Program Studi Pendidikan Dokter. Perbedaan Skor Kualitas Hidup Laki - laki Perokok dan Laki – Laki Bukan Perokok Yang Diukur Dengan Kuisioner SF – 36v2.

(1)

PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LAKI - LAKI

PEROKOK DAN NON PEROKOK YANG DIUKUR

DENGAN KUISIONER SF-36v2 ( Studi Pendahuluan )

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

OLEH:

DIMAS BAGUS PAMUNGKAS NIM: 1111103000003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan nikmat kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Skripsi berjudul ―PerbedaanKualitas Hidup Laki – Laki Perokok dan Bukan Perokok yang Dihitung Dengan Kuisioner SF-36v2‖, disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Dokter, FKIK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya dan tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, ( ibu delina ) selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp. THT - KL selaku pembimbing 1 yang telah memberikan masukan dan nasihat serta meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing saya dalam penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku pembimbing 2 yang telah memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.


(6)

iii

5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang selalu mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.

5. Kedua orang tua, Tatang Apri Hariyono dan Ida Witanti, terima kasih untuk kasih sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh keikhlasan dan ridho yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup saya. 6. Kakak dan adik tercinta, Andika Bagus Pamungkas dan Amanda Ayu Shafira , terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu diberikan.

7. Teman – teman PSPD 2011 yang saya cintai.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut serta memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama penulis mengikuti perkuliahan.Akhirnya segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi karunia yang tidak terhingga dalam hidupnya.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis menyadari masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Jakarta, September 2013 Penulis

Dimas Bagus Pamungkas 1111103000003


(7)

iv ABSTRAK

Dimas Bagus Pamungkas. Program Studi Pendidikan Dokter. Perbedaan Skor Kualitas Hidup Laki - laki Perokok dan Laki – Laki Bukan Perokok Yang Diukur Dengan Kuisioner SF – 36v2.

Tujuan : Penelitian ini mengukur skor kualitas hidup laki – laki perokok dan laki - laki bukan perokok serta melihat perbandingannya.Metode : Penelitian ini melibatkan 41 orang laki – laki dengan usia > 17 tahun, 25 orang merupakan kelompok perokok dan 16 orang lainnya adalah bukan perokok. Seluruh subjek penelitian menjawab berkas inform concent, kuisioner data demografi, dan kuisioner SF – 36v2. Hasil : Nilai rerata skor fisik dan skor mental lebih tinggi secara tidak signifikan ( p > 0,05 ) pada laki - laki bukan perokok dibanding laki - laki bukan perokok. Kesimpulan : Kebiasaan merokok kemungkinan dapat mempengaruhi skor kualitas hidup.

Kata kunci : merokok, kualitas hidup, kuisioner SF – 36v2

ABSTRACT

Dimas Bagus Pamungkas. Medical Education Study Program. Deferentiation of Quality of Life Score in Male Smokers and Non smokers Measured With The SF 36v2 Questionnaire.

Objective : This study analyze the association between smoking and the quality of life in male smokerscompared to male nonsmokers.Methods :The study comprised of 41

subjects divided to 25 male smokers and 16 male non – smokers. All subjects answered form dealing with smoking habits and the SF – 36v2 questionnaire.Results : Male smokers showed lower mean the physical and the mental scores than non – smokers, but was not significant ( p < 0,05 ). Conclusions : Smoking likely affect the quality of life.


(8)

v DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.4.1. Tujuan Umum ... 4

1.4.2. Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Landasan Teori ... 6

2.1.1. Kualitas Hidup ... 6

2.1.2. Kuisioner SF – 36... 9

2.1.3. Konsep Dasar Merokok... 11

2.1.4. Adiksi Nikotin ... 14

2.1.5. Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Hidup... 14

2.2. Kerangka Teori ... 17

2.3. Kerangka Konsep ... 18

2.4. Definisi Operasional ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN... 21


(9)

vi

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2.1. Waktu Penelitian ... 21

3.2.2. Tempat Penelitian... 21

3.3. Alat Penelitian ... 21

3.4. Populasi dan Sempel... 21

3.5. Jumlah Sempel... 22

3.6. Cara Kerja Penelitian ... 24

3.7. Pengolahan Data ... 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 26

4.1. Hasil Penelitian ... 26

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 26

4.1.2. Hasil Analisa Skor Kualitas Hidup ... 28

4.2. Hasil Analisa Skor Fisik dan Skor Mental Dengan Tingkat Adiksi Nikotin 30 4.3. Pembahasan ... 32

4.4. Aspek KeIslaman... 36

4.5. Keterbatasan Penelitian ... 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 39

5.1. Simpulan ... 39

5.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(10)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel2.1.Pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuisioner SF - 36 ... 9

Tabel4.1.Karakteristik subjek penelitian... 22 Tabel4.2.Hasil uji statistik skor fisik dan skor mental ... 29 Tabel4.3.Hasil uji statistik skor fisik dan skor mental dibandingkan dengan tingkat adiksi nikotin ... 31 Tabel4.4.Hasil uji statistik skor fisik dan skor mental dibandingkan dengan skor


(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1.Skor fisik laki – laki perokok dan bukan perokok ... ... 29

Gambar 4.2.Skor mental laki – laki perokok dan bukan perokok ... ... 30

Gambar 4.3.Skor fisik pada tingkat ketergantungan nikotin... ... 31

Gambar 4.4.Skor mental pada tingkat ketergantungan nikotin ... ... 32


(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat persetujuan etik ... 39

Lampiran 2 Riwayat penulis ... 40

Lampiran 3 Foto – foto penelitian ... 41

Lampiran 4 Lembar inform concent dan rekam medik ... 42


(13)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merokok merupakan sebuah fenomena yang cukup kompleks dan telah menjadi kebiasaan yang membudaya di masyarakat. Kompleksitas dari kebiasaan merokok diakibatkan dampak dan hubungannya dengan kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik. Berdasarkan data dari SKRT ( Survey Kesehatan Rumah Tangga ) tahun 2004, prevalensi perokok di Indonesia mencapai angka 28,4 % dan angka ini merupakan yang tertinggi diantara negara – negara di Asia tenggara. Yang lebih ironisnya lagi umur mulai merokok di Indonesia adalah pada usia 15 tahun, dimana merupakan usia yang begitu muda. Inisiasi merokok pada usia anak – anak dan remaja erat hubungannya dengan lingkungan keluarga, masyarakat, dan sahabat sekitar yang mendorong terciptanya budaya mengkonsumsi rokok, hal ini terbukti dengan banyak munculnya pendapat yang mengatakan merokok adalah proses menuju kedewasaan dan kejantanan. Sudah bukan merupakan rahasia umum bahwa di dalam rokok terdapat berbagai zat beracun yang sanagt berbahaya bagi tubuh. Hal ini menjadikan kebiasaan merokok termasuk ke dalam penyabab kematian yang dapat dicegah. Faktanya lebih dari 1 miliyar perokok di dunia akan mengalami kematian akibat berabagi penyakit yang ada kaitannya dengan konsumsi tembakau seperti penyakit jantung, kanker, penyakit paru, dan lain – lain. Apabila kebiasaan menggonsumsi rokok tidak dapat ditekan maka diperkirakan angka kematian akibat rokok akan melebihi angka 10 juta jiwa pada tahun 2025.1

Selain itu tingginya prevalensi merokok di Indonesia berdampak cukup signifikan terhadap kematian dini, akibatnya dapat menyebabkan pendeknya harapan hidup, meningkatnya biaya pengobatan penyakit akibat konsumsi rokok yang


(14)

berkepanjangan, dan menurunnya produktifitas. Dari hasil sebuah survey yang dilakukan didapatkan 200.000 orang di Indonesia meninggal setiap tahunnya akibat rokok. Selain itu 50 % perokok aktif akan mengalami kematian diakibatkan penyakit yang berkaitan dengan konsumsi rokok. Dalam sebuah survey lain didapatkan biaya yang dikeluarkan untuk menngobati penyakit akibat konsumsi rokok mencapai Rp.2,9 – 11 triliun pertahunnya.2

Garis besar dari fakta – fakta yang telah diuraikan sebelumnya, merokok dapat memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia baik dari segi fisik, psikis, sosial, dan ekonomi, atau dalam kata lain merokok dapat mempengaruhi kualitas hidup ( quality of life ) seseorang. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya penurunan pada angka kualitas hidup yang diukur secara objektif dengan menggunakan skoring seorang perokok jika dibandingkan dengan angka kualitas hidup seseorang yang tidak pernah merokok.3

Oleh karena itu selain untuk memperkuat penelitian sebelumnya dengan memberikan skor kualitas hidup pada laki - laki perokok dan bukan perokok, penulis memandang perlu diadakannya penelitian ini. Namun penelitian kali ini merupakan penelitian pendahuluan atau Preliminry study, hal ini dikarenakan sulitnya mencari subjek penelitian yang sesuai dengan besar sempel yang dibutuhkan serta sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah :

 Bagaimana hasil dari pengukuran skor kualitas hidup laki - laki perokok yang diukur dengan kuisioner SF – 36v2?

