DAMPAK TRAFFICKING DAN PROSTITUSI TERHADAP SOSIAL KEMASYARAKATAN

B. DAMPAK TRAFFICKING DAN PROSTITUSI TERHADAP SOSIAL KEMASYARAKATAN

Di sadari bahwa prostitusi di tinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang berdampak tidak baik negatif. Dampak negatif tersebut antara lain: a secara Sosiologis prostitusi merupakan perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan etika yang ada di dalam masyarakat. b dari aspek Pendidikan, prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi. c dari aspek ke Wanitaan, prostitusi merupakan kegiatan yang merendahkan martabat wanita. d dari aspek Ekonomi, prostitusi dalam praktiknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja. e dari aspek Kesehatan, praktik prostitusi merupakan media yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya. f dari aspek Kamtibmas, praktik prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan kriminal. g dari aspek Penataan Kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika lingkungan perkotaan. Namun tanpa memperhatikan dampak negatif yang di timbulkan, serta haram dan halalnya uang yang mereka peroleh, suatu kenyataan bahwa dari praktik prostitusi mereka dapat menghidupi dirinya dan keluarganya, dan bahkan dapat menyekolahkan anak atau dirinya, serta membangun rumahnya. Bisnis pelacuran memang menimbulkan “dilema”. Tak jarang bahkan Pemerintah Daerah berkepentingan terhadap eksistensi lokalisasi karena berbagai alasan, seperti, meningkatkan pendapatan daerah , membuka lapangan kerja, maupun sebagai stok untuk menyuguh relasi bisnis atau pejabat yang doyan daun muda. Singkat kata, bicara tentang prostitusi adalah bicara tentang hal yang sangat kompleks mengingat peradaban yang termasuk tertua di dunia ini tidak pernah absen dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, prostitusi sulit di hapuskan. Yang juga ‘ironis’ adalah, dari berbagai pola pendekatan terhadap prostitusi, baik upaya penghapusan, sistem regulasi, atau pelarangan, perlindungan memadai akan hak sebagai individu dan warga negara para perempuan korban itu masih terabaikan. Nuansa bias jender di sini terjadi selain dalam bentuk Stigmatisasi, juga Diskriminasi, karena jarang laki-laki sebagai konsumen, germo atau mucikari, serta pengusaha tempat prostitusi di tangkap dan di proses secara hukum. Kalaupun ada laki-laki yang tertangkap, aparat hanya mendata, memberi penyuluhan, dan menyuruh pulang. Sementara para perempuan yang terjaring, di data, di beri penyuluhan dan di suruh membayar denda, atau di masukkan ke panti rehabilitasi selama beberapa bulan. Mereka juga sangat rentan terhadap pelecehan seksual oleh aparat selama proses penertiban. Dengan banyaknya tempat-tempat untuk melacur yang di sediakan oleh mucikari, maka pelacuran akan semakin sulit dapat di kontrol, mereka dapat dengan mudah berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain dalam melakukan operasinya dengan aman, bahkan hal demikianlah yang lebih memungkinkan banyaknya pengaruh jelek terhadap masyarakat di sekitarnya. Seks sebagai “komoditi” telah menimbulkan suatu profesi yang memerlukan totalitas dari sebagai modal kerja. Hubungan seks antara dua jenis manusia sudah setua adanya manusia di muka bumi ini.

C. UPAYA PENANGGULANGAN TRAFFICKING DAN PROSTITUSI