Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
BAB IV KEPENTINGAN NEGARA INDONESIA TERHADAP PERJANJIAN
EKSTRADISI INDONESIA – SINGAPURA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
A. Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Ditinjau Dari Hukum
Internasional
Pembuatan perjanjian-perjanjian mengikuti suatu prosedur yang kompleks dan kadang-kadang memakan waktu yang cukup lama. Dikatakan kompleks
karena terutama harus ditentukan siapa yang mempunyai wewenang di suatu negara di bidang pembuatan perjanjian treaty-making powers, lalu ditunjuklah
wakil atau wakil-wakil negara untuk berunding atas nama pihak yang berwenang dengan dilengkapi suatu surat penunjukan resmi yang dinamakan surat kuasa
penuh full powers
69
Pembuatan perjanjian internasional biasanya melalui beberapa tahap yaitu perundingan negotiation, penandatanganan signature dan pengesahan
ratification. Ada perjanjian yang dapat segera berlaku hanya melalui dua tahap saja yaitu tahap perundingan dan penandatanganan, dan ada pula perjanjian,
biasanya perjanjian yang penting sifatnya yang berlaku harus melalui tiga tahap tersebut
.
70
Perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura adalah salah satu bentuk dari perjanjian internasional yang bersifat bilateral yaitu perjanjian antara dua pihak.
.
71
69
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global,Alumni, Bandung, 2001 hal.83
70
ibid
71
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, 1976 hal.86
Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura merupakan perjanjian yang mengatur mengenai masalah politik, pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu diperlukan
tiga tahap dalam pembuatannya. Perundingan yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dan Singapura
sangatlah panjang dan alot, ini dapat dilihat setelah 28 tahun baru perjanjian ekstradisi tersebut ditandatangani. Perundingan tersebut baru dapat dicapai setelah
kedua negara mengadakan Mutual Legal Agreement MLA di bidang pertahanan dan keamanan serta pada bidang ekonomi.
Setelah berakhirnya perundingan, maka pada teks perjanjian yang disetujui oleh wakil-wakil berkuasa penuh dibubuhkan tandatangan. Fungsi tandatangan
signature adalah memberikan persetujuan terhadap teks perjanjian dan belum merupakan suatu perjanjian yang mengikat negara-negara penandatangan
72
Tindakan selanjutnya sesudah penandatangan oleh wakil berkuasa penuh full powers adalah para delegasi meneruskan naskah perjanjian tersebut kepada
pemerintahnya untuk meminta persetujuan. Untuk ini dibutuhkan penegasan oleh pemerintah, penegasan tersebut dinamakan dengan ratifikasi atau pengesahan
. Pada perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura, penandatangan telah dilakukan oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo sebagai kuasa penuh full powers negara masing-masing
di Istana Tampak Siring, Bali, Indonesia pada tanggal 27 April 2007.
73
72
Rosmi Hasibuan, Op.cit hal.16
73
Ibid hal.17
.
Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
Dalam pasal 2 dua Konvensi Wina 1969, ratifikasi didefenisikan sebagai tindakan internasional dimana suatu negara menyatakan kesediannya atau
melahirkan persetujuan untuk dikat oleh suatu perjanjian internasional
74
Selanjutnya, berdasarkan pasal 26 ayat 1 huruf a Undang-Undang No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD,dan DPRD, yang
menyatakan salah satu tugas dan wewenang DPR adalah membentuk undang- undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
. Berdasarkan pasal 10 huruf a Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang
perjanjian internasional, yang menyebutkan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan :
masalah politik, perdamaian, pertahanan dan keamanan negara. Maka perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura harus disahkan melalui undang-undang, seperti
halnya perjanjian ekstradisi Indonesia – Malaysia yang disahkan dengan Undang- Undang No.9 tahun 1974, LN No.631974 tanggal 26 Desember 1974.
75
Akan tetapi kenyataan yang dihadapi sampai dengan saat ini adalah DPR belum meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut disebabkan oleh MLA terutama
DCA Defence Coorperate Agreement yang ditandatangani bersamaan dengan perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura tersebut dinilai lebih banyak
merugikan negara Indonesia. Sehingga ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura tersebut belum terlaksana dan belum dapat diberlakukan.
. Maka ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura harus mendapat
persetujuan dari DPR,
74
Pasal 2 Wina Convention
75
Pasal 26 1 huruf a UU.No.22 Tahun 2003
Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007.
USU Repository © 2009
B. Kepentingan Negara Indonesia Terhadap Perjanjian Ekstradisi Sebagai