memiliki cukup waktu, biaya, dan tenaga kerja untuk merawat dan membudidayakan tanaman karet dengan baik.
5.2 Pendapatan Petani Perkebunan Karet Rakyat
Sarana Produksi
Di daerah penelitian umur tanaman karet pada umumnya berkisar antara 11 sampai 37 tahun. Hal ini berpengaruh pada pemakaian sarana produksi termasuk
pupuk serta penggunaan tenaga kerja yanag berbeda pada pada tanaman karet yang lebih muda. Pemberian pupuk pada tanaman karet yang lebih tua, dosisnya
lebih rendah jika dibandingkan dengan tanaman yang masih muda sehingga kebutuhan tenaga kerja yang digunakan lebih sedikit, selain itu tanaman yang
sudah tua juga membutuhkan perawatan yang lebih sedikit. Seperti yang telah diketahui di daerah penelitian umur tanaman karet sejumlah besar sudah tergolong
tanaman tua.
Sarana produksi petani karet di Desa Naman Jahe terdiri dari jumlah pokok batang, atau jumlah bibit karet, pupuk, dan obat-obatan yang dapat dilihat pada
Tabel 14.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Tahun 2013
No uraian
per Petani tahun perhatahun
1 Jumlah pokok
bibit batang 595
625
2 Urea Kg
SP-36 Kg Ponska Kg
180 144
144 180
144 144
3 Round up lt
Gramaxone lt 1.14
0.64 1.2067
0.6267 Sumber : Diolah dari Lampiran 2
Hasil produksi tanaman karet di daerah penelitian berupa getah karet, yaitu
diperoleh dari hasil sadapan batang atau pokok tanaman karet. Hasil produksi atau getah karet bisa banyak dihasilkan tergantung dari jumlah batang atau pokok
tanaman karet yang ditanam petani. Semakin banyak pokok karet yang dimiliki petani semakin banyak pula getah karet yang dihasilkan. Pada tanaman karet
menghasilkan mulai dari umur lima tahun. Untuk mendapatkan hasil yang banyak terlebih dahulu diperhatikan jarak tanam serta kebutuhan bibit atau pokok karet
yang akan ditanam.
Kebutuhan bibit tanaman karet tiap hektar berbeda-beda pada setiap petani, hal ini dipengaruhi oleh jarak tanam yang digunakan. Jarak tanam yang umum
digunakan yaitu 3 m x 7 m dimana dengan jarak tersebut dapat menghasilkan 460 bibitbatang karet. Disamping bibit yang di tanam langsung, disiapkan pula bibit
untuk sulaman sebanyak 5 dari jumlah yang akan ditanam maka kebutuhan bibit yang akan ditanam yaitu sebanyak 500 batang Tim Penulis, 2008.
Sedangkan pada daerah penelitian jarak tanam terkecil yaitu 2.5 m x 5 m dengan jumlah batang karet 400 batang, keadaan ini sangat tidak baik karena dapat
Universitas Sumatera Utara
menghambat masuk penyinaran matahari. Kebutuhan pokok atau bibit tanaman karet di daerah penelitian yaitu 595 batangpetanitahun, hal ini diperoleh dari
penjumlahan tiap bibit yang digunakan sampel penelitian sebanyak 50 sampel dibagi dengan jumlah sampel penelitian, dimana kebutuhan bibit setiap sampel
berbeda-beda karena jarak tanam yang digunakan juga berbeda-heda. Sedangkan untuk kebutuhan pokok atau bibit per hektarnya sebesar 625 batanghatahun, hal
ini diperoleh dari penjumlahan kebutuhan bibit yang dibutuhkan petani sampel dibagi dengan luas lahan yang dimiliknya dibangi dengan besar sampel yaitu
sebanyak 50 sampel petani. Dengan demikian jelas berbeda kebutuhan bibit yang dibutukan petani di daerah penelitian dengan kebutuhan bibit yang seharusnya
dibutukan tiap hektarnya, hal ini disebabkan oleh berbedanya jarak tanam yang digunakan setiap petani maka berbeda pula kebutuhan bibit yang seharusnya
dibutuhkan.
