Hubungan antara Adversity quotient dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur

(1)

Skripsi ini diajukan sebagai sebagian persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Psikologi

Hairatussaani Hasanah 101070022967

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

SMUN 102 JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

HAIRATUSSAANI HASANAH NIM: 101070022967

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Netty Hartati, M.Si Dra. Diana Mutiah, M.Si NIP. 19531002 198303 2 001 NIP. 19671029 199603 2 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMUN 102 JAKARTA TIMUR telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 september 2010. skripsi ini telah diterima sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 16 September 2010

Sidang munaqosyah

Dekan Pembantu Dekan/

Ketua merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001

Anggota:

Solicha, M.Si Dra.Netty Hartati, M.Si

NIP.19720415 199903 2 001 NIP. 19531002198303 2 001

Dra.Diana Mutiah,M.Si NIP. 19671029 199603 2 001


(4)

JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat Memperoleh gelar Sajana Psikologi

Oleh:

HAIRATUSSAANI HASANAH NIM: 101070022967

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Netty Hartati, M.Si Dra. Diana Mutiah, M.Si NIP. 19531002 198303 2 001 NIP. 19671029 199603 2 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(5)

Nama : Hairatussaani Hasanah NIM : 101070022967

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Adversity Quotient Dengan Prestasi Belajar Siswa SMUN 102 Jakarta Timur” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 15 September 2010

Hairatussaani Hasanah

NIM: 101070022967


(6)

Kenalilah diri anda sendiri

_ Socrates_

Manusia melakukan apa yang harus dilakukan,

kendati terdapat konsekuensi-konsekuensi,

rintangan-rintangan, dan bahaya serta tekanan-tekanan,

dan itulah dasar dari semua moralitas manusia

_ John F Kennedy_

Karena sungguh, bersama kesulitan itu ada kemudahan,

Sungguh bersama kesulitan itu ada kemudahan

_ QS Al-Insyirah : 5&6_

Dari semua sifat yang bisa kita pelajari,

Tidak ada watak yang lebih bermanfaat,

Lebih penting dari kelangsungan hidup,

Dan lebih besar kemungkinannya

untuk memperbaiki mutu kehidupan,

Daripada kemampuan untuk mengubah kesulitan

menjadi tantangan yang menyenangkan

_ Mihalyi Csikzentmihaly_


(7)

mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum

sehingga mereka merubah keadaan diri mereka sendiri

dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,

maka tak ada yang dapat menolaknya,

dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”

(Al-Qur’an Surat Ar-Ra’ad ayat 11)

Kupersembahkan untuk

Kedua orang tuaku yang telah menyayangiku

Semoga Allah memuliakan kalian dunia dan akhirat


(8)

(D)Hubungan antara Adversity Quotient dengan prestasi belajar siswa (E)XI + 56 halaman

(F) Manusia adalah pembelajar sejati yang terus belajar sejak ia lahir hingga akhir hayat, baik belajar secara formal maupun informal. Belajar itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adversity quotient atau daya juang.

Adversity quotient merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam merespons suatu tantangan dalam kehidupannya untuk mencapai keberhasilan, salah satunya yaitu pencapaian prestasi belajar. Dengan adanya daya juang, diharapkan siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang baik. maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara adversity quotient

dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur. Hipotesis yang diajukan adalah hipotesis kerja (Ha) “Ada hubungan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur”.

Adversity quotient disini mengacu kepada aspek-aspek control (kendali), origin

dan ownesrship (asal usul dan pengakuan), reach (jangkauan), dan endurance

(daya tahan). Dan prestasi belajar dalam penelitian ini adalah nilai atau hasil yang diperoleh dari evaluasi atau aspek-aspek lainnya yang dikuantitatifkan dan

tercermin dalam nilai rapor siswa pada semester II.

Penelitian dilaksanakan di SMUN 102 Jakarta Timur dengan jumlah sampel 113 siswa yang diambil dengan teknik Purposive Sampling. Pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional. Instrumen pengumpul data yang digunakan adalah skala model Likert. Jumlah item untuk skala adversity quotient sebanyak 28 item dan untuk prestasi belajar

menggunakan nilai rata-rata rapor siswa pada semester II. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik menggunakan program SPSS 16.00 yang meliputi Pearson’s Product Moment untuk menguji validitas item,

Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, dan

Spearman Correlation untuk pengujian hipotesis penelitian.

Setelah skala Adversity Quotient diuji validitasnya dengan product moment Pearson dan diuji reliabilitasnya dengan Alpha Cronbach, maka didapat 28 item yang valid dengan koefisien reliabilitas 0,8305. berdasarkan uji hipotesis

diperoleh hasil rhitung 0,042 < rtabel α = 0,05 (0,1832). Hasilnya Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara AdversityQuotient

dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur. (G) Referensi Bacaan : 24 (1983-2007)


(9)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Adversity Quotient dengan Prestasi Belajar Siswa SMUN 102 Jakarta Timur”. Shalawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Allah SWT, atas segala kepercayaan-Nya kepadaku untuk mengemban segala yang Kau berikan: atas berkah yang tak ternilai, atas pengampunan dan kearifan-Mu mendengarkan doa-doaku.

2. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja Umar, Ph.D yang telah banyak memberikan pengarahan dan motivasi kepada penulis.

3. Dra. Hj. Netty Hartati, M.Si, sebagai pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dra. Diana Mutiah, M.Si, sebagai pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Solicha, M.Si sebagai penguji skripsi I dan pembimbing seminar skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Neneng Tati Sumiati, M.Si,Psi sebagai pembimbing akademik yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis. 8. Para pegawai akademik, bagian keuangan, dan perpustakaan baik di Fakultas

Psikologi, maupun UIN Pusat yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan administrasi dan berbagai hal selama perkuliahan.


(10)

viii

Aimar Nawwaf yang telah mau bersabar menunggu dan menginap di rumah Mbah Akung, Kakakku Icha dan adik-adikku Erul, Iyam, Zaki yang telah banyak

memberi dukungan dan motivasi kepada penulis, Terima kasih atas semua cinta yang telah diberikan.

10.Semua guru-guru SD 04 Cakung Timur, SLTP Al Muttaqin, dan MA Al-Hikmah, yang pernah mengajarkan menulis dan membaca, juga mengenalkan banyak hal dalam hidup, Keikhlasan dan kesabaran kalian mengajarkan kami, semoga Allah membalas semua pengabdian kalian.

11.Sahabat-sahabat (Agek, Ipung, Dewi Amr, Puji, Dede Dewi) yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi, dan kekuatan kepada penulis.

12.Keluarga bintang-bintang (Intan, Tika, Ning, Ika, Nia, Yuyun, Ngkis) atas segala motivasi yang telah diberikan semoga persahabatan ini senantiasa teruntai indah. 13.Teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi (Nurma, Ani, Aga,

Rahmat, Kholik, Asnari, Eka, Eva, Dona, Hana, Fauzi) atas segala motivasi yang tiada henti dan waktu yang disediakan untuk berbagi di setiap kesempatan. 14.Kepala Sekolah SMUN 102 Jakarta Timur dan Guru-guru yang telah membantu

dan memberikan data kepada penulis.

15.Seluruh siswa-siswa SMUN 102 Jakarta Timur Khususnya kelas XI yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya kepada semua pihak, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya kepada penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Untuk kesempurnaan karya ini, penulis harapkan saran dan kritiknya.

Jakarta, 3 September 2010


(11)

HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III LEMBAR PERNYATAAN... IV MOTTO... V DEDIKASI... VI ABSTRAKSI... VII KATA PENGANTAR... VIII DAFTAR ISI... IX DAFTAR TABEL... X DAFTAR LAMPIRAN... XI

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah... 5

1.2.1 Batasan masalah... 5

1.2.2 Rumusan masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian…...……… 7

1.4.1 Manfaat teoritis... 7

1.4.2 Manfaat praktis... 7

1.5 Sistematika Penelitian... 7


(12)

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar... 10

2.2 Adversity Quotient...... 12

2.2.1 Pengertian adversity quotient... 12

2.2.2 Teori dasar adversity quotient... 15

2.2.3 Peran adversity quotient... 21

2.2.4 Dimensi adversity quotient... 22

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi adversity quotient... 24

2.3 Kerangka Berpikir...………28

2.4 Hipotesis... ………...30

BAB 3 METODE PENELITIAN... 31

3.1 Jenis Penelitian... 31

3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian... 31

3.1.2 Metode penelitian……… 32

3.1.3 Definisi konseptual variabel dan operasional variabel... 32

3.1.3.1 Definisi konseptual variabel... 32

3.1.3.2 Definisi operasional variabel... 33

3.2 Subyek Penelitian... 34

3.2.1 Populasi dan sampel... 34

3.2.2 Teknik pengambilan sampel... 35

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 35

3.3.1 Metode pengumpulan data... 35


(13)

ix

3.5 Prosedur Penelitian... 41

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 43

4.1 Gambaran Umum Responden...43

4.1.1 Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin... 43

4.1.2 Gambaran umum berdasarkan usia... 44

4.2 Deskripsi Data... 44

4.2.1 Kategorisasi skor adversity quotient...45

4.2.2 Kategorisasi skor prestasi belajar...45

4.3 Uji Persyaratan...………...47

4.3.1 Uji normalitas………... 47

4.3.2 Uji homogenitas………... 49

4.4 Hasil Uji Hipotesis penelitian...………... 50

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN... 52

5.1 Kesimpulan... 52

5.2 Diskusi... 52

5.3 Saran... 55

5.3.1 Saran teoritis……...………... 55

5.3.2 Saran praktis………... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

Tabel 3.1 Blue Print Skala Adversity Quotient 36

Tabel 3.2 Blue Print Revisi Skala Adversity Quotient 39

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden berdasarkan Jenis Kelamin 43