 Bagaimana hasil pengukuran skor kualitas hidup laki - laki bukan perokok yang diukur dengan kuisioner SF – 36v2?


(15)

 Apakah terdapat perbedaan yangsignifikan antara skor kualitas hidup laki - laki perokok dan bukan perokok?

 Apakah terdapat pengaruh tingkat ketergantungan nikotin terhadap skor kualitas hidup?

1.3 Hipotesis Penelitian

 Terdapat perbedaan yang signifikan pada skor kualaitas hidup antara laki - laki perokok dan bukan perokok, dengan laki - laki perokok memiliki skor yang lebih rendah.

 Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat ketergantungan nikotin dengan skor kualitas hidup.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai penelitian pendahuluan (

preliminary study ) untuk membandingkan skor kualitas hidup laki - laki perokok dengan laki - lakibukan perokok berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kuisioner SF – 36v2.

1.4.2. Tujuan Khusus

Yang merupakan tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan adalah:

 Apakah terdapat pengaruh skor adiksi nikotin terhadap skor kualitas hidup?

1.5 Manfaat Penelitian


(16)

 Peneliti dapat mengetahui skor kualitas hidup laki - laki perokok dan bukan perokok.

 Dapat memperkuat penelitian sebelumnya dengan tema yang sama.

 Dapat menganalisis perbedaan skor kualitas hidup antara laki - laki perokok dan bukan perokok.

 Dapat dijadikan bukti oleh para tenaga kesehatan dalam melakukan edukasi pada masyrakat di dalam upaya menurunkan angka kebiasaan merokok pada masyarakat.


(17)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kualitas Hidup

2.1.1.1.Definisi Kualitas Hidup

Cukup sulit untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat.Sejauh ini telah banyak pendapat ahli ataupun literatur yang mendefinisikan kualitas hidup, namun hal ini cenderung menimbulkan ambiguitas terhadap interpretasinya, hal ini dikarenakan definisinya bergantung siapa yang membuatnya. Definisi dan penerapan kualitas hidup juga akan berbeda pada bermacam macam wilayah penerapan, contohnya seorang planolog akan menilai baik tidaknya kualitas hidup berdasarkan tersedianya lahan hijau ataupun berbagai fasilitas yang ada, namun seorang klinisi kesehatan akan menilai baik tidaknya kualitas hidup seseorang berdasarkan ada atau tidaknya suatu gejala akibat suatu penyakit ataupun dampak yang terjadi setelah pemberian terapi.4

Jika dikaitkan dengan aspek kesehatan definisi kualitas hidup dapat diartikan sebagai respon emosi atau persepsi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan, hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuain antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial, emosional, dan kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain. Hal ini juga diperkuat oleh World Health Organization ( WHO ) yang pada tahun 1984 telah mendeklarasikan bahwa sehat adalah suatu kondisi yang paripurna baik secara fisik, mental, dan sosial, serta tidak selalu ditentukan dengan ada tidaknya penyakit.5,6


(18)

Saat ini ―health-related quality of life ( HRQOL )‖ atau kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan sudah menjadi salah tolak ukur dari keberhasilan suatu pelayanan kesehatan. Pengukuran HRQOL bersifat multidimensi yang di dalamnya meliputi antara lain fungsi fisik, sosial dan fungsi peran , mental health dan persepsi kesehatan secara umum.7

2.1.1.2.Aspek – aspek Dalam Kualitas Hidup

Untuk menghilangkan ambiguitas terhadap definisi kualitas hidup diperlukan beberapa aspek yang dapat dijadikan indikator untuk menilai baik buruknya kualitas hidup seseorang. Dari beberapa studi sebelumnya serta pendapat dari para ahli setidaknya dapat dirangkum beberapa aspek yang dapat dijadikan indikator dalam mengukur kualitas hidup seseorang, diantaranya fungsi fisik, gejala yang timbul akibat suatu penyakit ataupun pengobatan, fungsi emosional, fungsi kognitif, peranan dalam masyarakat, fungsi sosial, dan fungsi seksual.8

Di dalam The World Health Organization Quality of Life ( WHOQoL ) beberapa aspek tersebut telah dibagi secara sistematis ke dalam 4 dimensi kualitas hidup, yaitu5 :

 Kesehatan fisik, yang berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari hari, dan kapasitas kerja.  Kesehatan psikologis, yang berhubungan dengan pengaruh positif dan

negatif spiritual, pemikiran pembelajaran, daya ingat, konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilan, serta penghargaan terhadap diri sendiri.  Hubungan sosial, terdiri dari hubungan personal, aktifitas seksual, dan

hubungan sosial.

 Dimensi lingkungan, terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, sumber penghasilan, kesempatan memperoleh informasi,


(19)

keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekrreasi, atau aktifitas pada waktu luang.

Selain itu terdapat aspek lain yang juga memiliki dampak cukup signifikan dalam penentuan kualitas hidup seseorang, yaitu persepsi seseorang terhadap taraf kualitas hidup itu sendiri. Keseluruhan aspek – aspek dalam kualitas hidup dapat diukur secara objektif berupa nilai – nilai yang terkonversi dari jawaban dalam sebuah kuisioner atau instrumen lain yang diberikan.9

2.1.1.3.Pengukuran Kualitas Hidup

Secara garis besar kualitas hidup dapat diukur oleh sebuah instrumen pengukuran, instrumen tersebut terbagi menjadi 2 macam yaitu instrumen umum (

generic scale ) dan instrumen khusus ( spesific scale ). Instrumen umum adalah sebuah instrumen tang dipakai untuk mengukur kualitas hidup secara umum pada penderita dengan penyakit kronik, instrumen ini menilai secara umum kemampuan fungsional, ketidakmampuan dan kekhawatiran yang timbul akibat penyakit yang diderita. Contoh instrumen umum adalah the Sickness Impact Profile ( SIP ), the Medical Outcome Study ( MOS ) 36 – item short form health survey ( SF – 36 ).Instrumen khusus adalah instrumen yang dipakai untuk mengukur sesuatu yang khusus dari penyakit, populasi tertentu atau fungsi yang khusus, contohnya adalah ― The Washington Psychosicial Seizure Inventory ― ( WPSI ).10,11

2.1.1.4.Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Dari hasil analisa multivariat pada sebuah penelitian memngenai angka kualitas hidup pada penduduk Indonesia menunjukkan, penduduk dengan kelompok usia lebih dari 64 tahun memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan kelompok usia 64 tahun atau kurang. Selain itu perempuan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibanding laki – laki. Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan penduduk dengan pendidikan yang rendah memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibanding penduduk dengan taraf pendidikan yang tinggi.Penduduk yang memiliki penyakit memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan penduduk


(20)

yang tidak memiliki penyakit. Sementara itu penduduk dengan kebiasaan negatif ( merokok, konsumsi alkohol, atau kurang konsumsi buah, atau kurang aktivitas fisisk ) memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan penduduk tanpa kebiasaan negatif. Selain itu penduduk yang tinggal di lokasi yang berjauhan dengan akses pelayanan kesehatan memeiliki kualtas hidup yang lebuh rendah dibanding penduduk yang tinggal di lokasi yang berdekatan denga akses pelayanan kesehatan.12

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yang diantaranya adalah :

 Usia

 Gangguan mental emosional  Tempat tinggal dengan linkungan  Jenis kelamin

 Kebiasaan buruk atau beresiko  Tingkat pendidikan

 Interaksi penyakit ( terutama yang menular ) dengan faktor resiko  Interaksi daerah tempat tinggal dengan akses pelayanan kesehatan  Status ekonomi

2.1.2. Kuisioner SF – 36

SF – 36 adalah salah satu instrumen pengukuran kualitas hidup yang dapat digunakan pada berbagai macam kondisi ataupun penyakit. SF – 36 merupakan suatu kuisioner yang berisikan 36 pertanyaan yang dikembangkan oleh para peneliti dari Universitas Santa Monica dan bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap status kesehatan seseorang. Dari ke 36 pertanyaan yang ada merupakan penjabaran dari 8 aspek penilaian, yaitu :9


(21)

 Pembatasan aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi.  Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah fisik.  Nyeri seluruh badan.

 Kesehatan mental secara umum.

 Pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah emosi.  Vitalitas hidup.

