Tujuan Preservasi dan Konservasi Koleksi Tercetak Buku Usaha Memperbaiki Koleksi yang Rusak

6. Fungsi Sosial Pelestarian tidak bisa dikerjakan oleh seorang diri. Pustakawan harus mengikutsertakan pembaca untuk tetap merawat bahan pustaka dan perpustakaan, demi kepentingan dan keawetan bahan pustaka. 7. Fungsi Ekonomi Dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka menjadi lebih awet. Keuangan dapat dihemat. Banyak aspek ekonomi lain yang berhubungan dengan pelestarian bahan pustaka. 8. Fungsi Keindahan Dengan pelestarian yang baik, penataan bahan pustaka yang rapi, perpustakaan tampak menjadi makin indah, sehinggan menambah daya tarik kepada pembacanya.

2.5 Tujuan Preservasi dan Konservasi Koleksi Tercetak Buku

Menurut Martoatmodjo dalam buku Pelestarian Bahan Pustaka dijelaskan tujuan dari preservasi dan konservasi yaitu: 1. Menyelamatkan nilai informasi dokumen, dengan cara melakukan pembatasan-pembatasan layanan, seperti kunjungan dan referensi 2. Menyelamatkan fisik dokumen, melakukan laminasi : suatu tindakan dengan cara memberikan perlindungan pembungkusan dengan kertasplastik khusus di setiap halaman dokumen. 3. Mengatasi kendala kekurangan ruang, Sudah menyiapkan ruang-ruang untuk pelestarian dokumen, yang didalam ruangan tersebut sudah disiapkan lemari – lemari yang terbuat dari besi dan dibungkus plastik. 4. Mempercepat perolehan informasi, setiap dokumen siap di layankan kepada setiap pengguna dengan kondisi yang baik.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Koleksi Tercetak Buku

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan koleksi. Menurut Razak 1996, 9 “bahan pustaka mudah mengalami kerusakan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal”. Sebagian besar bahan pustaka koleksi perpustakaan merupakan bahan tercetak yang umumnya terbuat dari kertas. Bahan dari kertas ini dapat mengalami kerusakan, baik karena faktor eksternal maupun Universitas Sumatera Utara internal. Faktor eksternal yang dapat merusak bahan pustaka antara lain jamur, serangga, binatang pengerat, zat kimia bahkan manusia dan lain-lain. Sedangkan faktor internal yang merusak bahan pustaka adalah zat asam yang terkandung dalam kertas, dengan adanya zat asam ini kertas dapat rusak dari dalam, yaitu akibat sisa- sisa zat kimia pada saat pembuatan kertas. Ada dua faktor penyebab bahan pustaka mudah mengalami kerusakan menurut Razak 1996, 9 yaitu faktor internal dan faktor eksternal tersebut, sebagai berikut:

2.6.1 Faktor Internal

Kerusakan yang terjadi pada bahan buku sendiri, yakni pada kertas, tinta cetak, perekat, dan pengawet perekat yang tidak baik kualitasnya, dan pada benang penjilidan yang tidak serasi dengan sampul. Kerusakan pada bahan perpustakaan non- buku seperti kaset, disket, piringan hitam, CD ROM, dan pustaka renik juga disebabkan oleh kualitas bahannya yang tidak baik atau tidak cocok. Pemrosesan bahan non-buku yang kurang baik menyebabkan mudah tercemari oleh jasad renik sehingga bahan non-buku mudah rusak.