Tabel 4.2 Deskiptif Statistik 44

Tabel 4.3 Tabel Kategorisasi Adversity Quotient 45

Tabel 4.4 Tabel Kategorisasi Prestasi Belajar 46

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas 47

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas 49

Tabel 4.7 Korelasi Skala adversity Quotient dengan Prestasi Belajar Siswa 50


(15)

Hidayatullah

2. Lampiran surat keterangan penelitian dari SMUN 102 Jakarta Timur 3. Lampiran skala adversity quotient (try out)

4. Lampiran data mentah hasil try out skala adversity quotient

5. Lampiran validitas skala adversity quotient

6. Lampiran reliabilitas skala adversity quotient

7. Lampiran skala adversity quotient (penelitian) 8. Lampiran nilai rata-rata rapor siswa

9. Lampiran data mentah hasil penelitian skala adversity quotient

10.Lampiran tabel hasil.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar mulai dari ia lahir hingga akhir hayat. Baik belajar secara formal maupun secara informal, di dalam lembaga pendidikan maupun di dalam kehidupan. Belajar bukanlah hanya suatu kebutuhan melainkan keharusan bagi manusia dan untuk manusia itu sendiri agar bisa berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan pengalaman hidup yang diserap inderanya untuk belajar dan menjadikannya kesempatan untuk terus berkembang. Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2007).

Kemampuan intelektual siswa diduga dapat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar maka diperlukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Sehubungan dengan prestasi belajar, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau


(17)

ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Sedangkan menurut Winkel (1996) prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Jadi prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa tersebut.

Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu faktor dari luar diri siswa (eksternal) dan faktor dari dalam diri siswa (internal). Faktor eksternalnya antara lain: kesejahteraan lingkungan, kompetensi guru, dan fasilitas belajar. Dan faktor internalnya antara lain: kecerdasan inteligensi, kecerdasan emosional, sikap, minat, bakat, ketekunan, dan motivasi belajar (Syah, 2007).

Sikap belajar siswa yang kurang baik misalnya: malas mengulang kembali pelajaran, tertekan karena pekerjaan rumah yang berat, merasa rendah diri dan menyerah ketika menghadapi soal-soal tes yang sulit, tertekan pada masalah secara berlebihan, dan menjadi frustasi hingga lari dari masalah dan tanggung jawab. Perasaan tertekan yang berulang kali terjadi pada diri siswa tersebut dapat


(18)

mengganggu proses berpikir yang normal sehingga berakibat rendahnya prestasi belajar.

Untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik, dibutuhkan daya juang siswa agar dapat meraih hasil yang maksimal. Ketangguhan dan daya juang inilah yang dikonseptualisasikan oleh Paul G Stoltz (2000) sebagai kecerdasan ketegaran atau daya juang atau disebut juga Adversity Quotient (AQ).

Konsep ini muncul dikarenakan konsep IQ (intelligence Quotient) yang menggambarkan tingkat kecerdasan individu dan EQ (Emotional Quotient) yang menggambarkan aspek afektif dan keefektifan dalam berinteraksi dengan orang lain (Goleman, 2001), dianggap kurang dapat memprediksi keberhasilan seseorang.

Dalam kenyataannya, individu yang cerdas dan baik secara emosional terkadang tidak mendapatkan kesuksesan dalam hidupnya karena mereka cepat menyerah bila dihadapkan pada kesulitan atau kegagalan dan akhirnya mereka berhenti berusaha dan menyia-nyiakan kemampuan IQ dan EQ yang dimilikinya. Ini menunjukkan bahwa IQ dan EQ kurang bisa menjadi prediktor dalam kesuksesan seseorang. Karena seperti halnya IQ, tidak setiap orang mampu memanfaatkan EQ dan potensi lain dalam dirinya.

Kemudian Stoltz (2000) mengajukan teori mengenai AQ yang menurutnya dapat menjembatani antara IQ dan EQ seseorang. Dengan Adversity Quotient ini individu dapat mengubah hambatan menjadi peluang karena kecerdasan ini merupakan penentu seberapa jauh individu mampu bertahan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan (Stoltz, 2000). Stoltz menempatkan AQ di antara EQ


(19)

dan IQ. Hal ini dimaksudkan bahwa peran EQ dan IQ akan dapat menjadi maksimal dengan adanya AQ yang menjadi jembatan penghubung antara keduanya.

AQ yang dikonsepkan sebagai seberapa besar individu mampu dan mau untuk berjuang merupakan faktor penting yang mampu membuat seseorang memaksimalkan potensi IQ dan EQ-nya. Sebab tanpa adanya usaha dan daya juang yang tinggi, maka IQ dan EQ seseorang akan menjadi sia-sia, tidak terpakai atau tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga prestasi belajar yang ingin dicapai menjadi tidak maksimal. Untuk itu, daya juang sangat diperlukan dalam usaha pencapaian keberhasilan prestasi belajar.

Menurut Paul G Stoltz (2000) hidup ini seperti mendaki gunung. Kepuasan dicapai melalui usaha yang tak kenal lelah untuk terus mendaki, meskipun kadang-kadang langkah demi langkah yang dilalui terasa lambat dan menyakitkan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat dimana seseorang bergerak ke depan dan ke atas, terus maju dalam menjalani kehidupannya, kendati terdapat beberapa rintangan. Oleh karena itu Stoltz (2000) membagi tipe orang berdasarkan atas kemampuan mereka dalam mendaki. Yang pertama atau tingkatan yang paling bawah adalah quitters, yaitu bagi mereka yang memilih untuk berhenti, keluar, menghindari kewajiban, ataupun mundur darinya. Yang kedua adalah campers, yaitu bagi mereka yang yang merasa cukup dalam pendakiannya, untuk kemudian berhenti dan berkemah. Dan yang terakhir adalah


(20)

hidup memberikan dedikasinya tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik.

Banyak orang yang berhasil baik itu secara materi, ide, pengetahuan, penemuan, karya seni, hak paten dan sebagainya didasarkan pada sikap pantang menyerah, berani bangkit dari kegagalan dan selalu terus mencoba sampai mendapatkan apa yang dicita-citakannya. Bagi siswa yang dapat mengatasi hambatan atau kegagalan menjadi peluang, tentu akan mendapatkan prestasi belajar yang baik.

Dari uraian diatas maka dapat diketahui bahwa prestasi belajar seseorang dapat dilihat dari daya juang atau kegigihannya sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Adversity Quotient

dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur”.

1.2Batasan dan Rumusan masalah 1.2.1 Batasan masalah

Untuk menghindari peninjauan yang terlalu luas terhadap masalah-masalah yang akan diteliti, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut: a. Adversity Quotient adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam merespon

kendali, asal usul kesulitan dan akibat dari kesulitan itu, jangkauan kesulitan, dan berapa lama kesulitan itu akan berlangsung dalam dirinya serta memiliki kesadaran dan kesanggupan untuk menjalani proses pencapaian tujuan belajarnya dan memperbaiki cara merespon berbagai hambatan yang ada.


(21)

b. Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh dari evaluasi atau tes dan aspek-aspek lainnya yang dikuantitatifkan dan tercermin dalam nilai rapor siswa pada akhir semester. Pada penelitian ini akan digunakan nilai rapor siswa di semester II.

c. Siswa yang dijadikan objek penelitian adalah siswa/siswi kelas XI Tahun Ajaran 2010/2011 di SMUN 102 Jakarta Timur

1.2.2 Rumusan masalah

Berkaitan dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan prestasi belajar siswa?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa di SMUN 102 Jakarta Timur.


(22)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah dapat memberikan kontribusi yang positif bagi berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang psikologi, yaitu psikologi pendidikan, dan dapat menjadi inspirasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat praktis

Adapun manfaat praktis yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah dapat membantu para guru, orang tua, dan para siswa untuk mengetahui gambaran adversity quotient dan prestasi belajar pada siswa SMUN 102 Jakarta Timur. Dan membantu menyediakan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk lebih mengenal, memahami dan mengarahkan siswa agar dapat menjadi generasi penerus yang memiliki adversity quotient yang baik.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah yaitu pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.


(23)

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, pengertian adversity quotient, teori dasar adversity quotient, peran

adversity quotient, tipe-tipe dan ciri-ciri individu dalam adversity quotient, dimensi dalam adversity quotient, dan faktor-faktor yang mempengaruhi adversity quotient. Pada bab ini juga dijelaskan kerangka teori dan hipotesis penelitian.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Bab ini meliputi pendekatan penelitian, definisi operasional, variabel penelitian, populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data, prosedur uji instrumen penelitian dan metode analisis data.

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum subyek penelitian, gambaran dan analisa kasus serta analisis perbandingan kasus.

BAB 5 : PENUTUP


(24)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori dan hal-hal yang berhubungan dengan prestasi belajar dan adversity quotient. Bab ini terdiri dari 4 subbab. Subbab yang pertama membahas tentang prestasi belajar, subbab yang kedua membahas tentang adversity quotient, subbab ketiga membahas kerangka berpikir dalam penelitian ini dan subbab keempat membahas hipotesis penelitian.

