Kualitas Hidup Landasan Teori

yang tidak memiliki penyakit. Sementara itu penduduk dengan kebiasaan negatif merokok, konsumsi alkohol, atau kurang konsumsi buah, atau kurang aktivitas fisisk memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan penduduk tanpa kebiasaan negatif. Selain itu penduduk yang tinggal di lokasi yang berjauhan dengan akses pelayanan kesehatan memeiliki kualtas hidup yang lebuh rendah dibanding penduduk yang tinggal di lokasi yang berdekatan denga akses pelayanan kesehatan. 12 Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yang diantaranya adalah :  Usia  Gangguan mental emosional  Tempat tinggal dengan linkungan  Jenis kelamin  Kebiasaan buruk atau beresiko  Tingkat pendidikan  Interaksi penyakit terutama yang menular dengan faktor resiko  Interaksi daerah tempat tinggal dengan akses pelayanan kesehatan  Status ekonomi

2.1.2. Kuisioner SF – 36

SF – 36 adalah salah satu instrumen pengukuran kualitas hidup yang dapat digunakan pada berbagai macam kondisi ataupun penyakit. SF – 36 merupakan suatu kuisioner yang berisikan 36 pertanyaan yang dikembangkan oleh para peneliti dari Universitas Santa Monica dan bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap status kesehatan seseorang. Dari ke 36 pertanyaan yang ada merupakan penjabaran dari 8 aspek penilaian, yaitu : 9  Pembatasan aktifitas fisik karena masalah kesehatan yang ada.  Pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi.  Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik.  Nyeri seluruh badan.  Kesehatan mental secara umum.  Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah emosi.  Vitalitas hidup.  Pandangan kesehatan secara umum Dari kedeelapan dimensi tersebut dapat dikelompokkanmenjadi dua komponen besar yaitu komponen fisik dan komponen mental. Kuisioner SF-36 memiliki skor yang berkisar antara 0-100, dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup terkait. 13 Dalam melakukan penghitungan terhadap skor kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner SF – 36 digunakan daftar nilai seprti yang tertera dalam Tabel 2.1. Sementara itu untuk skor akhir dilakukan penghitungan nilai rata – rata dari setiap pertanyaan yang mewakili suatu dimensi tertentu fungsi fisik, peranan fisik, peranan emosi, kesehatan jiwa, energi, fungsi sosial, nyeri, kesehatan umum , dan selanjutnya dari ke delapan dimensi tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi 2 komponen besar yaitu komponen skor fisik dan komponen skor mental denagn menghitung rata – rata dari skor setiap dimensi yang mewakilinya. 14 Tabel 2.1. Pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuisioner SF - 36 Skala Jumlah item Nomor pertanyaan Fungsi fisik 10 3,4,5,6,7,8,9,10,11,12 Peranan fisik 4 13,14,15,16 Peranan emosi 3 17,18,19 Energi 4 23,27,29,31 Kesehatan jiwa 5 24,25,26,28,30 Fungsi sosial 2 20,32 Rasa nyeri 2 21,22 Kesehatan umum 5 1,33,34,35,36 Sumber : RAND, 2009 Kuisioner SF – 36 telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Validitas dari kuisioner SF – 36 telah dibuktikan pada populasi umum dan beragam kelompok pasien. Selain itu kuisioner SF – 36 telah dipergunkan secara luas di Indonesia untuk mengukur kualitas hidup. 15

2.1.3. Konsep Dasar Merokok

2.1.3.1.Definisi Rokok dan Merokok Rokok adalah suatu silinder yang terbuat dari kertas, memiliki panjang 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm dan berisi daun – daunan tembakau yang dicacah. Sementara merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun dengan pipa. 16 Rokok dan merokok bukan lagi menjadi sesuatu yang asing di masyarakat, penyebaran dan konsumsinya merata di semua strata dan kalangan masyarakat, baik seseorang dengan kemampuan ekonomi rendah ataupun tinggi, dari yang muda ataupun yang tua. Ironisnya jarang sekali untuk diakui bahwa merokok adalah suatu kebiasaan yang buruk, padahal sudah jelas terpampang akan bahaya merokok bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan beberapa alasan yang melandasi dan membuat mereka merokok, diantaranya cara untuk bisa diterima secara sosial, melihat orang tuanya merokok, menghilangkan rasa jenuh, ketagihan, menghilangkan rasa stress. Selain itu menurut Erickson kebiasaan merokok ditimbulkan akibat krisis psikososial seseorang pada masa pencarian jati dirinya. 17 2.1.3.2.Klasifikasi Merokok Penentuan tentang kebiasaan merokok pada seseorang dapat ditentukan pada suatu kriteria yang dibuat berdasarkan anamnesis atau menggunakan suatu kriteria yang telah ada.Biasanya batasan yang digunakandidasarkan pada jumlah rokok yang dihisap setiap hari atau lamanya kebiasaan merokok. Menurut Smet 1994 , perokok jika ditinjau dari seberapa banyak rokok yang dikonsumsi terbagi atas tiga macam, yaitu : 18  Perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1 – 10 batang perharinya.  Perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11 – 20 batang perharinya.  Perokok berat, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perharinya. Selain itu menurut Leventhal dan Clearly, seseorang akan menjadi perokok melalui beberapa tahapan, diantaranya : 17  Tahap preparation, yaitu suatu tahap diamana seseorang mulai membayangkan kenikmatan melalui apa yang didengar atau secara visual.  Tahap initiation, yaitu suatu tahap dimana seseorang mulai memutuskan apakah dia akan melanjutkan konsumsi rokok atau tidak.  Tahap becoming smoker, yaitu dimana seseorang mulai rutin mengkonsumsi rokok 4 batang perharinya.  Tahap maintainance of smoking, dimana seseorang mulai menjadikan kebiasaan merokok sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk mendapatkan efek fisiologis yang menyenangkan. Semakin awal seseorang merokok maka akan semakin sulit untuk berhenti merokok, selain itu rokok juga memiliki dose – response effect, artinya semakin muda seseorang meroko maka efeknya semakin berbahaya bagi kesehatannya. 17 Selain itu untuk menklasifikasikan perokok, juga dapat digunakan suatu indeks yang bernama Indeks Brinkman. Indeks Brinkman diukur dengan mengalikan banyaknya rokok yang dikonsumsi perharinya dengan lamanya merokok. Dari hasil pengalian tersebut dapat diklasifikasikan menjadi, perokok ringan : 0 – 200, perokok sedang : 200 – 600, perokok berat : 600. 17

Dokumen yang terkait

Deteksi salivary flow rate pada laki-laki perokok dan non-perokok

2 15 82

Peran Rokok Terhadap Kualitas Hidup: Evaluasi menggunakan kuesioner SF-36v2 antara perokok dan non perokok laki-laki

1 19 74

Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) antara Laki-Laki Perokok dan Bukan Perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 4 10

VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA LAKI-LAKI PEROKOK Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Pada Laki-Laki Perokok.

0 3 16

VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA LAKI-LAKI PEROKOK Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Pada Laki-Laki Perokok.

0 4 11

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PAKSA (KVP) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI FAKULTAS KEDOKTERAN Perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 14

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 4

PERBEDAAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 0 13

PENDAHULUAN Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 4

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 4