Untuk meningkatkan produktivitas karet, pemupukan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Dalam pemberian pupuk sebaiknya jangan dilakukan pada
musim penghujan karena pupuk akan cepat tercuci oleh air hujan. Pemberian pupuk dilakukan pada saat pergantian musim, antara musim penghujan ke musim
kemarau. Untuk menghemat biaya, maka jumlah pohon sangat diperlukan untuk penentuan banyaknya pupuk yang digunakan. Pohon-pohon yang baik untuk
disadap saja yang dipupuk dan dosis pemupukannya dihitung perpohon. Pada umumnya waktu pemupukan tidak bisa dipastikan untuk tanaman karet karena
masing-masing daerah di Indonesia berlaianan sifat dan keadaan iklimnya, sedangkan pengadaan pupuk harus disiapkan agar jangan sampai disimpan untuk
pemupukan berikutnya, apalagi nitrogen yang cepat mundur kadarnya. Karena itu
Universitas Sumatera Utara
pupuk hanya dapat digunakan sekali saja. Pemberian pupuk dilakukan dua kali setiap tahun dengan dosis berdasarkan jenis tanah. Tanaman karet di daerah
penelitian rata-rata sudah menghasilkan dan jenis tanah di daerah penelitian yaitu jenis tanah latosol.
Di daerah penelitian jenis pupuk yang sering digunakan yaitu urea, sp-36 dan ponska. Pupuk urea merupakan pupuk kimia yang mengandung nitrogen yang
berkadar tinggi, selain itu dapat membuat daun tanaman menjadi lebih hijau, mempercepat pertumbuhan dan menambah kandungan protein tanaman khusunya
pada tanaman karet. Pupuk SP-36 merupakan sumberdaya posfor untuk tanaman karet, serta mudah larut dalam larutan air, fungsi dari pupuk ini ialah
mempercepat pertumbuhan akar agar pohon karet tahan terhadap kekeringan di musim kemarau, meningkatkan hasil produksi getah karet serta menambah
ketahanan terhadap hama dan penyakit tanaman karet. Pupuk ponska memiliki manfaat yaitu menjadikan daun tanman menjadi lebih hijau dan segar,
mempercepat pertumbuhan tanaman, memacu pertumbuhan akar, menjadikan batang lebih tegak, serta memperbesar jumlah buah atau biji tiap tangkai.
Di daerah penelitian dosis yang digunakan untuk pemakaian pupuk urea, SP-36 dan ponska yaitu 180, 144 dan 144 kgpetanitahun begitu juga hasilnya sama
untuk setiap hektarnya, sedangkan menurut Tim Penulis 2008 dosis pupuk urea, SP-36 dan ponska yang seharusnya digunakan untuk tanman karet yaitu 280, 219
dan 200 kghatahun.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan tiap pupuk pada tanaman karet di daerah penelitian yaitu dari penjumlahan kebutuhan pupuk yang digunakan setiap petani dibagi dengan
jumlah petani sampel. Jelas berbeda pemberian dosis pupuk pada petani didaerah penelitian, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan petani akan pemberian
pupuk pada tanaman karet, dimana petani hanya dapat menerka atau mengira dosis yang akan diberikan kepada tanaman karet, tidak hanya itu minimnya modal
yang dimiliki petani untuk dapat membeli pupuk.
Kerusakan dan kematian tanaman merupakam masalah penting pada perkebunan karet. Kerusakan dan kematian tanaman karet dapat disebabkan oleh gangguan
hama penyakit, gulma, atau gangguan fisik dan kimia. Usaha menanggulangi masalah ini hendaknya dilaksanakan secara terpadu. Masalah gulma di
perkebuanan karet dianggap serius karena bisa mengakibatkan terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tempat tumbuh.
