2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan
turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Adapun alat-alat yang digunakan dalam rangka
studi lapangan ini, yaitu: a.
Observasi, yaitu pengamatan terhadap objek dan fenomena yang berkaitan dengan penelitian.
b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan dialog secara
langsung dan mengajukan pertanyaan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini kepada pihak yang telah ditetapkan.
c. Angket Questioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan menyebar angket berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
3.5 Teknis Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil
penelitian sebagaimana adanya dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Editing, yaitu dengan meneliti data-data yang diperoleh dari penelitian 2.
Koding, yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban menurut macamnya 3.
Membuat kategori untuk mengklasifikasikan agar data mudah dianalisis dan disimpulkan serta untuk menjawab masalah yang ditemukan dalam penelitian
sehingga jawaban yang beraneka ragam dapat disingkat 4.
Menghitung frekuensi yaitu dengan menghitung besar frekuensi data pada masing-masing kategori
Universitas Sumatera Utara
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Kota Batusangkar
Batusangkar merupakan Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar yang dikenal sebagai “
Luhak Nan Tuo
”.Kota Batusangkar sendiri terletak pada tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Lima Kaum, Kecamatan Tanjung Emas, dan
Kecamatan Sungai Tarab.Selain terletak di tiga kecamatan, Batusangkar juga terletak antara dua nagari yaitu Nagari Baringin dan Nagari Pagaruyung.Sebagai
ibukota kabupaten, Batusangkar tidak sebagai pusat pemerintahan karena hampir semua pusat perkantoran berada di Nagari Pagaruyung.Selain menjadi ibukota
kabupaten, Batusangkar merupakan pusat pasar dan dijadikan Pasar Serikat di
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Tanah Datar.Hal ini karena Batusangkar diapit oleh dua buah nagari yaitu Nagari Pagaruyung dan Nagari Baringin.Hasil dari Pasar Batusangkar
digunakan untuk kepentingan pembangunan dari kedua nagari tersebut.Sebelum menjadi pasar serikat, pusat pasar di Tanah Datar pada masa Kolonial Belanda
bukan Batusangkar tetapi adalah Balai selasa yang terletak di Koto Baranjak. Batusangkar memiliki dua pasar yang bersebelahan yaitu Pasar Atas dan
Pasar Bawah.Pasar Atas terdiri dari penjual makanan mulai dari buah-buahan dan makanan ringan lainnya, minuman seperti es teler, alat-alat untuk menjahit seperti
benang, toko buku dan kaset, warung makanan dan lain-lain.Pasar Bawah yang terdiri dari gedung bertingkat dua atau diseb
ut juga “Pasar Tingkat” Pasar Tingkat.Pada Pasar Tingkat ini terdapat berbagai tempat penjahit dan penjual
kain, dan pada bagian dibawahnya terdapat berbagai toko mulai dari toko buku, baju, sepatu dan lain-lain.Dibagian belakang Pasar Tingkat masih banyak
pedagang yang berjualan seperti toko baju, pedagang buah dengan lapak yang sederhana, pedagang sayur, dan rempah-rempah.Kemudian mengarah ke daerah
Jati terdapat pasar ikan dan pasar daging.Di samping kanan Pasar Tingkat terdapat bangunan toko penjual emas dan di sanping kiri Pasar Tingkat terdapat bangunan
toko bahan-bahan bangunan dan pedagang plastik, bunga, kaca dan lain-lain. Seperti kota-kota lainnya, Batusangkar juga termasuk kota yang heterogen.
Walaupun masih didominasi oleh penduduk lokal yaitu Minangkabau, namun etnis lain yang tinggal di Batusangkar seperti Etnis Keling dan Etnis Tionghoa.
Etnis Keling ini merupakan campuuran dari orang Arab dab India, dan nama Keling berasal dari nama wilayah di India yaitu Kalingga. Keturunan Keling yang
datang ke Batusangkar berasal dari Aceh bukan dari India langsung, karena
Universitas Sumatera Utara
perkampungan Keling sudah ada terlebih dahulu di Wilayah Aceh dan Kemudian menyebar ke Minangkabau.Selain keturunan Keling, ada orang Tamil yang
memang langsung datang dari India yaitu yang berasal dari wilayah India Selatan.Menurut prasasti Bandar Bapahat, bahwa sudah lama India Tamil ini
datang ke Batusangkar yaitu pada masa Kerajaaan Adityawarman.Hal ini juga terbukti dari tulisan prasasti Bandar Bapahat yang beraksara Granta, yang lazim
digunakan oleh orang Tamil di India Selatan. Etnis Tionghoa atau lebih dikenal Etnis Cina, juga terdapat di
Batusangkar.Ini juga ditandai dengan adanya kampung Cina yang berada di wilayah Kampung Baru. Kampung baru ini tidak lagi ditinggali oleh orang Cina
karena setelah Indonesia merdeka penduduk Cina pindah ke daerah lain dan kampung ini diambil alih oleh pemerintah. Sebelum pengambilan ini, ketika
Kolonial Belanda masih menguasai Batusangkar, Etnis Cina membeli tanah di daerah Kampung Baru ini kepada Belanda.Setelah kemerdekaan, Kampung Baru
dijadikan asrama tentara dan didirikan gedung-gedung sekolah.Selain itu, masih ada bekas rumah orang Cina dan kuburannya di wilayah ini.Kepindahan orang
Cina ini disebabkan karena Batusangkar tidak terlalu berkembang dari segi perdagangan, karena letak Batusangkar sendiri tidak pada jalur lintas seperti
Bukittinggi dan Payakumbuh. Berdasarkan namanya, Batusangkar termasuk kota yang unik. Kota yang
terdapat Istano Silinduang Bulan ini sebelum bernama Batusangkar yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar, pada abad 19 tepatnya tahun 1825
adalah bagian dari
Afdeeling Darek Afdeeling Padangsche Bovenlanden
. IbuKota dari
Afdeeling
ini bukan Batusangkar melainkan
Fort van der Capellen
.
