Bagian Harta Untuk Anak Perempuan menurut Hukum Adat Angkola

pewaris sebagai ahli waris yang mewaris mengikuti harus membayar hutang- hutang bapaknya sesuai dengan pribahasa batak yang berbunyi “Singir ni ama, singir ni anak, jala utang ni ama utang ni anak”, yang artinya : Piutang bapak adalah piutang anaknya dan hutang bapak juga hutang anaknya. Sesuai dengan pribahasa tersebut maka apabila seorang bapak ada meninggalkan hutang dan harta bendanya tidak cukup untuk membayar hutang- hutangnya, maka anak-anaklah yang berkewajiban untuk melunasi hutang- hutangnya si bapak tersebut.

C. Bagian Harta Untuk Anak Perempuan menurut Hukum Adat Angkola

Di Sipirok Macam-macam bentuk pemberian orang tua kepada anak perempuan ialah:

1. Holong ate.

Pemberian seorang bapak kepada anak perempuan sewaktu melangsungkan perkawinan disebut holong ate. Holong ate diberikan oleh orang tua kepada anaknya yang perempuan sewaktu perkawinan berlangsung. Pemberian ini adalah berupa alat-alat rumah tangga sebagai bekal untuk memulai kehidupan berumah tangga. Selain dari pada pemberian alat-alat rumah tangga, orang tua juga memberikan perhiasan berupa emas dalam bentuk gelang, cincin, kalung kepada anak perempuannya. Pemberian ini dimaksudkan supaya si anak perempuan tersebut dipandang tinggi dalam lingkungan keluarga suaminya. Ini adalah sebagai imbalan atas “kejujuran uang jujur” dari pihak keluarga laki-laki. Biasanya kalau orang tua yang akan mengawinkan anak perempuannya harus rela berkorban untuk memberikan holong ate kepada anaknya yang perempuan. Hal ini disebabkan si anak akan berpindah kepada suaminya. Ini sesuai dengan ungkapan adat Angkola Di Sipirok yang berbunya “Muda anak dipajae, muda boru dipaebat” yang berarti kalau seorang anak laki-laki melangsungkan perkawinan, maka orang tua berkewajiban memberikan sebagian harta bendanya sebagai bekal modal permulaan bagi si anak untuk kehidupan rumah tangganya. Maksudnya apabila si anak laki-laki yang sudah menikah itu akan manjae mencar orang tua harus memberikan hartanya sebagian untuk bekal dihari depannya dan anak istrinya. Sedangkan terhadap kewajiban memberikan alat-alat rumah tangga dan barang-barang perhiasan yang berupa emas. Alat-alat rumahh tangga inilah yang dipergunakan si anak perempuan dalam rumah tangga baru tersebut. Sudah jelas terlihat bahwa seorang bapak harus bersikap adil terhadap anak- anaknya yang akan memulai kehidupan baru dalam rumah tangganya baik itu anak laki-laki maupun anak perempuan.

