2.2.2 Teori dasar adversity quotient
Stoltz 2000 mengemukakan dasar teori yang membangun AQ dengan istilah the three building blocks of AQ,
yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurophysiology. Balok pembangun teori AQ berasal dari cabang ilmu sains
yang berbeda. Dalam penelitian ini hanya menggunakan teori psikologi kognitif saja.
Psikologi kognitif mencakup bidang penelitian yang ekstensif sehubungan dengan kebutuhan manusia untuk mengendalikan dan menguasai hidupnya.
Meliputi konsep-konsep untuk memahami motivasi, efektifitas, dan kinerja manusia. Teori ini didukung oleh lebih dari 600 studi pada ratusan universitas dan
lembaga diseluruh dunia. Diantaranya teori locus of control internal-eksternal, learned helplessness
dari M Selligman, dan attributional theory. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai ketiga teori kognitif yang menjadi dasar penyusunan
AQ, seperti di bawah ini:
1. Locus of control LoC
Locus of control adalah konsep yang pertama kali ditemukan oleh Rotter pada
tahun 1966 dan telah banyak mendapatkan perhatian dalam penelitian di bidang psikologi Lefcort Phares dalam Cooper, 1983. Spector
Kusumowardhani, 2006 mendefinisikan Locus of control sebagai salah satu karakteristik kepribadian yang telah dibuktikan memiliki peran yang penting
dalam menjelaskan perilaku individu dalam organisasi. Definisi di atas menjelaskan bahwa locus of control adalah suatu konsep yang
menunjukkan derajat seberapa jauh seseorang mempersepsikan adanya
hubungan kedekatan antara tindakan-tindakan yang dilakukannya dengan hasil yang diterima, yaitu apakah peristiwa-peristiwa yang dialaminya merupakan
akibat tindakannya sendiri ataukah oleh sebab lain disebabkan oleh kekuatan- kekuatan di luar kontrol dirinya. Individu-individu yang memiliki keyakinan
bahwa peristiwa-peristiwa yang mereka alami lebih ditentukan oleh faktor- faktor di luar dirinya dikatakan sebagai individu yang memiliki locus of
control eksternal . Dalam hal ini imbalan yang didapatnya dari berbagai
peristiwa baik yang berupa peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan dapat dipersepsikan sebagai akibat dari
keberuntungan, kesempatan, nasib atau yang berada di bawah kontrol orang lain yang berkuasa, atau juga sebagai suatu hal yang tidak dapat diduga karena
sangat kompleksnya kekuatan yang melingkupinya. Sedangkan individu yang cenderung mempersepsikan adanya hubungan antara imbalan dengan tingkah
lakunya sendiri disebut sebagai individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal
. Penggolongan seseorang ke dalam locus of control internal dan eksternal itu
sebenarnya merupakan suatu kontinum, dimana orang-orang dapat diurutkan sepanjang kontinum tersebut Bintari, 2000. Dengan perkataan lain kita hanya
dapat mengatakan bahwa orang tersebut memiliki locus of control yang cenderung internal ataupun cenderung eksternal.
Kecenderungan kontrol yang dimiliki seseorang apakah internal atau eksternal ini dapat mempengaruhi munculnya suatu tingkah laku tertentu. Hal ini berarti
bahwa Locus of Control seseorang dapat dianggap sebagai anteseden dari
suatu tingkah laku. Dengan demikian, perbedaan dalam kecenderungan Locus of control
seseorang dapat mengakibatkan perbedaan dalam bertingkah laku, berpikir, maupun merasakan sesuatu.
2. Learned helplessness