Universitas Sumatera Utara
Nama Batusangkar sendiri menurut cerita rakyat berasal dari nama sebuah batu yang mirip sangkar burung yang ditemukan di daerah “
Guguak Katitiran
” yang masih dalam kawasan Kota Batusangkar, namun batu tersebut dibawa oleh orang
Belanda ke daerah asalnya. Selain itu pada awal abad 20 tepatnya pada tahun 1913, Batusangkar baru dijadikan sebuah distrik oleh pemerintah Kolonial
Belanda.Dalam arti Batusangkar masih berupa dusun kecil dan bagian dari
Fort van der Capellen
.
Fort van der Capellen
adalah salah satu bukti sejarah penjajahan Kolonial Belanda dan menjadi salah satu pusat pemerintahan juga merupakan benteng
pertahanan militer Belanda yang dibangun sekitar tahun 1824. Awal abad 19 Sumatera Barat dijadikan Resident dengan nama daerah administratifnya yaitu
Residentie Padang en Onderboorigbeden
Keresidenan Padang dan daerah taklukannya. Residen ini dibagi menjadi dua
District
Padang dan
District
Minangkabau.District dipimpin oleh seorang
Adsistent Resident
.
AdsistentResident
Padang berkedudukan di Padang dan
Adsistent Resident
Minagkabau berkedudukan di
Fort van der Capellen
. Di atas sebuah Bukit dengan Pagaruyung, Belanda mendirikan benteng
yang diberi nama “
Fort van der Capellen
”. Penamaan benteng
van der Capellen
berasal dari nama salah seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu van der Capellen. Gubernur Jenderal van der Capellen inilah yang mengangkat de Stuers
menjadi Residen pada tahun 1824.Pemerintah Kolonial Belanda sering mengganti bentuk daerah adminnistratifnya seiring dengan pergantian Gubernur Jenderalnya
di Sumatera Barat.Pergantian daerah administratif ini juga berpengaruh terhadap wilayah yang ada di Sumatera Barat khusunya Tanah Datar. Tanah Datar pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 1825 adalah bagian dari
Afdeeling Darek Afdeeling Padangsche
Bovenlanden
, namun pada tahun 1833 bagian dari
Afdeeling van
PadangscheBovenlanden
yang dibagi ke dalam enam
Onderafdeelingen
yang salah satunya yaitu
Fort van der Capellen
dan seorang
Controleur
kelas 4 di Tanjung Alam.
Afdeeling
yang dahulu dipimpin oleh seorang
Adsistent Resident
, tahun 1833 menjadi
Onderafdeeling
yang dipimpin oleh seorang
Controleur
. Pada tahun 1841 pemerintah Kolonial Belanda kembali melakukan
reorganisasi pemerintahan Sumatra’s Westkust sesuai dengan dikeluarkannya
Besluit No. 1 pada tanggal 13 April 1841. Berdasarkan besluit ini, Tanah Datar kembali menjadi
Afdeeling
yang terdiri dari
District
Tanah Datar, X Koto, IX Koto, Sumawang dan Batipuh. Tidak hanya pada tahun ini, reorganisasi
pemerintahan Sumatra’s Westkust juga terjadi pada tahun 1865, 1866, 1876, 1880,
1892, 1898.13 perubahan bentuk pemerintahan ini juga memberikan pengaruh terhadap terhadap daerah administratifnya. Misalnya berkurang dan bertambahnya
suatu wilayah
Afdeeling
, bertukarnya nama
Afdeeling
menjadi distrik, dan masih banyak lagi bentuk perubahan yang dilakukan oleh Kolonial di
Sumatra’s
Westkust
akibat reorganisasi tersebut pada tahun 1913 terjadi reorganisasi pemerintahan Kolonial. Pada tahun inilah nama Batusangkar baru muncul.
