3.2 Manusia dan Pekerjaannya
Menurut Sutalaksana 1979, secara garis besar faktor-faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan kerja dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok faktor diri individual dan faktor-faktor situasional. Kelompok faktor diri terdiri dari faktor-faktor yang berasal dari dalam
diri pekerja sendiri dan seringkali sudah ada sebelum pekerja tersebut memasuki lingkungan kerja tersebut. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah attitude,
sifat, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Selain pendidikan dan pengalaman, semua faktor di
atas tidak dapat diubah. Sedangkan kelompok faktor-faktor situasional merupakan kelompok
faktor luar yang terdiri atas faktor-faktor yang hampir sepenuhnya berada di luar diri pekerja dan umumnya dalam penguasaan pimpinan perusahaan untuk
mengubahnya. Hampir semua faktor dalam kelompok ini dapat diubah dan diatur. Secara garis besar faktor-faktor situasional terbagi kedalam dua subkelompok
yaitu faktor-faktor sosial dan keorganisasian dan faktor-faktor fisik pekerjaan. Dimana faktor-faktor sosial dan keorganisasian ini merupakan suatu kebutuhan
non materi yang dibutuhkan oleh pekerja, seperti: rasa aman, rasa terjamin, ingin prestasinya diketahui dan dihargai orang lain, dan sebagainya. Sedangkan faktor-
faktor fisik pekerjaan terdiri dari mesin, peralatan kerja, bahan dan sebagainya.
5
5
Sutalaksana, I.Z., dkk., 1979, ”Teknik Tata Cara Kerja”, Bandung: Penerbit ITB. Hal 65-71
Universitas Sumatera Utara
3.3 Beban Kerja
Pada dasarnya, aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik otot dan kerja mental otak. Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun masih
dapat dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi mental. Aktivitas fisik dan mental ini menimbulkan konsekuensi, yaitu munculnya
beban kerja. Menurut Meshkati dalam jurnal Widyanti, dkk 2010, beban kerja dapat didefenisikan sebagai perbedaan antara kemampuan pekerja dengan
tuntutan pekerjaan. Jika kemampuan pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan. Sebaliknya, jika kemampuan pekerja
lebih rendah daripada tuntutan pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang berlebihan.
6
Menurut Risma Adelina, beban kerja merupakan konsekuensi dari pelaksanaan aktivitas yang diberikan kepada seseorang atau pekerja. Aktivitas ini
terdiri dari aktivitas fisik dan mental, dimana beban kerja yang dijumpai selama ini merupakan gabungan kombinasi dari keduanya dengan salah satu aktivitas
yang lebih dominan.
7
Dalam jurnal Hoonaker, dkk 2011 juga dijelaskan bahwa beban kerja adalah sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan sejauh mana seorang
operator telah menggunakan kemampuan fisik dan mentalnya untuk menyelesaikan sebuah tugas. Beban kerja itu sendiri dipengaruhi oleh tuntutan
6
Widyanti, A.dkk., 2010. Pengukuran beban kerja mental dalam searching task dengan metode rating scale mental effort RSME, Bandung: Teknik Industri ITB.
7
Simanjuntak, R.A., 2010, Analisis beban kerja mental dengan metode Nasa-TLX, Yogyakarta: Teknik Industri, Institusi sains Teknologi AKPRIND.
Universitas Sumatera Utara
eksternal sebuah pekerjaan, lingkungan, faktor organisasi dan psikologis, dan sebagainya. Beban kerja terdiri dari beberapa komponen:
1. Ada seorang operator, menggunakan sumber dayanya untuk menyelesaikan
sebuah pekerjaan. 2.
Ada tuntutan fisik atau mental untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. 3.
Tugas yang harus diselesaikan.
8
3.3.1 Beban Kerja Fisia
Astrand Rodahl 1977 dan Rodahl 1989 dalam buku Tarwaka dkk 2004 menyatakan bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua
metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang
dikeluarkan energy expenditure melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk
konsumsi. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Denyut nadi akan segera berubah
seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika dan kimiawi.
9
3.3.2 Beban Kerja Mental
Dalam penelitian Wignjosoebroto, dkk. beban kerja mental didefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh pekerja dalam pelaksanaan tugasnya dimana
8
Hoonaker, P., et al., 2011, Measuring workload of ICU nurses with questionnaire survey: the NASA Task load Index TLX, USA: IIE Transactions on Healthcare System Engineering.