2.6.2 Faktor Eskternal

Faktor eksternal yaitu kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh faktor luar dari buku, dapat dibagi dalam faktor lingkungan, faktor manusia, dan bencana alam. Universitas Sumatera Utara

2.6.2.1 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan koleksi yang disebabkan oleh pengaruh dari lingkungan disekitarnya, antara lain: 1. Kerusakan oleh Cahaya Cahaya adalah suatu bentuk energi elektromagnetik yang berasal dari radiasi cahaya matahari dan lampu listrik. Cahaya dapat berakibat buruk pada buku jika tidak sesuai dengan standar. Gelombang cahaya mendorong dekomposisi kimiawi bahan-bahan organik, terutama cahaya ultraviolet UV dengan gelombang yang lebih tinggi yang bersifat sangat merusak. Dalam ruang baca bahan langka tingkat cahaya yang menyinari bahan pustaka harus rendah tetapi masih tetap nyaman untuk kegiatan membaca.Selain itu cahaya matahari langsung juga harus dihindari. 2. Kerusakan oleh Suhu dan Kelembaban Udara Sebenarnya kekuatan kertas tidak akan berkurang oleh perubahan suhu yang tidak begitu ekstrim seperti yang terjadi di Indonesia,asalkan kandungan air dalam kertas itu rendah. Suhu udara di Indonesia berkisar antara 20-30 derajat celcius, perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari tidak terlalu besar. Masalahnya timbul karena Indonesia merupakan negara tropis, yang kelembaban udaranya relatif tinggi pada musim hujan. Jika udara lembab, maka kandungan air dalam kertas akan bertambah karena kertas bersifat Universitas Sumatera Utara higroskopis. Perubahan suhu pada saat kertas mengandung banyak air inilah yang menyebabkan struktur kertas menjadi lemah. Hubungan antara suhu dan kelembaban udara sangat erat sekali, sebab bila suhu udara berubah, maka kelembaban udarapun turut berubah. Jika suhu udara naik, kelembaban udara akan turun, dan air yang ada dalam kertas dilepas, sehingga kertas menjadi kering dan volumenya menyusut. Pada saat inilah terjadi ketegangan karena molekul-molekul selulosa saling tarik- menarik pada proses penyusutan ini. 3. Kerusakan oleh Debu Menurut Martoatmodjo 1993, 44 Debu merupakan salah satu partikel- partikel kecil yang terdapat dalam udara. Partikel-partikel debu yang ada diudara ini dapat menyebabkan polusi udara dan juga membahayakan kehidupan manusia. Selain dampak tersebut debu juga berdampak negatif terhadap buku. Debu-debu tersebut dapat masuk ke ruang perpustakaan dan museum melalui jendela, pintu, lubang angin ruangan, maupun celah-celah kecil. Apabila debu melekat pada kertas, maka akan terjadi reaksi kimia yang meningkatkan tingkat keasaman pada kertas. Akibatnya kertas menjadi rapuh dan cepat rusak. Disamping itu apabila keadaan ruang museum lembab, debu, yang bercampur dengan air lembab itu akan menimbulkan jamur pada buku dan merupakan makanan bagi serangga-serangga. Universitas Sumatera Utara 4. Kerusakan oleh Serangga dan Binatang Pengerat Mahkluk hidup seperti mikroorganisme jamur, insek dan binatang pengerat merupakan musuh utama kertas pada naskah kuno. Mahkluk- mahkluk ini terutama memilih kertas sebagai tempat hidup karena pada kertas tersedia makanan untuk kelangsungan hidup. Berikut adalah beberapa serangga dan binatang pengerat tersebut, antara lain: a. Jamur Fungi b. Kecoa c. Kutu Buku d. Tikus

2.6.2.2 Faktor Manusia

Manusia merupakan penyebab kerusakan benda –benda koleksi naskah kuno di museum, baik disengaja maupun tidak. Faktor yang tidak disengaja dalam hal ini, dapat terjadi karena cara pengambilan dan membawa benda koleksi yang salah. Hal ini, disebabkan karena yangbersangkutan kurang mengerti arti dan fungsi benda koleksi. Sehingga dengan perlakuan yang salah, mengakibatkan benda koleksi setelah sampai di tempat tujuan mengalami kerusakan. Misalnya. Benda koleksi retak, tidak utuh, pecah, berjamur, ada yang hilang. Faktor manusia akibat kesengajaan, hal ini dilakukan karena sengaja merusak dan mengambil obyek-obyek museum untuk kepentingan pribadi.

