Tindak Pidana Korupsi Menurut Konvensi Internasional

Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 f. Diatur dalam undang-undang lain.

2. Tindak pidana korupsi berasal dari KUHP

Tindak pidana korupsi yang berasal dari KUHP terdiri atas : a. Delik suap; b. Delik penggelapan; c. Delik kerakusan; d. Delik berkaitan dengan pemborongan rekanan; e. Delik berkaitan dengan peradilan; f. Delik melampaui batas kekuasaan, dan; g. Pemberatan sanksi.

C. Tindak Pidana Korupsi Menurut Konvensi Internasional

Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 9 Desember 2005 seluruh dunia memperingati Hari Pemberantasan Korupsi. Tanggal tersebut dipilih karena pada tanggal 9 Desember 2003 atau lima tahun yang lalu tepatnya di Merida, Meksiko, Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB telah mengesahkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Korupsi United Nations Convention Against Corruption atau disingkat dengan Konvensi Anti Korupsi KAK. Kurang lebih 137 negara turut ambil bagian untuk menandatangani konvensi tersebut termasuk Indonesia 54 Kehadiran KAK menandai sebuah momentum penting diakuinya praktek korupsi sebagai kejahatan global transnasional. Oleh karenanya, cara . 53 Pasal 21, 22, 24 UU.No.31 1999 54 www.Penghunilangit.Com Thursday,December 29, 2005. Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 memberantas dan mencegah korupsi membutuhkan dukungan yang saling menguntungkan antara satu negara dengan negara yang lain. Korupsi bukan lagi urusan domestik negara yang bersangkutan, akan tetapi menjadi persoalan global yang harus ditangani dalam semangat kebersamaan. Butir-butir semangat pemberantasan korupsi sebagaimana tercantum dalam KAK pada prinsipnya mengatur beberapa hal penting yang harus dipatuhi para peserta. Pertama, para peserta konvensi harus menerapkan peraturan nasional mendasar tentang pencegahan korupsi dengan membangun, menerapkan, memelihara efektifitas, dan mengkoordinasikan kebijakan antikorupsi yang melibatkan partisipasi masyarakat, dan peraturan nasional yang menjamin penegakan hukum, pengelolaan urusan dan sarana publik yang baik, ditegakkannya itegritas, transparansi dan akuntabilitas di sektor publik. Kedua, membangun badan independen yang bertugas menjalankan dan mengawasi kebijakan antikorupsi yang diaopsi oleh Konvensi Antikorupsi. Ketiga, melakukan perbaikan dalam sistem birokrasi dan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Keempat, setiap peserta wajib meningkatkan integritas, kejujuran dan tanggung jawab para pejabat publiknya, termasuk menerapkan suatu standar perilaku yang mengutamakan fungsi publik yang lurus, terhormat, dan berkinerja baik. Kelima, membentuk sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, manajemen keuangan publik dan sistem pelaporan untuk tujuan transparansi, Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 peran peradila yang bersih dalam pemnerantasan korupsi serta melakukan pencegahan korupsi di sektor swasta yang mengedapankan sistem akunting Selanjutnya, negara peserta konvensi antikorupsi juga harus melakukan usaha pencegahan pencucian uang, menerapkan kriminalisasi dan penindakan korupsi termasuk pembekuan dan penyitaan harta hasil korupsi, memberikan perlindungan saksi, ahli dan korban, menerapkan sistem ganti rugi bagi korban korupsi, melaksanakan pembangunan kerjasama pemberantasan korupsi, termasuk dengan institusi-instutisi keuangan, menerapkan sistem kerahasiaan bank yang tidak menghambat pemberantasan korupsi, mengatur yurisdiksi dalam penanganan perkara korupsi, melaksanakan kerjasama internasional memberantas korupsi termasuk hal-hal yang terkait dengan pemberian bantuan hukum dan teknis, ekstradisi, pengembalian aset asset recovery, dan sebagainya. Pada hari selasa tanggal 21 Maret 2006, pemerintah Indonesia melalui DPR telah meratifikasi Konvensi Internasional Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut. Konvensi Internasional tersebut terdiri atas 7 tujuh Bab dan 71 tujuh puluh satu pasal 55 Jika dilihat rumusan substansi undang-undang yang telah disahkan dan diberlakukan di negara Indonesia UU No. 31 Tahun 1999 Jo.UU. No 20 Tahun 2001 belum memenuhi rumusan substansi standar Internasional . 56 United Nations Convention Against Corruption dalam bab III memuat standar internasional mengenai kriminalisasi dan penegakan hukum Criminalization and law enforcement tindak pidana korupsi, yang terdiri atas : . 