Politik Sebab-sebab Terjadinya Trafficking

Di samping itu dari sisi bisnis, trafficking ini merupakan bisnis yang menguntungkan hingga mencapai milyaran dolar setahun. Bahkan perdagangan perempuan dan anak ini di anggap sebagi sumber keuntungan terbesar ketiga bagi kriminal yang terorganisir di dunia, setelah perdagangan obat-obatan terlarang dan senjata. Mereka bisa menghasilkan atau meraup keuntungan milyaran dolar setiap tahunnya Perdagangan perempuan tidak terlepas dari keberadaan lingkungannya dan hubungannya dengan kondisi sosial masyarakat. Faktor sosial menjadi faktor yang dominan ketika dia berhadapan dengan korban yang memiliki pendidikan rendah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan apakah seorang perempuan dapat di rekrut dengan cara penipuan untuk kemudian di perdagangkan Buta huruf dan pendidikan rendah merupakan faktor yang turut menyebabkan kerentanan terhadap perdagangan, rendahnya pendidikan dan kurangnya keterampilan menyebabkan para perempuan sulit untuk mendapatkan pekerjaan lain untuk menghidupi keluarga mereka. Penyebab maraknya kasus trafficking, di sebabkan oleh faktor-faktor ekonomi miskin, budaya patriarkhis seperti budaya pemaksaan menikah dini, pembatasan akses bagi anak dan perempuan dan keinginan orang tua yang menginginkan anaknya secepatnya bekerja tanpa di bekali dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai. Di lain pihak, para calo secara gencar mendatangi penduduk miskin untuk membujuk dan merayu para orang tua dan anak-anak untuk bekerja di kota atau di luar negeri. Anak-anak di rekrut oleh calo melalui pendekatan dari rumah ke rumah di pedesaan dan pegunungan. Para calo menjanjikan penempatan kerja ke kota, bergaji tinggi dan hidup mewah. Berbagai tipu daya di lakukan guna mengajak dan merayu anak-anak desa untuk bekerja di lain tempat.

b. Politik

Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women CEDAW, yang kemudian di ratifikasi oleh pemerintah negara RI melalui UU No 71984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan , merupakan konvensi Internasional yang menjadi salah satu dasar dari penerbitan UU PTPPO,No. 23 tahun 2004. . Sidang umum PBB membentuk sebuah komite ad hoc dalam mengelaborasi sebuah konvensi melawan kejahatan terorganisir lintas batas. Konvensi PBB ini meliputi sebuah protokol untuk mencegah, menekan dan menghukum trafficking perdagangan manusia terutama perempuan dan anak. Kemudian pada bulan Maret 2007, Indonesia telah menerbitkan Undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang PTPPO. Definisi tentang trafficking pada UU PTPPO, sebagai berikut : “Perdagangan orang adalah tindakan Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang lain, atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh”. : Faktor penting dalam pengertian diatas dalam konteks di Indonesia yaitu bahwa Persetujuan dari korban tidak di anggap sebagai persetujuan, apabila terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penipuan dan kecurangan. Karena meningkatnya perempuan dan anak-anak Indonesia yang mencari pekerjaan keluar desa, kota bahkan ke luar negeri. Seorang anak setiap manusia di bawah usia 18 tahun yang telah di rekrut, di kirim, di pindahkan dari satu tempat ke tempat lain, di tampung atau di terima untuk tujuan eksploitasi haruslah di kategorikan sebagai seorang “korban trafficking” meskipun anak tersebut tidak di ancam, di paksa, di culik, di tipu, di aniaya,dijual ataupun di sewakan Secara singkat kita dapat kenali trafficking dengan unsur-unsur : • Adanya tindakanproses transportasi,transfer dll • Adanya sarana paksaan, penipuan, kecurangan dll • Adanya tujuan eksploitasi Berbagai konvensi yang terkait dengan perempuan dalam kedudukannya sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban seperti warga negara lainnya, telah di keluarkan lewat lembaga Internasional, dan berbagai negara ikut menandatangani dan meratifikasi konvensi tersebut termasuk negara Indonesia. Di antara konvensi yang di tandatangani oleh negara Indonesia adalah konvensi mengenai hak-hak Politik Perempuan Convention On The Political Right of Woman pada tanggal 16 Desember 1958, bahkan lebih dahulu dari yang di lakukan oleh negara Amerika Serikat yang baru meratifikasi tanggal 8 april 1976. 17 Dan permasalahannya terdapat pada Kendala struktural yang berkaitan dengan berbagai kebijakan baik yang umum maupun yang khusus di tujukan pada kaum perempuan yang secara prinsipil justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam konvensi ini seperti dalam pasal 1, dapat di simpulkan bahwa pemenuhan dan penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia adalah prasyarat mutlak untuk dapat terlaksananya konvensi ini. Namun tampaknya ada ketidakkonsistenan dari pemerintah, di satu pihak menandatangani dan meratifikasi konvensi hak asasi manusia lainnnya, seperti konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik dan konvensi Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. 18

c. Hukum