Afdeeling
Tanah Datar yang kembali dipimpin oleh seorang
adsistent resident
dengan ibu kota Sawahlunto dibagi ke dalam empat
Onderafdeeling
. Salah satu
Onderafdeeling
tersebut yaitu
Fort van der Capellen
yang terdiri dari
Districten
Batusangkar dan Pariangan, di bawah pimpinan seorang
Controleur
dari Bestuur Binnenlandsch, dengan ibu kota Fort van der Capellen. Pada tahun 1913 inilah
Universitas Sumatera Utara
Batusangar muncul sebagai distrik yang sebelumnya hanya sebagai daerah kecildusun kecil yang berada didekat benteng van der Capellen.
Reorganisasi pemerintahan Kolonial masih tetap berlanjut, pada tahun 1935 susunan
Afdeeling
Tanah Datar kembali berganti.
Afdeeling
Tanah Datar berganti ibu kota yaitu Padang Panjang. Hal ini terjadi karena adanya perlawanan
rakyat baik melalui partai politik yang menjamur awal abad 20 maupun perlawanan bersenajata. Selain itu
Afdeeling
Tanah Datar terdiri dari tiga
Onderafdeelin
, salah satunya
Fort van der Capellen
yang juga terdiri dari Distrik Batusangkar-Pariangan.Distrik
ini juga
dibagi menjadi
Onderdistricten
Pagaruyung, Salimpaung, Buo, Sungai Tarab, Limo Kaum dan Pariangan. Pejabat tertinggi onderafdeeling ini dipegang oleh seorang Controleur yang
berkedudukan di
Fort van der Capellen
. Pembangunan Fort van de Capellen juga tidak terlepas dari kekuasaan
Paderi yang cukup besar di Tanah Datar.Jauh sebelum benteng ini ada, perang paderi sudah lama berlangsung di Minangkabau. Tepatnya pada tahun 1803,
ketika tiga orang pulang haji dari Mekkah yaitu Haji Sumanik, Haji Miskin dan Haji Piobang memperoleh gagasan yang tepat untuk melakukan tindakan
pembersihan. Pembersihan ini sama halnya dengan kisah kaum Wahabi dalam menaklukan Mekah dari kekuasaan dinasti Khalifah Usmaniyah dari Turki.
Tindakan keras kaum Wahabi di Mekah ini yang akan diterapkan oleh tiga orang haji tersebut di Minangkabau.
Tanah Datar yang menjadi pusat Kerajaan Pagaruyung, pengembangan ajaran Paderi banyak mendapat perlawanan yang keras, sehingga terjadilah perang
antara kaum Paderi dan kaum adat di Tanah Datar.Ketika pihak Kerajaan
Universitas Sumatera Utara
Pagaruyung merasa tersudut oleh Paderi maka Sutan Alam Bagagarsyah mencari bantuan Inggris yang berkedudukan di Padang. Pada saat yang sama, Padang
diserahkan Inggris ke Belanda berdasarkan Konvensi London tahun 1814, namun Sumatera Barat baru dikuasai Belanda tahun 1819. Setelah Belanda menerima
Padang dari Inggris, para penghulu dan Kerabat Kerajaan Pagaruyung yang beramai-ramai meminta bantuan Belanda untuk mengalahkan Paderi dari
nagarinya masing-masing. Pemerintah Kolonial mengambil kesempatan yang besar dari para
penghulu dan Raja Pagaruyung yang dijabat oleh Daulat Yang Dipertuan Sutan Alam Bagagrsyah.Pemerintah Kolonial membantu para kaum adat ini tentu
dengan syarat yang lebih pula.Kemudian Pemerintah Kolonial membuat perjanjian pada tanggal 10 Februari tahun 1821 yang pada dasarnya berisi tentang
penyerahan Alam Minangkabau pada pemerintah Kolonial. Setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, pemerintah Kolonial mulai bergerak dan
melakukan perang dengan kaum Paderi tahun 1821 hingga tahun 1838 perang inipun banyak memakan korban jiwa baik di pihak Kolonial Belanda maupun
pihak Paderi sendiri. Batusangkar yang dijadikan Ibu kota Kabupaten Tanah Datar memiliki perjalanan tersendiri. Perkembangan dari kota ini walaupun tidak cukup
signifikan namum cukup memberikan perubahan dari segi tata kotanya. Selain itu sejarah kota Batusangkar juga tidak terlepas dari situasi administrasi
pemerintahannya atau politik pemerintahan serta sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975, Kabupaten Tanah Datar secara administratif terdiri atas 14 Kecamatan yaitu X Koto dengan 9
Universitas Sumatera Utara
Kelurahan, Batipuh dengan 8 Kelurahan, Batipuh Selatan dengan 4 Kelurahan, Pariangan dengan 6 Kelurahan, Rambatan dengan 5 Kelurahan, Lima Kaun
dengan 5 Kelurahan, Tanjung Emas dengan 4 Kelurahan, Padang Ginting dengan 2 Kelurahan, Lintau Buo dengan 4 Kelurahan, Lintau Buo utara dengan 5
Kelurahan, Sungayang dengan 5 Kelurahan, Sungai Tarab dengan 10 Kelurahan, Salimpaung dengan 6 Kelurahan, dan Tanjung Baru dengan 2 Kelurahan.
4.2 Demografi