 Pandangan kesehatan secara umum

Dari kedeelapan dimensi tersebut dapat dikelompokkanmenjadi dua komponen besar yaitu komponen fisik dan komponen mental. Kuisioner SF-36 memiliki skor yang berkisar antara 0-100, dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup terkait.13

Dalam melakukan penghitungan terhadap skor kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner SF – 36 digunakan daftar nilai seprti yang tertera dalam Tabel 2.1. Sementara itu untuk skor akhir dilakukan penghitungan nilai rata – rata dari setiap pertanyaan yang mewakili suatu dimensi tertentu ( fungsi fisik, peranan fisik, peranan emosi, kesehatan jiwa, energi, fungsi sosial, nyeri, kesehatan umum ), dan selanjutnya dari ke delapan dimensi tersebut dapat dikelompokkan lagi menjadi 2 komponen besar yaitu komponen skor fisik dan komponen skor mental denagn menghitung rata – rata dari skor setiap dimensi yang mewakilinya.14

Tabel 2.1. Pertanyaan yang mewakili 8 dimensi kuisioner SF - 36

Skala Jumlah item Nomor pertanyaan Fungsi fisik 10 3,4,5,6,7,8,9,10,11,12

Peranan fisik 4 13,14,15,16

Peranan emosi 3 17,18,19

Energi 4 23,27,29,31

Kesehatan jiwa 5 24,25,26,28,30

Fungsi sosial 2 20,32

Rasa nyeri 2 21,22

Kesehatan umum 5 1,33,34,35,36


(22)

Kuisioner SF – 36 telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, salah satunya bahasa Indonesia. Validitas dari kuisioner SF – 36 telah dibuktikan pada populasi umum dan beragam kelompok pasien. Selain itu kuisioner SF – 36 telah dipergunkan secara luas di Indonesia untuk mengukur kualitas hidup.15

2.1.3. Konsep Dasar Merokok 2.1.3.1.Definisi Rokok dan Merokok

Rokok adalah suatu silinder yang terbuat dari kertas, memiliki panjang 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm dan berisi daun – daunan tembakau yang dicacah. Sementara merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun dengan pipa.16

Rokok dan merokok bukan lagi menjadi sesuatu yang asing di masyarakat, penyebaran dan konsumsinya merata di semua strata dan kalangan masyarakat, baik seseorang dengan kemampuan ekonomi rendah ataupun tinggi, dari yang muda ataupun yang tua. Ironisnya jarang sekali untuk diakui bahwa merokok adalah suatu kebiasaan yang buruk, padahal sudah jelas terpampang akan bahaya merokok bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan beberapa alasan yang melandasi dan membuat mereka merokok, diantaranya cara untuk bisa diterima secara sosial, melihat orang tuanya merokok, menghilangkan rasa jenuh, ketagihan, menghilangkan rasa stress. Selain itu menurut Erickson kebiasaan merokok ditimbulkan akibat krisis psikososial seseorang pada masa pencarian jati dirinya.17

2.1.3.2.Klasifikasi Merokok

Penentuan tentang kebiasaan merokok pada seseorang dapat ditentukan pada suatu kriteria yang dibuat berdasarkan anamnesis atau menggunakan suatu kriteria yang telah ada.Biasanya batasan yang digunakandidasarkan pada jumlah rokok yang dihisap setiap hari atau lamanya kebiasaan merokok. Menurut Smet ( 1994 ), perokok jika ditinjau dari seberapa banyak rokok yang dikonsumsi terbagi atas tiga macam, yaitu :18


(23)

 Perokok ringan, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 1 – 10 batang perharinya.

 Perokok sedang, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok antara 11 – 20 batang perharinya.

 Perokok berat, adalah seseorang yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perharinya.

Selain itu menurut Leventhal dan Clearly, seseorang akan menjadi perokok melalui beberapa tahapan, diantaranya :17

 Tahap preparation, yaitu suatu tahap diamana seseorang mulai membayangkan kenikmatan melalui apa yang didengar atau secara visual.

 Tahap initiation, yaitu suatu tahap dimana seseorang mulai memutuskan apakah dia akan melanjutkan konsumsi rokok atau tidak.  Tahap becoming smoker, yaitu dimana seseorang mulai rutin

mengkonsumsi rokok 4 batang perharinya.

 Tahap maintainance of smoking, dimana seseorang mulai menjadikan kebiasaan merokok sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk mendapatkan efek fisiologis yang menyenangkan.

Semakin awal seseorang merokok maka akan semakin sulit untuk berhenti merokok, selain itu rokok juga memiliki dose – response effect, artinya semakin muda seseorang meroko maka efeknya semakin berbahaya bagi kesehatannya.17

Selain itu untuk menklasifikasikan perokok, juga dapat digunakan suatu indeks yang bernama Indeks Brinkman. Indeks Brinkman diukur dengan mengalikan banyaknya rokok yang dikonsumsi perharinya dengan lamanya merokok. Dari hasil pengalian tersebut dapat diklasifikasikan menjadi, perokok ringan : 0 – 200, perokok sedang : 200 – 600, perokok berat : > 600.17


(24)

2.1.3.3.Kandungan Rokok

Bahan – bahan yang terkandung dalam rokok merupaka paduan dari berbagai macam zat – zat kimia berbahaya. Dari sebuah penelitian satu batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan kurang lebih 4.000 zat kimia berbahaya. Secara umum bahan – bahan ini dapat dikelompokkan menjadi komponen gas ( 92 % ) dan sisanya partikel yang akan terkondensasi menjadi suatu partikulat. Asap yang dihasilkan dari sebatang rokok dibagi menjadi 2 macam yaitu asap yang akan terhirup oleh si penghisap ( mine stream smoke ) dan asap yang akan dihembuskan ke udara bebas (

side stream smoke ).19

Komponen gas yang terkandung dalam asap rokok berupa karbon monoksida, amoniak, asam hidrosinat, nitrogen oksida, dan formaldehid. Sementara itu komponen partikel yang terkandung di dalam asap rokok berupa tar, indol, nikotin, karbazol, dan kresol. Zat – zat ini sangatlah beracun, mnegiritasi, dan dapat menimbulkan kanker ( karsinogenik ). Kadar nikotin pada rokok kretek berkisar 4 – 5 mg sementara pada rokok filter 5 mg. Sementara itu kandungan karbon monoksida lebih banyak terkandung dalam rokok filter.19

2.1.3.4.Efek Negatif Dari Merokok

Kebiasaan merokok dapat memberikan dampak yang berbahaya pada berbagai organ di dalam tubuh dan dapat menimbulkan berbagai penyakit, dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya resiko berkembangnya penyakit yang terkait rokok dengan menghindari atau mengurangi kebiasaan konsumsi rokok. Selain itu merokok menjadi salah satu dari penyebab yang dapat dihindari terhadap resiko kematian dini, hal ini dibuktikan dari hasil survey yang menunjukkan merokok dapat menjadi penyebab dari 80 % kematian akibat COPD dan 90 % kematian akibat kanker paru. Selain itu merokok menjadi penyebab kematian dini pada laki - laki dan wanita di Amerika Serikat.Selain itu kebiasaan merokok pada wanita hamil dapat mempengaruhi baik kesehatan si ibu maupun bayinya baik sebelum ataupun setelah melahirkan.20,21,22


(25)

2.1.4. Adiksi Nikotin

Nikotin merupakan zat berbahaya atau ― racun saraf ― yang poten. Dampak utama nikotin yangterdapat dalam tembakau adalah ketergantungan ( adiksi ) yang merupakan suatu fenomenaprilaku yang kompleks dengan sebab akibat yang luas dari mekanismemolekuler ke interaksi sosial. Adiksi nikotin terjadi karena interaksi antara nikotin dengan Nicotinic Acetylcholin Receptor ( nAChRs )yang merupakan reseptor nikotin di otak pada daerah mesolimbik dopamin system di ventral tegmentalarea neuron yang mengawali aktivasi sistem syaraf pusat termasuk system mesoaccumbens dopamine. Reseptor nikotin mengaturpelepasan dopamin. Nikotin merubah aktifitas ventral tegmental area untukmeningkatkan pelepasan dopamin. Dopamin adalah suatu senyawa katekolamin yangpenting pada otak mamalia, yang mengontrol fungsi aktivitas lokomotorik,kognisi, emosi, reinforsmen positif , dan regulasi endokrin.23

2.1.5. Pengaruh Merokok Terhadap Kualitas Hidup

Merokok dapat menyebabkan penurunan terhadap taraf kesehatan secara umum, seperti kesan terhadap kondisi kesehatannya yang memburuk. Selain itu merokok dapat menyebabkan meningkatnya ketidakhadiran seseorang perokok pada pekerjaannya, serta meningkatkan frekuensi penggunaan layanan kesehatan yang berdampak pada besarnya biaya yang digunakan oleh perokok ( baik untuk berobat maupun untuk konsumsi rokok ). Tentu kesemuanya sangat mempengaruhi taraf kualitas hidup.20

Jika dilihat dari zat – zat kimia berbahaya yang terkandung di dalam sebatang rokok, sudah menjadi sebuah kepastian rokok dapat memberikan dampak negatif bagi tubuh orang yang mengkonsumsinya. Dari hasil survey yang dilakukan oleh British National Health Service( NHS ) menunjukkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan penyakit yang diakibatkan konsumsi rokok pada tahun 2005 / 2006 mencapai 5,2 miliyar euro, hal tersebut membuktikan bahwa konsumsi rokok juga memiliki dampak buruk yang cukup signifikan terhadap kondisi


(26)

sosioekonomi perokok tersebut, itupun belum ditambah kerugian yang diakibatkan oleh dampak tidak langsung kosumsi rokok seperti hilangnya produktivitas serta semakin meningkatnya konsumsi rokok akibat efek ketagihan yang ditimbulkannya.24