Disamping itu, ada beberapa jenis gulma yang bisa mengeluarkan zat penghambat pertumbuhan sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan menjelang waktu
penyadapan produksinya rendah. Pengendalian gulma harus dilakukan sejak tanaman masih di pembibitan. Hal ini dilakukan untuk menjaga pertumbuhan
tanaman agar tetap baik. Gulma berbahaya atau alang-alang merupakan salah satu jenis gulma berbahaya. Pemberantasan alang-alang ini dapat dilakukan secara
manual yaitu dengan mencabut akar-akarnya dengan garpu dan dijemur di sinar matahari. Selain secara manual, alang-alang bisa diberantas secara kimia,
terutama bagi yang tumbuh berkelompok. Herbisida yang digunakan bisa berupa gramaxone dengan konsentrasi 1-2 atau roundup dengan konsentrasi 0,6-0,8 .
Penyemprotan dilakukan langsung pada gulma. Jika masih ada gulma yang
Universitas Sumatera Utara
tumbuh, konsentrasi herbisida dinaikkan, gramoxone 2 dan roundup 0,8-1 . Perlakuan ini berbeda dengan di daerah penelitian, dimana para petani masih
kurang mengerti dan ketidakmampuan untuk membelinya.
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan sarana produksi bibit sangat dominan pada usahatani karet dan kemudian diiringi oleh sarana produksi pupuk di daerah
penelitian. Untuk mengetahui biaya sarana produksi pada budidaya karet dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rata-Rata Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Tahun 2013, RpHaTahun
No uraian
Rp Petani tahun Rphatahun
1 Jumlah pokok
bibit batang 440.900
315.800
2
Urea SP-36
Ponska 324.000
288.000 331.200
324.000 288.000
331.000
3 Round up
Gramaxone 57.000
33.300 60.300
32.600 Sumber : Diolah dari Lampiran 2
Biaya pokok atau bibit tanaman karet diperoleh dari hasil perkalian jumlah batang tanaman karet dengan harga bibit tanaman karet per batangnya. Harga pokok atau
bibit tanaman karet di daerah penelitian berbeda-beda yaitu tergantung dari mana jenis bibit atau pokok diambil, harga bibit atau pokok tanaman karet yaitu bekisar
antara Rp 1.500 - Rp 2.500. Bibit karet yang banyak digunakan petani yaitu bibit yang harganya Rp 1.500,- , hal ini karena harganya yang dapat dijangkau oleh
petani. Pada daerah penelitian sebagian petani tidak membeli bibit karet dan hanya meminta dari bibit-bibit sisa dari perkebunan swasta yang ada di daerah
penelitian
Universitas Sumatera Utara
Biaya pupuk di daerah penelitian yaitu penjumlahan pemakaian pupuk urea, SP- 36 dan ponska dibagi dengan jumlah petani sampel sebanyak 50 petani yang
digunakan selama satu tahun. Biaya sarana produksi paling besar adalah biaya pupuk ponska Rp 331.000,-hatahun atau sebesar 24,5 dari jumlah biaya sarana
produksi per ha setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan harga pupuk ponska lebih mahal per kg nya. Pupuk urea harga nya Rp 1.800kg, pupuk SP-36kg Rp
2.000kg dan pupuk ponska Rp 2.300kg.
Di daerah penelitian penggunaan pupuk tidak semua petani yang menggunakannya, ada juga petani yang hanya memupuk tanamannya sekali dalam
setahun dan sebagian lagi rutin melakukan pemupukan, hal ini dikarenakan umur tanaman yang tua menurut petani tidak perlu lagi diberi pupuk serta kemampuan
petani untuk membeli pupuk yang masih minim. Tidak hanya bibit dan pupuk yang hanya sebagian petani mengeluarkan biaya, tetapi juga herbisida hanya
sebagian petani yang menggunakannya, begitu juga pada perlakuannya, pemakaian herbisida dua kali dalam setahun, tetapi ada petani yang hanya
menggunakan sekali saja. Biaya sarana produksi terkecil yaitu pada jenis herbisida gramoxone Rp 32.600,- atau 2,4 dari jumlah biaya sarana produksi per ha
setiap tahunnya. Hal ini karena jarangnya dilakukan pembrantasan gulma dengan menggunakan gramoxone. Harga gramoxone untuk tiap liternya adalah Rp
52.000,- sedangkan harga round-up untuk per liternya adalah Rp 50.000,-.