55 www.Tempointeraktif.Com Selasa 21 Maret 2006 56 R. Abdussalam, Hukum Pidana Internasional, Restu Agung, Jakarta, 2005, hal.44 Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 1. Penyuapan pejabat publik nasional sebagai tindak pidana, apabila dilakukan dengan sengaja : a Janji kepada pejabat publik berupa tawaran atau pemberian baik secara langsung untuk suatu keuntungan tertentu, bagi dirinya sendiri atau orang lain atau kepada pihak lain, dengan tujuan agar pejabat tersebut bertindak sesuai dengan tugas atau kewajibannya yang resmi. b Permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik, secara langsung atau tidak langsung bagi suatu keuntungan tertentu, bagi pejabat itu sendiri atau orang lain atau kepada pihak lain dengan tujuan agar pejabat itu bertindak atau menahan diri untuk bertindak sesuai dengan tugas atau kewajibannya yang resmi 57 2. Penyuapan pejabat publik asing dan pejabat publik Organisasi Internasional. . a Sebagai tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja, janji berupa penawaran atau pemberian kepada pejabat publik dari luar negeri atau pejabat publik dan organisasi internasional, secara langsung atau tidak langsung, untuk suatu keuntungan tertentu, bagi pejabat itu sendiri atau orang lain atau kepada pihak lain, dengan tujuan agar pejabat tersebut bertindak atau menahan diri untuk bertindak sesuai dengan tugas atau kewajibannya yang resmi, agar supaya memperoleh atau mempertahankan bisnis atau keuntungan lain sehubungan dengan aktivitas bisnis internasional. 57 Pasal 15 United Nations Convention Against Corruption Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 b Sebagai tindak pidana, jika dilakukan dengan sengaja, permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik dari luar negeri atau pejabat publik dari organisasi internasional, secara langsung atau tidak langsung, untuk suatu keuntungan tertentu, bagi pejabat itu sendiri atau orang lain atau kepada pihak lain, yang bertujuan agar pejabat itu bertindak atau menahan diri untuk bertindak sesuai dengan tugas atau kewajibannya yang resmi 58 3. Penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpanan lain terhadap properti oleh pejabat publik sebagai tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja, penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat publik untuk keuntungan dirinya atau orang lain atau pihak lain, berupa properti, surat berharga atau dana publik atau swasta atau benda-benda berharga lainnya yang dipercayakan kepada pejabat publik dengan memanfaatkan posisi jabatannya . 59 4. Memanfaatkan pengaruh jabatan sebagai tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja : . a Janji berupa penawaran atau pemberian kepada pejabat publik atau orang lain baik secara langsung atau tidak langsung untuk suatu keuntungan tertentu yang bertujuan agar pejabat publik itu atau orang tersebut menyalahgunakan pengaruhnya yang sebenarnya atau yang seharusnya dengan maksud untuk memperoleh suatu keuntungan 58 Pasal 16 United Nations Convention Against Corruption 59 Pasal 17 United Nations Convention Against Corruption Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 tertentu, dari otoritas publik atau administrasi di negara tersebut bagi pelaku utama tindak pidana tersebut atau bagi pihak lain. b Permintaaan atau penerimaan oleh pejabat publik atau pihak lain, secara langsung atau tidak langsung, untuk suatu keuntungan tertentu bagi dirinya atau orang lain yang bertujuan agar pejabat publik atau orang tersebut menyalahgunakan pengaruhnya yang sebenarnya atau yang seharusnya dengan maksud untuk memperoleh keuntungan tertentu dari otoritas publik atau administrasi di negara tersebut 60 5. Penyalahgunaan fungsi jabatan sebagai tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja, berupa penyalahgunaan fungsi jabatan atau posisi, yang berarti mengerjakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan, yang melanggar hukum, oleh pejabat publik dengan memanfaatkan fungsi jabatannya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu bagi dirinya atau orang lain atau pihak lain . 61 6. Memperkaya diri secara ilegal sebagai tindak pidana, jika dilakukan dengan sengaja berupaya memperkaya diri secara ilegal yang berarti peningkatan yang signifikan pada aset pejabat publik yang tidak dapat dijelaskan secara rasional sehubungan dengan pendapatannya yang sah . 62 7. Penyuapan disektor swasta sebagai tindak pidana, jika dilakukan dengan sengaja di bidang perekonomian keuangan atau aktivitas komersial : . 60 Pasal 18 United Nations Convention Against Corruption 61 Pasal 19 United Nations Convention Against Corruption 62 Pasal 20 United Nations Convention Against Corruption Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a Janji berupa penawaran atau pemberian baik secara langsung atau tidak langsung untuk suatu keuntungan tertentu bagi orang yang memimpin atau berkeja dalam kapasitas tertentu di pihak sektor swasta bagi dirinya sendiri atau orang lain yang bertujuan agar ia melanggar kewajibannya, bertindak atau menahan diri untuk berbuat sesuai dengan tugasnya. b Permintaan atau penerimaan baik secara langsung atau tidak langsung, untuk suatu keuntungan tertentu bagi orang yang memimpin atau bekerja dalam kapasitas teretentu untuk pihak sektor swasta baik untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang bertujuan agar ia melanggar kewajibannya, bertindak atau menahan diri untuk berbuat sesuai dengan tugasnya 63 8. Penggelapan properti disektor swasta sebagai tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja di bidang perekonomian, finansial atau aktivitas komersial, penggelapan oleh orang yang memimpin atau bekerja, dalam kapasitas tertentu dipihak sektor swasta terhadap properti, dana atau surat berharga swasta atau benda-benda berharga lain yang dipercayakan kepadanya dengan memanfaatkan posisinya . 