Latar Belakang Masalah Rancangan Fasilitas Kerja yang Ergonomis di Stasiun Penguapan untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus pada CV. Arba Jaya)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fasilitas kerja merupakan sarana pendukung yang sangat penting bagi perusahaan sebagai penunjang kinerja karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Memberikan tempat kerja yang menyenangkan berarti menimbulkan perasaan betah pada karyawan dalam bekerja. Jika perusahaan mampu menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan dan keamanan di ruang kerja, maka akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Penurunan produktivitas terjadi dikarenakan tidak adanya motivasi kerja karyawan atau rasa tidak aman ketika bekerja. Perusahaan perlu merancang fasilitas kerja dari sisi ergonomis. Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Peran ergonomi sangat penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Fasilitas yang ergonomis mengurangi potensi timbulnya kecelakaan kerja serta meningkatkan produktivitas kerja 1 CV. Arba Jaya merupakan usaha kecil menengah yang memproduksi sapu ijuk. Proses produksi sapu ijuk dilakukan dengan memanfaatkan bantuan tenaga manusia sebagai operator yang terbagi atas beberapa kelompok kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. CV. Arba Jaya memiliki dua proses produksi, yaitu proses pembuatan ijuk dan pembuatan gagang sapu. Penelitian dilakukan di stasiun penguapan pada proses pelurusan gagang sapu. Stasiun penguapan 1 Sritomo, 2006. “ Ergonomi Studi Gerak dan Waktu.”. Surabaya: Guna Widya. memiliki 2 aktivitas kerja yaitu proses penguapan dan pelurusan gagang sapu. Gagang sapu dengan diameter 2 cm yang diterima dari supplier masih belum lurus sehingga diproses lanjutan di stasiun penguapan. Proses penguapan dilakukan selama 20 menit di dalam tabung yang dipanaskan di atas tungku api. Satu tabung dengan diameter 25 cm mampu menampung 60 buah gagang sapu. Gagang sapu yang telah diuapkan dibawa ke proses pelurusan oleh operator selama 20 menit. Setelah selesai, gagang sapu lalu dibawa ke stasiun pembuatan ulir. Masalah di stasiun ini adalah 1 batch di stasiun penguapan adalah 40 menit, sedangkan stasiun pembuatan ulir proses 1 batch selama 10 menit. Proses produksi yang lama pada stasiun penguapan mengakibatkan stasiun pembuatan ulir mengalami delay. Operator di stasiun penguapan juga mengalami keluhan di beberapa bagian tubuh. Keluhan ini terjadi karena alat yang digunakan tidak sesuai dengan postur kerja operator. Alat yang digunakan pada proses penguapan adalah alat penguapan yang terbuat dari baja berbentuk tabung yang dipanaskan di atas tungku pengapian. Sedangkan alat yang digunakan pada proses pelurusan adalah meja. Postur kerja pada stasiun penguapan dilakukan dengan kondisi membungkuk ketika bekerja. Postur kerja tersebut mengakibatkan operator mengalami kelelahan dan sakit pada punggung, dikarenakan tidak adanya fasilitas kerja yang ergonomis dan sikap kerja yang salah dapat menimbulkan resiko terjadinya keluhan rasa sakit. Proses penguapan dan pelurusan dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. Gambar 1.1. Postur Membungkuk Saat Memasukkan Gagang Sapu Gambar 1.2. Postur Berdiri Saat Meluruskan Gagang Sapu Penelitian yang dilakukan oleh Pawennari 2014 menjelaskan stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dengan upaya peningkatan produktivitas kerja. 2 2 A. Pawennari. 2014.Analisis Ergonomi terhadap rancangan fasilitas kerja pada stasiun kerja dibagian skiving dengan Antopometri orang Indonesia. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pada pabrik vulkanisir ban menunjukkan kondisi kerja yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi dan tingkat produktivitas kerja operator dibagian ini masih cukup rendah. Berdasarkan dari kondisi kerja tersebut dilakukan suatu redesain terhadap stasiun kerja sesuai dengan antropometri dari operator untuk mengurangi keluhan dan meningkatkan produktivitas kerja operator. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kondisi kerja sesudah redesain ini akan lebih baik dari pada kondisi kerja sebelum redesain, misalnya ukuran fasilitas kerja yang telah disesuaikan dengan antropometri, adanya kursi kerja, selain itu pengeluaran energi rata-rata operator pada kondisi sesudah redesain sudah lebih kecil dari sebelum redesain. Menurut Widodo 2015 menunjukkan operator pada UKM pembuatan jendela kaca melakukan proses finishing secara manual. 3

1.2. Rumusan Masalah