2.6.2.3 Faktor Bencana Alam

Bencana alam seperti kebanjiran, gempa bumi, kehujanan, kebakaran,kerusuhan, dan kesalahan dalam penanganan seperti salah meletakkan Universitas Sumatera Utara buku, selama dalam pelaksanaan konservasi dan restorasi merupakan sebab-sebab kerusakan yang sangat merugikan. Kerusakan yang terjadi karena kebanjiran dan kehujanan akan menimbulkan noda oleh pertumbuhan jamur dan kotoran yang terdapat dalam air. Noda yang timbul oleh jamur sangat sukar di hilangkan karena jamur berakar disela-sela kertas. Kebakaran dapat memusnahkan kertas dalam waktu yang sangat singkat, Oleh sebab itu kita harus menjaga agar kebakaran jangan sampai terjadi.

2.7 Usaha Memperbaiki Koleksi yang Rusak

Untuk memperbaiki koleksi bahan pustaka yang rusak diperlukan suatu usaha atau tindakan perbaikan, usaha tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Pembersihan terhadap noda Noda yang terjadi pada kertas selain memeberikan kesan kotor, juga dapat menimbulkan karat dan zat asam yang dapat membuat tumbuhnya jamur pada bahan pustaka. Pembersihan yang akan dilakukan tergantung pada jenis noda atau kotoran dan keadaan bahan. 2. Fumigasi Fumigasi berasal dari kata “fumigation” atau “to fumigati” yang artinya mengasapi atau mengasap. Perpustakaan Nasioanal RI, 1995: 75 bahwa fumigasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengasapi bahan pustaka dengan menggunakan uap atau gas peracun membasmi serangga atau jamur yang menyerang bahan pustaka yang ada di perpustakaan. Bahan yang digunakan untuk membunuh serangga dan jamur disebut fumigant yang dapat berbentuk padat, cair atau gas. Pada Universitas Sumatera Utara pelaksanaanya fumigant akan menjadi uap atau gas pada tekanan dan suhu kamar tertentu. Dalam mengadakan fumigasi pustakawan harus memperhitungkan jumlah bahan yang akan difumigasi dan luas ruang yang diperlukan. Dengan memperhatikan ruang yang ada maka dipilih pula fumigant yang akan dipergunakan, jenis-jenis fumigant, jumlah yang diperlukan serta lama fumigasi. Petugas juga harus memperhatikan bahaya dari pemakai zat-zat kimia untuk fumigasi. Tidak satu pun bahan kimia dapat dipakai tanpa alat pengaman, atau tanpa supervisi oleh orang yang berpengalaman dalam bidang ini. 3. Menghilangkan keasaman pada kertas Deasidifikasi Menurut Martoatmodjo 2012 deasidifikasi adalah kegiatan pelestarian bahan pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman yang terdapat pada kertas. Keasaman yang terkandung dalam kertas menyebabkan kertas itu cepat lapuk, terutama kalau kena polusi. Bahan pembuat kertas merupakan bahan organik yang mudah bersenyawa dengan udara luar. Agar pengaruh udara tersebut tidak berlanjut, maka bahan pustaka perlu dilaminasi. Agar laminasi efektif, sebelum dikerjakan bahan pustaka dihilangkan atau diturunkan tingkat keasamannya. Ada dua cara menghilangkan keasaman pada bahan pustaka, yaitu cara kering dan cara basah. Sebelum ditentukan cara yang mana yang tepat, maka perlu diukur tingkat keasaman pada dokumen. Tinta yang dipergunakan untuk menulis bahan pustaka sangat menentukan apakah bahan pustaka akan dihilangkan keasamannya secara basah, atau secara Universitas Sumatera Utara kering. Kalau tinta bahan pustaka luntur, maka cara keringlah yang paling cocok. Kalau menggunakan cara basah, harus diperhatikan cara pengeringan bahan pustaka yang ternyata cukup sukar dan harus hati-hati. Kalau