Dalam sebuah studi yang dilakukan di inggris pada tahun 2006, dilakukan sebuah survey yang berkenaan pengaruh merokok dengan tingkat kualitas hidup. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner EQ-5D dan dilakukan pada populasi di Inggris dengan kriteria laki – laki dengan usia 16 tahun atau lebih yang dipilih secara random. Di dalam studi ini kriteria perokok yang diuji terbagi ke dalam 6 golongan ; tidak pernah merokok sama sekali, pernah sesekali merokok, mantan perokok, perokok ringan ( perokok yang mengkonsumsi 10 batang rokok perhari ), perokok sedang ( perokok yang mengkonsumsi 10 – 19 batang roko perhari ), dan perokok berat ( perokok yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok perhari ). Dari studi tersebut menyimpulkan adanya perbedaan yang signifikan pada skor rata – rata EQ – 5D antara golongan yang tidak pernah merokok dengan golongan yang merokok sedikitnya 20 batang perharinya sebesar 0,1, dimana golongan yang tidak pernah merokok meiliki skor yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan negatif kebiasaan merokok dengan tingkat kualitas hidup.24

Dalam studi lain yang dilakukan pada mahasiswa salah satu universitas negri di Brazil, dimana sempel diambil secara acak dan terbagi atas 2 kelompok yaitu kelompok yang merokok dan kelompok yang tidak pernah merokok sama sekali. Dalam penelitian ini kriteria perokok yang dapat dilibatkan berupa perokok dengan usia 26 tahun, setidaknya mengkonsumsi rokok 1 batang perharinya selama satu bulan terakhir, tidak memiliki penyakit kronik, tidak sedang dalam terapi atau pengobatan jangka panjang, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak mengkonsumsi obat – obatan terlarang. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengukur skor kulitas hidup adalah kuisioner generik SF – 36, yang di dalamnya terdapat 8 poin yang menjadi indikatornya dan terbagi dalam 2 bagian besar yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Dari hasil penghitungan skor rata – rata kualitas


(27)

hidup, kelompok yang tidak pernah merokok sama sekali memiliki skor yang lebih tinggi daripada kelompok perokok.Selain itu dalam beberpa studi menunjukkan merokok dapat menyebabkan penurunan pada kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan ( health related quality of life ). Dari hasil penilaian kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner SF – 36 pada perokok, bukan perokok, dan mantan perokok terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada skor rata – ratanya.25

Selain itu jika dikaitakan dengan adiksi nikotin yang diakibatkan konsumsi rokok, Norbet S ( 2003 ) dalam penelitiannya yang dilakukan di Jerman mengunkapkan pada perokok yang telah mengalami adiksi terhadap nikotin memiliki skor kualitas hidup yang lebih rendah daripada perokok yang belum mengalami adiksi nikotin.26


(28)

2.2. Kerangka Teori

: Kerangka konsep

Kualitas hidup Tempat tinggal dan lingkungan

Gangguan mental dan emosioanl usia

Status ekonomi

Akses layanan kesehatan

penyakit

Tingkat pendidikan

Kebiasaan buruk Jenis

kelamin


(29)

merokok Merusak berbagai organ penyakit Kematian dini Meningkatnya intensitasberobat kecanduan Meningkat nya intensitas merokok Meningkatnya pengeluaran biaya Penururnan produktifitas Menurunnya pendapatan Ketidakseimbangan financial Masalah emosional Kualitas hidup

2.3. Kerangka Konsep

Penurunan taraf kesehatans

ecara umum


(30)

2.4. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Cara pengukuran

Skala pengukuran 1. Skor

kualitas hidup Skor yang didapatkan setelah pengisian kuisioner SF-36v2

Peneliti Kuisioner SF – 36v2 Menghitung skor hasil pengisisan kuisioner Numerik

2. Status Perokok

Satatus yang menyatakan seseorang sebagai perokok atau bukan perokok

Peneliti Kuisioner ketergantungan nikotin dan rekam medis sempel penelitian Anamnesis dan mengisis kuisioner dan rekam medis Kategorik Perokok : Laki – laki usia > 21 thn yang mengkonsumsi minimal 1 batang perharinya minimal selama 6 bulan terakhir.

4. Indeks Brinkman Indeks yang digunakan untuk mengklasifikasikan perokok menjadi perokok ringan, sedang, dan berat

Peneliti - Indeks Brinkman = banyaknya rokok yang dikonsumsi perhari x lamanya merokok Kategorik

3. Bukan perokok

Laki – laki usia > 21 thn yang tidak pernah merokok sama sekali atau telah berhenti merokok minimal selama 10 tahun

Peneliti Kuisioner ketergantungan nikotin dan rekam medis sempel penelitian Anamnesis dan mengisis kuisioner dan rekam medis Kategorik

4. Kuisioner SF – 36 v2

Merupakan kuisioner generik yang digunakan untuk mengukur skor kualitas hidup

Peneliti - Wawancara subjek yang ingin dinilai dan diakumulasi Numerik Klasifikasi perokok : 1. Perokok ringan :< 200 2. Perokok sedang : 200 – 600

3. Perokok berat :> 60


(31)

5. Adiksi nikotin

Penggunaan nikotin yang terus menerus tanpa tujuan medis dan berdampak negatif pada pengguna

Peneliti Kuisioner ketergantungan nikotin (

Fagerstrom Test for Nicitine Dependence ( FTND ) ).

Wawancara subjek yang ingin dinilai Kategorik Klasifikasi ketergantungan nikotin : 1-2: Ketergantungan rendah 3-4: Ketergantungan rendah sampai sedang 5-7: Ketergantu ngan sedang >8 :

Ketergantungan tinggi


(32)

21 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada Juli 2013 – selesai.

3.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada derah seputar Pisangan.

3.3.Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SF –36v2 yang telah tervalidasi ke dalam Bahasa Indonesia dan kuisioner untuk menilai kebiasaan merokok subjek penelitian dan ketergantungan terhadap nikotin.

3.4.Populasi dan Sempel

Subjek penelitian ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perokok dan kelompok kelompok non perokok. Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah laki - laki dengan interval usia di atas 22 tahun,bersedia menyetujui inform concent yang diajukan, bersedia dan berkomitmen untuk mengisi kuisoner SF – 36v2 dan kuisioner


(33)

yang berkenaan dengan data demografi dan kebiasaan merokok subjek penelitian dengan sebenar – benarnya. Kriteria eksklusi untuk penelitian ini adalah subjek yang tidak bersedia menyetujui inform concent, tidak bersedia dan berkomitmen untuk mengisi kuisoner SF – 36v2 dan kuisioner yang berkenaan dengan data demografi dan kebiasaan merokok dengan sebenar – benarnya. Serta memiliki penyakit sitemik atupun sedang dalam proses pengobatan yang kronik.Yang termasuk dalam kriteria perokok adalah mereka yang dalam setiap harinya minimal mengkonsumsi 1 batang rokok setidaknya dalam 1 tahun terakhir atau mereka yang merokok setiap hari selama 6 bulan terkhir. Sementara untuk kriteria bukan perokok adalah mereka yang sama sekali tidak pernah mengkonsumsi rokok atau mereka yang pernah merokok namun sudah berhenti minimal 5 tahun yang lalu.27

3.5.Jumlah Sempel

Besar sempel penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sempel untuk penelitian analitik numerik tidak berpasangan dengan desain penelitian potong lintang ( cross sectional ), yakni sebagai berikut :

Keterangan :

N : jumlah sempel Zα :defiat baku alpha Zβ : defiat baku beta

S : standar deviasi gabungan

X1– X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan nilai Zα yang dipakai adalah 1,645 sementara nilai Zβ yang dipakai adalah 0,842. Sementara itu nilai X1 – X2 yang


(34)

digunakan adalah 10. Selain itu untuk menentukan nilai standar deviasi gabungan peneliti menggunakan rumus sebagai berikut :

( ) Sg : standar deviasi gabungan

S1 : standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya n1 : besar sempel kelompok pertama pada penelitian sebelumnya S2 : standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya n2 : besar sempel kelompok kedua pada penelitian sebelumnya

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aurelio Cayuela dan kolega di spanyol pada tahun 2005, didapatkan standar deviasi kelompok pertama ( kelompok laki - laki perokok ) 24,6 dengan jumlah sempel 120 orang, sementara standar deviasi kelompok kedua ( kelompok laki - laki bukan perokok ) 23,2 dengan jumlah sempel 120 orang. Sehingga hasil penghitungannya :

= 24

Sehingga jumlah sempel yang dibutuhkan pada penelitian ini :

= 72 orang ( masing – masing kelompok ).

Pada penelitian kali terdapat 2 faktor perancu yang tidak dapat dieksklusi yaitu masalah sosial masing – masing subjek penelitian dan kebiasaan buruk lain selain merokok. Sehingga untuk jumlah sempel ditambah 30 subjek untuk setiap kelompoknya, dengan rincian sebagai berikut :


(35)

Sehingga total subjek penelitian yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 102 orang untuk setiap kelompoknya.