2. Abit na so ra buruk.

Abit na so ra buruk ini diperoleh seorang anak perempuan yang sudah kawin dari bapaknya terutama sesudah bapaknya meninggal dunia. Pemberian ini dapat berbentuk pesan tona dari bapaknya sebelum meninggal dunia. Pemberian ini biasanya terdiri dari tanah pertanian dan tidak boleh diperjual belikan, penguasaannya turun temurun kepada anak laki-laki. Abit na so ra buruk ini adalah semacam hak waris kepada anak perempuan yang telah berkeluarga. Apabila suatu harta warisan telah terbuka untuk dibagi- bagikan kepada ahli warisnya. Diadakan pembagian warisan dengan dihadiri oleh pengetua adat dan dalihan na tolu kahanggi, mora, anak boru. Anak laki-laki mendapat satu bagian, sedangkan anak perempuan dihitung satu bagian dan yang satu bagian inilah yang dibagi-bagikan oleh anak perempuan. Misalnya satu keluarga mempunyai anak-anak laki-laki 4 orang dan anak perempuan 2 orang. Maka harta warisan dibagi menjadi 5 bagian. Tiap-tiap anak laki-laki mendapat satu bagian warisan dan yang satu bagian lagi inilah yang menjadi bagian anak perempuan yang 2 orang tersebut. Dalam pembagian yang demikian inilah yang dinamakan abit na so ra buruk, pada umumnya bagian anak perempuan adalah tanah dalam bentuk sawah dan ladang. Dari hasil wawancara penulis dengan Azhari Harahap “hal yang demikian adalah patut diberikan kepada anak perempuan. Oleh karena jika si bapak telah meninggal dunia, maka ia tidak dapat lagi secara langsung membantu manungkoli anaknya yang perempuan baik material maupun moril dalam mempertahankan kedudukannya yang patut dalam lingkungan keluarga suaminya”. 71 Sesuai dengan kepercayaan leluhur bahwa harta peninggalan bapak adalah mempunyai tuah berkah yang dapat membantu keluarganya yang ditinggalkan. Seharusnya anak yang perempuan juga menerima bagian dari harta orang tuanya sebagai perantara bagi anak perempuan yang dapat tetap mempertahankan kedudukannya dalam lingkungan keluarga suaminya. Terlebih jika suaminya adalah dari keluarga yang kurang berada, maka bagiannya dari harta peninggalan bapaknya sesuai dengan kepercayaan leluhur akan dapatlah memberi akibat yang 71 Hasil Wawancara dengan Azhari Harahap Tanggal 21 Maret 2015 menguntungkan perkawinanya. Apabila suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki dan hanya mempunyai anak perempuan saja maka pembagian warisan adalah sebagai berikut : Biasanya di dalam keadaan yang demikian, pewaris berpesan tona dalam pembagian harta bendanya. Pewaris sebelum meninggal dunia telah menunjuk dan menentukan bagian anak perempuan tersebut dan apabila pewaris sudah meninggal, pesan tona itu harus dilaksanakan oleh warisnya. Setelah pewaris meninggal dunia segala harta bedan pewaris akan beralih dengan sendirinya kepada ahli warisnya. Anak perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki inilah yang menguasai seluruh harta peninggalan bapaknya sepanjang hidupnya. Ahli waris dari pewaris misalnya saudara laki-laki pewaris, bapak pewaris tidak dapat menuntut harta warisan tersebut supaya diadakan pembagian. Sepanjang hidup anak perempuan, dialah yang menguasai, mengurus dan menikmati harta peninggalan pewaris. Jika anak perempuan tersebut meninggal dunia semua harta peninggalan bapaknya yang bukan menjadi bagiannya akan beralih kepada ahli waris bapaknya, misalnya saudara laki-laki pewaris. Tetapi sering juga tedapat seorang pewaris yang semasa hidupnya tidak membuat pesan tona terhadap harta bendanya. Si bapak sebagai pewaris dengan tidak meninggalkan anak laki-laki dan hanya mempunyai anak perempuan saja, si anak perempuan dapat memohon kepada ahli waris dari pewaris supaya ditentukan bagiannya dari harta peninggalan bapaknya, walaupun yang menguasai dan menikmati harta peninggalan itu adalah anak perempuan tersebut. Dari hasil wawancara penulis dengan Asrul Ali Siregar, “bahwa seorang anak perempuan yang tidak mempunyai saudara laki-laki ditentukan 13 sepertiga bagian dari harta peninggalan adalah bagiannya, maka sisa harta yang menjadi bagian ahli waris bapaknya, si perempuan tersebut berhak memungut hasil dari tanah yang dimiliki oleh bapaknya yang sudah meninggal hingga pada saat meninggalnya si anak perempuan tersebut walaupun ia sudah bersuami”. 72 Dalam hal anak perempuan tersebut berhak memungut hasil dari harta peninggalan bapaknya, berarti ia dapat menggugat haknya jika sekiranya ada diantara pihak keluarga bapaknya atau ahli waris bapaknya yang menguasai harta peninggalan tersebut. Perlu diingat bahwa anak perempuan tersebut hanya berhak menikmati hasil dari harta peninggalan tersebut, bukan sebagai hak milik yang dapat diperjual belikan. Ia hanya berhak menguasai dan menikmati sepanjang hidupnya dan jika ia sudah meninggal dunia maka harta peninggalan yang 23 dua pertiga atau sisa itu akan kembali kepada pihak keluarga si bapak atau ahli waris si bapak. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa menurut Hukum Adat Angkola Di Sipirok ini anak perempuan tidak diikutkan sebagai ahli waris tetapi ia berhak mendapat bagian dari harta benda bapaknya yang dinamakan “bagian ni anak boru” yang berarti bagian anak perempuan atau lebih sering disebut Abit no so ra buruk. 72 Hasil Wawancara dengan Asrul Ali Siregar Tanggal 22 Maret 2015

D. Pergeseran Nilai Hukum Adat Terhadap Hak Mewarisi Anak