (Editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian.


(59)

2. Pengkodean Data (Coding)

Pemberian kode yang dimasukan untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan memberikan kode pada pertanyaan penelitian dalam kuesioner.

3. Pemasukan Data (Entry)

Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam komputer untuk diolah dan dianalisis melalui program SPSS for Window.

4. Pengecekan Data (Cleaning)

Adalah pengecekan data yang sudah dientry, apakah ada kesalahan atau tidak.

3.7.2 Analisis Data 1. Analisis Univariat

Tujuan analisis ini adalah menampilkan distribusi frekuensi menurut berbagai variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Tujuan analisis ini adalah untuk melihat beda proporsi dan hubungan masing-masing variabel independen dan variabel dependen sekaligus untuk melakukan identifikasi variabel yang bermakna atau tidak yaitu dengan uji Chi-square, dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis merupakan sebuah daerah yang padat penduduk tertinggi di Kecamatan Bajenis yaitu sejumlah 7.179 jiwa.

Luas wilayah Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis adalah 128,12 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kelurahan Bandar Sakti

- Sebelah Selatan : Kelurahan Pelita

- Sebelah Barat : Kelurahan Bulian

- Sebelah Timur : Kelurahan Mandailing dan Kecamatan Tebing

Tinggi Kota

4.1.2. Data Demografi

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kelurahan Durian terdapat jumlah Penduduk pada tahun 2011 sebanyak 7.179 jiwa dengan rincian 3.601 laki-laki (50,16%) dan 3.578 perempuan (49,84%) serta 1.889 kepala keluarga. Mata pencarian penduduk terbesar adalah pegawai negeri.


(61)

Tabel 4.1. Distribusi Umur Penduduk Di Kelurahan Durian Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Tahun 2011

Umur (tahun)

Jumlah (orang)

Persentase (%) 0-2

3-5 6-15 16-21 22-59 >60

228 371 1498

920 3944

218

3,17 5,17 20,87 12,82 54,94 3,03

Jumlah 7179 100,0

Sumber : Profil Kelurahan Durian tahun 2011

Dari tabel 4.1. di atas mnunjukkan bahwa penduduk di Kelurahan Durian terbanyak terdapat pada kelompok umur 22-59 tahun sebanyak 3944 orang (54,94%) dan terkecil pada kelompok umur >60 tahun sebanyak 218 orang (3,03%), usia 0-2 tahun sebanyak 228 (3,17%), usia 3-5 tahun sebanyak 371 (5,17%), usia 6-15 tahun sebanyak 1498 (20,87%), dan usia 16-21 sebanyak 920 (12,82%).

4.1.3. Fasilitas Kesehatan

Kelurahan Durian terdapat 1 puskesmas pembantu, posyandu disetiap lingkungan , 3 praktek bidan dan 2 praktek dokter.

4.2. Gambaran Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik responden menurut umur, tingkat pendidikan, penghasilan keluarga, pekerjaan, dan jumlah tanggungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


(62)

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Dalam Pemberian Susu Formula Pada Bayi Usia 0-6 Bulan

No Karakteristik dan Kategori Jumlah Persen

1 Umur Responden a. 15-25 b. 26-35 c. >35 14 23 4 34,1 56,1 9,8

Jumlah 41 100,0

2 Tingkat Pendidikan a. SD

b. SMP c. SMA

d. Perguruan Tinggi

4 8 26 3 9,8 19,5 63,4 7,3

Jumlah 41 100,0

3 Penghasilan Keluarga

a. ≤ Rp. 1.285.000

b. > Rp. 1.285.000

15 26

36,6 63,4

Jumlah 41 100,0

4 Pekerjaan

a. Ibu Rumah Tangga b. PNS c. Wiraswasta d. Lain-lain 29 2 7 3 70,7 4,9 17,1 7,3

Jumlah 41 100,0

5 Jumlah Tanggungan a. 1 b. 2 c. 3 d. >4 18 12 6 5 43,9 29,3 14,6 12,2

Jumlah 41 100,0

Berdasarkan tabel 4.2.1 di atas diketaui bahwa sebagian besar umur responden yaitu berusia 26-35 tahun sebanyak 23 orang (56,1%) sedangkan sebagian kecil adalah umur responden yaitu berusia >35 tahun sebanyak 4 orang (9,8%). Sebagian besar tingkat pendidikan responden SMA sebanyak 26 orang (63,4%) dan Perguruan Tinggi terkecil sebanyak 3 orang (7,3%). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berpenghasilan lebih dari Rp. 1.285.000,- sebanyak 26 orang (63,4%) dan selebihnya berpenghasilan kurang dari Rp. 1.285.000,- sebanyak 15