64 9. Mencuci harta hasil kejahatan sebagai tindak pidana, jika dilakukan dengan sengaja : . a 1. Konvensi atau transfer properti tersebut berasal dari kejahatan, untuk tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul yang 63 Pasal 21 United Nations Convention Against Corruption 64 Pasal 22 United Nations Convention Against Corruption Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 ilegal dari properti tersebut atau membantu orang yang terlibat di dalam melakukan perbuatan tersebut untuk menghindari konsekuensi hukum dan tindakannya. 2. Penyembunyian atau penyaluran sifat, sumber, lokasi, penempatan perpindahan atau kepemilikan yang sesungguhnya atau hak-hak yang terkait dengan properti tersebut adalah merupakan hasil dari kejahatan. b Subyek dari konsep dasar pada sistem hukumnya : 1 Akuisisi, kepemilikan atau pemanfaatan properti, mengetahui, pada waktu menerima bahwa properti itu adalah merupakan hasil dari kejahatan. 2 Berpartisipasi, bekerjasama atau bersekongkol untuk berbuat, berusaha untuk melakukan dan membantu, mendukung, melancarkan dan mengkonsultasikan setiap kejahatan yang disebut di dalam pasal ini. Untuk tujuan implementasi atau penerapan dari pasal ini : a. Setiap negara anggota akan berusaha untuk menerapkan pasal ini untuk bermacam-macam tindak pidana. b. Setiap negara anggota akan menggolongkan tindak pidana pada level minimum dari rangkaian tindak pidana yang secara konprehensif ditetapkan di dalam konvensi ini. c. Untuk tujuan memenuhi b di atas, tindak pidana akan termasuk pelanggaran yang dilakukan di dalam dan di luar yurisdiksi atau Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 wilayah hukum negara anggota yang sedang diselidiki. Tetapi, kejahatan yang dilakukan di luar wilayah hukum negara anggota akan menjadi tindak pidana hanya jika tindak pidana yang relevan tersebut menurut hukum domestik di negara anggota yang memberlakukan atau menerapkan pasal ini untuk perbuatan yang dilakukan di sana. d. Setiap negara anggota akan memberikan jaminan undang- undangnya yang berhubungan dengan pasal ini dan perubahan- perubahan selanjutmya pada undang-undang tersebut atau penjelasannya kepada Sekretaris Jenderal PBB. e. Jika diperlukan oleh prinsip-prinsip yang mendasar dari hukum domestik di negara anggota, dapat diatur bahwa kejahatan yang disebutkan di dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana 65 10. Penyembunyian tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja setelah melakukan pelanggaran yang ditetapkan menurut konvensi ini tanpa ikut serta di dalam kejahatan tersebut, penyembunyian atau terus mempertahankan properti ketika seseorang yang terlibat mengetahui bahwa properti tersebut adalah merupakan hasil dari kejahatan yang ditetapkan konvensi ini . 66 11. Pelanggaran hukum obstruction of justice sebagai tindak pidana, jika dilakukan secara sengaja : . 65 Pasal 23 United Nations Convention Against Corruption 66 Pasal 24 United Nations Convention Against Corruption Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 a Penggunaan kekuatan fisik, ancaman atau intimidasi atau janji, menawarkan atau memberikan keuntungan tertentu untuk memberikan kesaksian palsu atau mengganggu dalam memberikan bukti di dalam suatu persidangan sehubungan dengan membantu kejahatan yang dilakukan seperti yang disebutkan menurut konvensi ini. Dalam pasal ini tidak berisikan ketentuan-ketentuan yang bermaksud membeda- bedakan hak negara anggota untuk memiliki legislasi yang melindungi kategori lain dari pejabat publik 67 Dengan rumusan substansi pidana korupsi dalam konvensi ini, yang menganjurkan dan menekankan kepada setiap negara anggota, mengadopsi tindakan legeslatif dan upaya lain yang diperlukan untuk menetapkan menjadi substansi dalam undang-undang atau hukum nasional sehingga substansi undang- undang atau hukum nasional mengenai tindak pidana korupsi memenuhi standar internasional. Oleh karena itu undang-undang tentang pemberantasan korupsi harus segera diamandemen sesuai dengan substansi United Nation Convention Against Corruption, agar undang-undang tersebut memenuhi satndar internasional dan memudahkan dan memperlancar negara Indonesia dalam melakukan proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam lingkup tindak pidana korupsi di luar batas yurisdiksi internasional 68 67 Pasal 25 United Nations Convention Against Corruption 68 R. Abdussalam, Op.cit, hal 50 . Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009

