B. Hak Mewarisi Anak Perempuan menurut Hukum Adat Angkola Di
Sipirok
Menurut Hukum Adat di Indonesia, kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan sebagai ahli waris dalam mewarisi harta peninggalan orang tuanya
sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan kekeluargaan. Hal ini disebabkan karena Hukum Adat di Indonesia masih beraneka ragam, dimana setiap daerah
mempertahankan sistem hukum adatnya masing-masing. Seorang anak untuk dapat mewarisi harta peninggalan orang tuanya sangat
dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan, maka hak dari anak laki-laki dan anak perempuan dalam sistem kekeluargaan adalah :
59
1. Sistem Kekeluargaan Patrilineal.
Sistem ini didasarkan kepada garis keturunan kebapaan yang pada hakekatnya menjadi ahli waris adalah laki-laki saja, sedangkan anak
perempuan bukan merupakan ahli waris dari orang tuanya. Misalnya di daerah Batak, Bali, Ambon.
2. Sistem Kekeluargaan Matrilineal.
Sistem kekeluargaan yang didasarkan pada garis keturunan keibuan, apabila yang meninggal suami, maka anak-anaknya tidak merupakan ahli
waris dari hartanya. Sebab anak-anak adalah warga family ibunya dan bapaknya tetap berada dalam lingkungan keluarganya. Oleh karena itu
harta pencahariannya tiada di warisi anak-anaknya tetapi di warisi saudaranya dan keponakannya yang perempuan, misalnya di daerah
Minangkabau.
59
Ter Haar Op Cit hal. 210
3. Sistem Kekeluargaan Parental.
Sistem yang didasarkan kepada garis keturunan keibuan-bapaan, yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan, dimana anak
perempuan mendapat bagian yang sama dengan anak laki-laki. Misalnya di daerah Jawa, Sumatera Timur, Sumatera Selatan.
Sistem keturunan yang telah diuraikan di atas jelas mempengaruhi sistem pewarisan dalam hukum adat. Sebelum penulis menguraikan sistem kewarisan
yang berlaku pada masyarakat adat Angkola Di Sipirok, terlebih dahulu akan diuraikan sistem pewarisan secara umum, yaitu :
a. Sistem Pewarisan Individual, yaitu suatu sistem pewarisan dimana setiap
waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing setelah harta warisan itu
diadakan pembagian, maka masing-masing dapat menguasai dan memilikinya bagian harta warisannya untuk , dinikmati ataupun dialihkan
sesama warisan anggota kerabat, tetangga ataupun orang lain. Biasanya hal ini dijumpai pada kalangan masyarakat yang kekerabatannya parental,
misalnya di Jawa. b.
Sistem Pewarisan Kolektif, sistem ini ialah harta peninggalan diteruskan dialihkannya dari pewaris kepada waris, sebagai satu kesatuan yang tidak
terbagi-bagi, penguasaan pemilikannya melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan, menggunakan atau mendapat hasil dari harta
peninggalan itu. Sistem kolektif ini terdapat di daerah Minangkabau. c.
Sistem Pewarisan Mayorat, sedang sistem mayorat ini merupakan sistem pewarisan kolektif, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas
harta yang tidak terbagi itu dilimpahkan kepada anak laki-laki yang tertua mayorat ataupun pada anak laki-laki yang termuda mayorat minor,
yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala kerabat menggantikan kedudukan ayat atau sebagai kepala keluarga.
60
Dalam hukum waris adat Sipirok yang mengenal sistem pewarisan individual secara perseorang, dimana setiap ahli waris mendapatkan bagiannya
masing-masing dari harta peninggalan untuk dapat dikuasai, dimiliki dan diusahakannya.