(63)

orang (36,6%). Dari tabel di atas juga di dapat sebagian besar pekerjaan responden ibu rumah tangga sebanyak 29 orang (70,7%) dan terkecil PNS sebanyak 2 orang (4,9%). Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan 1 orang sebanyak 18 orang (43,9%) dan memiliki jumlah tanggungan sebanyak >4 orang sebanyak 5 orang (12,2%).

4.3. Komunikasi Persuasif Bidan

4.3.1 Kepercayaan Atau Keyakinan Dengan Bidan

Kepercayaan dan keyakinan yang diberikan oleh bidan dapat memengaruhi responden dalam pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3. Distribusi Frekuesi Responden Untuk Percaya Dan Yakin Dengan Bidan Dalam Menganjurkan Pemberian Susu Formula

No Jawaban Responden N %

1. 2.

Ya Tidak

41 0

100,0 0,0

Jumlah 41 100,0

Berdasarkan tabel 4.3. di atas diketahui bahwa semua responden 41 orang (100,0%) percaya atau yakin dengan bidan dalam menganjurkan pemberian susu formula.

4.3.1.2. Pemberian Sampel Susu Gratis

Seseorang lebih mungkin mengubah perilakunya apabila yang diberikan akan menguntungkan mereka lebih dari biaya yang akan mereka keluarkan. Pemberian susu formula gratis pada bayi usia 0-6 bulan sangat sering dilakukan oleh bidan, dapat dilihat hasilnya pada tabel berikut :


(64)

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Untuk Bidan Dalam Memberikan Sampel Susu Gratis

No Pemberian Sampel Susu N %

1. 2.

Pernah Tidak pernah

30 11

73,2 26,8

Jumlah 41 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 di atas diketahui sebagian besar pernah mendapatkan sampel susu gratis sebanyak 30 orang (73,2%), hanya sebagian kecil yang tidak pernah mendapatkan sampel susu gratis 11 orang (26,8%).

4.3.1.3. Pemberian Susu Formula

Seseorang lebih memungkinkan untuk mengubah perilaku mereka apabila perubahan yang dianjurkan sejalan dengan kepercayaan, sikap dan nilai saat ini. Berikut hasil bagaimana bidan dalam menganjurkan pemberian susu formula :

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Untuk Bidan Dalam Memaksa Pemberian Susu Formula

No Pemberian Susu Formula N %

1. 2.

Pernah Tidak pernah

8 33

19,5 80,5

Jumlah 41 100,0

Berdasarkan tabel 4.5. di atas diketahui sebagian besar menyatakan bahwa bidan tidak pernah memaksa dalam pemberian susu formula sebanyak 33 orang (80,5%), hanya sebagian kecil pernah memaksa dalam pemberian susu formula 8 orang (19,5%).

4.3.1.4. Kenyamanan Didampingi Oleh Bidan

Kenyamanan yang dilakukan oleh bidan dapat memengaruhi responden dalam pemberian susu formula, hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(1)

ASI mengandung lebih banyak kandungan gizi daripada susu formula

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Sangat tidak setuju 11 26.8 26.8 26.8

Tidak setuju 5 12.2 12.2 39.0

Setuju 11 26.8 26.8 65.9

Sangat setuju 14 34.1 34.1 100.0

Total 41 100.0 100.0

Ibu memberikan susu formula sejak lahir sampai sekarang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 23 56.1 56.1 56.1

Tidak 18 43.9 43.9 100.0

Total 41 100.0 100.0

Memberikan susu formula pada bayi karena takut kehilangan daya tarik Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 21 51.2 51.2 51.2

