3. Rata-rata kesalahan penggangguerror adalah nol atau �
�
= 0 Bukti :
�
�
= �
�
− ��
�
= �
�
− � − �
1
�
�
� �
�
= � �
�
− � −
� �=1
� �=1
�
1
�
�
� �
� �
�
= � �
�
− �� −
� �=1
�
1
�� − �
1
�
�
= � �
�
− �� − �
1
�
�
− ��
� �=1
= � �
�
− �� − �
1
� �
�
− ��
� �=1
� �=1
∑ �
� �
�=1
= 0 kalikan
1 �
1 � � �
� �
�=1
= 0 �̅
�
= 0.
2.3 Sifat-Sifat Penduga yang Utama
Menurut Nachrowi 2008, sifat-sifat penduga yang utama yaitu: 1.
Tak Bias Bila b adalah penduga dari
� suatu parameter, maka b dikatakan penduga tak bias jika
�� = � 2.
Efisien Bila
�̂ dan �̅ keduanya merupakan penduga tak bias untuk �, maka �̂ dikatakan lebih efisien dari
�̅ jika ����̂ ≤ ����̅ 3.
Terbaik dan Tak Bias atau BUE Best Unbiased Estimator Bila
�̂ merupakan penduga tak bias untuk �, maka �̂ dikatakan sebagai penduga terbaik dan tak bias untuk
� jika untuk setiap penduga tak bias untuk � sebut �̅, berlaku
����̂ ≤ ����̅ 4.
BLUE Best Linear Unbiased Estimator
Universitas Sumatera Utara
Suatu penduga katakan �̂ dikatakan penduga tak bias linier terbaik BLUE dari �
jika � tadi linier, tak bias dan mempunyai varians minimum dalam semua kelas
penduga linier tak bias dari �.
2.4 Autokorelasi
Salah satu asumsi penting dari beberapa asumsi model regresi linier klasik adalah kesalahan penggangguerror dari pengamatan yang berbeda
�
�
, �
�
bersifat bebas. Dengan kata lain asumsi ini mengharuskan tidak terdapatnya autokorelasi di
antara error �
�
yang ada dalam fungsi regresi populasi. Asumsi ini secara tegas menyatakan bahwa nilai-nilai error antara periode pengamatan yang satu harus
bebas tidak berkorelasi dengan periode pengamatan yang lain Vincent Gaspersz, 1991.
Istilah autokorelasi autocorrelation, menurut Maurice G. Kendall dan William R. Buckland, A Dictionary of Statistical Terms : “ Correlation between members
of series observations ordered in time as in time-series data, or space as in cross-sectional data ”. Autokorelasi adalah korelasi di antara anggota seri dari
observasi-observasi yang diurutkan berdasarkan waktu seperti pada data deret- waktu atau tempat seperti pada data cross-section.
Dalam hubungannya dengan persoalan regresi, model regresi linier klasik menganggap bahwa autokorelasi demikian itu tidak terjadi pada error. Dengan
simbol dapat dinyatakan sebagai berikut: ���
�
�
�
� = 0 , � ≠ �. Model tersebut menganggap bahwa error
�
�
yang berhubungan dengan data obsevasi ke-
�tidak akan dipengaruhi oleh error �
�
yang berhubungan dengan data observasi ke-
� �, � = 1,2, … , �. Akan tetapi jika terdapat ketergantungan antara�
�
Universitas Sumatera Utara
dan �
�
maka dikatakan ada autokorelasi, dengan simbol dapat dinyatakan sebagai berikut:
���
�
�
�
� ≠ 0 , � ≠ �.
Autokorelasi merupakan bentuk khusus atau kasus khusus dari korelasi. Autokorelasi berkaitan dengan hubungan di antara nilai-nilai yang berurutan dari
variabel yang sama. Dengan demikian terlihat adanya perbedaan pengertian antara autokorelasi dan korelasi, meskipun pada dasarnya sama-sama mengukur derajat
keeratan hubungan. Korelasi mengukur derajat keeratan hubungan di antara dua buah variabel yang berbeda, sedangkan autokorelasi mengukur derajat keeratan
hubungan di antara nilai-nilai yang berurutan pada variabel yang sama atau pada variabel itu sendiri Vincent Gaspersz, 1991.