Universitas Sumatera Utara
Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani karet rakyat di desa Naman Jahe terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk
mengetahui biaya tenaga kerja pada budidaya karet rakyat dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Tahun 2013, RpHaTahun
No uraian
Rp Petani tahun Rphatahun
1
TKDK 4.854.300
5.760.700
2
TKLK 2.709.700
1.978.300
Jumlah 7.564.000
7.739.000
Sumber : Diolah dari lampiran 9
Biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 5.760.700,- atau 74,4 dari jumlah biaya tenaga kerja secara keseluruhan per ha pertahunnya sedangkan untuk
tenaga kerja luar keluarga sebesar 25,6 dari jumlah biaya tenaga kerja secara keseluruhan per ha pertahunnya.
Sistem upah tenaga kerja di daerah penelitian yaitu bagi dua dari hasil penerimaan pemilik lahan usahatani. Setengah untuk pemilik lahan dan setengah lagi untuk
tenaga kerja. Kebanyakan petani tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga, tetapi bagi pemilik
usahatani yang memiliki umur sudah tua menggunakan tenaga kerja luar keluarga, hal ini dikarenakan tidak sanggupnya untuk mengerjakan usahataninya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penggunaan tenaga kerja luar keluarga kebanyakan pemilik usahatani menggunakan dua tenaga kerja luar keluarga, pembagian hasil seperti ini tetap
bagi dua dari hasil penerimaan, setengah untuk pemilik usahatani dan setengah lagi dibagi dua untuk tenaga kerja sebagai upah. Untuk tenaga kerja luar keluarga
mereka melakukan semua kegiatan usahatani dari pengolahan lahan, pembibitan, pemupukan, pengendalian penyakit sampai penyadapan, tetapi biaya yang
dikeluarkan untuk mendukung kebutuhan usahatani karet tetap pemilik lahan usahatani karet yang mengeluarkan. Upah tenaga kerja dapat tinggi apabila
penerimaan pemilik usahatani tinggi juga, hal ini tergantung pada hasil produksi karet. Ada masa-masa dimana produksi karet atau getah karet yang dihasilkan
sangat minim, hal ini dikarenakan cuaca yang buruk, penyakit karet yang menurut petani sangat merugikan serta menurunnya harga jual getah karet.
Biaya Produksi
Biaya produksi di desa Naman Jahe yaitu biaya sarana produksi, PBB, biaya penyusutan dan tenaga kerja, untuk melihat rata-rata biaya produksi karet rakyat
desa Naman Jahe dapat dilikat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rata-Rata Biaya Produksi Pada Usahatani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Tahun 2013, RpHaTahun
No uraian
Rp Petani tahun Rphatahun
1 Sarana Produksi
1.474.300 1.352.000
2
Tenaga Kerja 7.564.000
7.739.000
3
PBB 24.500
25.000
4 Penyusutan
118.000 130.800
Jumlah 9.180.800
9.246.600
Sumber : Diolah dari lampiran 10
Universitas Sumatera Utara
Biaya produksi paling besar adalah biaya tenaga kerja sebesar Rp 7.739.000,- atau sebesar 83,6 dari biaya produksi per ha setiap tahunnya. Biaya sarana produksi
sebesar Rp 1.352.000,- atau sebesar 14,6 dari biaya produksi per ha setiap tahunnya. Biaya penyusutan sebesar Rp 130.800,- atau sebesar 1,41 dari biaya
produksi per ha setiap tahunnya. Biaya produksi paling kecil adalah PBB sebesar Rp 25.000,- atau sebesar 0,27 dari biaya produksi per ha setiap tahunnya.
Biaya yang harus dikeluarkan pada sarana produksi yaitu biaya bibit, pupuk, obat- obatan, upah tenaga kerja serta PBB. Semakin besar skala luas lahan petani maka
semakin besar pula biaya sarana produksinya begitu sebaliknya semakin kecil skala luas lahan petani, maka semakin kecil pula biaya yang harus dikeluarkan
untuk biaya produksi.
Biaya tenaga kerja yang harus dikeluarkan yaitu dengan pembagian penerimaan petani kepada pekerja atau pembagian sama rata. Biaya tenaga kerja bergantung
pada hasil penerimaan petani yaitu pengkalian jumlah produksi dengan harga jual getah karet, semakin tinggi hasil produksi maka semakin tinggi pula upah tenaga
kerjanya dan berhubungan dengan harga jual getah karet kepada agen.
Besarnya biaya PBB yang harus dikeluarkan oleh setiap petani yaitu bergantung pada skala luas lahan mereka, semakin besar luas lahan yang dimiliki semakin
besar pula biaya PBB yang harus dikeluarkan, begitu juga sebaliknya.
Biaya penyusutan yaitu pembagian harga beli alat-alat untuk usahatani karet dengan umur ekonomis dari alat usaha tani tersebut. Besarnya biaya penyusutan
Universitas Sumatera Utara
untuk seorang petani yaitu bersal dari jumlah alat yang dimiliki oleh petani, semakin banyak alat-alat yang digunakan, maka semakin besar pula biaya
penyusutan yang harus dikeluarkan, begitu juga sebaliknya semakin sedikit alat– alat usahatani yang dimiliki semakin sedikit pula biaya penyusutan yang harus
dikeluarkan.
Produksi merupakan keseluruhan hasil panen yang dihasilkan dalam kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam satuan kg atau ton. Penerimaan diperoleh dari
hasil kali jumlah produksi dengan harga jual. Pendapatan usahatani karet merupakan total penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya, yang
dimaksud dengan total biaya yaitu biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dimana yang termasuk dalam biaya usahatani adalah penjumlahan dari biaya bibit,
biaya pupuk, biaya herbisida, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan dan biaya PBB.
Untuk mengetahui produksi, penerimaan dari usahatani karet rakyat dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Rata-Rata Produksi, Harga, Total Biaya dan Penerimaan Usahatani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Tahun 2013 , RpHaTahun
Skala usaha ha
Produksi Total biaya
Penerimaan kgpetani
kgha Rppetani
Rpha Rppetani
Rpha ≤ �
1774 2047.2
6.833.400 9.065.650
11.627.500 15.404.200
1 3688
2028.9 18.134.700
10.376.150 27.519.500
15.887.800
Rata-rata
2731 2038,05
12.484.050 9.720.900
19.573.500 15.643.650
Sumber : Diolah dari Lampiran 14
Harga jual produksi karet tiap bulannya mengalami perubahan, hal ini juga berpengaruh kepada penerimaan. Semakin tinggi harga jual maka semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
pula penerimaan yang diterima petani, tetapi tidak lepas dari hasil produksi tanaman karet. Tidak hanya itu jika cuaca buruk produksi juga menurun, tanaman
tidak diberlakukan dengan baik, tanpa adanya pemberian pupuk serta terjangkitnya penyakit yang sampai sekarang petani masih sulit untuk
mengatasinya merupakan salah satu faktor penerimaan yang diterima petani sangat rendah.
Di daerah penelitian harga jual getah karet tertinggi Rp 9.000,- yaitu untuk bulan Januari, sedangkan harga jual terendah jatuh pada bulan Mei yaitu sebesar Rp
6.000,-. Harga jual getah karet sebesar Rp 7.600,- yaitu rata-rata harga jual getah karet selama satu tahun. Harga jual ini tergolong rendah karena harga ditentukan
oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengumpul menjualnya kepada agen serta sebagian petani menjual getah karet kepada agen dan agen menjualnya
kepada pabrik. Terkadang penentuan harga tidak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan petani.
Rendahnya penerimaan yang diterima petani dikarenakan minimnya jumlah produksi mereka, serta tidak adanya pengolahan untuk hasil produksi tanaman
karet, dimana pada perkebunan swasta hasil produksi tanaman karet mereka olah menjadi lateks ataupun sheet yaitu bahan olah karet dalam bentuk kering yang
memiliki kadar kepekatan lateks. Untuk bahan olah karet seperti ini yang dapat menghasilkan penerimaan yang tinggi, dimana standard jual karet untuk diekspor.