Dalam hukum waris adat Sipirok ini yang menganut sistem pewarisan individual juga mengenal sistem pewarisan kolektif, ada kalanya anak
tertua dalam kedudukannya sebagai penerus tanggung jawab orang tua yang wafat berkewajiban mengurus dan memelihara saudara-saudara yang
lain, terutama tanggung jawab atas harta warisan dan kehidupan adik- adiknya yang masih kecil sampai mereka dapat berumah tangga dan
berdiri sendiri dalam wadah kekerabatan turun temurun. Dan ada kalanya anak laki-laki termuda biasanya menjadi pengurus rumah tangga orang
tuanya, karena ia terlama akan berumah tangga dan akan mengurus kehidupan rumah tangga pada saat orang tua sudah tua, sehingga ia berhak
mendapat prioritas menjadi pengurus rumah warisan itu jika orang tuanya meninggal dunia.
61
Untuk jelasnya anggota keluarga atau ahli waris yang lain hanya mempunyai hak menikmati dan memakai harta bersama itu. Pewarisan dengan
sistem mayorat dan kolektif hanya berpengaruh pada harta pusaka kerabat yang merupakan harta peninggalan secara turun temurun, seperti bagas godang, sopo
godang, gong dan doal. Harta pencaharian dan harta perkawinan orang tuanya selama dalam
perkawinan sudah sejak dulu dapat dibagi-bagikan kepada para ahli waris yang berhak untuk itu.
60
Hilman Hadikusuma, Op Cit hal. 34-36
1. Subjek Hukum Waris Adat Angkola Di Sipirok.
Pada hakikatnya subjek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris. Pewaris ialah seorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta
kekayaan, sedangkan ahli waris adalah seorang atau beberapa orang yang berhak untuk menerima warisan itu.
Dalam hukum waris adat Angkola Di Sipirok yang menjadi pewaris adalah bapak suami dibantu oleh si istri sepanjang si istri masih hidup. Istrilah yang
melaksanakan tugas sebagai pewaris bilamana suaminya meninggal lebih dahulu. Dalam hal ini harus dimengerti bahwa janda dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pewaris adalah sebagai wakil atau kuasa dari suaminya yang telah meninggal dunia lebih dahulu, maka harus pula si istri atau si janda didampingi
dan diawasi oleh abang atau adik laki-laki kandung dari si suami dalam melaksanakan tugasnya memelihara dan membimbing anak-anak.
Bilamana anak laki-laki si pewaris yang sulung sudah berumah tangga, maka tanggung jawab sebagai pewaris beralih atau jatuh kepada anak laki-laki
sulung tersebut, tetapi harus pula didampingi oleh si istri ibu dari anak laki-laki sulung tersebut.
Kalau anak-anak pewaris belum dewasa sedangkan pewaris dua-duanya suami-istri sudah meninggal dunia, maka yang melaksanakan tugas si pewaris
untuk memelihara dan membimbing anak-anak adalah kerabat dekat yang terdekat sampai salah satu dari anak-anak pewaris berumah tangga.
Sesuai dengan sistem kekerabatan pada masyarakat Angkola Di Sipirok yang patrilineal, maka yang menjadi ahli waris di daerah Sipirok hanyalah anak
61
T. Abdurrahman Husny, “Hukum Adat I”, Medan. 1983, hal. 109-110
laki-laki saja. Karena dianggap sebagai penerus keturunan adalah anak laki-laki, mungkin hal inilah yang menjadi sebab maka hanya anak laki-laki saja yang
berhak menjadi ahli waris. Anak perempuan karena dianggap akan keluar dari daerah dan masuk ke
daerah lain sesudah menikah, tidak berhak menjadi ahli waris tetapi mendapat bagian dari harta warisan orang tuanya yang dinamakan dalam hukum adat
Angkola Di Sipirok “bagian ni anak boru” yang berarti bagian anak perempuan. Demikian halnya dengan janda perempuan tidak menjadi ahli waris selama
hidupnya si janda berhak mendapat nafkah dari harta peninggalan suaminya selama ia tetap berada dilingkungan kerabat suaminya. Dia berhak menikmati
hasil dari harta peninggalan suaminya. Adapun yang menjadi ahli waris menurut hukum adat Angkola Di Sipirok adalah :
a. Anak turunan laki-laki dari pewaris.
b. Bapak dari pewaris.
c. Saudara laki-laki dari pewaris.
d. Nenek laki-laki dari pewaris.
e. Saudara laki-laki bapaknya pewaris.
f. Ripe, yakni orang-orang yang semoyang dan semarga dengan pewaris
serta sehuta dengan pewaris. g.