3.6.Cara Kerja Penelitian

Penelitian ini memiliki tahapan kerja sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

2. Memberikan inform concent kepada subjek penelitian

3. Pengambilan data demografi dan kebiasaan merokok subjek penelitian :

Subjek penelitian mengisi 2 buah kuisioner. kuisioner yang pertama adalah kuisioner yang di dalamnya berisikan pertanyaan yang ditujukan untuk mengetahui data demografi dan kebiasaan merokok subjek penelitian.

4. Penilaian kualitas hidup subjek penelitian :

Subjek penelitian mengisi kuisioner SF – 36v2. 5. Pengolahan data

3.7.Pengolahan Data

Data yang sudah diisikan pada kuisioner data demografi dimasukkan ke dalam

microsoft excel untuk pendataan. Sementara data yang diisikan pada kuisioner SF – 36v2 selanjutnya akan dihitung secara manual dengan panduan scoring yang direkomendasikan oleh Research and Develpment Corporation ( RAND ). Selanjutnya data akan diolah dengan menggunakan SPSS v16. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rata-rata dan standar deviasi.Normalitas distribusi data di uji dengan Uji Shapiro Wilk karena jumlah sampel kurang dari 50.


(36)

Uji hipotesis untuk membandingkan skor fisik dan skor mental pada perokok dengan non perokok diuji dengan menggunakan Uji t-test tidak berpasangan dan untuk data dengan distribusi data tidak normal diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney.Dilihat nilai p value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan skor kualitas hidup perokok dibandingkan dengan non perokok. Sementara itu untuk menentukan siginifikansi hubungan antara skor kualitas hidup dengan tingkat ketergantungan nikotin digunakan uji Spearman.


(37)

26 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitar kelurahan Pisangan, dengan jumlah subjek penelitian yang berhasil dikumpulkan berjumlah 41 orang. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh peneliti serta sulitnya mencari subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik dari 41subjek penelitian meliputi usia, status pendidikan, jumlah rokok yang dikonsumsi, serta lamanya merokok, seperti terlihat pada tabel 4.1 di bawah ini.

Pada tabel 4.1. menunjukkan dari keseluruhan jumlah subjek penelitian ( 41 orang ) terbagi ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok merokok dan bukan perokok yang masing – masingnya berjumlah 16 orang untuk kelompok perokok dan 25 orang untuk kelompok bukan perokok. Masing – masing kelompok memiliki rentang usia dari 17 tahun sampai 50 tahun.

Pada kelompok perokok, usia paling banyak berada pada kelompok usia 25 – 34 tahun yang berjumlah 6 orang ( 26,8 % ). Sementara status pendidikan yang paling banyak adalah SMP / tamat SD yang berjumlah 13 orang ( 31,7 % ). Selain itu pada kelompok perokok 1 orang ( 2,4 % ) telah merokok < 5 tahun, 4 orang ( 9,8 % ) telah merokok 5 – 10 tahun, dan 20 orang ( 20,8 % ) telah merokok > 10 tahun. Pada kelompok perokok didapatkan 8 orang ( 19,5 % ) mengkonsumsi rokok < 10 batang per hari dan 17 orang ( 41,5 % ) mengkonsumsi rokok 11 – 20 batang perhari. Pada


(38)

tabel 4.1. juga memperlihatkan dari 25 orang yang termasuk kelompok perokok, kebanyakannya telah mengalami adiksi ringan ( 11 orang ( 26,8 % ).

Pada kelompok bukan perokok, kelompok usia paling banyak adalah 17 – 24 tahun yang berjumlah 11 orang ( 26,8 % ). Sementara itu jika dilihat dari status pendidikan yang terbanyak adalah S1 / tamat SMA yang berjumlah 9 orang ( 22 % ). Pada kelompok bukan perokok seluruhnya tidak mengalami adiksi nikotin.

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian ( n = 41 )

Bukan perokok Perokok

N % N %

Usia

17 – 24 tahun 11 26,8 3 9,8

25 – 34 tahun 2 4,9 6 26,8

35 – 44 tahun 1 2,4 5 17,3

45 – 50 tahun 2 4,9 1 7,3

Median (min – maks) 23,50 (18 – 50) 34,00 (17 – 60)

Total 16 39 25 61

Pendidikan

SD / tidak tamat SD 2 4,9 13 31,7

SMP / tamat SD 3 7,3 11 26,8

SMA / tamat SMP 2 4,9 1 2,4

S1 / tamat SMA 9 22 0 0

Total 16 39 25 61

Lama merokok

Tidak ada 16 39 0 0

< 5 tahun 0 0 1 2,4

6 – 10 tahun 0 0 4 9,8

>10 tahun 0 0 20 48,8

Total 16 39 25 61

Jumlah rokok

0 batang 16 39 0 0

<10 batang 0 0 8 19,5

11 – 20 batang 0 0 17 41,5

Total 16 39 25 61

Adiksi nikotin

Tidak adiksi 15 39 1 2,4

Adiksi ringan 0 0 11 26,8

Adiksi ringan– sedang 0 0 10 24,4

Adiksi sedang 0 0 3 7,3


(39)

4.1.2. Hasil Analisa Skor Kualitas Hidup

Tabel 4.2. Hasil uji statistik skor fisik dan skor mental

Perokok Bukan perokok Nilai p Skor fisik

0,099 Median( Nilai minimal –

maksmal )

83,00 ( 54 – 96 ) 88,50 ( 59 –100 ) Skor mental

0,048 Median( Nilai minimal –

maksmal )

78,00 ( 51 – 100 ) 89,00 ( 60 – 100 )


(40)

Gambar 4.2. Skor mental laki – laki perokok dan bukan perokok

Berdasarkan tabel 4.3.diperoleh nilai median skor fisik pada perokok 83,00 dengan rentang 54 – 96, sementara pada kelompok bukan perokok memiliki median skor fisik 88,50 dengan rentang 59 – 100. Hal ini memperlihatkan kelompok perokok memiliki median skor fisik yang lebih rendah dibanding kelompok bukan perokok. Namun hal ini tidaklah signifikan secara statistik, hal ini dikarenakan nilai p yang dihasilkan dari uji statistik adalah 0,099 ( > 0,05 ). Hal yang serupa juga terjadi pada rerata skor mental kelompok perokok yang lebih rendah dari kelompok bukan perokok ( 78,00 : 89,00 ), namun juga tidak bermakna secara statistik ( P = 0,048).


(41)

4.2.Hasil Analisa Skor Fisik dan Skor Mental Dengan Tingkat Adiksi Nikotin

Tabel 4.3. Hasil uji statistik skor fisik dan skor mental dibandingkan dengan tingkat adiksi nikotin

Tidak adiksi N = 16

Adiksi ringan N = 11

Adiksi ringan – sedang N = 10

Adiksi sedang N = 3

Skor fisik Median (min-maks)

88 (59-100) 86 (69-89) 83 (64-94) 60 (54-68)

Skor mental

Median (min-maks)

89 (57-100) 78 (65-94) 85 (72-100) 53 (51-69)


(42)

Gambar 4.4. Skor mental pada tingkat ketergantungan nikotin

Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan median skor fisik pada subjek penelitian yang tidak adiksi 88, dengan rentang skor 59 – 100. Sementara pada subjek penelitian yang mengalami ketergantungan nikotin ringan 86, dengan rentang skor 69 – 89. Pada subjek penelitian yang mengalami ketergantungan nikotin ringan – sedang 83, denan rentang skor 64 – 94. Pada subjek penelitian yang mengalami ketergantungan nikotin sedang 60, denan rentang skor 54 – 68.

Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan median skor mental pada subjek penelitian yang tidak adiksi 89, dengan rentang skor 57 – 100. Sementara pada subjek penelitian yang mengalami ketergantungan nikotin ringan 78, dengan rentang skor 65 – 94. Pada subjek penelitian yang mengalami ketergantungan nikotin ringan – sedang 85,


(43)

denan rentang skor 72 – 100. Pada subjek penelitian yang mengalami ketergantungan nikotin sedang 53, denan rentang skor 51 – 69.

Tabel 4.4. Hasil analisa korelasi skor fisik dan skor mental dengan skor Fagerstrom Test for Nicitine Dependence( FNTD )

Skor fisik Skor mental

Nilai p 0,056 0,105

Nilai r -0,301 -0,257

Dalam penelitian ini didapatkan nilai p dari hasil uji korelasi antara skor fisik dengan skor Fagerstrom Test for Nicitine Dependence( FNTD ) sebesar 0,056 ( > 0,05 ) hal ini menunjukkan tidak terdapat korelasi yang bermakna. Hal tersebut juga terjadi pada hasil uji korelasi antara skor mental dengan skor FNTD, dimana didapatkan nilai p 0,105 ( > 0,05 ).