Petani rakyat belum dapat mengekspor hasil produksinya karena hasil nya dalam kilogram basah. Jelas jauh berbeda antara perkebunan swasta dan rakyat, hal ini
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan ketidakmampuan petani untuk mengolah usahataninya serta minimnya modal mereka untuk mencukupi kebutuhan produksi tanaman karet.
Pendapatan petani perkebunan rakyat akan dipaparkan pada Tabel 19.
Tabel 19. Rata-Rata Pendapatan Petani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Selama Satu Tahun, Tahun 2013
Skala usaha ha
Rata-rata pendapatan Rppetani
Rata-rata pendapatan Rphatahun
≤ � 4.794.000
6.338.400 1
9.373.700 5.507.100
Rata-rata 7.083.850
5.922.750 Sumber: Data Primer diolah dari Lampiran 14
Pendapatan merupakan hasil pengurangan penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan oleh petani. Penerimaan petani sebesar Rp 15.643.650,-hatahun
sedangkan total biaya produksi sebesar Rp 9.720.900,-hatahun, maka diperoleh pendapatan sebesar Rp 5.922.750,-hatahun. Dari Tabel 19 dapat dilihat
perbandingan pendapatan rata-rata petani skala usaha yang sempit ≤ 1 yaitu
sebesar Rp 4.794.000,-hatahun dengan skala usaha yang luas ˃ 1 sebesar Rp
9.373.900,-hatahun. Hal ini menunjukkan bahwa, pendapatan rata-rata petani dengan skala usaha yang sempit lebih kecil dibandingkan dengan skala usaha
yang luas. Ini berarti, bahwa semakin luas skala usaha yang diusahakan oleh petani karet maka semakin besar pendapatan yang diterima oleh petani.
Sebaliknya, semakin sempit skala usaha yang diusahakan oleh petani, maka semakin kecil pendapatan yang diterima.
Rendahnya sumber pendapatan petani pada kelompok skala usaha yang sempit sebagai akibat kecilnya penguasaan lahan yang diusahakan oleh petani karena
Universitas Sumatera Utara
ketimpangan ditribusi penguasaan lahan yang semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Mubyarto 1991 yang menyatakan bahwa
besar kecilnya produksi dan pendapatan usaha tani antara lain dipengaruhi oleh luas-sempitnya lahan yang
digunakan petani.
Kelangsungan hidup sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia tidak lepas dari aspek jasmani dan rohani. Pertumbuhan atau pemeliharaan membutuhkan
makanan, tempat tinggal, air, udara, pemeliharaan kesehatan dan istirahat yang cukup. Kebutuhan hidup petani karet rakyat dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.
Tabel 20. Rata-rata Kebutuhan Hidup Petani Karet Rakyat di Desa Naman Jahe Selama Satu Tahun, 2013
Skala Usaha ha
Rata-rata Kebutuhan Hidup Rppetani
Rata-rata Kebutuhan Hidup Rphatahun
≤ 1 ˃ 1
15.109.100 17.803.600
19.094.300 9.637.300
Rata-rata 16.456.450
14.365.800
Sumber: Data Primer diolah dari Lampiran 13 Kebutuhan hidup setiap petani di desa Naman Jahe umumnya berbeda-beda. Beragam
jenis kebutuhan yang dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ada petani pengeluaran terbanyak yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kelangsungan
hidup yaitu untuk kesehatan. Mahalnya biaya kesehatan seperti biaya obat-obatan serta kunjungan dokter yang harus membuat petani mengeluarkan biaya, salah satu contoh
petani di desa Naman Jahe yang harus mengeluarkan Rp 125.000,- per harinya.
Biaya pendidikan bagi petani yang memiliki anak sekolah di perguruan tinggi dan tinggal di daerah lain juga merupakan pengeluaran yang harus dikeluarkan petani dalam
jumlah yang besar. Besar kecilnya pengeluaran yang harus dikeluarkan petani tergantung dari jenis kebutuhan yang dibutuhkan petani.
Universitas Sumatera Utara
5.3 Skala Usaha Minimum Perkebunan Karet Rakyat