Huta Desa.
62
Melihat urutan para ahli waris di atas, maka dalam hal anak turunan laki- laki pewaris sebagai ahli waris terdapat sistem mengikut-ikutkan mengikuti.
Kalau bapak pewaris sebagai ahli waris terdapat sistem pengembalian, saudara
62
Ibid. hal. 113
laki-laki pewaris sebagai ahli waris adalah melalui haknya bapak pewaris sebagai ahli waris, demikian juga haknya nenek laki-laki pewaris sebagai ahli waris
adalah merupakan pengembalian dari haknya bapaknya pewaris sebagai ahli waris dan hak dari saudara laki-laki bapaknya pewaris sebagai ahli waris adalah melalui
hak neneknya pewaris sebagai ahli waris.
63
Di dalam hukum waris adat Angkola Di Sipirok dikenal juga pergantian tempat plaatsvervulling, sebagaimana halnya dalam hukum warisan menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Apabila seorang ahli waris anak meninggal lebih dahulu dari pewaris bapak maka menurut ketentuan hukum adat
Sipirok si anak digantikan oleh keturunannya cucu dari pewaris terhadap harta warisan pewaris sebesar bagian dari ahli waris si anak yang seharusnya diterima
dari si pewaris. Ahli waris diluar hubungan darat menurut garis lurus keatas atau kebawah
lazim disebut “panean” yang walaupun arti sebenarnya dari panean ini adalah ahli waris. Misalnya, seorang meninggal dengan tidak mempunyai anak dan
turunan anak serta bapaknya sudah meninggal lebih dahulu, maka warisan akan jatuh kepada saudara laki-laki dari pewaris.
Hasil wawancara penulis dengan Adam Ali Hasyim Harahap sebagai pengetua adat Angkola Di Sipirok, seorang ahli waris dapat kehilangan hak
mewarisanya apabila melanggar ketentuan-ketentuan seperti dibawah ini : a.
Membunuh si pewaris orang tuanya. b.
Membunuh ahli waris lainnya. c.
Kawin sumbang, yaitu mengawini saudara kandungnya sendiri.
64
63
Ibid hal. 115
64
Hasil Wawancara dengan Adam Ali Hasyim Harahap 20 Maret 2015
Hal mana dalam kehilangan hak mewarisnya ini pengetua adat mengatakan : apabila pembunuhan yang disengaja ataupun pembunuhan yang
bukan dalam keadaan terpaksa, perasaan adat tidak akan membenarkan orang yang demikian itu menerima warisan dari orang tuanya yang sudah dibunuhnya
itu.
2. Objek Hukum Warisan Adat Angkola Di Sipirok.
Pada prinsipnya yang merupakan objek hukum waris adalah harta warisan budel warisan, dan yang menjadi harta warisan dalam hal ini adalah semua harta
dari si pewaris baik berupa harta bawaan maupun harta pencaharian sendiri. Harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris disebut “harta pusaka” yang berarti
harta peninggalan, terdiri dari : a.
Harta panjaean yaitu harta benda yang diterima suami dari bapaknya pada waktu ia telah kawin dan manjae mencar.
b. Harta holong ate yaitu harta benda yang dibawa istri kedalam perkawinan
yang diperolehnya sebagai pemberian dari pihak keluarga bapaknya. c.
Harta pinaiduk-iduk nasida yaitu harta benda yang dihasilkan selama dalam perkawinan.