4.3.Pembahasan

Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian yang berjumlah 25 orang untuk kelompok laki - laki perokok dan 16 orang untuk laki - laki bukan perokok. Kelompok laki - laki perokok memiliki usia dengan jumlah paling banyak ada pada usia 25 – 34 tahun yaitu 6 orang ( 26,8 % ). Hal ini hampir sesuai dengan data prevalensi laki - laki perokok yang dikeluarkan oleh Riskesdas pada tahun 2010 diamana pada rentang usia 25 – 34 tahun didapatkan prevalensi perokok sebesar 31,1 % ( 1,1 % lebih rendah dari prevalensi perokok tertinggi pada rentang usia 45 – 54 tahun ). Selain itu Sirait ( 2002 ) dalam penelitiannya melaporkan bahwa dari ± 80 ribu perokok yang disurvey di 27 provinsi di Indonesia paling banyak berada pada rentang usia 30 – 50 tahun ( 74,4 % ).27,28

Sementara itu pada kelompok laki - laki perokok didapatkan subjek penelitian memiliki status pendidikan SMP / tamat SD yaitu berjumlah 11 orang ( 31,7 % ). Hal jini sedikit berbeda dari data prevalensi perokok berdasarkan status pendidikan yang dilaporkan dalam Riskesdas 2010, dimana prevalensi perokok paling tinggi berada


(44)

pada status pendidikan SD / tidak tamat SD yaitu sebesar 31,9 % sementara pada status pendidikan SMP / tamat SD prevalensinya sebesar 30,4 %. Perbedaan ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Sirait dkk ( 2002 ) tentang kebiasaan merokok di Indonesia, dimana dilaporkan prevalensi perokok tertinggi berada pada status pendidikan SD atau tidak tamat SD yaitu sebesar 75,5 %. Dari data – data tersebut meskipun peneliti belum mendapatkan kebermaknaan secara statistik, dapat terlihat bahwa makin rendah status pendidikan seseorang maka makin tinggi kecenderungan seseorang untuk konsumsi rokok dan hal inipun erat kaitannya dengan sulitnya mengendalikan angka konsumsi rokok. Tentu hal ini dikarenakan makin rendahnya status pendidikan seseorang maka makin rendah pengetahuan dan kewaspadaan akan bahay yang dapat disebabkik,an oleh konsumsi rokok. Pendapat ini dikuatkan oleh Matthew Allan ( 2001 ) yang melaporkan bahwa yang menyebabkan sulitnya mengendalikan angka konsumsi rokok pada remaja di Indonesia adalah diakibatkan rendahnya pengetahuan mereka tentang bahaya yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi rokok.Namun selain rendahnya pengetahuan perokok terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat konsumsi rokok, terdapat faktor lain yang juga dapat menyebabkan seseorang memulai kebiasaan mengkonsumsi rokok. Salah satunya peran serta keluarga dan lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi dan membentuk kebiasaan untuk mengkonsumsi rokok. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Soemartono ( 1998 ) yang melaporkan bahwa adanya hubungan antara kebiasaan merokok pada orang tua, kakak tertua, dan teman dengan angka prevalensi perokok pada SLTA di Jarakarta, dimana apabila ayahnya merokok maka anaknya memiliki kecenderungan untuk merokok 2 kali lipat, sementara jika kakak tertua merokok maka kecenderungannya akan meningkat 3 kali, dan apabila ada teman disekitarnya yang merokok maka orang tersebut kan meningkat kecenderungannya untuk merokok 3,2 kali lipat. Namun pada penelitian ini peneliti tidak memfokuskan bahasan pada faktor – faktor tersebut.27,28

Pada penelitian ini didapatkan, pada kelompok perokok paling banyak mengalami adiksi nikotin rendah yaitu 11 orang ( 26,8 % ). Hal ini berkaitan dengan


(45)

dengan lamanya perokok mengkonsumsi rokok, dimana pada penelitian ini didapatkan pada kelompok perokok telah mayoritasnya mengkonsmsi rokok > 10 tahun. Selain itu makin tinggi adiksi seseorang terhadap nikotin maka makin tinggi pula rokok yang dikonsumsinya dalam sehari, dan pada penelitian ini didapatkan 8 orang ( 19,5 % ) mengkonsumsi rokok < 10 batang per hari dan 17 orang ( 41,5 % ) mengkonsumsi rokok 11 – 20 batang perhari. Hal ini tentunya dikarenakan makin banyak dan lama mengkonsumsi rokok semakin banyak nikotin yang terkonsumsi. Hal ini dikuatkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bagus Artana dan Ngurah Rai pada tahun 2009 tentang tingkat ketergantungan nikotin dan fakto – faktor yang berhubungan pada perokok di desa Panglipuran. Dimana dilaporkan peningkatan ketergantungan terhadap nikotin ( adiksi nikotin ) berbanding lurus dengan lamanya perokok telah mengkonsumsi rokok, namun juga berkaitan dengan jumlah rokok yang dikonsumsi dalam 1 harinya.29

Berdasarkan tabel 4.3. dan gambar 4.1 diperoleh nilai median skor fisik pada perokok 83,00 dengan rentang 54 – 96, sementara pada kelompok bukan perokok memiliki median skor fisik 88,50 dengan rentang 59 – 100. Hal ini memperlihatkan kelompok perokok memiliki median skor fisik yang lebih rendah dibanding kelompok bukan perokok. Namun hal ini tidaklah signifikan secara statistik, hal ini dikarenakan nilai p yang dihasilkan dari uji statistik adalah 0,099 ( > 0,05 ). Hal yang serupa juga terjadi pada rerata skor mental kelompok perokok yang lebih rendah dari kelompok bukan perokok ( 78,00 : 89,00 ), namun juga tidak bermakna secara statistik ( P = 0,048 ).

Peneliti berpenapat bahwa hal tersebut dikarenakan kurang terpenuhinya besar sempel yang dibutuhkan dalam penelitian ini, dimana jumlah yang dibutuhkan adalah 72 orang untuk masing masing kelompok sementara pada penelitian ini hanya berjumlah 41 orang ( 16 orang untuk kelompok bukan perokok dan 25 orang kelompok perokok). Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh peneliti serta sulitnya mencari subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Pendapat ini diperkuat oleh


(46)

laporan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bellido – Cassado pada tahun 2004 di Valladolid, dimana tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada skor fisik maupun skor mental pada populasi perokok dan bukan perokok yang dikarenakan kurang terpenuhinya besar sempel yang dibutuhkan pada penelitian tersebut.30

Walaupun tidak bermakna secara statistik, lebih rendahnya rerata skor fisik dan skor mental kelompok perokok dibanding kelompok bukan perokok bisa disebabkan oleh dampak dari konsumsi rokok walaupun banyak faktor yang dapat menurunkan skor kualitas hidup seseorang. Sehingga jika ingin dikaitkan antara lebih buruknya skor kualitas hidup kelompok perokok dengan konsumsi rokok, maka tentu tidak terlepas dari peran zat berbahaya yang terkandung dalam rokok.

Lebih rendahnya rerata skor fisik dan skor mental kelompok perokok diakibatkan efek negatif yang diberikan zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok terhadap kesehatan tubuh, baik secara fisik maupun mental. Sebagai contoh beberapa substansi yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan asthenia, hilangnya vitalitas, kelaianan otot, ataupun gangguan psikologis. Selain itu dari literatur lain menyatakan nikotin dapat menyebabkan takikardi dan vasokonstriksi perifer, hal ini menyebabkan menurunnya aliran darah yang menuju ke jaringan perifer sehingga berpotensi menggagu fungsi dari jaringan tersebut akibat terganggunya metabolisme jaringan. Hal tersebut juga dapat diperparah dengan meningkatnya kadar karboksihemoglobin dan karbon monoksida pada darah yang dapat menggagu oksigenasi jaringan. Selain itu seperti yang dilaporkan dalam literatur lain, zat kimia yang terkandung dalam rokok dapat merusak fungsi dari organ kardio – respirasi. Selanjutnya dari rusaknya fungsi jaringan – jaringan yang terkena dampak akan menggagu fungsi fisik secara keseluruhan. Sementara itu penjelasan mengenai rendahnya rerata skor mental kelompok perokok dibanding kelompok bukan perokok disebabkan kondisi psikologis dan mental yang sudah mulai buruk ketika si perokok mulai mencoba mengkonsumsi rokok. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Jose Antonio Baddini pada tahun 2004 di Brazil,


(47)

dimana dilaporkan dari seluruh respondennya yang merokok menjadikan a kurangnya rasa percaya diri dan ingin diakui dalam pergaulan serta perasaan sering depresi sebagai alasan memulai kebiasaan mengkonsumsi rokok. Namun pada penelitian ini peneliti tidak membahas hubungan antara kondisi psikologis sebelum perokok memiliki kebiasaan mengkonsumsi rokok dengan kondisi psikologis saat ini.25

Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara skor fisik dan skor mental dengan skor adiksi nikotin ( FNTD ). Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Norbert, dkk di Jerman pada tahun 2003, pada penelitian tersebut didaptakan perokok denagn ketergantungan nikotin memiliki skor kualitas pada seluruh aspek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perokok yang belum mengalami ketergantungan terhadap nikotin dan bukan perokok, hal ini dikarenakan efek nikotin yang tidak hanya terjadi pada sistem respirasi dan kardiovaskular namun juga memiliki efek yang dapat mempengaruhi emosi dan mental seperti rasa cemas, depresi, dan lain – lain. Peneliti beranggapan ketidak bermaknaan yang terjadi pada uji korelasi antara skor mental serta skor fisik dan tingkat ketergantungan nikotin dikarenakan banyaknya faktor perancu seperti status ekonomi, satatus sosial, pekerjaan dan keadaan keluarga dan lingkungan yang juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.23

4.4. Aspek Keislaman

Ditengah kesimpangsiuran definisi kualitas hidup, sebenarnya Islam telah mengajarkan kepada para pengikutnya tentang apa itu kualitas hidup dan bagaimana kualitas hidup yang baik. Inti dari segala definisi kualitas hidup yang baik adalah hati yang tunduk dan patuh kepada Allah swt, karena dengan hati yang selalu tunduk kepada sang pencipta akan membuat seseorang akan selalu baik hidupnya. Hal tersebut dikarenakan hidup seseorang yang beriman kepada Allah akan selalu bersyukur saat diberi kemudahan hidup, dan akan selalu bersabar ketika dirundung kesukaran hidup. Hal ini terkutip dalam sebuah hadits yang berbunyi : Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:"Amat


(48)

mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semuakeadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidakakan ada lagi seseorangpun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila iamendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur-|ah, maka hal itu adalah kebaikanbaginya,sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana iapunbersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim).31

Menjaga tubuh agar selalu sehat dan kuat merupkan salah satu bentuk rasa syukur dan cinta seorang hamba kepada tuhannya. Karena Allah begitu mencintai hambanya yang kuat dibandingkan yang lemah. Seperti didalam hadits yang berbunyi : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‗anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‗alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh, dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan. ( riwayat Muslim ).

Merokok merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang mampu merusak tubuh seseorang, sehinggal merokok dapat dikategorikan sebagai kebiasaan yang melambangkan kekufuran seorang hamba akan nikmat tuhannya. Jadi dengan menjauhi kebiasaan merokok maka seorang hamba setidaknya telah menunjukkan rasa syukur akan nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya.

4.5. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi keterbatasan pertama adalah kurangnya subjek penelitian dari besar sempel yang dibutuhkan, hal ini dikarenakan penelitian ini


(49)

menjadi bagian dari suatu penelitian besar dimana yang menjadi subjek penelitiannya adalah orang yang sama dan telah ditentukan. Selain itu banyaknya faktor perancu yang dapat mempengaruhi skor kualitas hidup menjadikan sulitnya melakukan proses matching, guna mengeksklusi kemungkinan faktor perancu tersebut mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu pengukuran kualitas hidup dengan menggunakan kuisioner SF – 36 merupakan usaha menobjektifkan kualitas hidup yang sifatnya subjektif sehingga seakan dapat ternilai dalam bentuk angka, hal ini terkadang menyebabkan adanya kerancuan dan ketidak selarasan antara angka yang keluar dari hasil penilaian dengan realitas yang ada.


(50)

39 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Pada penelitian ini, dari hasil perbandingan nilai rerata skor fisik antara laki - laki perokok dan laki - laki bukan perokok didapatkan rerata skor fisik laki - laki perokok lebih rendan jika dibandingkan dengan laki - laki bukan perokok meskipun tidak bermakna secara statistik, hal ini dikarenakan jumlah sempel yang tidak memenuhi dari jumlah yang dibutuhkan pada penelitian ini serta kurangnya proses

matching subjek penelitian. Sementara hasil serupa didapatkan pada perbandingan nilai rerata skor mental antara laki - laki perokok dan laki - laki bukan perokok dimana rerata skor mental laki - laki perokok lebih rendah. Naun hasil ini juga tidak bermakna secara statistik dikarenakan penyebab yang sama dengan tidak bermaknanya perbandingan rerata skor fisik.

5.2. Saran

1. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan tema yang sama, namun dengan jumlah sempel yang lebih banyak atau sesuai dengan sempel yang dibutuhkan. Serta peneliti selanjutnya lebih memperketat proses matching pada sempel penelitian, sehingga lebih mengeliminir faktor perancu yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.

2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan tools yang lebih spesifik untuk mengukur kualitas hidup pada peroko, sehingga mampu menggambarkan kualitas hidup secara lebih akurat.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Artana B, Rai n. Tingkat Ketergantungan Nikotin dan Faktor - faktor Yang Berpengaruh Pada Perokok di Desa Panglipuran Tahun 2009. Jurnal Peny. Dalam. 2010; 11(1). Hlm 24 – 27.

2. Vogl M, Wenig C, Leidl R, Pokhrel S. Smoking and Health Related Quality of Life in English General Population : Implication For Economics Evaluation. BMC Public Health. 2012; 12(203). Hlm 5 – 7. 3. Laaksonen, M ; Rahkonen, O ; Martikhainen, P ; Karvonen, S.. Smoking

and SF – 36 health functioning. Prev. Med. 2006; 42(206). Hlm 6 – 8. 4. Fayers PM. Machin, David. Quality Of Life : assasment, analysis, and

interpretation New York: John Willey Ltd; 2000. Hlm 37 – 74.

5. H. Developing a model of quality of life in epilepsy : the contribution of neuropsychology. Epilepsia. 1993; 34(14). Hlm 9 – 10.

6. Albert W, Neil R, Michelle M, Fredric O, Klemens B, Marsh M, et al. Changes in Quality of Life during hemodialysis and Peritoneal Dialysis Treatment: Generic and Disease Specific Measuresl. J Am Soc Nephro. 2004. Hlm 11 – 12.

7. Kiki A, Harmani K, Radi B. Penilaian kualitas hidup pasien pasca bedah pintas koroner yang mengalami rehabilitasi fase III. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2007; 28(189). Hlm 9.

8. Covinsky KE, Wu AW, Landefeld S, Connors AF, Philips RS, Tsevat J, Dawson NV, et al. Health Status Versus Quality Of Life In Older Patients: Does The Distinction Matter? Am J Med. 1999; 106(435). Hlm 13 – 14. 9. Ware J, Sherbourne C. The MOS 36- Item Short Form Health Survey

(SF-36). Conceptual Framework and Item selection. Medical Care. 1992; 30(473). Hlm 5 – 6.

10.Testa M, Simonson D. Assesment of Quality of Life outcomes. The New England Journal of Medicine. 1996. Hlm 3 – 4.

11.John E. SF-36 Health Survey Update. 2000.

12.Pradono J, D H, Puti S. Kualitas Hidup Penduduk Indonesia Menurut International Classification Of Functioning, Disability And Health ( ICF ) dan Hal Yang Mempengaruhinya jakarta: Pusat Penelitian dan


(52)

Pengmbangan Ekologi; 2007. Hlm 17 – 19.

13.Kranciukaite D, Rastenyte. Measurement Of Quality Of Life In Stroke Patient. Medicina. 2006; 9. Hlm 10.

14.RAND. Scoring Instructions for the 36-Item Short Form Survey (SF-36). ; 2009.

15.Hermaini F. Uji Keandalan dan Kesahihan Formulir European Quality of Life – 5Dimensions (EQ-5D) untuk Mengukur Kualitas Hidup Terkait Kesehatan padaUsia Lanjut di RSUPNCM. Universitas Indonesia; 2006. Hlm 6.

16.Poerwadinata W. Kamus umum bahasa indonesia Jakarta: Balai Pustaka; 1995.

17.Komasari D, Hilmi A. Faktor faktor yang menyebabkan perilaku merokok pada remaja. Jurnal psikologi Universitas Gadjah Mada. 2000. Hlm 5 – 7. 18.Smet B. Psikologi kesehatan Semarang: PT. GRAMEDIA; 1994.

19.Tritosarto M, Murdiyati A. Kandungan kimia tembakau dan rokok Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat; 2009.

20.U.S. Department of Health and Human Services. The Health Consequences of Smoking—50 Years of Progress. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Service, The General Surgeon; 2014. Hlm 4 – 5.

21.U.S. Department of Health and Human Services. How Tobacco Smoke Causes Disease: What It Means to You. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention; 2010.

22.U.S. Department of Health and Human Services. Women and Smoking: A Report of the Surgeon General. Atlanta: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service; 2001.

23.Mansvelder, H, D., and McGehee, D.S., 2002. Cellular and Synaptic Mechanisms of Nicotine Addiction. Wiley Periodicals, Inc. Hlm 6.

24.V. Smoking and health-related quality of life in English general population: implications for economic evaluations. BMC Public Health. 2012; 12(203). Hlm 3 – 4.


(53)

2004; II(215). Hlm 5 – 7.

26.Schmitz N, Kruse J, Kugler J. Dissabillity, Quality of Life, and Mental Disorder Associated With Smoking and Nicotine Dependence. Am J Psychiatry. 2003 ; 160. Hlm 4 – 6.

27.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Depatemen Kesehatan Republik Indonesia; 2010.