2.1 Prestasi Belajar

2.1.1 Pengertian prestasi belajar

Kemampuan intelektual siswa diduga dapat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran berlangsung.

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru.

Menurut Winkel (1996) prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya


(25)

sesuai dengan bobot yang dicapainya. Dan belajar itu sendiri memiliki makna sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (Purwanto,1999)

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar siswa dapat dilihat dari tingkat keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai pada rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi dan hasil dari evaluasi tersebut dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa tersebut.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa (Syah, 2007), antara lain:

1. Faktor internal

Faktor internal meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis.

Aspek fisiologis atau aspek jasmaniah ditandai dengan kebugaran organ tubuh dan sendi-sendinya. Untuk itu siswa perlu menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, dengan tubuh yang sehat maka siswa dapat menyerap ilmu dengan baik selama proses belajar mengajar berlangsung.

Aspek psikologis meliputi:

a. Tingkat kecerdasan/inteligensi siswa yaitu kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan; menggunakan pengetahuan untuk memahami


(26)

kosep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan di antara objek-objek dan gagasan; menggunakan pengetahuan dengan cara-cara yang lebih berguna atau efektif (Suharnan, 2005)

b. Sikap mental siswa, menurut Tjundjing (2001) sikap mental itu meliputi: tujuan belajar, minat terhadap pelajaran, kepercayaan terhadap diri sendiri, dan keuletan. Terkait dengan Adversity Quotient ini maka keuletan adalah merupakan kesanggupan seseorang dalam memperjuangkan cita-citanya. Untuk dapat bertahan menghadapi kesukaran, seseorang harus melihatnya sebagai tantangan yang harus diatasi. Dengan memiliki keuletan yang besar, seorang siswa akan dapat memperoleh prestasi yang diharapkannya.

c. Bakat siswa, yaitu kemampuan untuk belajar yang terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih (Slameto, 2003)

d. Minat siswa, yaitu kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan sehingga orang tersebut merasa senang dalam mempelajari sesuatu (Slameto. 2003).

e. Motivasi siswa, yaitu penggerak atau pendorong untuk melakukan suatu kegiatan dan dorongan ini bisa berasal dari dalam diri siswa ataupun dari luar siswa (Dalyono, 2005)


(27)

2. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya dari luar siswa, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial (Suryabrata, 1998).

Faktor lingkungan sosial meliputi orangtua dan keluarga siswa, para guru, teman-teman sekolah, dan teman-teman di rumah.

Faktor lingkungan nonsosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

3. Faktor pendekatan belajar, yaitu segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.

2.2 Adversity Quotient

2.2.1 Pengertian adversity quotient

Dalam kamus bahasa Inggris, adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi tidak menyenangkan, kemalangan. Jadi dapat diartikan bahwa adversity

adalah kesulitan, masalah atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa Inggris adalah derajat atau jumlah dari kualitas


(28)

spesifik/karakteristik atau dengan kata lain yaitu mengukur kemampuan seseorang.

Adversity quotient merupakan suatu teori yang dicetuskan oleh Paul G Stoltz untuk menjembatani antara kecerdasan intelektual (IQ) dengan kecerdasan emosional (EQ). Karena menurut Stoltz (2000) kedua hal itu saja tidak cukup untuk menjadi tolok ukur yang akan memprediksi keberhasilan seseorang. Baginya, meskipun seseorang mempunyai IQ dan EQ yang baik namun tidak mempunyai daya juang yang tinggi dan kemampuan merespons kesulitan yang baik dalam dirinya, maka kedua hal tersebut akan menjadi sia-sia saja.

Stoltz menyebutkan kesuksesan sangat dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam mengendalikan atau menguasai kehidupannya sendiri. Kesuksesan juga sangat dipengaruhi dan dapat diramalkan melalui cara seseorang merespons dan menjelaskan kesulitan. Menurut Stoltz, adversity quotient adalah teori yang sesuai dan sekaligus ukuran yang bermakna dan seperangkat instrumen yang diolah sedemikian rupa untuk membantu seseorang agar tetap gigih menghadapi kemelut yang penuh tantangan (Stoltz, 2000)

Adversity Quotient dirumuskan oleh Paul G stoltz (2000) dengan

memanfaatkan tiga cabang ilmu pengetahuan yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neorufisiologi. Adversity quotient memasukkan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan penerapannya di dunia nyata. Stoltz mengatakan AQ mempunyai tiga bentuk, yaitu:


(29)

1. AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi keuksesan

2. AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respons seseorang terhadap kesulitan

3. AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons terhadap kesulitan.

Gabungan dari ketiga unsur ini meliputi pengetahuan baru, tolak ukur, dan peralatan praktis, merupakan sebuah paket yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki komponen dasar dalam pendakian (kelangsungan hidup) sehari-hari dan seumur hidup. Berdasarkan ketiga unsur tersebut, maka adversity quotient

merupakan skor yang dapat memberi tahu seberapa baik seseorang dapat bertahan dalam kesulitan dan mengukur kemampuan seseorang untuk mengatasi krisis apapun, menyelesaikan masalah dan sukses jangka panjang, memperkirakan siapa yang menyerah dan siapa yang yang akan tetap bertahan. Seseorang yang memiliki AQ tinggi, ia akan terus belajar dan berlatih agar mencapai hasil yang maksimal. Apabila ia memperoleh nilai yang kurang baik, ia tidak menyerah begitu saja. Ia akan tetap giat belajar hingga mencapai nilai yang diharapkan. Seseorang yang memiliki AQ tinggi biasanya tidak puas begitu saja dengan hasil yang telah dicapai, ia masih terus mencari lagi sesuatu yang lebih tinggi dari keadaan ia saat itu. Sikap pantang menyerah ini sangat perlu dimiliki bagi siswa yang ingin berhasil di sekolahnya.


(30)

2.2.2Teori dasar adversity quotient

Stoltz (2000) mengemukakan dasar teori yang membangun AQ dengan istilah

the three building blocks of AQ, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurophysiology. Balok pembangun teori AQ berasal dari cabang ilmu sains yang berbeda. Dalam penelitian ini hanya menggunakan teori psikologi kognitif saja.

Psikologi kognitif mencakup bidang penelitian yang ekstensif sehubungan dengan kebutuhan manusia untuk mengendalikan dan menguasai hidupnya. Meliputi konsep-konsep untuk memahami motivasi, efektifitas, dan kinerja manusia. Teori ini didukung oleh lebih dari 600 studi pada ratusan universitas dan lembaga diseluruh dunia. Diantaranya teori locus of control internal-eksternal,

learned helplessness dari M Selligman, dan attributional theory. Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai ketiga teori kognitif yang menjadi dasar penyusunan AQ, seperti di bawah ini:

1. Locus of control (LoC)

Locus of control adalah konsep yang pertama kali ditemukan oleh Rotter pada tahun 1966 dan telah banyak mendapatkan perhatian dalam penelitian di bidang psikologi (Lefcort & Phares dalam Cooper, 1983). Spector (Kusumowardhani, 2006) mendefinisikan Locus of control sebagai salah satu karakteristik kepribadian yang telah dibuktikan memiliki peran yang penting dalam menjelaskan perilaku individu dalam organisasi.

Definisi di atas menjelaskan bahwa locus of control adalah suatu konsep yang menunjukkan derajat seberapa jauh seseorang mempersepsikan adanya


(31)

hubungan kedekatan antara tindakan-tindakan yang dilakukannya dengan hasil yang diterima, yaitu apakah peristiwa-peristiwa yang dialaminya merupakan akibat tindakannya sendiri ataukah oleh sebab lain disebabkan oleh kekuatan-kekuatan di luar kontrol dirinya. Individu-individu yang memiliki keyakinan bahwa peristiwa-peristiwa yang mereka alami lebih ditentukan oleh faktor-faktor di luar dirinya dikatakan sebagai individu yang memiliki locus of control eksternal. Dalam hal ini imbalan yang didapatnya dari berbagai peristiwa baik yang berupa peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan dapat dipersepsikan sebagai akibat dari keberuntungan, kesempatan, nasib atau yang berada di bawah kontrol orang lain yang berkuasa, atau juga sebagai suatu hal yang tidak dapat diduga karena sangat kompleksnya kekuatan yang melingkupinya. Sedangkan individu yang cenderung mempersepsikan adanya hubungan antara imbalan dengan tingkah lakunya sendiri disebut sebagai individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal.

Penggolongan seseorang ke dalam locus of control internal dan eksternal itu sebenarnya merupakan suatu kontinum, dimana orang-orang dapat diurutkan sepanjang kontinum tersebut (Bintari, 2000). Dengan perkataan lain kita hanya dapat mengatakan bahwa orang tersebut memiliki locus of control yang cenderung internal ataupun cenderung eksternal.

Kecenderungan kontrol yang dimiliki seseorang apakah internal atau eksternal ini dapat mempengaruhi munculnya suatu tingkah laku tertentu. Hal ini berarti bahwa Locus of Control seseorang dapat dianggap sebagai anteseden dari


(32)

suatu tingkah laku. Dengan demikian, perbedaan dalam kecenderungan Locus of control seseorang dapat mengakibatkan perbedaan dalam bertingkah laku, berpikir, maupun merasakan sesuatu.