2.4.1 Alasan Terjadinya Autokorelasi
Vincent Gaspersz 1991, terjadinya autokorelasi pada suatu model regresi linier dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
1. Adanya variabel-variabel bebas yang dihilangkan dari model
Seperti diketahui bahwa kebanyakan variabel-variabel dalam bidang ekonomi cenderung memiliki autokorelasi, di mana nilai-nilai dari periode sekarang akan
tergantung pada periode sebelumnya. Jika variabel yang memiliki sifat autokorelasi ini dihilangkan atau dikeluarkan dari model atau dipisahkan dari
sekumpulan variabel-variabel bebas yang lain, maka jelas hal ini akan berpengaruh yang direfleksikan dalam variabel error
�, sehingga nilai-nilai error akan berautokorelasi
2. Adanya kesalahan spesifikasi bentuk matematika dari model
Jika kita merumuskan atau menetapkan bentuk matematika yang berbeda dari bentuk hubungan yang sebenarnya, maka nilai error akan menunjukka n
autokorelasi 3.
Adanya fenomena cobweb
Universitas Sumatera Utara
4. Di dalam regresi deret-waktu, jika model regresi mengikutsertakan tidak
hanya nilai-nilai sekarang tetapi juga nilai-nilai pada waktu yang lalu sebagai variabel bebas, maka variabel itu disebut sebagai model distribusi
“ lags ” 5.
Adanya manipulasi data Di dalam analisis empirik, data mentah sering dimanipulasi. Sebelum membahas
manipulasi data, maka perlu dikemukakan bahwa kata manipulasi tidak berkaitan dengan hal-hal yang negatif seperti memalsukan data, mengarang data, dan
sebagainya tetapi manipulasi data yang dimaksudkan disini adalah suatu teknik mengubah data yang berkonotasi positif, dimana teknik mengubah data atau
memperkirakan data itu dapat dibenarkan tetapi sering menimbulkan masalah yang berkaitan dengan bentuk gangguan.
2.4.2 Konsekuensi Autokorelasi
Jika semua asumsi model regresi linier klasik dipenuhi, teori Gauss-Markov menyatakan bahwa dalam kelas semua penduga tak bias linier penduga OLS
adalah yang terbaik yaitu penduga tersebut mempunyai varians minimum Gujarati, 1988. Akan tetapi jika suatu model regresi linier menunjukkan adanya
autokorelasi maka telah disebutkan sebelumnya bahwa penduga parameter �
, �
1
, �
2
, … , �
�
yang diperoleh dengan metode OLS tidak lagi bersifat BLUE.Gujarati 1988, jika kita tetap melakukan penerapan OLS dalam situasi
autokorelasi, konsekuensi sebagai berikut terjadi: 1.
Jika kita mengabaikan autokorelasi dalam penduga OLS yang dihitung secara konvensional dan variansnya, penduga tersebut masih tetap tidak
efisien. Oleh karena itu, selang keyakinannya menjadi lebar dan pengujian arti signifikan kurang kuat
2. Jika kita tidak memperhatikan batas masalah autokorelasi dan terus
menerapkan formula OLS klasik dengan asumsi tidak ada autokorelasi maka konsekuensinya akan lebih serius karena:
Universitas Sumatera Utara
a. Varians error ��
2
menduga terlalu rendah underestimate �
2
sebenarnya b.
Jika �
2
tidak diduga terlalu rendah, varians dan kesalahan standar OLS nampaknya akan menduga varians terlalu rendah dan juga kesalahan
standar yang sebenarnya c.
Pengujian arti signifikan t dan F tidak lagi sah, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan yang menyesatkan secara serius
mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang diduga 3.
Meskipun penduga OLS tidak bias yang merupakan sifat penyampelan berulang, tetapi dalam satu sampel tertentu penduga tersebut memberikan
gamabaran yang menyimpang dari populasi sebenarnya.
Seperti telah dikemukakan dalam batasan masalah di bab sebelumnya bahwa kesalahan penggangguerror mengikuti persamaan berikut:
�
�
= ��
�−1
+ �
�
2.16 keterangan:
�
�
= kesalahan penggangguerror pada waktu t � = koefisien autokorelasi dengan nilai −1 ≤ � ≤ 1
�
�−1
= kesalahan penggangguerror pada periode � − 1
�
�
= kesalahan penggangguerror yang mana dalam hal ini
�
�
diasumsikan memenuhi semua asumsi OLS yaitu: ��
�
= 0, ����
�
= �
2
, ��� ����
�
, �
�+�
= 0 , � ≠ 0
.