9
Ibid: Hal 97
Universitas Sumatera Utara
hanya terdapat sumber daya mental dalam kondisi yang terbatas. Karena kemampuan orang untuk memproses informasi sangat terbatas, hal ini akan
mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai. Seperti halnya beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus
pula dinilai. Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui
perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas
mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih
melibatkan kerja otak white-collar dari pada kerja otot Blue-collar. Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor
dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut Grandjean setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur
persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang
lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat
kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti diketahui bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan demikian
penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja. Sedangkan jenis pekerjaan yang
lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di
Universitas Sumatera Utara
Bandara udara sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan semakin
berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai kesiapsiagaan tinggi adalah tes “waktu reaksi’ . Dimana waktu reaksi sering dapat
digunakan sebagai cara untuk menilai kemampuan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan mental.
10
3.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling
Sampling kerja atau work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin,
proses atau pekerjaoperator. Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja dapat diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung karena
pelaksanaan kegiatan pengukuran harus secara langsung di tempat kerja yang diteliti. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling
pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati hanya pada waktu-waktu yang telah ditentukan secara acak.
11
Teknik sampling kerja ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana Inggris bernama L.H.C Tippet dalam aktifitas penelitiannya di industri tekstil.
Selanjutnya cara atau metode sampling kerja ini telah terbukti sangat efektif dan efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja dari
mesin atau operator. Dikatakan efetktif karena dengan cepat dan mudah cara ini
10
Pratiwi, I. dkk., 2011, Analisis beban kerja fisik dan mental pada pengemudi bus damri di perusahaan umum damri UBK Surakarta dengan metode subjecticve workload assessment
technique SWAT, Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
11
Wignjosoebroto, S, 2006, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Jurusan Teknik Industri ITS. Surabaya: Guna Widya. Hal 207
Universitas Sumatera Utara
dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pendayagunaan waktu tenaga kerja, mesin, proses, penentuan waktu longgar allowance time yang tersedia untuk satu
pekerjaan. Dibandingkan dengan metode kerja yang lain, metode sampling kerja lebih efisien karena informasi yang dikehendaki akan didapatkan dalam waktu
relatif lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Secara garis besar metode sampling kerja akan dapat digunakan untuk:
1. Mengukur ratio delay dari tenaga kerja, operator, mesin atau fasilitas kerja
lainnya. Sebagai contoh ialah untuk menentukan persentase dari jam atau hari dimana tenaga kerja benar-benar terlibat dalam aktifitas kerja dan persentase
dimana sama sekali tidak ada aktifitas kerja yang dilakukan menganggur atau idle.
2. Menetapkan performance level dari tenaga kerja selama waktu kerjanya
berdasarkan waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja. 3.
Menentukan persentase produktif tenaga kerja seperti halnya yang dapat dilaksanakan oleh pengukuran kerja lainnya.
3.4.1 Pelaksanaan Sampling Kerja
Sebelum melakukan sampling kerja dilakukan langkah-langkah persiapan awal yang terdiri atas pencatatan segala informasi dari semua fasilitas yang ingin
diamati serta merencanakan jadwal waktu pengamatan berdasarkan prinsip randomisasi. Setelah itu barulah dilakukan sampling yang terdiri dari tiga langkah
yaitu melakukan sampling pendahuluan, uji keseragaman data dan menghitung jumlah kunjungan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat
dipertanggungjawabkan secara statistik, langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan, yaitu:
1. Penetapan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan. Hal ini
akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
2. Jika sampling dilakukan untuk mendapatkan waktu baku, dilakukan
penelitian untuk mengetahui ada tidaknya suatu sistem kerja yang baik, jika belum ada maka dilakukan perbaikan atas kondisi dan cara kerja terlebih
dahulu. 3.
Dipilih operator yang dapat bekerja normal dan dapat diajak bekerja sama. 4.
Dilakukan latihan bagi operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan.
5. Dilakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan sekaligus
mendefinisikan kegiatan kerja yang dimaksud. 6.
Persiapan peralatan yang diperlukan berupa papan atau lembaran-lembaran pengamatan.