2. Learned helplessness

Definisi Learned Heplesness menurut Woolfolk (Sobiroh, 2010) adalah harapan yang berdasarkan atas pengalaman yang dialami seseorang yang berakhir pada kegagalan. Teori ini dipelipori oleh Martin Selligman (dari Universitiy of Pennsyilvania), ia berusaha menjelaskan mengapa banyak orang menyerah atau gagal ketika dihadapkan pada tantangan hidup. Selligman (Bintari, 2000) menjelaskan bahwa ada tiga ciri yang menandakan seseorang dalam keadaan Learned Helplessness. Pertama, harus pernah mengalami situasi yang hasilnya tidak berkaitan dengan tingkah laku seseorang. Kedua, orang tersebut membangun kepercayaan atau harapan bahwa responnya tidak memiliki dampak, atau tidak berguna dalam mempengaruhi hasil. Ketiga, berbagai variasi penurunan kognitif dan tingkah laku dihasilkan dari kepercayaan tersebut; kinerja akan memburuk dan rasa melemahkan dan kurangnya control yang akan dialami.

Learned Helplessness menjelaskan mengapa banyak orang yang putus asa dan berhenti jika berhadapan dengan tantangan-tantangan hidup. Secara sederhana

Learned Helplessness terjadi dengan menginternalisasi kepercayaan bahwa apa yang dilakukan seseorang berarti. Learned helplessness menjelaskan tentang hilangnya control yang dipersepsikan terhadap kejadian yang


(33)

menyulitkan. Teori ini menggambarkan kekuatan kepercayaan bahwa sesuatu yang dilakukan seseorang tidak membuat perbedaan (Stoltz, 2000).

Learned helplessness bertolak belakang dengan pemberdayaan

(empowerment) dan keduanya saling mengecualikan, serta tidak dapat ada secara bersamaan. Learned helplessness dimiliki oleh orang dengan AQ rendah dan menjadi penghalang yang pasti dari pemberdayaan dan pendakian seseorang. Keberadaannya melemahkan kinerja, produktifitas, motivasi, energi, belajar, peningkatkan, pengambilan resiko, kreativitas, kesehatan, vitalitas, ketangguhan, dan ketekunan. (Stoltz, 2000)

3. Teori atribusi, gaya penjelasan, dan optimisme

Berkaitan erat dengan teori learned helplessness adalah gagasan bahwa sukses seseorang banyak ditentukan oleh cara seseorang menjelaskan atau berespon terhadap peristiwa dalam kehidupan. Menurut Selligman dan peneliti lain, orang-orang yang berespon terhadap kemalangan sebagai stabil, internal, dan dapat digeneralisasikan terhadap bagian lain dari kehidupan mereka, memiliki kecenderungan untuk menderita dalam seluruh aspek kehidupannya. Sedangkan mereka yang menjelaskan kemalangan sebagai suatu yang eksternal, temporer, dan terbatas (pada kejadian itu saja) cenderung untuk dapat menikmati keuntungan-keuntungan berkisar dari kinerja hingga kesehatan mereka, (Stoltz, 2000).


(34)

Weiner (Bintari, 2000) menyatakan bahwa atribusi memiliki dimensi-dimensi yang melandasi suatu atribusi kausal terhadap hasil prestasi dari keberhasilan dan kegagalan. Dimensi tersebut meliputi:

a. Dimensi Stabilitas, dimensi yang menunjukkan faktor penyebab sebagai sesuatu yang dapat berubah (temporer) atau cenderung bersifat tetap sepanjang waktu. Dimensi ini berhubungan erat dengan harapan akan keberhasilan maupun kegagalan. Dalam hal ini jika seseorang menganggap keberhasilan yang diperolehnya bersifat stabil maka pada perilaku yang berikutnya ia juga akan beranggapan bahwa hasil yang akan muncul adalah keberhasilan juga. Bila kegagalan diatribusikan dengan penyebab yang internal dan stabil akan menimbulkan reaksi afeksi yaitu perasaan tidak berdaya.

b. Dimensi Kausalitas, dimensi yang menekankan pada pengatribusian kinerja individu pada penyebab yang berasal dari dalam dirinya (internal) atau berada di luar dirinya (eksternal). Dimensi ini berhubungan erat dengan emosi dan harga dirinya seperti rasa bangga atau rasa malu. Jika seseorang menganggap bahwa keberhasilan yang diperolehnya berasal dari dalam dirinya, karena usahanya dan kecerdasannya akan memiliki harga diri yang lebih positif dibandingkan dengan seseorang yang menganggap bahwa keberhasilannya karena orang lain atau keberuntungan. Dimensi ini secara afeksi berhubungan dengan self-esteem.


(35)

c. Dimensi Pengendali, yaitu dimensi yang menggambarkan derajat pengendalian terhadap hasil atau penyebab. Dalam hal ini, apakah individu memiliki kontrol terhadap hasil ataukah justru orang lain. Dimensi ini berkaitan dengan evaluasi terhadap orang lain.

Peneliti perkembangan emosi terkemuka dari Universitas Illinois, Carol Dweck (dalam Stoltz, 2000) menunjukkan bahwa anak yang tidak berdaya mengatribusikan dan berfokus pada kegagalan sebagai sifat yang stabil. Kegagalan tersebut dilihat sebagai kurangnya kemampuan sehingga anak tersebut belajar lebih sedikit. Sementara anak yang menganggap penyebab sebagai suatu yang temporal (tidak stabil) serta berorientasi pada penguasaan akan berkonsentrasi untuk menutupi kegagalan. Anak perempuan berespon secara berbeda dengan anak laki-laki terhadap kritik dari guru dan teman. Banyaknya kritik yang permanent (stabil) dan mengena pada anak perempuan membuat mereka belajar untuk mengatribusikan kegagalan pada sifat yang permanent. Sementara anak laki-laki sering mendapatkan kritik yang temporer, sehingga belajar untuk mengatribusikan kegagalan pada sumber temporer.

Selligman (dalam Stoltz, 2000) mendeskripsikan perbedaan atribusi stabil-tidak stabil pada tabel 2.1 dengan pesimisme-optimisme.

Tabel 2.1 Hubungan pesimisme-optimisme dan respon terhadap kesulitan Respon terhadap kesulitan

Orang pesimis Permanent Meluas Pribadi Orang optimis Sementara Terbatas Eksternal


(36)

Orang yang pesimis memiliki kecenderungan untuk menganggap kesulitan sebagai suatu yang permanent, menimpa seluruh kehidupannya dan diakibatkan oleh dirinya sendiri (personal). Sedangkan orang yang optimis memiliki kecenderungan untuk berespon pada kesulitan sebagai sesuatu yang akan berubah (temporal), terbatas pada hal tertentu saja atau sebagian dari kehidupan saja dan penyebabnya cenderung eksternal.

Dari seluruh teori kognitif di atas, Stoltz (2000) menyimpulkan suatu teori baru yang ia sebut dengan teori Hibrida tentang kontrol yaitu:

a. Sukses secara signifikan dipengaruhi rasa control atau penguasaan terhadap kehidupan

b. Sukses sangat dipengaruhi dan diprediksikan dengan bagaimana seseorang berespon dan menjelaskan kesulitan

c. Individu berespon pada kesulitan dalam pola tertentu

d. Pola-pola bila tidak dikoreksi akan tetap konsisten sepanjang hidup

e. Bila kita dapat mengukur dan menguatkan bagaimana berespon terhadap kesulitan, kita dapat menikmati produktivitas yang lebih besar, kinerja, vitalitas, ketabahan, kesehatan, belajar, peningkatan, motivasi, dan sukses.

2.2.3 Peran adversity quotient

Makin buruk iklim atau keadaan, makin sedikit orang yang bertahan untuk menghadapi tantangan. Makin sulit situasinya makin sedikit orang yang bersedia atau mampu untuk memecahkannya. Hubungan antara harapan (kepercayaan bahwa akan berakhir atau berhasil dengan baik), ketidakberdayaan (keyakinan


(37)

bahwa apapun yang dilakukan tidak akan baik), dan adversity; menunjukkan bahwa adversity merupakan faktor pengubah yang menentukan apakah seseorang tetap penuh harapan dalam keadaan sulit. Kemampuan untuk mendaki menghadapi kesulitan ditentukan oleh AQ. Begitupun halnya dengan semangat belajar siswa, apabila seorang siswa mampu bertahan dalam keadaan sulit dan tetap berjuang untuk meraih prestasi belajar yang baik, maka siswa itu akan memperoleh hasil yang maksimal degan kegigihan dan keuletannya tersebut.

2.2.4 Dimensi adversity quotient

Menurut Stoltz (2000) Adversity Quotient memiliki empat dimensi pokok yaitu:

1. C = Control

C adalah singkatan dari control atau kendali. C mengungkap berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan. Kendali yang sebenarnya dalam suatu situasi tak mungkin diukur, kendali yang dirasakan jauh lebih penting.

Sulit untuk menaksir besar kekuatan dari kendali yang dirasakan itu, tetapi tanpa kendali semacam itu, harapan dan tindakan akan hancur. Dengan kendali semacam itu, hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan akan terlaksana. Mereka yang AQ-nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup, dibandingkan dengan mereka yang ber-AQ rendah.


(38)

2. O2 = Origin dan Ownership

O2 merupakan gabungan antara Origin (asal usul) dengan Ownership

(pengakuan), menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber masalah yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari dirinya atau ada faktor-faktor lain diluar dirinya. O2 menyatakan dua hal yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan, dan sejauh mana seseorang mengakui akibat-akibat dari kesulitan itu. Orang yang memiliki AQ rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang menimpanya. Dalam banyak hal, mereka melihat bahwa dirinyalah penyebab dari kesulitan tersebut.

