a. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa: a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi
satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama. c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Namun, biasanya asumsi-asumsi sulit diterapkan karena hal-hal berikut: selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan
mekanisme adsorpsi pada molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah sebagai berikut: A
g
+ S AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan adsorpsi.
b. Isoterm Brunauer, Emmet, dan Teller BET
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa molekul-
molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi berbeda-beda.
Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah: A
g
+ S AS A
g
+ AS A
2
S A
g
+ A
2
S A
3
S dan seterusnya Isoterm Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia,
sedangkan isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk adsoprsi fisik
c. Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich.
Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini [10]. Persamaannya adalah :
�
=
1 �
2.1
dengan x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi mg m = massa dari adsorben mg
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan k,n,= konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada
koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam
penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben [10].
2.2 KALSINASI - KARBONASI
Senyawa kalsium karbonat CaCO
3
yang banyak terdapat di alam kemudian diadopsi dalam industri proses yang digunakan sebagai padatan adsorben melalui
proses kalsinasi dan karbonasi yang bersifat reversibel seperti dalam proses dibawah ini [11]. Berikut ini merupakan persamaan reaksi kimia dari kalsinasi dan karbonasi
yaitu: Kalsinasi endotermik:
CaCO
3
s ↔ CaO s + CO
2
g ΔH = 178 kJmol 2.2 Karbonasi eksotermik:
CaO s + CO
2
g ↔ CaCO
3
s ΔH = - 178 kJmol 2.3
Universitas Sumatera Utara
Menurut Yan dkk 2012 bahwa kalsinasi dijelaskan dalam lima langkah proses [11] yaitu:
1.
Perpindahan panas dari lingkungan ke permukaan eksternal partikel.
2.
Perpindahan panas dari permukaan ekternal partikel ke bagian dalam dari permukaan sampel.
3.
Penyerapan panas dan dekomposisi termal pada permukaan partikel.
4.
Pembentukan difusi oleh CO
2
melalui lubang CaO
5.
Difusi CO
2
menuju lingkungan.
Temperatur kalsinasi konvensial untuk kalsium adalah 900
o
C. Konversi sempurna dari kalsium karbonat dan kalsium oksida terjadi pada suhu 1200
o
C dengan pH berkisar 12,4 [12]. Tabel 2.1 merupakan tabel dari suhu kalsinasi yang
dilakukan pada tiga tahapan pemanasan.
Tabel 2.1 Suhu kalsinasi pada tiga tahapan pemanasan [12]
100
o
C 400
o
C 500
o
C 650
o
C 700
o
C 850
o
C 1200
o
C
CaCO
3
pH 6,5 -
pH 7,78
pH 8 -
pH 11,5 50
CaCO
3
50 CaO
100 CaO dengan
meningkat- nya
porositas, lebih besar
luas permukaan
MgCO
3
pH 6,9 -
75 MgCO
3
25 MgO
pH 10- 11
Sifat bakterios-
tatik, ukuran
pori meningkat,
kelarutan meningkat
- -
ZnCO
3
- 364
o
C ZnO 100 agen
bakteriostatik pH 8,25
- -
- -
-
Universitas Sumatera Utara
2.3 KERANG BIVALVIA PELECYPODA