BAB IV KEPENTINGAN NEGARA INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN

EKSTRADISI INDONESIA – SINGAPURA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

A. Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Ditinjau Dari Hukum

Internasional Pembuatan perjanjian-perjanjian mengikuti suatu prosedur yang kompleks dan kadang-kadang memakan waktu yang cukup lama. Dikatakan kompleks karena terutama harus ditentukan siapa yang mempunyai wewenang di suatu negara di bidang pembuatan perjanjian treaty-making powers, lalu ditunjuklah wakil atau wakil-wakil negara untuk berunding atas nama pihak yang berwenang dengan dilengkapi suatu surat penunjukan resmi yang dinamakan surat kuasa penuh full powers 69 Pembuatan perjanjian internasional biasanya melalui beberapa tahap yaitu perundingan negotiation, penandatanganan signature dan pengesahan ratification. Ada perjanjian yang dapat segera berlaku hanya melalui dua tahap saja yaitu tahap perundingan dan penandatanganan, dan ada pula perjanjian, biasanya perjanjian yang penting sifatnya yang berlaku harus melalui tiga tahap tersebut . 70 Perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura adalah salah satu bentuk dari perjanjian internasional yang bersifat bilateral yaitu perjanjian antara dua pihak. . 71 69 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,Alumni, Bandung, 2001 hal.83 70 ibid 71 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, 1976 hal.86