Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
permintaan ekstradisi yang memenuhi syarat tersebut yang ditunda itu harus dipenuhi pelaksanaannya
39
3. Prosedur, dan Pelaksanaan Ekstradisi Menurut Hukum Nasional
Indonesia
.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang ekstradisi, yang merupakan dasar hukum nasional dalam melakukan ekstradisi kepada pelaku
kejahatan ada beberapa prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi di dalam pelaksanaan ekstradisi.
Di dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1979 tentang ekstradisi tersebut pada bab X diatur tentang permintaan ekstradisi oleh pemerintah Indonesia.
Dengan perkataan lain, Pemerintah Indonesia berkedudukan sebagai negara- peminta.
Didalam pasal 44 ditegaskan, apabila seseorang disangka melakukan sesuatu kejahatan atau harus menjalani pidana karena melakukan sesuatu
kejahatan yang dapat diekstradisikan di dalam yurisdiksi Negara Republik Indonesia dan diduga berada di negara asing, maka atas permintaan Jaksa Agung
Republik Indonesia, Menteri Kehakiman Republik Indonesia atas nama Presiden dapat meminta ekstradisi orang tersebut yang harus diajukan melalui saluran
diplomatik. Dalam pasal 45 diatur tentang penyerahan orang yang diminta itu kepada
Indonesia. Menurut pasal ini, apabila orang yang dimintakan ekstradisinya
39
Ibid hal. 188
Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
tersebut dalam pasal 44, telah diserahkan oleh negara asing, orang tersebut dibawa ke Indonesia, dan diserahkan kepada instansi yang berwenang.
Dalam hal Indonesia sebagai negara-peminta dan permintaan ekstradisi Indonesia dikabulkan oleh negara-diminta, maka Indonesialah yang datang
mengambil orang yang diminta itu ke tempat yang telah ditentukan oleh negara- diminta. Hal ini memang sudah sewajarnya sebab Indonesia sebagai negara-
peminta adalah sangat berkepentingan untuk mengambil atau menghukum orang yang bersangkutan oleh karena itulah pihak yang berkepentingan harus
mengambil dan membawa kembali orang tersebut ke negaranya sendiri. Menurut pasal 46 tata cara mengenai penyerahan dan penahanan
sementara orang yang diminta penyerahannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Akan tetapi jika dilihat dari perjanjian ekstradisi yang telah ada
seperti perjanjian ekstradisi Indonesia-Thailand, Indonesia-Malaysia, dan Indonesia-Philipina, maka tata cara mengenai penyerahan dan penahanan
sementara orang yang diminta adalah dengan tunduk semata-mata pada hukum Pihak yang diminta, dengan kata lain tata cara tersebut diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan negara-diminta. Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut ketiga perjanjian
ekstradisi tersebut antara lain : 1.
Permintaan penyerahan wajib dinyatakan secara tertulis dan dikirim di Indonesia kepada menteri Kehakiman dan di negara-diminta kepada Menteri
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan peradilan melalui saluran diplomatik.
Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
2. Permintaan penyerahan wajib disertai :
a Lembaran asli atau salinan yang disahkan dari penghukuman dan pidana
yang dapat segera dilaksanakan atau surat perintah penahanan atau surat perintah lainnya yang mempuyai akibat yang sama dan dikeluarkan sesuai
dengan tata cara yang ditetapkan dalam hukum negara-peminta. b
Keterangan dari kejahatan yang dimintakan penyerahannya. Waktu dan tempat kejahatan dilakukan, uraian yuridis, dan penunjukan pada
ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan diuraikan secermat mungkin, dan
c Salinan dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau jika ini tidak
mungkin suatu keterangan tentang hukum yang bersangkutan dan uraian yang secermat mungkin dari orang yang diminta penyerahannya bersama-
sama dengan keterangan lain apapun juga yang dapat membantu menentukan identitas dan kebangsaannya.
3. Dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses penyerahan akan dibuat
dalam bahasa Inggris.
Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB III PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA UMUM
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Korupsi saat ini sudah menjadi masalah global antar negara yang tergolong kejahatan transnasional, bahkan atas implikasi buruk multidimensi
kerugian ekonomi dan keuangan negara yang besar maka korupsi dapat digolongkan sebagai extra ordinary crime sehingga harus diberantas.
40
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin “coruptio” atau “corruptus” yang berarti kerusakan atau kebobrokan
Pemberantasan korupsi harus selalu dijadikan prioritas agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak serta sebagai
bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang
bersangkutan.
41
40
IGM.Nurdjana, dkk, Korupsi Illegal Logging Dalam Sistem Desentralisasi, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2005, hal.20.
41
Fockema Andreae, Kamus Hukum Terjemahan Bina Cipta, Bina Cipta, Bandung, 1983 huruf c
. Pada mulanya pemahaman masyarakat tentang korupsi mempergunakan bahan kamus, yang berasal dari bahasa Yunani
Latin “corruptio” kemudian turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu “corruption”, corrupt; Perancis, yaitu “corruption”; dan Belanda, yaitu corruptie
korruptie yang arti harafiahnya adalah perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma
agama materiil, mental dan huku m.