Sebenarnya rasa bersalah memiliki dua fungsi penting. Pertama, rasa bersalah akan membantu seseorang untuk belajar dan bangkit untuk memperbaiki tingkah lakunya. Yang kedua, rasa bersalah dapat berakibat penyesalan. Penyesalan dapat memaksa seseorang untuk merenung lebih dalam dan mempertimbangkan hal-hal yang mungkin dapat melukai hati orang lain. Penyesalan dapat menjadi motivator bila dilakukan dalam batas yang wajar untuk membantu seseorang dalam memperbaiki kesalahan yang pernah diperbuatnya.

3. R = Reach

Reach berarti jangkauan, R menjelaskan sejauh mana kesulitan akan

menjangkau bagian-bagian lain dalam kehidupan seseorang. Respon-respon dari AQ rendah dapat membuat kesulitan menjadi luas ke segi-segi lain dalam


(39)

kehidupan seseorang. Semakin besar jangkauan seseorang maka semakin besar kemungkinan seseorang membatasi jangkauan masalahnya pada suatu peristiwa yang sedang ia hadapi.

Membatasi jangkauan kesulitan akan memungkinkan seseorang untuk berpikir jernih dan mengambil tindakan. Membiarkan jangkauan kesulitan memasuki satua atau lebih wilayah kehidupan seseorang, akan membuat seseorang kehilangan kekuatannya untuk terus melakukan pendakian.

4. E = Endurance

E atau endurance (daya tahan) menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia memandang masalah tersebut terjadi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam waktu yang singkat saja.

Semakin rendah endurance seseorang, maka semakin besar kemungkinan orang itu menganggap kesulitan dan penyebabnya akan berlangsung lama. Sebaliknya jika endurance seseorang itu tinggi, maka akan semakin besar kemungkinan orang itu akan menganggap kesulitan adalah hal yang akan berlalu dan tidak berlangsung lama.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi adversity quotient

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi adversity quotient

seseorang. Stoltz (2000) mengatakan faktor-faktor ini mencakup semua yang deperlukan seseorang untuk mendaki, yaitu:


(40)

1. Daya saing

Berdasarkan penelitian oleh Satterfield dan Seligman (Stoltz, 2000) pada saat perang Teluk, mereka menemukan bahwa orang-orang yang merespons kesulitan secara optimis bisa diramalkan akan bersikap lebih agresif dan mengambil lebih banyak resiko, dibanding orang yang pesimis.

Orang-orang yang bereaksi secara konstruktif terhadap kesulitan lebih tangkas dalam memelihara energi, fokus, dan tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam persaingan. Persaingan sebagian besar berkaitan dengan harapan, kegesitan, dan keuletan, yang sangat ditentukan oleh cara seseorang menghadapi tantangan dan kegagalan dalam hidupnya.

2. Produktivitas

Dalam penelitiannya di Metropolitan Life Insurance Company, Seligman (Stoltz, 2000) membuktikan bahwa orang yang tidak merespons kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang produktif, dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespons kesulitan dengan baik.

3. Kreativitas

Inovasi pada intinya merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan. Inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat menjadi ada. Menurut Joel Barker (Stoltz, 2000) kreativitas muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi


(41)

kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif.

4. Motivasi

Stoltz (2000) pernah melakukan pengukuran adversity quotient terhadap perusahaan farmasi. Ia meminta direktur perusahaan itu untuk mengurutkan timnya sesuai dengan motivasi mereka yang terlihat. Lalu ia mengukur anggota-anggota tim tersebut. Tanpa kecuali, baik berdasarkan pekerjaan harian maupun untuk jangka panjang. Hasilnya, mereka yang dianggap sebagai orang yang paling memiliki motivasi ternyata memiliki AQ yang tinggi pula.

5. Mengambil resiko

Dengan tiadanya kemampuan untuk memegang kendali, tidak ada alasan untuk mengambil resiko. Sebagaimana telah dibuktikan oleh Satterfield dan Seligman (Stoltz, 2000), orang- orang yang merespons kesulitan secara lebih konstruktuf bersedia mengambil lebih banyak resiko. Resiko merupakan aspek esensial dari pendakian.

6. Perbaikan

Kita berada dalam era yang terus menerus melakukan perbaikan agar dapat bertahan hidup, baik itu di dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadi. Stoltz (2000) telah melakukan pengukuran terhadap AQ para perenang. Ia


(42)

menemukan bahwa orang yang memiliki AQ lebih tinggi menjadi lebih baik serdangkan orang yang memiliki AQ rendah menjadi lebih buruk.

7. Ketekunan

Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus berusaha, bahkan pada saat dihadapkan pada kemunduran atau kegagalan. Seligman (Stoltz, 2000) membuktikan bahwa tenaga penjual, kadet militer, mahasiswa, dan tim-tim olahraga yang merespons kesulitan dengan baik akan pulih dari kekalahan dan mampu bertahan.

8. Belajar

Seligman dan peneliti-peneliti lainnya (Stoltz, 2000) membuktikan bahwa orang-orang yang pesimis merespons kesulitan sebagai hal yang permanen, pribadi, dan meluas. Carol Dweck (Stoltz, 2000) membuktikan bahwa anak-anak dengan respons pesimis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki rasa optimis. Banyak hal dan masalah yang dapat merintangi seorang siswa dalam meraih impian dan cita-citanya. Masalah-masalah yang menjadi rintangan itu sangat beraneka ragam, baik dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa.

Walaupun banyak terdapat rintangan dalam pencapaian impian dan cita-cita, siswa akan berusaha untuk mencapai suatu prestasi di sekolahnya. Seorang siswa baru dapat dikatakan berhasil apabila dapat meraih prestasi yang gemilang.


(43)

Dengan adanya daya juang dan keuletan dalam belajar diharapkan seorang siswa mampu meraih prestasi belajar yang baik.

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran di sekolah, setiap siswa diharapkan dapat memperoleh prestasi belajar yang memuaskan. Prestasi itu diperoleh dengan cara belajar, baik di sekolah maupun di rumah. Akan tetapi terkadang siswa dihadapkan dengan berbagai hambatan, baik dari dalam diri siswa tersebut maupun dari lingkungan sekitar siswa, sehingga siswa menjadi kurang bersemangat atau menyerah pada keadaan. Hal tersebut tentu saja dapat membuat prestasi siswa menjadi menurun atau bahkan tinggal kelas.

Untuk dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri, seorang siswa hendaknya mempunyai daya juang yang tinggi dan tidak mudah menyerah jika berhadapan dengan kesulitan, inilah yang dikonsepkan sebagai Adversity Quotient

oleh Paul G Stoltz (2000). Konsep ini muncul dikarenakan konsep IQ yang menggambarkan tingkat kecerdasan individu dan EQ yang menggambarkan aspek empati, dan keefektifan dalam berinteraksi dengan orang lain, dianggap kurang dapat memprediksi keberhasilan seseorang baik dalam pendidikan maupun dalam hidupnya.

Sebab dalam kenyataannya, banyak individu yang cerdas secara intelektual dan emosional, namun tidak mendapatkan keberhasilan dalam hidupnya dikarenakan mereka mudah menyerah bila dihadapkan pada kesulitan atau kegagalan sehingga kemampuan IQ dan EQ mereka menjadi sia-sia.


(44)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tjunjing (2001) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IQ, EQ, dan AQ dengan prestasi studi pada siswa SMU, hasil yang diperoleh adalah tidak adanya korelasi antara AQ dengan prestasi belajar. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Bintari (2000) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi akademik pada mahasiswa fakultas psikologi dan fakultas teknik di Universitas Indonesia. Hal ini bertentangan dengan teori yang diajukan oleh Stoltz bahwa di saat seseorang berada dalam keadaan sedang mengalami kesulitan,maka akan mempengaruhi pencapaiannya dalam memperoleh sesuatu.

Stoltz (2000) mengajukan teori adversity quotient ini karena menurutnya AQ dapat menjembatani antara IQ dan EQ seseorang. Dengan adversity quotient ini seseorang dapat mengubah hambatan menjadi peluang kesuksesan karena kecerdasan ini merupakan penentu seberapa jauh seseorang mampu bertahan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan dalam hidupnya.

AQ tinggi

Prestasi Belajar (nilai rapor)

meningkat

Adversity Quotient : a. Control b. Origin and

Ownership

c. Reach

d. Endurance

AQ rendah

Prestasi Belajar (nilai rapor)


(45)

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah harapan yang dinyatakan oleh peneliti mengenai hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian (Sevilla, 1993). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Hipotesis Alternatif (Ha)

“ Ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa di SMUN 102 Jakarta Timur”

b. Hipotesis Nihil (Ho)

“Tidak ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur”


(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari tujuh subbab. Subbab pertama membahas pendekatan penelitian. Subbab kedua membahas tentang variabel penelitian dan definisi operasional. Subbab ketiga membahas populasi dan sampel. Subbab keempat membahas tentang pengumpulan data. Subbab kelima membahas uji instrumen penelitian. Subbab keenam membahas metode analisis data. Dan pada subbab ketujuh membahas mengenai prosedur penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui hubungan antara

adversity quotient dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dikarenakan pada data akhir akan dianalisis dengan menggunakan perhitungan statistik. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (Sugiyono, 2008). Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik. Pada umumnya, penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar.