Cara melakukan sampling pengamatan dengan cara sampling pekerjaan terdiri dari tiga langkah yaitu:
1. Dilakukan sampling pendahuluan 2. Uji keseragaman data
3. Dihitung jumlah kunjungan yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak Random
Pada langkah ini dilakukan sejumlah pengamatan terhadap aktifitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja
dibagi kedalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang satu satuan waktu tidak terlalu panjang. Berdasarkan satu satuan
waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan. Misalnya satu satuan waktu panjangnya 5 menit, jadi satu hari kerja 7
jam mempunyai 84 satuan waktu. Ini berarti jumlah kunjungan perhari tidak lebih dari 84 kali. Jika dalam satu hari dilakukan 36 kali kunjungan maka dengan
bantuan tabel bilangan acak ditentukan saat-saat kunjungan tersebut. Pada tabel bilangan acak, syaratnya adalah tidak boleh terjadi
pengulangan pada bilangan yang sama. Berdasarkan waktu yang telah di random tersebut maka pengamatan dilakukan dimana pengamat mengelompokkan
kegiatan bekerja dan kegiatan menganggur idle. Tentu dalam hal ini ditentukan terlebih dahulu defenisi work dan idle itu sendiri.
12
12
Ibid: Hal 173-179
3.4.3 Allowance
Allowance atau kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan – hambatan yang
tidak dapat dihindarkan.
Universitas Sumatera Utara
1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi Personal Allowance
Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan yang bersifat kebutuhan pribadi. Jumlah waktu longgar untuk
kebutuhan personil dapat ditentukan dengan melaksanakan aktivitas time study sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Besarnya waktu
untuk kelonggaran pribadi untuk pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria memerlukan
2-2,5 dan wanita 5 persentase ini dari waktu normal, atau sepuluh sampai 24 menit setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat
personil apabila operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat resmi. Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang
dipergunakan ini akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakannya.
2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah Fatique Allowance
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan banyak pikiran dan kerja fisik. Masalah yang
dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yang dijinkan untuk melepaskan lelah adalah sangat sulit dan kompleks. Waktu yang dibutuhkan untuk
keperluan istirahat sangat tergantung pada individu yang bersangkutan. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi pengadaanya akan tergantung pada jenis
pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan Delay Allowance
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan-hambatan. Keterlambatan atau delay, bisa disebabkan faktor-faktor
yang sulit untuk dihindari karena berada diluar kemampuan pekerja untuk mengendalikannya. Namun juga bisa disebabkan beberapa faktor yang
sebenarnya masih dapat dihindari, misalnya mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja.
13
13
Ibid: Hal 149 – 150
3.4.4 Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji Keseragaman
Data
Perhitungan persentase waktu produktif bertujuan untuk mengetahui persentase waktu yang digunakan masing-masing karyawan untuk bekerja selama
jam kerja berlangsung. Persentase waktu produktif dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut Sutalaksana, 1979:
Persentase Waktu Produktif = Jumlah Pengamatan
− Aktivitas ���� Jumlah Pengamatan
X 100 Uji keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan atau
mengaplikasikan peta kontrol control chart. Uji keseragaman data secara visual dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan melihat data yang terkumpul dan
mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Data ekstrim adalah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data
terlalu ekstrim dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Peta kontrol adalah suatu alat yang tepat guna menguji keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan Sutalaksana, 1979. Data yang dikatakan
seragam yaitu berasal dari sistem yang sama berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam yaitu berasal dari sistem yang berbeda berada diluar
batas kontrol.
��� = p� + k� �̅ 1 − �̅
��
��� = p� − k� �̅ 1 − �̅
�� Dimana:
p � = persentase waktu produktif rata-rata operator
�� = jumlah pengamatan rata-rata tiap hari kerja
k = nilai z pada tabel distribusi normal
3.4.5 Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan
Untuk mengetahui jumlah pengamatan yang dilakukan telah mencukupi atau belum maka dilakukan uji kecukupan data. Banyaknya pengamatan yang
harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan 2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan
Dengan asumsi bahwa terjadinya kegiatan seorang operator saat bekerja atau menganggur mengikuti pola distribusi normal. Untuk mendapatkan jumlah
Universitas Sumatera Utara
pengamatan yang harus dilakukan dapat dicari dengan rumus Wignjosoebroto, 2006:
�′ = ����
2
1 − �̅
�̅ Dimana:
�′ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja s
= Tingkat ketelitian yang dikehendaki bentuk desimal k = Harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
yang diambil diperoleh dari tabel distribusi normal. �̅ = Produktivitas karyawan rata-rata bentuk desimal
Untuk menetapkan berapa jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan
�′ maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan convidende level dan derajat ketelitian degree of accuracy untuk pengukuran
kerja tersebut. Didalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil 95 convidence level dan 5 degree of accuracy. Hal ini berarti bahwa sekurang-
kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari hasil pengamatan yang dicatat akan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5. Besar N’ jumlah pengamatan yang
harus dilakukan harus lebih kecil dari besar N jumlah pengamatan yang sudah dilakukan N’
≤N. Apabila kondisi yang diperoleh adalah N’ lebih besar dari N N’
≥N, maka pengamatan harus dilakukan lagi. Sebaliknya jika harga N’ lebih kecil daripada N N’
≤N maka pengamatan yang dilakukan telah mencukupi sehingga data bisa memberikan tingkat keyakinan dan ketelitian yang sesuai
dengan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan
Setelah studi secara lengkap telah dilakukan, dilakukan perhitungan untuk menentukan apakah hasil pengamatan yang didapatkan bisa dikategorikan
cukup teliti. Untuk itu cara yang dipakai adalah dengan menghitung harga s pada rumus yang sama yaitu Wignjosoebroto, 2006:
� = ���̅
1 − �̅
� �̅
Dimana: s = tingkat ketelitian yang dikehendaki �̅ = persentase waktu produktif yang diamati bentuk desimal
N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan untuk sampling kerja k = harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan
diperoleh dari tabel distribusi normal
14
3.5 Metode NASA-TLX National Aeronautics and Space Administration
Task Load Index
Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada
tahun 1981. Metode ini dikembangkan karena munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari sembilan skala faktor kesulitan tugas, tekanan waktu,
jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress dan kelelahan. Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 yaitu Mental
Demand MD, Physical Demand PD, Temporal Demand TD, performance
14
Ibid: Hal 206 – 210
Universitas Sumatera Utara
OP, Effort EF dan Frustration Level FR. Hart dan Staveland 1991, merumuskan masalah pembuatan skala peringkat beban kerja sebagai berikut:
1. Memilih kumpulan sub skala masalah yang paling tepat.
2. Menentukan bagaimana menghubungkan sub skala tersebut untuk
memperoleh nilai beban kerja yang berbeda, baik diantara tugas maupun diantara pemberi peringkat.
3. Menentukan prosedur terbaik untuk memperoleh nilai numerik untuk sub
skala tersebut. Ada tiga katagori pemilihan sub skala yaitu:
1. Skala yang berhubungan dengan tugas kesulitan tugas, tekanan waktu dan
jenis aktivitas. Peringkat yang diberikan pada kesulitan tugas memberikan informasi tentang
persepsi subjek terhadap tugas yang dibebankan. Tekanan waktu dinyatakan sebagai faktor utama dalam beban kerja yang dihitung dengan
membandingkan waktu yang diperlukan dalam penyelesain tugas dan waktu yang tersedia. Peringkat yang diberikan pada jenis aktivitas ternyata tidak
pernah berkorelasi secara signifikan untuk beban kerja keseluruhan. Dengan demikian, pada skala yang berhubungan dengan tugas, hanya faktor kesulitan
tugas dan tekanan waktu yang memberikan informasi yang signifikan mengenai beban kerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Skala yang berhubungan dengan tingkah laku usaha fisik, usaha mental dan
performansi Faktor usaha fisik mencerminkan manipulasi eksperimen dengan faktor
kebutuhan fisik sebagai komponen beban kerja utama. Hasil eksperimen menunjukan bahwa faktor usaha fisik tidak memiliki korelasi yang tinggi dan
tidak memberi konstribusi yang signifikan terhadap beban kerja secara keseluruhan. Namun faktor ini ternyata berhubungan kuat dengan faktor
tekanan waktu tugas dengan tekanan waktu yang tinggi memerlukan tingkat respon yang tinggi pula dan faktor stress untuk tugas yang lebih kompleks.
Faktor usaha mental merupakan kontribusi penting pada beban kerja pada saat jumlah tugas operasional meningkat karena tanggung jawab operator
berpindah dari pengendalian fisik langsung menjadi pengawasan. Peringkat usaha mental berkorelasi dengan peringkat beban keseluruhan dalam setiap
katagori eksperimen dan merupakan faktor kedua yang paling tinggi korelasinya dengan beban kerja keseluruhan. Peringkat performansi
berkorelasi secara signifikan dengan peringkat beban kerja keseluruhan. 3.
Skala yang berhubungan dengan subjek frustasi, stress dan kelelahan Frustasi merupakan faktor beban kerja beban kerja ketiga yang paling sesuai.
Peringkat frustasi berkorelasi dengan peringkat beban kerja keseluruhan secara signifikan pada semua katagori eksperimen. Peringkat stress mewakili
Universitas Sumatera Utara
manipulasi yang mempengaruhi peringkat beban kerja keseluruhan. Sementara faktor kelelahan tidak berhubungan dengan beban kerja.
15
1.
