tanpa monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar untuk dilakukan analisis dan dikhawatirkan akan mengakibatkan
spekulasi, oleh karena itu Monitoring dan Evaluasi harus berjalan seiring. 3
Rehabilitasi merupakan tindak lanjut dari proses monitoring dan evaluasi sebagai bentuk tindakan nyata dari berjalannya suatu proses pemeliharaan
sarana dan prasarana. Dinas Perhubungan banyak memiliki program di dalam membangun sarana dan
prasarana sehingga banyak fasilitas yang sudah dibangun tidak terawat dengan baik. Dinas Perhubungan terkesan hanya membangun fasililas yang ada tetapi
tidak memelihara fasilitas tersebut untuk kemudahan jaringan transportasi darat di Kota Medan.
D. Transportasi.
Secara generik transportasi berarti pergerakan atau perpindahan orang atau barang dari suatu tempat ketempat lain. Menurut Nasution 2004:13 transportasi
diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ketempat tujuan. Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, dari mana
kegiatan transportasi diakhiri. Dalam hubungan ini terlihat bahwa unsur-unsur transportasi meliputi: a ada muatan yang diangkut, b tersedia kendaraan
sebagai alat angkutnya, c ada jalanan yang dapat dilalui, d ada terminal asal dan terminal tujuan dan e sumber daya manusia dan organisai atau manajemen
yang menggerakkan kegiatan transportasi tersebut. Moda transportasi darat akan lebih mendalam dibahas dalam karya tulis ini, kemudian lebih dikenal dengan
istilah Lalu Lintas Angkutan Jalan, menurut Undang-Undang nomor 22 Tahun
2009 tentang LLAJ, menjelaskan bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan pengemudi, Pengguna jalan, serta pengelolaanya.
Dalam fungsinya sebagai regulator di bidang transportasi, pemerintah telah menetapkan beberapa aturan dan dasar hukum yang secara desintetif berkaitan
dengan prosedur-prosedur yang diizinkan dan yang tidak boleg dilanggar. Maka dalam kebijakaan transportasi terdapat beberapa aturan perundangan yang secara
langsung maupun tidak langsung berfungsi sebagai dasar hukum dalam setiap pengambilan kebijakan transportasi. Peraturan perundangan dalam sektor
transportasi telah mengalami dinamika terkait dengan berkembangnya kebutuhan dan persoalan transportasi itu sendiri. Undang-Undang transportasi tahun 1992
pada perkembangannya dirasakan tidak mampu memeberikan pondasi yang kuat sebagai dasar dalam pengambilan kebujakan transportasi, sehingga perlu adanya
aturan baru yang lebih dapat menjawab persoalan transportasi di waktu-waktu ini. Selain pengaturan mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah
pusat dan daerah, dalam UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga menetapkan sasaran pembangunan sub sektor transportasi
darat, khususnya pada bidang transportasi jalan, yaitu: a.
Meningkatkan sarana dan prasarana kondisi LLAJ. b.
Meningkatkan kelayakan dan jumlah sarana LLAJ. c.
Menurunya tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan raya serta meningkatnya kualitas pelayanan angkutan dalam hal ketertiban, keamanan dan
kenyamanan transportasi jalan, terutama angkutan umum diperkotaan, pedesaan, dan antarkota.