65
Harta peninggalan dari seorang pewaris yang besar artinya atau maknanya dalam soal pewarisan ialah :
a. Tano tanah.
Di daerah Angkola Di Sipirok ada bermacam-macam tanah, ada tanah yang sudah diolah sebagai tanah pertanian dan ada juga yang masih kosong.
Tanah kosong ini disebut “tano lu angan” yakni kepunyaan bersama dari
65
T. Abdurrahman Husny Op Cit hal. 129
penduduk desa dan setiap anggota masyarakat desa berhak mengambil manfaat dari tanah itu sekedar kebutuhan hidupnya. Adapun jenis-jenis tanah kosong ini
adalah : 1
Tombak, yaitu tanah pada hutan besar yang tidak pernah diusahakan orang dan ditumbuhi oleh pohon-pohon besar.
2 Harangan, yaitu tanah yang telah lama ditinggalkan sehingga telah
ditumbuhi pohon-pohon besar. 3
Gasgas, yaitu tanah yang sudah ditinggalkan tetapi ditumbuhi oleh semak- semak.
4 Jalangan atau panjampalan, yaitu tanah-tanah rumput tempat
menggembalakan ternak. Tanah-tanah di atas tanah kepunyaan bersama oleh masyarakat desa yang
dapat setiap anggota desa mengambil hasilnya, seperti rotan, kayu. Tanah-tanah yang berhubungan dengan pewarisan :
66
1 Kobun kebun, biasanya kebun ini adalah kebun yang dibuka oleh
pewaris atau kebun yang dibeli oleh pewaris dari warga desa huta. 2
Saba sawah, yang dibuka dan dikerjakan sendiri oleh pewaris ataupun sawah yang diterimanya sebagai warisan dari leluhurnya dan dapat juga
sawah yang dibeli oleh pewaris dari orang lain. 3
Pekarangan yaitu tanah tempat dimana rumah pewaris didirikan. Apabila sebidang tanah merupakan tanah gadai atau sebagai jaminan dari
sejumlah utang, maka uang tebusannya yang diperkirakan termasuk kedalam harta peninggalan. Barang siapa diantara ahli waris yang memperoleh tanah gadai
66
Ibid hal. 132
tersebut maka dialah yang berhak mempergunakan tanah itu selama belum ditebus yang empunya ataupun dapat menggadaikan tanah itu kepada orang lain pihak
ketiga. Dalam hal tanah sebagai jaminan utang pewaris semasa hidupnya, maka
tanah tersebut diperkirakan sebanyak harga dari pada tanah tersebut dikurang uang tebusannya, dan ahli waris yang memperolehnya yang berhak untuk
menebus tanah itu untuk dimiliki sendiri. Menggadaikan tanah untuk waktu tertentu dinamakan “pandondonkon”
dalam hukum adat Angkola Di Sipirok dan tanah gadai itu dapat ditebus oleh ahli waris yang medondonkon atau menggadaikan.
b. Bagas rumah
Rumah adalah terlepas dari tanah tempat rumah itu didirikan dan diperkirakan tersendiri kedalam harta peninggalan. Rumah ini merupakan
kepunyaan tersendiri dari pewaris atau juga merupakan kepunyaan bersama dengan orang lain. Bila sebuah rumah adalah kepunyaan bersama, maka bagian
pewaris dalam rumah itu yang diperkirakan kedalam harta peninggalan. Terjadinya rumah menjadi kepunyaan bersama, mungkin karena pewaris
sama-sama mewarisinya dari leluhur mereka dan hal ini biasanya terjadi diantara mereka yang masih dekat dengan hubungan keluarga.
