BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
Di bagian utara Surabaya, tepatnya di BangunsariBangunrejo, kecamatan Krembangan. Tak jauh dari situ, ada lagi bisnis jasa seks di Kremil. Para pelacur di kedua tempat ini melayani kalangan kelas
bawah, terutama para awak kapal dari Tanjung Perak. Di bagian barat, sekitar 15 kilometer dari pusat kota Surabaya, terdapat komplek pelacuran
Moroseneng, di desa Sememi, Kecamatan Benowo. Berdampingan dengan lokasi ini, tumbuh juga kegiatan pelacuran di Desa Klakah Rejo, kecamatan Benowo. Kedua kawasan ini biasa digunakan untuk
kalangan menengah. Kawasan Dolly, yang mencakup RW 12 dan RW 6 dan hanya sepanjang sekitar 150 meter,
diperkirakan mempunyai 55 wisma dan sekitar 530 PSK. Masing-masing wisma menampung sekitar 10- 30 PSK. Itu menurut data terakhir yang dihimpun Yayasan Abdiasih, lembaga swadaya masyarakat di
Dolly. Di lokalisasi Jarak perkampungan seberang Dolly yang seluas sekitar tiga hektar, itu ada 400-an wisma dengan 2.155 PSK yang tersebar di RW 10, RW 11, dan RW 3.
1. Gang Dolly utamanya terletak di pinggiran kota sekitar 100 meter dari pusat atau perbatasan kota
yang berada pada wilayah industri. Hasil pengamatan terdahulu memperlihatkan bahwa daerah pinggiran kota banyak berperan pada proses migrasi. Baik migrasi dari luar maupun migrasi dari
dalam kota sendiri. 2.
Gang Dolly merupakan daerah pemukiman wilayah Surabaya, dengan atribut ‘kawasan industri’. Sampai saat penelitian ini di laksanakan di sekitar Gang Dolly telah berdiri industri dan pabrik-
pabrik. 3.
Gang Dolly terletak tidak jauh dari terminal bis yang dapat berfungsi dua, yaitu: -
Sebagai pusat transportasi dan lalu lintas penumpang antar kota dan antar provinsi.
- Sebagai pemukiman penduduk pinggir kota. Adanya terminal bis tersebut mempermudah
pendatang untuk keluar masuk daerah tersebut. Saat ini, ada enam kawasan pelacuran besar di Surabaya. Dolly adalah lokalisasi paling terkenal
yang tumbuh sejak tahun 1960-an. Bersebelahan dengan Dolly, ada lokalisasi Jarak. Para pelacur dan germo di situ merupakan pindahan dari Jagir, Wonokromo.
Sejarah prostitusi di Surabaya hampir setua sejarah Ibukota Jawa Timur ini. Pada mulanya, pelacuran ini merebak di kawasan pesisir, lantas merambah daerah pinggiran. Kini, Surabaya di kepung
bisnis jasa seks itu. Prostitusi di Surabaya tumbuh seiring dengan perkembangan kota itu sebagai kota pelabuhan,
pangkalan Angkatan Laut, dan tujuan akhir kereta api. Saat penjajahan Belanda pada abad ke-19, Surabaya sudah di kenal dengan kegiatan pelacuran. Catatan resmi Kota Surabaya menyebutkan, tahun
1864, terdapat 228 pelacur di rumah-rumah bordil di kawasan Bandaran di pinggir Pelabuhan Tanjung Perak.
Jumlah itu belum memperhitungkan praktik prostitusi liar yang berlangsung di beberapa titik., seperti di kompleks makam Kembang Kuning-Sido Kumpul, di kawasan Jalan Diponegoro, atau di
kawasan Monumen Bambu Runcing di Jalan Panglima Sudirman. Apa mau di kata, Kota Surabaya seperti di kepung praktik pelacuran. Wajar saja, jika tahun 1980-an, kota ini sempat diolok-olok “Kota
Prostitusi”. Di antara enam kawasan pelacuran itu, Dolly-lah yang menjadi primadona. Saking masyhurnya,
sampai-sampai banyak kalangan yang beranggapan, Dolly sudah jadi salah satu ikon Kota Surabaya. Para pelancong belum terasa menginjakkan kaki di kota itu kalau belum mampir ke sana.
B. Penduduk Dan Mata Pencaharian