(47)

3.1.2 Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Sevilla (1993) mengemukakan bahwa studi korelasional adalah penelitian deskriptif yang sering digunakan untuk mencari hubungan antar beberapa variabel. Dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat serta arah hubungan antara

adversity quotient (variabel independen/bebas) dengan prestasi belajar siswa (variabel dependen/terikat).

3.1.3 Definisi konseptual variabel dan operasional variabel 3.1.3.1 Definisi konseptual variabel

Variabel penelitian adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri. Kerlinger (Sevilla, 1993) menyebutkan variabel sebagai konstruksi atau sifat (properties) yang diteliti. Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas (IV) dan variabel terikat (DV). Sevilla (1993) mendefinisikan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau mengakibatkan hasil, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau hasil dari penelitian.

a. Variabel X (variabel bebas / Independent variabel) : Adversity Quotient

Adversity quotient merupakan kemampuan yang dimiliki siswa dalam

merespon kendali, asal usul kesulitan dan akibat dari kesulitan itu, jangkauan kesulitan, dan berapa lama kesulitan itu akan berlangsung dalam dirinya serta memiliki kesadaran dan kesanggupan untuk menjalani proses pencapaian tujuan belajarnya dan memperbaiki cara merespon berbagai hambatan yang


(48)

ada. Melalui lima indikator yaitu CO2RE (Control, Origin, Ownership, Reach, Endurance)

b. Variabel Y (variabel terikat / dependent variabel): prestasi belajar

Prestasi belajar adalah nilai atau hasil yang diperoleh dari evaluasi atau tes dan aspek-aspek lainnya yang dikuantitatifkan dan tercermin dalam nilai raport siswa pada akhir semester.

3.1.3.2 Definisi operasional variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur (Kountour, 2003). Berdasarkan konsep-konsep dan teori yang telah diuraikan, penulis merumuskan definisi operasional mengenai variabel-variabel dalam penelitian, yaitu:

a. Adversity quotient dioperasionalisasikan melalui skor skala adversity quotient yang terdiri dari aspek-aspeknya, yaitu: (1) Control yang mengungkap berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan, (2) Origin and Ownership

merupakan dimensi yang menjelaskan siapa atau apa yang menjadi penyebab kesulitan (origin), dan sampai sejauh mana seseorang merasakan akibat-akibat kesulitan itu (ownership), (3) Reach adalah dimensi yang menjelaskan sejauh mana kesulitan yang dialami akan menjangkau bagian-bagian lain dan berdampak pada kehidupan seseorang, (4) Endurance


(49)

adalah dimensi yang mempertanyakan lama kesulitan dan berapa lama penyebab dari kesulitan itu akan berlangsung.

b. Prestasi belajar yang dioperasionalisasikan melalui skor berupa nilai rata-rata dalam raport siswa pada semester II.

3.2 Subjek penelitian 3.2.1 Populasi dan sampel

Menurut Sugiono (2007), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sebagai suatu populasi, kelompok subyek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subyek yang lain (Azwar, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI (XI IPS 1- 4 dan XI IPA) yang berjumlah 192 siswa angkatan 20010/2011 di SMUN 102 Jakarta Timur.

Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi atau porsi dari suatu populasi (Sevilla, 1993). Sedangkan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 113 siswa, hal ini dilakukan guna memperoleh hasil lebih maksimal


(50)

3.2.2 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2007) teknik Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pada penelitian ini, karakteristik sampel yang digunakan adalah: siswa tersebut duduk di kelas XI, siswa tersebut tidak disertakan dalam try out, dan memiliki nilai rapor SMU. Karena pada saat melakukan try out, yang dijadikan sampel adalah kelas XI IPS 2 dan 4, maka sampel untuk penelitian ini menggunakan kelas XI yang tersisa yaitu kelas XI IPS 1 dan 3 serta kelas XI IPA angkatan 2010/1011 di SMUN 102 Jakarta Timur

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai oleh peneliti untuk memperoleh data yang akan diteliti. Dalam proses pengumpulan data penelitian ini, peneliti menggunakan skala. Azwar (2005), menyatakan bahwa skala adalah daftar pernyataan yang akan mengungkap performansi yang menjadi karakter tipikal pada subyek yang diteliti, yang akan dimunculkan dalam bentuk respon-respon terhadap situasi yang dihadapi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala model Likert yaitu metode penskalaan pernyataan individu yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentu nilai skalanya (Saifuddin Azwar, 2005). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengumpul data yaitu skala adversity quotient.


(51)

3.3.2 Alat ukur penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian, peneliti menggunakan skala yang terdiri dari pernyataan-pernyataan mengenai keadaan diri subyek. Bentuk skala yang digunakan dalam membuat pernyataan pada penelitian ini adalah dengan skala model Likert. Alat ukur yang digunakan adalah:

1. Skala Adversity Quotient (AQ)

Skala adversity Quotient ini digunakan untuk mengukur kualitas adversity quotient (daya juang) individu dengan menggunakan penskalaan model Likert (Kerlinger, 2004). Dalam pembuatan item-item pernyataan skala adversity quotient ini disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Stoltz (2000) yaitu: control, origin, ownership, reach, dan endurance.

Tabel 3.1

Blue Print Skala Adversity Quotient

No DIMENSI F UF Σ

1 Control 1, 9, 17, 25, 33, 41,

49, 55

5, 13, 21, 29, 37, 45, 50, 56

16

2 Origin and

Ownership

2, 10, 18, 26, 34, 42, 51, 57, 61, 62

6, 14, 22, 30, 38, 46, 53, 58, 63, 64

20

3 Reach 3, 11, 19, 27, 35,

43, 52, 59, 65

7, 15, 23, 31, 39, 47, 54, 60, 66

18

4 Endurance 4, 12, 20, 28, 36, 44 8, 16, 24, 32, 40, 48

12


(52)

Item-item yang berada dalam angket ini dabagi menjadi dua macam yaitu: 33 item

favourable dan 33 item unfavourable. Penilaian untuk item yang favourable

adalah sebagai berikut: bila Sangat Sesuai (SS) bernilai 4, Sesuai (S) bernilai 3, Tidak Sesuai (TS) bernilai 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) bernilai 1. sedangkan untuk penilaian item unfavourable adalah sebagai berikut: Sangat Sesuai (SS) bernilai 1, Sesuai (S) bernilai 2, Tidak Sesuai (TS) bernilai 3, Sangat Tidak Sesuai (STS) bernilai 4.

Subyek akan diminta untuk merespon item-item pernyataan yang terdapat dalam skala tersebut, dengan cara memilih salah satu alternatif jawaban yang menggambarkan tentang dirinya sendiri dan bukan pendapat orang lain tentang suatu pernyataan. Skala akhir subjek merupakan skor total dari jawaban pada setiap pernyataan.

2. Skor yang digunakan dalam prestasi belajar yaitu nilai rata-rata raport siswa pada semester II.

3.3.3 Teknik uji instrumen

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen. Uji instrumen ini dilakukan pada siswa kelas XI IPS 2 dan IPS 4 angkatan 2010/2011 di SMUN 102 Jakarta Timur sebanyak 72 siswa. Tujuan dari pelaksanaan uji instrumen ini adalah sebagai berikut:


(53)

a. Mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan responden dalam menyelesaikan pengisian instrumen.

b. Mengetahui pemahaman responden terhadap pernyataan atau item-item yang diberikan.

c. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil penelitian yang valid adalah apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat dari hasil output SPSS 16.00. menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pernyataan.

Dari hasil uji instrumen pada 72 siswa di SMUN 102 Jakarta Timur, diperoleh r kriteria sebesar 0,30. item-item yang memiliki korelasi signifikan atau >0,30 kemudian hasilnya dipilih sebagai item dalam skala adversity quotient.

Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap 66 item skala adversity quotient, diperoleh 28 item yang valid dan 38 item yang tidak valid.


(54)

Tabel 3.2

Blue print revisi skala Adversity Quotient

No DIMENSI F UF JUMLAH

1 Control 1, 9, 16, 23, 28 2 6 2 Origin And Ownership 3, 10, 17, 24 4, 11, 18 7 3 Reach 5, 12, 19, 25 6, 13, 20 7 4 Endurance 7, 14, 21, 26 8, 15, 22, 27 8

Jumlah 17 11 28

d. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas skala tersebut.

Sedangkan uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pernyataan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk skala. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s alpha > dari 0.60. Adapun hasil perhitungan reliabilitas terhadap skala adversity quotient diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,8305. dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian ini reliabel untuk digunakan karena menurut Azwar (2004) suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,60.


(55)

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian ini, dengan metode statistik untuk mengetahui signifikansi korelasi antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa di sekolah, dan bagaimana arah hubungan kedua variabel itu, yang ditentukan pada taraf signifikansi sebesar 0,01 pada two tailed test.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisa statistik dengan dibantu program SPSS 16.00 for windows, yaitu:

a. Deskripsi Data

Digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden. Analisis deskriptif memberikan informasi mengenai sekumpulan data dan mendapatkan gagasan untuk keperluan analisis kategorisasi jenjang dengan mencari Mean, Median, dan Modusnya.

b. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian ini, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara adversity quotient

dengan prestasi belajar siswa di sekolah, dipergunakan metode Spearman Correlation.