Rumah yang didirikan bersama oleh beberapa orang demikian didirikan secara gotong-royong. Biasanya agar seseorang dapat mempunyai rumah sendiri,
maka mereka saling membantu dalam mendirikan rumah tersebut. Akan tetapi pada akhir-akhir ini sebagai pengaruh dari faktor ekonomi, orang-orang yang turut
membantu dalam mendirikan sebuah rumah diberi ganti kerugian.
c. Sopo eme Lumbung padi
Sopo mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan padi sama halnya seperti rumah sopo juga terlepas dari tanah dimana sopo tersebut didirikan dan
diperkirakan tersendiri kedalam harta warisan. Dan biasanya rumah dan sopo berada dalam satu pekarangan.
Apabila pewaris hanya mewariskan sopo dan tanah tempat sopo itu berdiri kepada seorang ahli waris, sedangkan rumah beserta tanah diwariskan kepada ahli
waris yang lain, maka pekarangan tersebut menjadi terbagi. Ini menimbukan kejadian dimana sebuah rumah dengan orang tertentu mempunyai sopo yang agak
jauh dari rumahnya. Kalau seandainya sopo diwariskan secara terpisah dari tanah tempat sopo itu harus memindahkan sopo kedalam atau keatas tanahnya sendiri.
d. Ternak
Ternak yang mempunyai kedudukan dalam harta warisan ialah kerbau, kuda, kambing, lembu. Kerbau dan kambing mempunyai fungsi yang khusus
dalam upacara adat. Untuk upacara adat yang sederhana maka kambinglah yang dipotong sebagai Korban dan upacara adat yang besar akan dipotong kerbau.
Ternak juga bisa merupakan kepunyaan bersama yang diwariskan kepada para ahli waris, biasanya ternak yang dimiliki oleh pewaris tidak cukup untuk tiap
waris, maka seekor ternak dapat merupakan kepunyaan 2 orang, 4 orang, atau 8 orang.
e. Piutang
Piutang dapat berupa uang tebusan dari sebidang tanah yang digadaikan. Dan piutang ini dapat juga berupa tenaga yang pernah disumbangkan pewaris
semasa hidupnya kepada orang lain dan belum pernah ditebus, tenaga tersebut
diberikan dalam bergotong-royong untuk membangun rumah, mengerjakan sawah ataupun membuka hutan untuk dijadikan ladang. Ahli waris yang memperoleh
sebuah piutang dalam bagiannya, ia sendirilah yang berhak untuk menagih piutang tersebut.
3. Cara Pembagian Warisan.
Suatu harta warisan menurut hukum waris adat Angkola Di Sipirok dapat dibagaikan kepada para ahli waris baik semasa hidupnya pewaris maupun sesudah
pewaris meninggal dunia. Pada umumnya harta warisan dibagi apabila semua anak-anak pewaris
baik anak laki-laki maupun anak perempuan sudah berumah tangga. Dan masing- masing anak laki-laki telah mendapat panjaean serta anak perempuan mendapat
holong ate pauseang ada saat perkawinannya. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa pemberian bapak kepada anak laki-
lakinya yang kawin dan mencari untuk menjalankan rumah tangganya sendiri disebut panjaean atau harta panjaean. Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk
memberi bakal kepada anak laki-laki, biasanya panjaean ini barang-barang yang diperlukan dalam kehidupan keluarga dan juga sawah atau kebun untuk
diusahakan sebagai mata pencaharian. Harta panjaean ini tidak turut diperhitungkan dalam pembagian warisan,
sebab orang tua akan memperlakukan sama semua anak laki-laki dalam pemberian harta panjaean ini. Demikian pula halnya pemberian kepada anak
perempuan berbentuk holong ate tidak turut diperhitungkan apabila pembagian warisan dilakukan.
Di dalam pembagian harta warisan ini ada dua persoalan yang perlu diperhatikan, yaitu :
67
a. Pembagian warisan harta benda semasa hidupnya pewarisan.
Pewarisan semasa hidupnya pewaris biasanya terjadi apabila semua anak- anak sudah kawin dan manjae mencar, atas segala harta bendanya. Seorang
bapak sudah tidak kuat lagi untuk bekerja uzur dan tidak sanggup lagi mengurus segala harta bendanya kepada anak-anaknya.