28.MA S, Yulianti P, Ida T. Perilaku Merokok di Indonesia. Bul. Panel Kesehatan. 2002; 30. Hlm 3 – 6.

29.Artana B, Rai N. Tingkat Ketergantungan Nikotin dan Fakto – faktor Yang Berhubungan Pada Perokok di Desa Panglipuran Tahun 2009. Jurnal Penyakit Dalam. 2010; 11(1). Hlm 6 – 7.

30.Casado B, Martin E, Duenas L, Martin M, Arzua M, Simal B. The SF-36 Questionnaire as a measurement of health-related quality of life, assessing short- and medium-term effects of exposure to Tobacco Versus The Known Long - term effect. Europe Journal Internal Medicine. 2004; 15. Hlm 5 – 8.

31.Salim : Syarah Riyadhus Salihin. Pustaka Imam Syafi‘i, Jakarta, 2009. Hlm 42.


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Etik


(55)

Lampiran 2 Riwayat Penulis

Identitas :

Nama :Dimas Bagus Pamungkas

Jenis Kelamin :Laki – laki

Tempat, Tanggal Lahir :Jakarta, 24Desember 1993

Agama : Islam

Alamat :Jl. Bima 6 no 3, Komp. BSK. Bekasi Selatan, Bekasi

E-mail :pamungkasdb@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

 1999 – 2005 : SDIT Al – Husnyain, Bekasi  2005 – 2008 : SMPI Nurul Fikri Boarding School  2008 – 2011 : SMA PU Al – Bayan, Sukabumi

 2011-sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(56)

Lampiran 3 Foto – foto Penelitian


(57)

Lampiran 4 Lembar Informed Concent dan Rekam Medik

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Judul Penelitian:

Pengukuran kualitas hidup, kemampuan hantaran mukosilier, protein total, pH dan laju aliran saliva laki - laki perokok dan non-perokok.

Peneliti:

Dimas Bagus Pamungkas

Ahmad Muslim Hidayat Thamrin

Madinatul Munawwaroh

Bimo Dwi Pramesta

Andhika Pangestu

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Kertamukti Pisangan Ciputat, Jakarta 15419, Telepon:021-74716718, 021-7401925

Kontak pada keadaan darurat:

Peneliti Utama :Dimas Bagus Pamungkas (0813-8046-9126)

Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas berbicara karena kerahasiaan Anda terjamin.

Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti akan menerangkan tujuan penelitian ini dan memberikan formulir persetujuan untuk dibaca. Anda tidak harus memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan dapat Anda bawa ke rumah untuk didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter Anda.


(58)

Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir persetujuan ini. Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai apapun yang tidak Anda pahami, termasuk istilah-istilah medis.Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila Anda bersedia untuk berpartisipasi, Anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan diberikan kepada Anda.

Apa tujuan penelitian ini?

Tujuan penelitian ini untuk mengukur kualitas hidup, kemampuan hantaran mukosilier, protein total, pH dan laju aliran saliva laki - laki perokok dan non-perokok

Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi?

Anda diminta berpartisipasi karena Anda telah merokok rutin selama minimal 5 tahun dan telah memenuhi kriteria penelitian ini atau sebagai kelompok kontrol yang tidak pernah merokok sama sekali.

Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini?

Lima belas laki - laki perokokdan lima belas laki - laki non-perokok akan mengikuti penelitian ini.

Di mana penelitian akan berlangsung?

Penelitian akan dilakukan di di Medical Research

Laboratory,FakultasKedokterandanIlmuKesehatan UIN SyarifHidayatullah Jakarta dan di RS THT Perhati BSD.

Apa yang harus saya lakukan?

Jika memenuhi kriteria, Anda akan diikutkan dalam penelitian. Jika Anda setuju untuk mengikuti penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk wawancara, pengisian kuisioner, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, pengumpulan saliva dan pengukuran kecepatan hantaran mukosilier.

Pengisian kuisioner untuk mengumpulkan informasi

Anda akan mengisi kuisioner dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data pribadi, keseringan merokok, kebiasaan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai keluhan di rongga mulut.


(59)

Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan gigi mulut untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut serta pengukuran banyaknya ludah yang dihasilkan dan derajat keasaman saliva (ludah).

Pengumpulan saliva

Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit didalam mulut, lalu meludahkannya kedalam tabung steril. Ludah Anda akan dikumpulkan sebanyak 5 ml.

Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini?Dapatkah saya berhenti dari penelitian sebelum waktunya?

Penelitian ini merupakan serangkaian penelitian yang saling berkaitan satu sama lain, dengan waktu 30 menit untuk pengisian kuisioner, 30 menit untuk mengukur hantaran mukosilier, dan 15 menit untuk pemeriksaan gigi dan mulut dan pengumpulan saliva. Namun penelitian ini dapat diadakan terpisah pada hari dan tempat yang berbeda.

Akankah saya mendapat kompensasi?

Anda akan menerima souvenir dari Tim Penelitiuntuk serangkaian penelitian ini.Souvenir ini diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini.Anda juga dapat berkonsultasi masalah gigi, mulut dan THT kepada dokter.

Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang hak-hak saya sebagai subjek penelitian?

Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau hak- hak sebagai subjek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti Utama pada nomor telepon yang tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim peneliti tidak dapat dihubungi.

Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda telah dijawab, dan Anda memutuskan untuk berpartisipasi.


(60)

Nama Pengumpul data Tanda tangan Tanggal

DATA PRIBADI

Nama : ………... Usia :

……….

Jenis Kelamin : L / P TTL : ...

Alamat : ...

Telepon Berat Badan Tinggi Badan : : : ...

... kg

... cm

HP : ………

……. Pekerjaan Pendidikan : : ... SMA/S1/S2/S3/…… Status Marital Agama : : ……… ……. ……… …….


(61)

FREKUENSI MEROKOK

1. Apakah anda hampir setiap hari merokok: ฀ Ya ฀ Tidak, jika tidak berapa hari

dalam seminggu anda merokok …………..

2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok anda habiskan dalam sehari:………….. 3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi:

Hepatitis B/C :

HIV :

TBC :

Penyakit lain :


(62)

฀ Kretek ฀ Filter ฀ Membuat sendiri ฀Lainnya:…. 4. Sejak kapan anda mulai merokok:

5. Sudah berapa lama responden mulai merokok:

฀≤ 5 tahun ฀ 6-10 tahun ฀> 10 tahun

6. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok

฀ Tidak ฀ Ya

7. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok?... 8. Kapan anda mencoba berhenti merokok:

9. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu? ฀ Tidak ฀ Ya

10. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu?...

11. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu?

KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence

1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur? ฀ Setelah 60 menit (0)

฀ 31-60 menit (1) ฀ 6-30 menit (2) ฀ dalam 5 menit (3)

2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok didaerah yang terlarang/dilarang merokok

฀ Tidak (0) ฀ Ya (1)

3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok? ฀ Merokok pertama kali pada pagi hari (1)


(63)

4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari? ฀ 10 atau kurang dari itu (0)

฀ 11-20 (1) ฀ 21-30 (2) ฀ 31 atau lebih (3)

5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bagun tidur dibandingkan dengan waktu lainnya?

฀ Tidak (0) ฀ Ya (0)

6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat tidur hampir sepanjang hari ?

฀ Tidak (0) ฀ Ya (1) Kesimpulan:

Jumlah Skor:……… Intepretasi:……….

1-2: Ketergantungan rendah

3-4: Ketergantungan rendah sampai sedang 5-7: Ketergantungan sedang

8 + : Ketergantungan tinggi

RIWAYAT GIGI DAN MULUT

Frekuensi & kapan sikat gigi : Kali/hari; pagi / siang / sore / malam

Penggunaan obat kumur : Ya / Tidak; ... kali/hari; Merek...


(64)

Asupan air putih/hari :

SALIVA

Laju aliran saliva tanpa stimulasi : ml/menit

Ph :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

KELAINAN JARINGAN LUNAK 1.

2.


(65)

Lampiran 5 Kuisioner SF – 36 v2


(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(1)

54

Lampiran 5 Kuisioner SF – 36 v2


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Deteksi salivary flow rate pada laki-laki perokok dan non-perokok

2 15 82

Peran Rokok Terhadap Kualitas Hidup: Evaluasi menggunakan kuesioner SF-36v2 antara perokok dan non perokok laki-laki

1 19 74

Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) dan Kapasitas Vital Paksa (KVP) antara Laki-Laki Perokok dan Bukan Perokok di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 4 10

VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA LAKI-LAKI PEROKOK Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Pada Laki-Laki Perokok.

0 3 16

VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) PADA LAKI-LAKI PEROKOK Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Pada Laki-Laki Perokok.

0 4 11

PERBEDAAN KAPASITAS VITAL PAKSA (KVP) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI FAKULTAS KEDOKTERAN Perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 14

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Kapasitas Vital Paksa (KVP) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 4

PERBEDAAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA (VEP1) ANTARA LAKI-LAKI PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK DI Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

0 0 13

PENDAHULUAN Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 4

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (VEP1) Antara Laki-Laki Perokok Dan Bukan Perokok Di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 4