Pembobotan Dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode
NASA TLX, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
Pada bagian kedua responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental
terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner yang diberikan berbentuk perbandingan berpasangan yang terdiri dari 15 perbandingan berpasangan.
Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally ini kemudian akan menjadi bobot untuk tiap
indikator beban kerja mental.
2.
Pemberian rating Pada bagian ini, responden diminta memberi rating nilai terhadap keenam
indikator beban mental dengan rentang 0-100. Indikator tersebut terlihat pada Tabel 3.1.
Untuk mendapatkan skor beban kerja mental NASA TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi 15
jumlah perbandingan berpasangan. ���� =
∑ ����� � ������ 15
15
Hart,S.G. dan Staveland,L.E., 1988, Development of NASA Task Load Index TLX: Resultsn of Empirical and Theoritical Research, NASA-Ames Research: California.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Indikator dalam Metode NASA-TLX SKALA
RATING KETERANGAN
MENTAL DEMAND MD
Rendah,Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan perceptual yang
dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tsb mudah atau sulit, sederhana
atau kompleks, longgar atau ketat .
PHYSICAL DEMAND PD
Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan
mis.mendorong, menarik, mengontrol putaran, dll TEMPORAL
DEMAND TD Rendah, tinggi
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung.
Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan
PERFORMANCE OP
Tidak tepat, Sempurna
Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil
kerjanya
FRUSTATION LEVEL FR
Rendah,tinggi Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung,
terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan.
EFFORT EF Rendah, tinggi
Seberapa keras kerja mental dan fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland 1988 dalam teori NASA- TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam tiga bagian yaitu pekerjaan
menurut para responden tergolong agak berat jika nilai 80, nilai 50-80 menyatakan beban pekerjaan sedang, sedangkan nilai 50 menyatakan beban
pekerjaan agak ringan. Output yang dihasilkan dari pengukuran dengan NASA-TLX ini berupa
tingkat beban kerja mental yang dialami oleh pekerja. Hasil pengukuran ini bisa menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan langkah lebih lanjut,
misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor di
Universitas Sumatera Utara
atas 80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki beban kerja dibawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya.
16
1. Mental Demand, merupakan kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses
informasi terbatas, hal ini mempengaruhi tingkat kinerja perorang yang dapat dicapai. Kinerja manusia pada tingkat rendah tidak juga baik jika tidak
banyak hal yang bisa dikerjakan, dimana orang akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya.
Kondisi ini dapat dikatakan underload dan peningkatan beban kerja setelah titik ini akan menyebabkan degradasi dalam kinerja. Pada tingkat beban kerja
yang sangat tinggi atau overload, informasi penting akan hilang akibat dari pendangkalan atau pemfokusan perhatian hanya satu aspek dari pekerjaan.
Keterangan 6 indikator NASA-TLX yaitu sebagai berikut:
2. Physical Demand, merupakan dimensi mengenai kebutuhan fisik yang
memiliki deskripsi yaitu tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan seperti mendorong, menarik, memutar, mengontrol,
mengoperasikan dan sebagainya. Selanjutnya mengenai tugas fisik yang dilakukan tersebut apakah termasuk dalam katagori mudah atau sulit untuk
dikerjakan, gerakan yang dilakukan selama aktivitas cepat atau lambat, serta melelahkan atau tidak.
3. Temporal Demand, merupakan dimensi kebutuhan waktu. Hal ini tergantung
dari ketersediaan waktu dan kemampuan menggunakan waktu dalam menjalankan suatu aktivitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas
16
Human Performance Research Group, 1988, NASA Task Load Index TLX Paper and Pencil Package. NASA Ames Research Center: California. Hal 1-19
Universitas Sumatera Utara
waktu yang merupakan metode primer untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang diberikan.
4. Performance, merupakan dimensi yang memiliki pengertian tentang seberapa
berhasil atau sukseskah pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya yang telah ditetapkan oleh atasannya. Serta apakah pekerja puas dengan
performansi dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya. 5.
Effort, merupakan dimensi usaha dimana seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam hal
ini usaha yang dilakukan meliputi usaha mental dan fisik. 6.
Frustration Demand, merupakan dimensi yang berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama
melaksanakan suatu pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan lebih sulit dilakukan dari yang sebenarnya. Pada keadaan stress rendah, orang akan
cenderung santai. Sejalan dengan meningkatnya stress, maka terjadi pengacauan konsentrasi terhadap pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi
lebih, hal ini disebabkan adanya faktor individual subjek. Faktor-faktor ini antara lain motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan,
getaran, dan kenyamanan.
17
3.6 Penentuan Jumlah Tenaga Kerja