Hasil perhitungan diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi SPSS versi 16.00 yang akan diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah rangkuman statistik tentang tingkat dan arah dari hubungan antara dua variabel. Kuat lemahnya hubungan yang ada


(56)

diantara dua variabel ditunjukkan oleh besar kecilnya angka koefisien korelasi. Menurut Santoso (1999), jika dua gejala berjalan sejajar atau searah, korelasi antara dua gejala itu disebut positif. Sebaliknya jika berlawanan arah atau terbalik korelasinya disebut negatif.

3.5 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Persiapan penelitian

a. dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah

b. menentukan variabel-variabel yang akan diteliti. Kedua variabel itu adalah

adversity quotient dan nilai rapor siswa.

c. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat

d. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Adversity Quotient yang dirancang berupa skala Likert.

2. Tahap uji coba

Setelah mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing, maka peneliti melakukan uji coba alat ukur adversity quotient di SMUN 102 Jakarta Timur


(57)

pada siswa kelas XI IPS 2 dan 4 yang berjumlah 72 siswa. Uji coba ini dilakukan dengan menyebar angket skala adversity quotient.

3. Tahap pengambilan data

a. menentukan jumlah sampel penelitian

b. memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian

c. melaksanakan pengambilan data pada tanggal 23 Juli dan 5 Agustus 2010. d. Memberikan alat ukur yang telah disiapkan kepada responden yang

berjumlah 113 siswa di kelas XI IPS 1 dan 3 serta kelas XI IPA.

4. Tahap pengolahan data

a. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

membuat tabel data.

c. Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian.


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Responden

Untuk gambaran umum responden dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan dan memperjelas dengan penyajian data dalam bentuk tabel dari jumlah sampel hasil penelitian, jenis kelamin, dan usia siswa. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Juli dan 5 Agustus 2010 dan subjek dalam penelitian ini adalah 113 siswa/siswi di SMUN 102 Jakarta Timur yang duduk di kelas XI IPS 1, IPS 3, dan IPA.

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1

Gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin

Adversity quotient

Jenis Kelamin

Frekuensi Persentase

µ

t-test Laki-laki 33 29,2 % 80,243 Perempuan 80 70,8 % 81,387

0,392

Total 113 100 %

Dari tabel di atas terlihat bahwa responden paling banyak adalah siswa perempuan yaitu 80 orang dengan persentase 70,8 %, sedangkan responden siswa laki-laki berjumlah 33 orang dengan persentase 29,2 %.


(59)

Untuk nilai rata-rata adversity quotient pada laki-laki (80,243) lebih kecil daripada perempuan (81,387) dengan perbedaan nilai sebesar 1,144. Dapat dilihat di tabel 4.1 untuk signifikansi t-test 0,392 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan adversity quotient pada siswa laki-laki dan perempuan.

4.1.2 Gambaran umum responden berdasarkan usia

Berdasarkan usia, subyek dalam penelitian ini berada dalam masa remaja akhir yaitu dalam rentang usia 16 – 18 tahun. Adapun siswa yang berusia 16 tahun berjumlah 87 siswa (76,9 %), berusia 17 tahun berjumlah 18 siswa (15,9 %), dan yang berusia 18 tahun berjumlah 8 siswa (7,2 %).

4.2 Deskripsi Data

Untuk mengetahui hubungan adversity quotient dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur peneliti melakukan ketegorisasi rentangan untuk setiap responden. Untuk mengkategorisasikan peneliti terlebih dahulu menghitung mean dan standar deviasi dari data yang didapat dengan menggunakan SPSS 16.00, dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Deskripsi data

N Mean Min Max Std Dev

Adversity Quotient 113 81.05 68 106 6.43


(60)

4.2.1 Kategorisasi skor adversity quotient

Tujuan kategorisasi ini adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur, misalnya dari rendah ke tinggi, dari negatif ke positif, dan semacamnya. Dalam penentuan nilai tersebut peneliti menggunakan skala adversity quotient yang terdiri dari 28 item pernyataan.

Untuk mengetahui tingkat adversity quotient siswa, penulis menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap responden. Rentang dibagi menjadi tiga interval dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 113 orang dengan variabel

adversity quotient dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) sebesar 81,05, nilai minimum 68, nilai maksimum 106, dengan nilai standar deviasi sebesar 6,43.

Adapun tingkat adversity quotient siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3

Tabel kategorisasi Adversity Quotient

Interval Kategorisasi Klasifikasi Frekuensi Persentase > 87,48 Tinggi x>(M + 1 SD) 16 14,2 % 74,62-87,48 Sedang (M+SD)≥x≥(M-SD) 85 75,2 % < 74,62 Rendah M – 1 SD 12 10,6 %

4.2.2 Kategorisasi skor prestasi belajar

Dalam menentukan nilai kategorisasi peneliti menggunakan data nilai rata-rata rapor siswa pada semester 2. Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa, penulis menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap responden. Rentang


(61)

dibagi menjadi tiga interval dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 113 orang dengan rata-rata (mean) sebesar 77,09, nilai minimum 71, nilai maksimum 82, dengan nilai standar deviasi sebesar 2,46.

Adapun tingkat prestasi belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4

Tabel kategorisasi prestasi belajar

Kategori Klasifikasi Sebaran Interval Frekuensi Persentase Tinggi x>(M + 1 SD) > 79,55 14 12,4 % Sedang (M + SD)≥x≥(M-SD) 74,63-79,55 95 84,1 % Rendah X < (M – SD) < 74,63 4 3,5 %

Jumlah 113 100 %

Untuk standar nilai kelulusan siswa, sekolah ini menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria ketuntasan minimal ini terdapat pada tiap mata pelajaran. Untuk kelas XI terdapat 17 mata pelajaran. Apabila terdapat empat mata pelajaran yang tidak mencapai nilai pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) maka siswa tersebut dinyatakan tidak naik kelas. Oleh karena penelitian ini dilakukan setelah siswa naik kelas, maka seluruh responden yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa yang telah dinyatakan lulus atau naik kelas.


(62)

4.3 Uji Persyaratan 4.3.1 Uji normalitas

Data-data berskala interval sebagai hasil suatu pengukuran pada umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu data tidak mengikuti asumsi normal. Untuk mengetahui sebaran data yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang bersangkutan. Untuk data yang berdistribusi secara normal maka perhitungan datanya menggunakan metode statistik parametrik (Sugiyono, 2007), sebaiknya data yang tidak berdistribusi secara normal perhitungan datanya menggunakan metode statistik non-parametrik. Kuncono (2003) menjelaskan untuk melakukan uji normalitas dengan jumlah responden lebih dari 100 orang, sebaiknya digunakan rumus yang diformulasikan oleh Kolmogrov-Smirnov. Apabila taraf signifikansi dari Kolmogrov-Smirnov lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan sebesar 0,05, maka distribusi data normal, dan apabila kurang dari 0,05, maka distribusi data tidak normal.

Berdasarkan hasil perhitungan yang peneliti lakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.00, selengkapnya lihat tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.5

Hasil uji normalitas skala adversity quotient

Kolmogorov-Smirnov

Statistic df Sig

Adversity Quotient .112 113 .001

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan program SPSS 16.00 untuk skala adversity quotient didapat Sig.


(63)

Kolmogrov-Smirnov ( 0,001 ) lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu (0,05) maka dapat dikatakan bahwa distribusi data skala adversity quotient

tidak normal. Dan berikut ini adalah gambar diagram Scatterplot hasil SPSS 16.00 for windows. Hal ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Grafik di atas menggambarkan penyebaran data pada skala adversity quotient, grafik tersebut memperlihatkan bahwa penyebaran datanya tidak normal yang ditandai dengan penyebaran data sebagian besar tidak berada di garis normal. Ada beberapa item berada pada garis normal, namun sebagian besar item tidak berada pada garis normal.


(64)

4.3.2 Uji homogenitas

Uji homogenitas diperlukan terutama pada pengujian beda rata-rata yang saling independen. Pengujian homogenitas varian digunakan untuk mengetahui variabilitas mean dari data dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test. Adapun hipotesis yang dapat diajukan adalah:

Ho : varians data bersifat homogen (varians sama)

H1 : varians data bersifat tidak homogen (varians tidak sama) Pengambilan keputusan dengan menggunakan uji probabilitas: 1. Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima

2. Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak

Berdasarkan hasil uji homogenitas yang dilakukan melalui program SPSS versi 16.00 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.6

Tabel Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean 1.398 1 111 .240

Based on Median 1.283 1 111 .260

Based on Median and

with adjusted df 1.283 1 105.446 .260

adversity quotient

Based on trimmed

mean 1.237 1 111 .268

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean 1.377 1 111 .243

Based on Median 1.451 1 111 .231

Based on Median and

with adjusted df 1.451 1 106.445 .231

prestasi belajar

Based on trimmed


(65)

Dari hasil tabel tersebut dapat diketahui bahwa hasil uji homogenitas menggunakan program SPSS 16.00 untuk skala adversity quotient didapat Sig. (0,240) lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu (0,05) maka dapat dikatakan bahwa data skala adversity quotient memiliki varian yang homogen, atau data berasal dari populasi-populasi dengan varian yang sama.

