dipersenkan terhadap harga beli konsumen, maka diperoleh share margin Gultom, 1996.
Menurut Downey dan Steven 1992 efisiensi pemasaran merupakan tolak ukur atas produktivitas proses pemasaran dengan membandingkan sumberdaya
yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsungnya proses pemasaran. Menurut Mubyarto 1986 efisiensi pemasaran untuk komodias
pertanian dalam suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila : a. mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen
dengan biaya yang semurah-murahnya b. mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang
dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran.
Suatu perubahan yang dapat memperkecil biaya pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen, menunjukan adanya perbaikan dalam efisiensi
pemasaran. Semakin tinggi marjin pemasaran suatu komoditi semakin rendah tingkat efisiensi sistem pemasaran. Pada umumnya suatu sistem pemasaran untuk
sebagian produk hasil pertanian dapat dikatakan sudah efisien bila share margin petani berada di atas 50 Gultom, 1996.
2.3. Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah ada penelitian yang dilakukan mengenai komoditi kelapa itu sendiri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Romi Elfrida Siahaan di
Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan dan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang pada februari sampai desember 1999 mengenai sistem
agribisnis dan pemasaran kelapa. Dari hasil penelitian yang dilakukan di
Universitas Sumatera Utara
kecamatan Pantai Labu dan kecamtan Sei Kepayang dapat diambil kesimpulan bentuk kelapa yang dipasarkan oleh petani di kecamatan Sei Kepayang adalah
kelapa cungkil dan di kecamatan Pantai Labu adalah kelapa cungkil dan kelapa butir. Petani di kedua kecamatan di daerah penelitian hanya dapat sebagai
penerima harga dan bukan sebagai pembuat harga. Di kedua daerah penelitian subsistem penunjang hanya terdapat di kecamatan Pantai Labu yaitu Koperasi
Unit Desa, penyuluhan pertanian kelompok tani. Petani di kecamatan Sei Kepayang dan kecamtan Pantai Labu kurang memperhatikan pemeliharaan dari
usahatani kelapa mereka. Hambatan yang dihadapi kelompok tani terhadap kegiatan agribisnis
kelapa adalah banyak diantara para petani yang diberikan penyuluhan hanya mendengar saja tanpa pernah melakukan apa yang telah dianjurkan oleh penyuluh
pertanian. Sedangkan hambatan yang dihadapi Koperasi Unit Desa terhadap kegiatan agribisnis kelapa adalah di kecamatan Pantai Labu ini Koperasi Unit
Desa hanya mampu menampung hasil pertanian tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, dan lain-lain tetapi belum mampu untuk menampung hasil
perkebunan kelapa dari para petani kelapa. Hal ini diakibatkan oleh Koperasi Unit Desa tersebut belum mempunyai modal yang memadai sementara untuk dapat
menampung hasil perkebuna kelapa diperlukan modal yang cukup besar. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis kelapa antara lain
kondisi perkebunan kelapa rakyat yang sudah berumur tua sehingga berdampak produktivitas rendah, kurangnya ketersediaan prasarana pendukung, kurangnya
informasi pasar, belum adanya perhatian yang serius terhadap penggunaan teknologi terhadap usahatani kelapa kurangnya sumberdaya manusianya.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Desa Lubuk Palas Kecamatan Air Joman Kabupaten Asahan pada tahun 2004 oleh Winda
Widyastuti mengenai studi kelayakan usahatani kelapa di Kabupaten Asahan dapat diketahui uasahatani yang dilakukan petani kelapa di daerah penelitian
layak untuk dikembangkan secara ekonomi. Ketersediaan faktor produksi cukup mendukung upaya pengembangan uasahatani kelapa. Masalah yang dihadapi
dalam pengembangan usahatani kelapa adalah ketersediaan bibit unggul, serangan hama penyakit, modal terbatas dan lemabaga terkait kurang berperan. Upaya yang
dilakukan dalam pengembangan usahatani kelapa anatralain mengadakan penyuluhan, melakukan pengendalian hama penyakit sedini mungkin dan
menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga terkait.
2.4. Kerangka Pemikiran