Persamaan 2.16 di atas dikenal sebagai autoregresif derajat-satu yang ditulis sebagai AR1, disebut autoregresif karena persamaan 2.16 diinterpretasikan
sebagai regresi �
�
atas dirinya sendiri yang terlambat satu periode dan dinamakan derajat-satu karena hanya
�
�
dan nilai error pada satu periode sebelumnya �
�−1
saja yang terlibat.
2.4.3 Uji Durbin-Watson
Universitas Sumatera Utara
Vincent Gaspersz 1991, J.Durbin dan G.S.Watson dalam dua artikel yang dimuat dalam majalah ilmiah Biometrika pada tahun 1950 dan 1951 telah
mengemukakan uji untuk autokorelasi yang populer dengan nama uji Durbin- Watson. Uji Durbin-Watson dapat digunakan untuk menguji hipotesis berikut:
H :
� = 0 ; tidak terdapat autokorelasi H
1
: � ≠ 0 ; terdapat autokorelasi
Untuk menguji H , dapat digunakan uji Durbin-Watson yang dirumuskan sebagai
berikut:
� =
∑ �
�
−�
�−1 2
� �=2
∑ �
� 2
� �=1
=
∑ �
� 2
� �=2
+ ∑
�
�−1 2
� �=2
−2 ∑ �
�
�
�−1 �
�=2
∑ �
� 2
� �=1
2.17 Adapun beberapa asumsi yang melandasi uji Durbin-Watson ini yaitu:
1. Uji Durbin-Watson diterapkan untuk model regresi yang mencakup
parameter �
, dengan kata lain dipergunakan untuk model regresi yang mengandung intersep. Jika kita mempunyai model regresi tanpa intersep
atau model regresi melalui titik asal maka perlu membangun model regresi dengan intersep untuk menghitung nilai error dari model itu
2. Variabel-variabel bebas � adalah nonstokastik, atau bersifat tetap dalam
penarikan sampel yang berulang repeated sampling 3.
Bentuk kesalahan penggangguerror mengikuti pola autoregresif derajat- pertama dengan bentuk persamaan:
�
�
= ��
�−1
+ �
�
4. Model regresi tidak mencakup nilai-nilai lag dari variabel terikat sebagai
suatu variabel bebas 5.
Tidak ada pengamatan yang hilang dalam data, dengan demikian uji Durbin-Watson hanya dapat diterapkan untuk model regresi yang
dibangun berdasarkan data yang lengkap.
Untuk sampel yang berukuran besar, maka bentuk-bentuk: ∑
�
� 2
� �=2
, ∑
�
�−1 2
� �=2
, ��� ∑
�
� 2
� �=1
akan mendekati hasil yang sama atau memiliki besaran yang hampir serupa atau hampir sama besar. Dengan demikian, kita dapat menulis statistik d dalam
pendekatan berikut:
Universitas Sumatera Utara
� ≈
2 ∑ �
2 �−1
∑ �
2 �−1
−
2 ∑ �
�
�
�−1
∑ �
2 �−1
≈ 21 −
∑ �
�
�
�−1
∑ �
2 �−1
. Dan didefinisikan
�� =
∑ �
�
�
�−1
∑ �
2 �−1
sehingga � ≈ 21 − �� . Oleh karena terdapat
suatu batasan bahwa −1 ≤ � ≤ 1 , maka statistik d akan terletak dalam selang
0,4 sehingga dapat ditulis ≤ � ≤ 4.
Dari uraian yang dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan tentang beberapa sifat uji Durbin-Watson antara lain:
1. Jika tidak terdapat autokorelasi, maka �� = 0 maka � = 2 sehingga apabila
berdasarkan perhitungan diperoleh � ≈ 2 maka dapat dinyatakan tidak
terdapat autokorelasi dalam fungsi regresi 2.