Tidak 20 48.8 48.8 100.0

Total 41 100.0 100.0

Melarutkan susu dengan menggunakan air panas langsung

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 18 43.9 43.9 43.9

Tidak 23 56.1 56.1 100.0


(2)

Mencuci tangan dengan sabun sebelum membuat susu pada bayi Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 25 61.0 61.0 61.0

Tidak 16 39.0 39.0 100.0

Total 41 100.0 100.0

Menyimpan susu ditempat yang aman dari kontaminasi barang-barang yang berbau tajam Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 22.0 22.0 22.0

Ya 32 78.0 78.0 100.0

Total 41 100.0 100.0

Memberikan air matang yang digunakan untuk membuat susu Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 7 17.1 17.1 17.1

Ya 34 82.9 82.9 100.0

Total 41 100.0 100.0

Mengeteskan susu ditangan sebelum diberikan pada bayi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 16 39.0 39.0 39.0

Ya 25 61.0 61.0 100.0

Total 41 100.0 100.0

Membuat takaran susu sebelum diberikan pada bayi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 22.0 22.0 22.0


(3)

Membuat takaran susu sebelum diberikan pada bayi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 9 22.0 22.0 22.0

Ya 32 78.0 78.0 100.0

Total 41 100.0 100.0

Membeli susu yang mahal karena jaminan susunya baik

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 20 48.8 48.8 48.8

Tidak 21 51.2 51.2 100.0

Total 41 100.0 100.0

total komunikasi * Total Pengetahuan

Crosstab

Total Pengetahuan

Total baik sedang kurang

total komunikasi baik Count 11 19 5 35

% within total komunikasi 31.4% 54.3% 14.3% 100.0% % within Total Pengetahuan 73.3% 90.5% 100.0% 85.4%

% of Total 26.8% 46.3% 12.2% 85.4%

tidak baik Count 4 2 0 6

% within total komunikasi 66.7% 33.3% .0% 100.0% % within Total Pengetahuan 26.7% 9.5% .0% 14.6%

% of Total 9.8% 4.9% .0% 14.6%

Total Count 15 21 5 41

% within total komunikasi 36.6% 51.2% 12.2% 100.0% % within Total Pengetahuan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 36.6% 51.2% 12.2% 100.0%


(4)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.035a 2 .219

Likelihood Ratio 3.531 2 .171

Linear-by-Linear Association 2.861 1 .091

N of Valid Cases 41

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,73.

total komunikasi * Total Sikap

Crosstab

Total Sikap

Total baik sedang

total komunikasi baik Count 2 33 35

% within total komunikasi 5.7% 94.3% 100.0% % within Total Sikap 100.0% 84.6% 85.4%

% of Total 4.9% 80.5% 85.4%

tidak baik Count 0 6 6

% within total komunikasi .0% 100.0% 100.0% % within Total Sikap .0% 15.4% 14.6%

% of Total .0% 14.6% 14.6%

Total Count 2 39 41

% within total komunikasi 4.9% 95.1% 100.0% % within Total Sikap 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 4.9% 95.1% 100.0%


(5)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .360a 1 .548

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .650 1 .420

Fisher's Exact Test 1.000 .726

Linear-by-Linear Association .352 1 .553

N of Valid Cases 41

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,29. b. Computed only for a 2x2 table

total komunikasi * Total Tindakan

Crosstab

Total Tindakan

Total baik sedang kurang

total komunikasi baik Count 3 31 1 35

% within total komunikasi 8.6% 88.6% 2.9% 100.0% % within Total Tindakan 100.0% 83.8% 100.0% 85.4%

% of Total 7.3% 75.6% 2.4% 85.4%

tidak baik Count 0 6 0 6

% within total komunikasi .0% 100.0% .0% 100.0% % within Total Tindakan .0% 16.2% .0% 14.6%

% of Total .0% 14.6% .0% 14.6%

Total Count 3 37 1 41

% within total komunikasi 7.3% 90.2% 2.4% 100.0% % within Total Tindakan 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 7.3% 90.2% 2.4% 100.0%


(6)

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .760a 2 .684

Likelihood Ratio 1.338 2 .512

Linear-by-Linear Association .171 1 .679

N of Valid Cases 41

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,15.