dari ibunya. Tetapi, selain dari anak kandung, maka family atau kerabat juga sebagai ahli dapat dimiliki oleh warga keluarga itu secara individual. Apabila
seorang istri itu meninggal dunia dan misalnya ia mempunya sebidang sawah, maka sawah itu menjadi harta pusaka dari anak-anak kandungannya, harta pusaka
ini dinamakan harta generasi pertama, atau juga disebut harta suko, juga sering disebut dengan harta pusaka rendah. Apabila yang meninggal dunia itu adalah
seorang suami, maka harta itu tidak menjadi harta pusaka dari anak-anak kandungnya, akan tetapi merupakan harta pusaka dari keluarga si suami itu
sendiri, yaitu saudara-saudara kandungannya.
E. Hambatan Hak Mewarisi Anak Perempuan Pada Masyarakat Angkola
Di Sipirok 1.
Budaya Hukum
Dalam hal mewarisi di daerah Sipirok terhadap anak perempuan sangat masih bertentangan dengan budaya hukum yang ada, dikarenakan masih
banyaknya yang menghargai budaya adat yang ada di daerah Sipirok. Karena budaya hukum di daerah Sipirok masih menggunakan sistem Patrilineal yang
menarik garis keturunan dari pihak laki-laki bapak dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Dan masih
bertentangan dengan para kaum wanita yang tidak mendapatkan hak waris untuk harta warisan. Karena menurut anak perempuan sebagai seorang anak tetap
merasa berhak untuk mendapatkan harta warisan dari orang tuanya ketika semasa hidup atau ketika orang tuanya meninggal dunia.
2. Masih Taatnya Penghargaan terhadap Hukum Adat
Di dalam masyarakat Angkola Sipirok masih sangat menaati hukum adat yang berlaku karena sudah lama tinggal di daerah sipirok, yang masih sangat
menghargai kepala suku atau kepala adat. Masyarakat di Sipirok masih sangat tidak mengerti hukum secara umum tentang pembagian harta warisan yang adil
secara umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan berdasarkan suku dan daerah tempat tinggal yang ada. Menurut hukum adat yang terdahulu dan sudah
menjadi garis turun temurun terhadap keluarga di Sipirok bahwa anak yang berhak menerima harta warisan adalah anak laki-laki, sedangkan anak perempuan
hanya mendapat hadiah ketika saat mau menikah atau berumah tangga.
3. Pemahaman Masyarakat yang Masih Kurang terhadap
Yurisprudensi MA-RI No. 179KSIP1961
Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179KSIP1961 di dalam persamaan hak mewaris antara anak laki-laki dan anak
perempuan pada masyarakat suku Batak di Sipirok ini. Kesadaran hidup dalam masyarakat adalah nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat tentang hukum yang meliputi pemahaman, pemghayatan, dan kepatuhan atau ketaatan pada hukum, agar dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara terdapat keseimbangan antara keinginan untuk mengadakan pembaharuan hukum perundangundangan dengan kesadaran untuk
memperhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan hukum yang hidup living law dalam masyarakat tersebut.
73
73
W.Friedmann, “Legal Theory, “Terjemahan Muhammad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum”, Jakarta: Raja Grafindo Persada Cetakan II,1994, hal 191
Bahwa masyarakat Batak khususnya yang sudah merantau ke perkotaan dan berpendidikan, selain dari pengaruh Hukum Perdata Nasional yang dianggap
lebih adil bagi semua anak dan adanya persamaan hak antara anak laki-laki dan perempuan maka pembagian warisan pada saat ini sudah mengikuti kemauan dari
orang yang ingin memberikan warisan. Adanya perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat adat inilah diantaranya
mengakibatkan pembagian warisan tidak lagi banyak dilakukan lagi secara hukum adat, walaupun masih ada pembagian warisan tersebut dilakukan berdasarkan
hukum adat yang berlaku, hal ini juga didukung dengan persamaan kedudukan dalam hukum antara wanita dengan pria yang dapat dilihat dalam Undang-Undang
Dasar 1945 yaitu dalam Pasal 27 ayat 1 menyatakan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal ini berarti menjamin persamaan kedudukan antara pria, wanita di muka hukum dan di
dalam segala peraturan perundangan.
74
Di samping itu didukung dengan asas kesamaan dalam Hukum Waris Nasional. Menurut Hilman Hadikusuma asas kesamaan hak sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang modern, terutama bagi keluarga-keluarga yang telah maju dan bertempat tinggal di kota-kota dimana alam pikirannya cendrung
pada sifat-sifat yang individualistis telah mempengaruhi dan ikatan kekerabatan sudah mulai renggang.
75
74
Bambang Sunggono, dan Aries Harianto, “Bantuan Hukum dan HAM” Bandung. Alumni. 1994, hal 88-89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN