Asas kejahatan ganda double criminality dan sistem daftar list system Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik

Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 Pasal 2 ayat 1 menegaskan kesediaan Indonesia untuk melakukan ekstradisi atau penyerahan atas diri seseorang pelaku kejahatan, apabila antara Indonesia dengan negara yang meminta tersebut sudah terikat dalam suatu perjanjian ekstradisi. Perjanjian ini baik meliputi perjanjian ekstradisi sebelumnya maupun sesudah diundangkannya undang-undang ini. Akan tetapi di samping atas dasar suatu perjanjian, Indonesia juga menyatakan kesediaan untuk melakukan ekstradisi atas dasar hubungan baik dengan pihak atau negara lain. Inilah yang lebih dikenal dengan prinsip atas asas timbal balik atau prinsip resiprositas. Prinsip ini bisa dianut dan diterapkan dalam hal antara Indonesia dengan pihak lain itu belum terikat dalam perjanjian ekstradisi. Dalam prinsip timbal- balik ini, terkandung suatu pengertian tentang kesediaan kedua pihak Indonesia dan negara asing untuk saling menyerahkan pelaku kejahatan yang melarikan diri ke dalam wilayah masing-masing 27

b. Asas kejahatan ganda double criminality dan sistem daftar list system

. Dalam pasal 3 ayat 1 ditegaskan tentang siapa yang dapat diekstradisikan atau dimintakan ekstradisinya. Yang dapat diekstradisikan adalah setiap orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negara asing, diminta kepada Indonesia, atas dasar bahwa orang yang bersangkutan disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan. Berdasarkan asas kejatahan ganda, kejahatan yang disangka telah dilakukan atau hukuman pidana yang telah dijatuhkan itu, haruslah merupakan kejahatan, baik menurut hukum negara asing yang meminta ekstradisinya maupun 27 I Wayan Parthiana, Ekstradisi Dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia,op.cit hal.171 Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 menurut hukum pidana Indonesia. Kejahatan-kejahatan yang dapat dijadikan dasaralasan untuk meminta ekstradisi biasanya dicantumkan dalam satu daftar yang berisi jenis-jenis kejahatan yang dimaksud tersebut. Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam daftar itu, harus dapat dipidana baik menurut hukum Indonesia maupun hukum negara asing yang bersangkutan. 28

c. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik

Asas ini ditegaskan dalam pasal 5 ayat 1 yang secara singkat menyatakan, ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan politik. Akan tetapi apa yang dimaksud dengan kejahatan politik sama sekali tidak ditegaskan. Hanya saja pasal 5 ayat 2 ada ditegaskan, dalam hal apa suatu kejahatan dapat dikatakan sebagai kejahatan politik dan dalam hal apa sebagai kejahatan biasa 29 Yang termasuk kejahatan militer di Indonesia adalah kejahatan-kejahatan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana MiliterTentara KUHPT. Sudah tentu yang dapat melakukan kejahatan militer ini adalah mereka . Di samping terhadap kejahatan politik, kejahatan lain yang tidak boleh diekstradisikan adalah kejahatan militer, hal ini ditegaskan dalam pasal 6 yang menyatakan; “Ekstradisi terhadap kejahatan menurut hukum pidana militer yang bukan kejahatan menurut hukum pidana umum tidak dilakukan, kecuali apabila dalam suatu perjanjian ditentukan lain.” Tidak diekstradisikannya pelaku kejahatan militer, menurut pasal 6 ini, oleh karena kejahatan militer mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan kejahatan menurut huku m pidana umum. 28 Ibid hal.173 29 Ibid hal.177 Mulia Hadi S. Harahap : Urgensitas Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, 2007. USU Repository © 2009 yang berstatus sebagai militer, sedangkan orang yang bukan militer tidak dapat dituduh atau dikenakan kejahatan militer.

d. Asas tidak menyerahkan warga negara