hanya sekedar mengurangi tingkat keasaman kertas dan tidak akan dilaminasi, kiranya cara kering lebih aman, sebab tidak ada kekhawatiran bahan pustaka robek. Cara kering ini dapat diulang setiap enam bulan, sampai bahan pustaka dimaksud sudah kurang keasamannya dan dijamin lebih awet. 4. Laminasi Laminasi adalah suatu proses pelapisan dua permukaan kertas dengan bahan penguat. Laminasi maksudnya adalah menutupi satu lembar di antara dua lembar bahan penguat, Perpustakaan Nasional RI 1995: 93. Laminasi dapat dilakukan dengan cara manual yakni alaminasi dengan tangan dan laminasi dengan modern dengan menggunakan mesin, dimana bahan laminasi sudah di desain dalam bentuk siap pakai. Proses ini menggunakan untuk melestarikan bahan pustaka yang sudah rusak dan akan lebih parah bila dipergunakan lagi, misalnya bahan yang sudah tua, sobek atau rapuh, dan bersifat asam. Sebelum pekerjaan laminasi dilaksanakan, hendaknya bahan sudah mengalami perawatan. Perpustakaan Nasional RI, 1992: 35 misalnya: a. Telah difumigasi b. Telah dihilangkan nodanya c. Telah dihilangkan asam yang terkandung didalamnya Manuskripsi, dokumen, naskah yang kuno terutama kertas-kertasnya yang sudah lapuk sehingga mudah hancur, dapat di awetkan dengan cara menyemprotkan Universitas Sumatera Utara bahan kimia atau laminasi. Karena proses panas dari mesin, laminasi akan melindungi dokumen. Cara ini banyak digunakan di Indonesia terutama perlindungan dokumen berharga. Cara lain yang digunakan dalam penanganan bahan pustaka pada laminasi dapat dilakukan dengan pelepasan atau penyemprotan bahan pustaka dengan bahan kimia. Sedangkan laminasi sederhana yang dilakukan secara manual dilakukan dengan cara membentangkan kertas tissue sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan, kemudian diatasnya digelar selembar acetat foil dengan dimensi ukuran yang sama. Lalu diatasnya dihamparkan bahan pustaka yang rusak. Kemudian dipasang lagi kertas tissue dengan ukuran lebih besar daripada halaman yang rusak. Kemudian di ulas dengan cairan acetat pada semua halaman dan dibolak-balik dengan bantuan kapas atau kuas. Persenyawaan cairan aceton menyebabkan acetat foil bersenyawa dengan kertas tissue, baik diatas maupun dihalaman yang rusak, lalu kertas tissue digunting. 5. Enkapsulasi Enkapsulasi adalah salah satu cara preservasi kertas dengan menempatkan lembaran bahan kertas diantara dua film plastik polyster untuk menghindari kerusakan fisik karena sering dipegang atau melindungi kertas dari debu dan pollutant. Pada umumnya kertas yang akan di enkapsulasi adalah lembaran naskah kuno, peta, bahan cetakan atau poster yang sudah rapuh, plastik yang digunakan sebagai bahan pelindung. Sebelum pelaksanaan enkapsulasi, kertas harus bersih, kering, dan dideasidifiaksi untuk menetralkan asam yang terdapat pada kertas. Universitas Sumatera Utara 6. Konservasi Koleksi Audio Visual Kerusakan suatu film nitrat dapat diperkirakan sebelumnya melalui test kimia dan fisika, misalnya dengan test pelapukan. Dengan test ini dapat disimpulkan berapa tahun film nitrat akan bertahan lama. Daya tahan suatu film juga tergantung dari kondisi penyimpanan dan mutu kerja saat prossing. Dalam merawat koleksi audio visual ini harus disesuaikan dengan temperatur dengan kelembapan udara sehingga bahan pustaka yang berbentuk audio visual dapat bertahan selama mungkin.

2.8 Usaha Pencegahan Kerusakan Koleksi