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

Hasil penelitian berupa uji korelasi dan uji hipotesis antara adversity quotient dengan prestasi belajar. Analisa statistik untuk menguji hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus Spearman Correlation, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor variabel adversity quotient dengan nilai prestasi belajar siswa. Rumus Spearman Corelation ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel, dan rumus ini digunakan karena data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan statistik non parametrik (Santoso, 1999), untuk menghitungnya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.00, adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7

Korelasi skala adversity quotient dengan prestasi belajar siswa

adversity quotient prestasi belajar Correlation

Coefficient 1.000 .042 Sig. (2-tailed) . .655 adversity

quotient

N 113 113

Correlation

Coefficient .042 1.000 Sig. (2-tailed) .655 . Spearman's

rho

prestasi belajar


(66)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa hasil uji korelasi antara

adversity quotient dengan prestasi belajar pada pada Spearman Correlation

diketahui hasil 0,042. sedangkan r tabel untuk sampel 113 orang pada α = 5 % adalah 0,1832.

Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan, diperoleh r = 0,042 karena r hitung lebih kecil daripada r tabel sebesar 0,1832, maka hipotesis nol (Ho) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi belajar diterima. Hipotesis alternatifnya (Ha) ditolak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara


(67)

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan hasil penelitian mengenai hubungan antara adversity quotient dengan prestasi belajar pada siswa SMUN 102 Jakarta Timur. Selanjutnya pada subbab diskusi akan membahas hasil penelitian, dan kemudian akan ditutup dengan saran-saran yang berkaitan dengan penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient

dengan prestasi belajar siswa SMUN 102 Jakarta Timur. Tidak ada hubungan antara dua variabel tersebut, karena dari hasil yang diperoleh ternyata r hitung sebesar 0,042 pada Spearman Correlation yang menunjukkan lebih kecil dari r tabel pada α = 0,05 sebesar 0,1832., artinya bahwa adversity quotient yang tinggi tidak menjamin prestasi belajar yang tinggi.

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 113 orang siswa di SMUN 102 Jakarta Timur, peneliti tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi belajar siswa. Hal ini berdasarkan perhitungan Spearman Correlation antara skor adversity quotient


(68)

Dalam penelitian ini, terbukti bahwa adversity quotient (daya juang) tidak memiliki hubungan terhadap prestasi belajar siswa. Maksudnya bahwa AQ tidak berhubungan langsung terhadap prestasi belajar. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Tjunjing (2001). Penelitian Tjunjing bertujuan untuk mengetahui hubungan antara IQ, EQ, dan AQ dengan prestasi studi pada siswa SMU, hasil yang diperoleh adalah tidak adanya korelasi antara AQ dengan prestasi belajar. Dan juga penelitian yang dilakukan oleh Bitari (2000) bahwa tidak ada hubungan antara adversity quotient dengan prestasi akademik pada mahasiswa fakultas psikologi dan fakultas tehnik di Universitas Indonesia. Kemungkinan hal ini disebabkan karena peneliti tidak menggunakan variabel lain yang berhubungan dengan prestasi belajar seperti intelegensi siswa, motivasi belajar siswa, self efficacy, dan sebagainya. Hal ini tentunya bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Stoltz (2000) bahwa di saat seseorang berada pada suatu keadaan sedang menghadapi sebuah kesulitan, maka akan mempengaruhi pencapaian keberhasilan atau prestasinya.

Menurut Selligman dan peneliti lain dalam buku Stoltz, individu yang berespon terhadap kesulitan sebagai sesuatu yang bersifat tetap, internal dan dapat mempengaruhi secara umum terhadap bagian lain dari kehidupan individu, memiliki kecenderungan untuk merasa selalu gagal. Namun, bagi individu yang dapat menerima suatu kesulitan sebagai sesuatu yang sifatnya eksternal, sementara, dan terbatas, cenderung menikmati banyak manfaat berkisar kinerja hingga pencapaian keberhasilan atau prestasi.


(1)

TABEL HASIL

UJI KORELASI

Correlations

adversity

quotient prestasi belajar Correlation Coefficient 1.000 .027

Sig. (2-tailed) . .698

adversity quotient

N 113 113

Correlation Coefficient .027 1.000

Sig. (2-tailed) .698 .

Kendall's tau_b

prestasi belajar

N 113 113

Correlation Coefficient 1.000 .042

Sig. (2-tailed) . .655

adversity quotient

N 113 113

Correlation Coefficient .042 1.000

Sig. (2-tailed) .655 .

Spearman's rho

prestasi belajar

N 113 113

Uji Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

prestasi belajar 113 71.00 82.00 77.0973 2.46752

Valid N (listwise) 113

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation adversity quotient 113 68.00 106.00 81.0531 6.43767 Valid N (listwise) 113


(2)

HASIL UJI NORMALITAS

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

adversity quotient 113 100.0% 0 .0% 113 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 81.0531 .60560

Lower Bound 79.8532

95% Confidence Interval for Mean

Upper Bound 82.2530

5% Trimmed Mean 80.7286

Median 80.0000

Variance 41.444

Std. Deviation 6.43767

Minimum 68.00

Maximum 106.00

Range 38.00

Interquartile Range 8.50

Skewness .867 .227

adversity quotient

Kurtosis 1.201 .451

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

adversity quotient .112 113 .001 .954 113 .001


(3)

(4)

Hasil uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean 1.398 1 111 .240

Based on Median 1.283 1 111 .260

Based on Median and with

adjusted df 1.283 1 105.446 .260

adversity quotient

Based on trimmed mean 1.237 1 111 .268

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean 1.377 1 111 .243

Based on Median 1.451 1 111 .231

Based on Median and with

adjusted df 1.451 1 106.445 .231

prestasi belajar


(5)

Hasil Uji Validitas Skala Adversity Quotient

No item Corrected Item Total Correlation

R krit α if delete α

Keterangan

1 0,3054 0,30 0,8275 0,8305 VALID

2 0,3676 0,30 0,8265 0,8305 VALID

3 0,3371 0,30 0,8266 0,8305 VALID

4 0,3458 0,30 0,8266 0,8305 VALID

5 0,1981 0,30 0,8291 0,8305 DROP

6 0,2838 0,30 0,8277 0,8305 DROP

7 0,1024 0,30 0,8312 0,8305 DROP

8 0,3596 0,30 0,8261 0,8305 VALID

9 0,3398 0,30 0,8269 0,8305 VALID

10 0,2279 0,30 0,8286 0,8305 DROP

11 0,3510 0,30 0,8263 0,8305 VALID

12 0,4480 0,30 0,8248 0,8305 VALID

13 0,2710 0,30 0,8277 0,8305 DROP

14 0,4575 0,30 0,8233 0,8305 VALID

15 0,3810 0,30 0,8252 0,8305 VALID

16 0,4125 0,30 0,8247 0,8305 VALID

17 0,1291 0,30 0,8303 0,8305 DROP

18 0,4530 0,30 0,8249 0,8305 VALID

19 -0,0681 0,30 0,8348 0,8305 DROP

20 0,1507 0,30 0,8299 0,8305 DROP

21 0,2455 0,30 0,8283 0,8305 DROP

22 0,0793 0,30 0,8316 0,8305 DROP

23 0,4031 0,30 0,8248 0,8305 VALID

24 0,1834 0,30 0,8295 0,8305 DROP

25 0,4086 0,30 0,8264 0,8305 VALID

26 0,2255 0,30 0,8288 0,8305 DROP

27 0,2003 0,30 0,8291 0,8305 DROP

28 0,4506 0,30 0,8254 0,8305 VALID

29 0,1001 0,30 0,8314 0,8305 DROP

30 -0,0605 0,30 0,8345 0,8305 DROP

31 0,1436 0,30 0,8303 0,8305 DROP

32 0,3722 0,30 0,8257 0,8305 VALID

33 0,2490 0,30 0,8282 0,8305 DROP

34 0,3052 0,30 0,8269 0,8305 VALID

35 0,3208 0,30 0,8266 0,8305 VALID

36 0,4358 0,30 0,8239 0,8305 VALID

37 0,1316 0,30 0,8316 0,8305 DROP

38 0,2272 0,30 0,8286 0,8305 DROP

39 -0,0942 0,30 0,8346 0,8305 DROP

40 0,1883 0,30 0,8293 0,8305 DROP

41 0,6031 0,30 0,8236 0,8305 VALID

42 0,1891 0,30 0,8293 0,8305 DROP

43 0,1198 0,30 0,8312 0,8305 DROP

44 0,1142 0,30 0,8307 0,8305 DROP

45 0,3330 0,30 0,8262 0,8305 VALID

46 0,3143 0,30 0,8269 0,8305 VALID

47 0,4555 0,30 0,8238 0,8305 VALID


(6)

49 0,4917 0,30 0,8229 0,8305 VALID

50 0,2423 0,30 0,8283 0,8305 DROP

51 0,3959 0,30 0,8263 0,8305 VALID

52 0,3129 0,30 0,8273 0,8305 VALID

53 0,4275 0,30 0,8241 0,8305 VALID

54 0,2181 0,30 0,8288 0,8305 DROP

55 0,1477 0,30 0,8300 0,8305 DROP

56 0,0134 0,30 0,8331 0,8305 DROP

57 0,1704 0,30 0,8299 0,8305 DROP

58 0,2390 0,30 0,8284 0,8305 DROP

59 0,1484 0,30 0,8300 0,8305 DROP

60 0,1377 0,30 0,8303 0,8305 DROP

61 0,1408 0,30 0,8305 0,8305 DROP

62 0,1615 0,30 0,8300 0,8305 DROP

63 0,0220 0,30 0,8332 0,8305 DROP

64 0,2115 0,30 0,8290 0,8305 DROP

65 0,0320 0,30 0,8321 0,8305 DROP

66 0,0619 0,30 0,8316 0,8305 DROP

Keterangan:

Valid

:

28

Drop

:

38