Jika �� = 1 maka � = 0 , dan dalam keadaan seperti ini menunjukkan adanya autokorelasi positif sempurna. Dengan demikian, jika
� 2 menunjukkan adanya suatu autokorelasi positif di mana autokorelasi
tersebut akan semakin kuat bersifat positif apabila nilai � ≈ 0 , dan
sebaliknya autokorelasi positif tesebut akan semakin lemah apabila nilai � ≈ 2
3. Jika �� = −1 maka � = 4, dan dalam keadaan ini menunjukkan adanya
autokorelasi negatif sempurna. Dengan demikian, jika 2
� 4 menunjukkan adanya autokorelasi negatif dimana autokorelasi negatif
tersebut akan semakin kuat apabila � ≈ 4, sebaliknya autokorelasi negatif
tersebut akan semakin lemah apabila � ≈ 2.
Keuntungan dari uji Durbin-Watson ini adalah statistik tersebut didasarkan pada errorresidual yang diestimasi, yang secara rutin dihitung pada analisis regresi.
Dan kelemahan dari uji ini yaitu jika d jatuh dalam daerah yang meragukan atau daerah ketidaktahuan maka kita tidak dapat menyimpulkan apakah autokorelasi
ada atau tidak Gujarati, 1988.
Durbin-Watson telah menetapkan batas atas d
U
dan batas bawah d
L
untuk taraf nyata tertentu yang cocok untuk menguji hipotesis tentang ada atau tidak adanya
Universitas Sumatera Utara
autokorelasi. Mekanisme dari uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut, dengan mengasumsikan bahwa asumsi yang mendasari pengujian terpenuhi:
1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan nilai errorresidual
2. Hitung nilai d
3. Untuk ukuran sampel tertentu dan jumlah variabel bebas tertentu, tentukan
nilai kriteria d
L
dan d
U.
4. Menarik kesimpulan dengan mengikuti aturan pengambilan keputusan
pada uji Durbin-Watson yang diberikan pada tabel berikut.
Tabel 2.1. Aturan Pengambilan Keputusan pada Uji Durbin-Watson
Hipotesis Nol H Keputusan
Jika Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Tolak H Tidak ada keputusan
Tolak H Tidak ada keputusan
Terima H 0 d d
L
d
L
≤ d ≤ d
U
4-d
L
d 4 4-d
U
≤ d ≤ 4-d
L
d
U
d 4-d
U
2.4.4 Mengatasi Masalah Autokorelasi
Dengan mengetahui konsekuensi dari autokorelasi khususnya kurangnya efisiensi dari penduga OLS kita perlu untuk mengatasinya. Cara mengatasi autokorelasi
tersebut bergantung pada pengetahuan yang dimiliki mengenai sifat alamiah dari interdependensi di antara kesalahan pengganggu error yaitu pengetahuan
mengenai struktur dari autokorelasi. Sebagai permulaan, perhatikan persamaan regresi linier sederhana berikut:
�
�
= �
+ �
1
�
�
+ �
�
2.18 dan asumsikan bahwa kesalahan penggangguerror mengikuti AR1 yaitu
�
�
= ��
�−1
+ �
�
dimana −1 ≤ � ≤ 1. Dalam hal ini yang menjadi perhatian yaitu
1 apabila � diketahui dan 2 � tidak diketahui. Jika koefisien autokorelasi �
diketahui maka masalah autokorelasi dapat diselesaikan dengan mudah. Apabila persamaan 2.18 berlaku pada waktu t maka persamaan tersebut juga berlaku
pada waktu � − 1. Dengan demikian,
Universitas Sumatera Utara
�
�−1
= �
+ �
1
�
�−1
+ �
�−1
. 2.19
Kalikan persamaan 2.19 pada kedua sisinya dengan � diperoleh,
��
�−1
= ��
+ ��
1
�
�−1
+ ��
�−1
. 2.20
Kurangkan persamaan 2.20 dari persamaan 2.18 �
�
− ��
�−1
= �
1 − � + �
1
�
�
− �
�−1
+ �
�
2.21 dimana:
�
�
= �
�
− ��
�−1
. Persamaan 2.21 dapat diekspresikan sebagai:
�
� ∗
= �
∗
+ �
1 ∗
�
� ∗
+ �
� ∗
2.22 dimana:
�
∗
= �
1 − �; �
� ∗
= �
�
− ��
�−1
; �
1 ∗
= �
1
; ��� �
� ∗
= �
�
− ��
�−1
. Karena diasumsikan bahwa
�
�
memenuhi semua asumsi metode kuadrat terkecil OLS, maka kita dapat menerapkan metode OLS pada variabel transformasi Y
dan X untuk memperoleh penduga parameter yang bersifat BLUE. Melakukan
regresi persamaan 2.22 setara dengan menggunakan metode GLS GeneralizedLeast Square, metode GLS adalah metode OLS yang diaplikasikan
pada model yang telah ditransformasi dan memenuhi asumsi-asumsi klasik. Model regresi persamaan 2.21 dikenal sebagai persamaan beda umum
generalized difference equation. Regresi tersebut melibatkan regresi � terhadap
� bukan dalam bentuk awalnya, tetapi dalam bentuk beda difference yang diperoleh dengan mengurangkan sebuah proporsi
= � dari nilai sebuah variabel
pada waktu lampau dengan nilai pada waktu sekarang. Pada prosedur tersebut, kita kehilangan satu observasi karena observasi pertama tidak memiliki nilai
sebelumnya yaitu pada observasi pertama nilai dari �
�−1
dan �
�−1
tidak ada. Untuk menghindari kehilangan satu observasi tersebut, observasi pertama dari
� dan
� ditransformasi sebagai berikut : �
1 ∗
= �
1
�1 − �
2
dan �
1 ∗
= �
1
�1 − �
2
. Transformasi ini dikenal sebagai transformasi Prais-Winsten Gujarati, 2012.
