Latar Belakang Latar Belakang dan Masalah

9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik, kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan dengan bahasa yang indah. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini 1999: 286 sastra adalah “Bahasa dalam karya tulis yang mampu menggetarkan jiwa dan menggunakan kata-kata yang indah.” Karya sastra dinilai baik, apabila karya sastra tersebut mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat, setelah melalui proses kreativitas pengarang terhadap suatu realita kehidupan sosial memilki sifat-sifat yang abadi yang memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada. Hubungan sastra dan sosiologi sangat erat. Hal ini sejalan dengan pernyatan Wellek dan Austin Warren 1989: 111 sosiologi sastra adalah “Suatu telaah sosiologi terhadap suatu karya sastra.” Telaah sosiologi ini mempunyai tiga klasifikasi yakni: 1. Sosiologi pengarang adalah yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang. 2. Sosiologi karya Sastra adalah memasalahkan tentang suatu karya sastra, yang menjadi pokok kajian adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. 3. Sosiologi sastra adalah yang memasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat. Universitas Sumatera Utara 10 Dari ketiga klasifikasi tersebut dapat juga diambil kesimpulan bahwa sosiologi adalah suatu telaah yang objektif, ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial dan proses sosial. Dengan mempelajari lembaga- lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain- lain. Kita mendapat gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatannya, serta proses pembudayaanya. Sastra sebagaimana dengan sosiologi, berurusan dengan manusia, bahkan sastra diciptakan oleh anggota masyarakat untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat ia terikat oleh status sosial tertentu dan tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkan sekaligus membentuknya. “Meskipun sosiologi dan sastra adalah dua hal yang berbeda namun dapat saling melengkapi,” Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara 2003: 77. Keduanya sama-sama membahas tentang masalah dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian dari tiga telaah sosiologi tersebut secara khusus analisis ini ditekankan pada analisis sosiologi karya sastra yang mengungkapkan tentang karya sastra sebagai pokok permasalahan. Di dalam karya sastra terdapat hubungan-hubungan kenyataan sosial yang mengandung amanat-amanat. Hal tersebut dapat disimpulkan, novel Tea for Two karya Clara Ng dianalisis berdasarkan pendekatan sosiologi sastra yang meliputi : 1 sistem sosial sistem kemasyarakatan, pengaruh lingkungan, pengaruh teknologi. 2 kelas sosial mata pencaharian. Universitas Sumatera Utara 11 Masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat itu dapat berupa konflik. Konflik inilah yang dapat membuat karya sastra ini semakin realita. Karena dapat saja konflik yang dialami tokoh pernah dialami pembaca. Sehingga membuat novel tersebut semakin menarik. Konflik adalah “Suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan,”Soekanto, 1985: 15. Berdasarkan defenisi konflik adalah proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Bagaimanapun keadaannya, baik pada masyarakat modern maupun pada masyarakat tradisional. Proses sosial yang terjadi karena interaksi sosial dalam masyarakat akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga atau disingkat dengan KDRT, hal ini dipertegas dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 1 disebutkan: KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah tangga. Undang-undang di atas menjelaskan bahwa kasus KDRT adalah segala jenis kekerasan baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain. Misalnya yang dilakukan suami kepada istri dan anaknya, atau oleh ibu kepada anaknya, bahkan sebaliknya. Meskipun demikian, korban yang dominan adalah kekerasan terhadap istri dan anak oleh seorang suami. KDRT dapat menimpa siapa saja termasuk ibu, bapak, suami, istri, anak atau pembantu rumah tangga. Namun secara umum pengertian KDRT lebih dipersempit artinya sebagai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini dapat Universitas Sumatera Utara 12 dimengerti karena kebanyakan korban KDRT adalah istri. Sudah barang tentu pelakunya suami. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan suami dapat pula sebagai korban KDRT oleh istrinya. Diskriminasi terhadap perempuan dapat diartikan sebagai setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang bertujuan atau berpengaruh untuk menghalangi, meniadakan pengakuan terhadap dinikmatinya atau dilaksanakannya hak asasi manusia dan kebebasan dasar oleh kaum perempuan, Schuler dan Thomas, 2001: 46. Perempuan yang menjadi korban kekerasan maupun tindak kejahatan bukan hanya dilakukan oleh seorang penjahat, tetapi dapat dilakukan oleh keluarga atau kerabat dekat. Kekerasan dalam lingkup rumah tangga atau keluarga banyak dilakukan oleh seorang suami, seperti suami melakukan kekerasan terhadap istrinya dengan memukul atau menampar istrinya, menendang, dan memaki-maki dengan ucapan yang kotor. Kultur budaya masyarakat yang mengedepankan laki-laki dapat dipastikan posisi perempuan bersifat subordinasi terhadap