Dengan adanya daya juang dan keuletan dalam belajar diharapkan seorang siswa mampu meraih prestasi belajar yang baik.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam proses pembelajaran di sekolah, setiap siswa diharapkan dapat memperoleh prestasi belajar yang memuaskan. Prestasi itu diperoleh dengan cara
belajar, baik di sekolah maupun di rumah. Akan tetapi terkadang siswa dihadapkan dengan berbagai hambatan, baik dari dalam diri siswa tersebut
maupun dari lingkungan sekitar siswa, sehingga siswa menjadi kurang bersemangat atau menyerah pada keadaan. Hal tersebut tentu saja dapat membuat
prestasi siswa menjadi menurun atau bahkan tinggal kelas. Untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri, seorang siswa
hendaknya mempunyai daya juang yang tinggi dan tidak mudah menyerah jika berhadapan dengan kesulitan, inilah yang dikonsepkan sebagai Adversity Quotient
oleh Paul G Stoltz 2000. Konsep ini muncul dikarenakan konsep IQ yang menggambarkan tingkat kecerdasan individu dan EQ yang menggambarkan aspek
empati, dan keefektifan dalam berinteraksi dengan orang lain, dianggap kurang dapat memprediksi keberhasilan seseorang baik dalam pendidikan maupun dalam
hidupnya. Sebab dalam kenyataannya, banyak individu yang cerdas secara intelektual
dan emosional, namun tidak mendapatkan keberhasilan dalam hidupnya dikarenakan mereka mudah menyerah bila dihadapkan pada kesulitan atau
kegagalan sehingga kemampuan IQ dan EQ mereka menjadi sia-sia.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tjunjing 2001 yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IQ, EQ, dan AQ dengan prestasi studi pada siswa
SMU, hasil yang diperoleh adalah tidak adanya korelasi antara AQ dengan prestasi belajar. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Bintari 2000
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi akademik pada mahasiswa fakultas psikologi dan fakultas teknik di
Universitas Indonesia. Hal ini bertentangan dengan teori yang diajukan oleh Stoltz bahwa di saat seseorang berada dalam keadaan sedang mengalami kesulitan,maka
akan mempengaruhi pencapaiannya dalam memperoleh sesuatu. Stoltz 2000 mengajukan teori adversity quotient ini karena menurutnya AQ
dapat menjembatani antara IQ dan EQ seseorang. Dengan adversity quotient ini seseorang dapat mengubah hambatan menjadi peluang kesuksesan karena
kecerdasan ini merupakan penentu seberapa jauh seseorang mampu bertahan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan dalam hidupnya.
AQ tinggi
Prestasi Belajar nilai rapor
meningkat Adversity Quotient :
a. Control
b. Origin and
Ownership c.
Reach d.
Endurance AQ
rendah Prestasi Belajar
nilai rapor menurun
2.4 Hipotesis