Dan jika koefisien autokorelasi � tidak diketahui kita dapat menggunakan
metode Dua Tahap Durbin dan Theil-Nagar berikut dalam menduga nilai �� ,
kemudian mentransformasikan data asli pengamatan ke persamaan beda umum dengan memasukkan nilai
�� yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pendugaan � Berdasarkan Metode Dua Tahap Durbin
J.Durbin pada tahun 1960 mengemukakan suatu metode yang diyakininya mampu untuk menduga parameter koefisien autokorelasi
�. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai metode ini, misalkan diketahui persamaan beda umum sebagai berikut:
�
�
= �
1 − � + �
1
�
�
− ��
�−1
+ ��
�−1
+ �
�
. 2.23
Prosedur pendugaan � berdasarkan metode Dua Tahap Durbin adalah sebagai
berikut: 1.
Pada tahap pertama melakukan pendugaan terhadap model persamaan 2.24, jadi meregresikan
�
�
terhadap �
�
, �
�−1
, �
�−1
berdasarkan metode OLS kita menduga koefisien regresi dari
�
�−1
yang dipergunakan sebagai koefisien penduga parameter autokorelasi dan dianggap sebagai
�� . Meskipun teknik pendugaan semacam ini berbias tetapi tetap konsisten
sebagai penduga �
2. Setelah memperoleh nilai �� maka transformasikan variabel-variabel asli ke
dalam variabel-variabel transformasi berikut : �
� ∗
= �
�
− ���
�−1
�
� ∗
= �
�
− ���
�−1
. Kemudian berdasarkan variabel transformasi
�
� ∗
dan �
� ∗
dibangun model regresi menggunakan metode OLS. Prosedur ini dikenal sebagai tahap kedua dari metode
Dua Tahap Durbin, dengan demikian usaha mengatasi autokorelasi secara umum adalah membangun persamaan beda umum Vincent Gaspersz, 1991.
Metode Dua Tahap Durbin memiliki karakteristik sebagai berikut : 1.
Parameter dari persamaan 2.23 di atas diduga dengan metode kuadrat terkecil OLS, tahapan ini merupakan tahap pertama Dua Tahap Durbin
2. Karena pendugaaan parameter pada tahap pertama Dua Tahap Durbin
adalah konsisten, nilai error dalam hal ini tidak mempengaruhi sifat asimtotik dari penduga parameter kesalahan penggangguerrornya.
Sifat-sifat dari penduga kuadrat terkecil menunjukkan kesamaan asimtotik
Universitas Sumatera Utara
dengan koefisien kuadrat terkecil dari model regresi biasa yang mengandung variabel tertinggal atau keterlambatan periode, apakah benar atau tidak kesalahan
penggangguerror terdistribusi secara normal. Akhirnya, suatu metode diusulkan untuk suatu model berbeda yang tidak memiliki variabel bebas tertinggal tetapi
kesalahan penggangguerror mempunyai struktur autoregressif. Metode ini terbukti efisien untuk sampel yang besar J.Durbin, 1960. Metode tersebut
adalah metode Dua Tahap Durbin.
2.6. Pendugaan � Berdasarkan Metode Theil-Nagar