Seorang bapak dapat menentukan sendiri bagian yang dimiliki oleh anak- anaknya dengan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan anak-anaknya. Dan
apabila seorang anak telah ditentukan bagiannya oleh si bapak, maka ia harus menerimanya walaupun terkadang tidak sama besarnya dengan saudaranya yang
lain. Hal ini sudah merupakan resiko apabila terjadi pewarisan semasa hidupnya pewaris dan pewaris yang menentukan bagian-bagian anak-anaknya. Karena tidak
semua tanah yang dimiliki oleh bapak sama luasnya dan mungkin juga tempatnya berlainan.
Setelah diadakan pembagian semasa hidupnya pewaris, pewaris juga akan menentukan bagian dari anak perempuannya bagian ni boru. Harta benda yang
telah ditentukan bagian masing-masing para ahli waris tidak langsung dapat dikuasai dan dimiliki para ahli waris. Selama si pewaris masih hidup, ia masih
berhak untuk menikmati harta bendanya. Dan ada kalanya dalam pewarisan yang demikian harta bagian masing-masing ahli waris dapat dimiliki dan dikuasai
dengan persetujuan pewaris.
67
Soerjono Soekanto Op Cit hal. 40
Apabila seorang bapak yang sudah jompotua renta sudah uzur membagi harta bendanya kepada anaknya, maka si bapakibu tinggal bersama dengan salah
seorang anaknya dan anak tempat tinggalnya inilah yang mengurus hartanya yang telah dibagi-bagikan tersebut tetapi masih dikuasai si bapak. Anak tempat si bapak
tinggal bukan harus yang sulung atau yang bungsu, tetapi ini tergantung pada bapak yang dimaksud disini adalah anaknya yang laki-laki.
Pewarisan semasa hidupnya pewaris dapat juga terjadi walaupun bapakibu belum jompo, misalnya si bapak mempunyai anak yang berlainan
tempat tinggal di luar daerahnya dan si bapak akan mengunjungi anak tersebut dan bermaksud akan menetap disana. Si bapak dapat menentukan sendiri bagian
masing-masing anaknya dan kemungkinan harta bagian masing-masing tidak dapat dimiliki dan dikuasai oleh para ahli waris tetapi mungkin juga para ahli
waris dapat langsung menguasai dan memilikinya.
68
Jika seandainya harta warisan itu dapat dikuasai masing-masing ahli waris, maka si anak yang bertempat tinggal di desa huta akan mengurus harta bagian
saudaranya tempat si bapak menetap dan dianggap sebagai orang yang menyewa. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas ternyata pewarisan Angkola di
Sipirok dapat terjadi pada waktu pewaris masih hidup. Dimana segala kewajiban dari si pewaris, termasuk kewajibannya kepada dirinya sendiri berpindah bersama
segala harta bendanya kepada para ahli warisnya. Para ahli waris tersebutlah yang melangsungkan mengerjakan segala kewajiban pewaris termasuk mengurus
kepentingan diri pribadi dari pewaris sendiri.
69
68
Ibid hal. 43
69
T. Abdurrahman Husny Op Cit hal. 137
Ada kalanya pewaris hanya meninggalkan pesan tona tentang cara bagimana harta peninggal itu harus dibagikan diantara anak-anaknya. Hal ini
dilakukan untuk menjadi supaya jangan timbul perselisihan diantara anak-anaknya sewaktu pembagian harta peninggalan. Pesan terakhir tona dari si bapak
mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan oleh para ahli warisnya. b.