laki- laki. Segala bentuk kekerasan yang terjadi bagi perempuan selalu mempunyai legitimasi kultural masyarakat, karena memang posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki. Pencegahan kekerasan dilakukan secara terus-menerus dengan diberlakukannya sistem hukum yang diharapkan dapat mengatasi masalah tindak kekerasan terhadap perempuan, Katjasungkana, 2002: 161. Perempuan yang menjadi korban kekerasan karena adanya ketidakseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam relasi pasangan perkawinan, keluarga, atau hubungan intim. Universitas Sumatera Utara 13 Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa dasar perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia. Kenyataannya yang terjadi di tengah masyarakat justru sebaliknya, kekerasan terhadap perempuan masih banyak dilakukan di berbagai daerah maupun di kota-kota besar. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga cenderung memilih diam untuk mempertahankan nilai-nilai keharmonisan keluarga tersebut. Akibatnya perempuan juga cenderung memilih penyelesaian secara perdata melalui perceraian daripada menuntut pelaku kekerasan, Saraswati, 2004: 26-28. Terjadinya kekerasan dalam keluarga akan menimbulkan dampak yang negatif pada anak bahkan keluarga itu sendiri, seperti istri menuntut untuk bercerai karena tidak tahan akan perilaku suami yang keras. Gunarsa 2007: 89 berpendapat bahwa “Perbedaan pertentangan dan kekecewaan baik dalam segi materi, mental maupun seksual, telah membentuk dinding pemisah antara suami dan istri.” Ketidaksesuaian ini memberi kesempatan bagi terbentuknya hubungan segitiga atau lebih. Hubungan yang tidak wajar lagi antara beberapa individu ini memperbesar dinding pemisah dan merusak keutuhan keluarga. Penderitaan ini akan lebih dirasakan oleh kaum istri, kerena istri merupakan penampung emosi dari suami. Dari hal tersebut diambil kesimpulan bahwa segala perbuatan tindakan KDRT merupakan perbuatan melanggar hak asasi manusia yang dapat dikenakan sanksi pidana maupun hukum perdata. Universitas Sumatera Utara 14 Hal yang menarik dalam novel Tea for Two karya Clara Ng adalah permasalahan yang diungkapkannya. Novel ini mengungkap konflik yang penuh kekejaman dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Tea for Two adalah perusahaan biro jodoh milik Sassy. Baginya tidak ada tanggung jawab dan kebahagiaan yang lebih besar daripada mempertemukan dua orang yang awalnya saling tidak mengenal kemudian mengantarkan mereka pada kehidupan yang diidam- idamkan. Apakah benar pernikahan adalah satu-satunya jalan terindah bertabur bunga yang diimpikan dan dicita-citakan semua orang? Ternyata tidak semua orang setuju. Contohnya dapat dilihat pada pernikahan Sassy di dalam novel Tea for Two karya Clara Ng. Pada pernikahan tersebut mengandung rangkaian rahasia kecil yang menjadi kebohongan besar-besaran. Hal ini terlihat dalam sinopsis novel yang dapat ditemukan di belakang kulit sampul pada novel Tea for Two tersebut yakni : setelah pernikahan di bulan madunya Sassy malah mendapat tamparan tepat dipipinya hanya karena Alan cemburu terhadap seorang bule yang berbicara dengan Sassy. Sassy kecewa, kaget melihat sisi Alan yang lain, tertusuk oleh kata-kata pelacur yang keluar dari mulut Alan. Dengan sikap Alan yang tidak mudah ditebak, Sassy berusaha untuk memaafkan lelaki sempurna itu, setidaknya sempurna dalam harapannya. Hari- hari selanjutnya adalah hari-hari penuh kejutan, kejutan yang diberikan Alan kepada Sassy. Alan adalah lelaki yang mampu berlaku semanis madu sekaligus bersikap sepahit empedu di waktu yang berdekatan. Alan dapat marah hanya karena hal-hal sepele, Alan mampu mengasari tidak hanya di mulut, tetapi pukulan. Alan membenci sahabat-sahabat Sassy, Alan semakin sulit dibaca dari hari kehari. Alan tidak menemani Sassy melahirkan, Alan menganggap Sassy gemuk dan jelek setelah melahirkan dan muak dengan bau susu dari tubuh Sassy yang memang sedang menyusui anaknya, Goodreads, http:www.goodreads.com : 2009 diakses 29 Maret 2009. Clara Ng adalah seorang novelis, penulis buku anak, dan cerpenis yang karya-karyanya menghiasi kolom sastra di media massa. Singkatan Ng diambil dari marga suaminya yakni Nicholas Ng. Di mana marga tersebut lazim di kalangan Tionghoa di Indonesia, yakni Marga Hanyu Pinyi : Wang. Sebagai penulis buku anak, Clara Ng telah memenangkan Adikarya Ikapi selama tiga Universitas Sumatera Utara 15 tahun berturut-turut, yaitu tahun 2006-2008. Lulusan Ohio State University jurusan Interpersonal Communication ini dengan senang hati menyebut dirinya sebagai penulis. Seluruh novelnya membahas tentang perempuan, keluarga dan cinta. Saat ini Clara Ng tinggal di Jakarta bersama keluarganya. Tea for Two adalah karyanya yang sebelas yang terbit pada tahun 2009. Biografi singkat Clara Ng dapat ditemukan di halaman terakhir novel yakni pada halaman 312, Indiana Lesmana, http:clara-ng.blogdrive.com : 2009. Alasan penulis menganalisis novel ini adalah penulis merasa tertarik karena adanya permasalahan KDRT yang sangat kompleks yang ada di dalamnya melalui tinjauan sosiologi sastra. Selain itu sepanjang pengetahuan penulis novel ini belum pernah dianalisis, terutama yang dianalisis dari tinjauan sosiologi.

1.1.2 Rumusan Masalah