Pembagian harta warisan sesudah wafatnya pewaris. Bila pewaris semasa hidupnya tidak menentukan bagian masing-masing
ahli waris atau tidak meninggalkan pesan tona tentang cara bagaimana harta peninggalannya harus dibagikan antara sesama ahli waris, maka untuk
melaksanakan pembagian harta warisan ini diadakan mufakat oleh para ahli waris cara pembagiannya dengan dihadiri oleh pengetua adat dan anak lak-laki, anak
perempuan yang menerima harta warisan. Golongan kehanggi dari para ahli waris yang merupakan satu tungku
dengan para ahli waris sendiri, adalah terdiri dari orang laki-laki yang satu marga dengan ahli waris. Mereka masih mempunyai marga yang sama, hanya dalam hal
tersebut di atas para ahli waris merupakan golongan yang berkepentingan, sedang golongan kahanggi yang walaupun saparamaan se bapak dengan para ahli
waris, adalah merupakan golongan yang tidak berkepentingan. Golongan mora dari para ahli waris, yaitu golongan marga yang tidak
semarga dengan para ahli waris sebagai marga yang berkepentingan, yang anak gadisnya biasanya kawin dengan orang laki-laki dari golongan marga yang
berkepentingan. Golongan anak boru, yaitu golongan marga yang tidak semarga dengan
golongan marga yang berkepentingan, yang orang laki-lakinya biasanya kawin dengan anak gadis dari golongan marga yang berkepentingan. Golongan anak
boru, yaitu golongaan marga yang tidak semarga dengan golongan marga yang
berkepentingan, yang orang laki-lakinya biasanya kawin dengan anak gadis dari golongan marga yang berkepentingan.
70
Pada waktu inilah dibicarakan mengenai biaya yang dikeluarkan untuk
keperluan upacara adat sewaktu pemakaman. Biaya ini ditanggung bersama oleh para ahli waris dengan dibantuk anak boru anak perempuan yang sudah kawin
untuk sementara dan nanti biaya ini diganti dari harta benda yang ditinggalkan pewaris. Setelah terpenuhi segala kewajiban-kewajiban pewaris dilunasi segala
hutang-hutang pewaris dan ongkos penguburannya barulah harta peninggalan tersebut terbuka untuk dibagi-bagikan kepada para ahli waris. Tetapi walaupun
harta peninggalan sudah terbuka, harta peninggalan dapat dibiarkan tetap tidak terabai apabila pewaris masih meninggalkan janda, anak perempuan yang belum
kawin ataupun anak laki-laki yang belum dewasa. Jika para ahli waris tak sabar dan ingin memiliki bagiannya masing-
masing maka mereka dapat membagi harta peninggalan tersebut dengan menurut perbandingan dari jumlah anak laki-laki dari pewaris dengan memperhitungkan
kewajiban-kewajiban dari pewaris yang belum terpenuhi. Dengan persetujuan ahli waris kewajiban tersebut dapat dibebankan kepada salah seorang ahli waris
dengan memperoleh bagian yang seimbang dengan kewajiban tersebut, termasuk mengurus bagian anak laki-laki yang belum dewasa.
Tetapi hal ini sangat jarang terjadi dalam kehidupan sehari-hari biasanya pembagian harta warisan dilakukan setelah anak-anak pewaris sudah menikah.
Jika harta peninggalan pewaris tidak cukup untuk memenuhi kewajiban- kewajiban, pewaris maupun tidak cukup untuk membayar hutang-hutang pewaris
dan ongkos pengurusannya, maka para ahli warislah yang melunasinya. Bagi anak
70
Ibid hal. 140
pewaris sebagai ahli waris yang mewaris mengikuti harus membayar hutang- hutang bapaknya sesuai dengan pribahasa batak yang berbunyi “Singir ni ama,
singir ni anak, jala utang ni ama utang ni anak”, yang artinya : Piutang bapak adalah piutang anaknya dan hutang bapak juga hutang anaknya.
Sesuai dengan pribahasa tersebut maka apabila seorang bapak ada meninggalkan hutang dan harta bendanya tidak cukup untuk membayar hutang-
hutangnya, maka anak-anaklah yang berkewajiban untuk melunasi hutang- hutangnya si bapak tersebut.
C. Bagian Harta Untuk Anak Perempuan menurut Hukum Adat Angkola