BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Nagari merupakan pemerintahan terendah setingkat desa di Propinsi Sumatera Barat, terdiri dari himpunan beberapa suku, mempunyai Kerapatan
Adat Nagari, mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini dituangkan dalam Peraturan
Daerah Sumatra Barat No. 9 tahun 2000, pasal 2 dan 3 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Pengambilan keputusan perencanaan publik di
nagari dilakukan secara terdesentralisasi mengikuti proses bottom-up planning, yang dimulai dari pemerintahan terendah yang paling dekat dengan
rakyat. Istilah pemerintahan nagari dahulunya sudah ada, namun hilang selama
Pemerintahan Orde Baru dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa merupakan landasan pengaturan pemerintahan desa dan telah menyeragamkan sistem pemerintahan terendah diseluruh
Indonesia. Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah lansung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya
sendiri dalam ikatan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan Nagari menjadi desa sebagai pemerintahan terendah di Indonesia, menimbulkan perbedaan karakter serta kultur sosial-budaya
masyarakat Minangkabau yang menonjol. Berdasarkan data dari LKAAM tahun 2002, Nagari di Sumatera Barat yang pada saat itu berjumlah sekitar 543
diubah menjadi 3.138 desa. Hal ini dilakukan agar desa mendapatkan Dana Bantuan Pembangunan Desa bangdes dari pemerintah pusat. Berdasarkan
data LKAAM tahun 2002 dijelaskan beberapa dampak dari hilangnya Pemerintahan Nagari dari Sumatera Barat, antara lain:
a. Menghilangkan jati diri masyarakat Minangkabau dalam rangka
pemahaman dan penghayatan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
b. Hubungan antara pemerintah dengan anak nagari dan masyarakat
sekitar menjadi semakin berkurang dan semakin hilang c.
Hilangnya batas-batas nagari sehingga wilayah nagari terpecah. Pembentukan dan pemekaran desa menyebabkan hilangnya syarat
wilayah nagari. d.
Hilangnya tokoh Wali Nagari. Tugas dan fungsi wali Nagari tidak dapat digantikan oleh Kepala Desa atau Lurah. Wali Nagari
merupakan sosok tokoh yang tidak hanya memhami adat istiadat, juga memhami seluk beluk pemerintahan nagari serta taat beragama.
Sedangkan kepala desa atau lurah merupakan orang-orang muda yang kurang memahami adat istiadat setempat bahkan bukan putra daerah
setempat.
Universitas Sumatera Utara
e. Aspirasi anak nagari dalam pembangunan kehilangan wadah aslinya
dan tidak ada kontor sosial dari masyarakat terhadap keputusan yang ditetapkan Kepala Desa.
f. Sistem sentralistik selama masa pemerintahan orde baru mengurangi
nilai-nilai luhur yang diwarisi sejak lama g.
Sudah banyak yang tidak mengetahui dan memahami tentang nagari terutama generasi muda yang berdomisili di kota.
h. Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin terpinggirkan dan
kehilangan fungsinya. Pada masa Revormasi Indonesia, pemerintah memberlakukan Otonomi
daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang otonomi Daerah. Wilayah Sumatera Barat merespon undang-undang
tersebut dengan penerapan sistem pemerintahan nagari dan menggunakan istilah “babaliak ka Nagari” atau kembali ke nagari. Hal ini dijelaskan dalam
Peraturan Daerah Propinsi Sumatra Barat No. 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Peraturan Daerah ini menjelaskan bahwa
pemerintahan terendah di Sumatera Barat adalah nagari, kemudian direvisi dengan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2007 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Nagari yang menyatakan bahwa nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat Minangkabau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah.
Universitas Sumatera Utara
Nagari diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan filosofi adat, sehingga nilai nilai adat dalam tata
kehidupan masyarakat nagari melekat dengan kuat. Nagari berwenang untuk mengurus urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta
urusan kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan
pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya. Masyarakat Minangkabau, khususnya wilayah Propinsi Sumatera Barat
sangat kental dengan nilai dan norma adat istiadatnya. Dengan kembali kenagari, memberikan peluang kembali kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri yang sesuai dengan bentuk dan susunan pemerintahan desa berdasarkan asal-usul dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat. Masyarakat Sumatera Barat dikenal demokratis dan aspiratif melalui tradisi musyawarah mufakatnya yang ttuang dalam
kelembagaan adat. Mengembalikan fungsi nagari atau kesatuan masyarakat lokal dalam
masyarakat Minangkabau merupakan salah satu program pembangunan daerah yang sangat strategis untuk membangun masyarakat. Pada pemerintahan Orde
Baru, pelaksanaan pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, pendekatan
pembangunan berbasis masyarakat mulai ditinggalkan. Pada akhirnya, mulai dirasakan kembali adanya kecenderungan untuk menuju pembangunan aspek
manusia dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa yang mempunyai susunan asli, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari
di Minangkabau, hutanagori di Sumatera Utara, Gampong di Aceh, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di lampung, desa prakamandesa
adat di Bali, lembang di Toraja, Banua dan wanua di Kalimantan dan negeri di Maluku. Keberadaan daerah-daerah itu wajib tetap diakui dan diberikan
jaminan keberlangsungan hidupnya dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Melalui perubahan Undang-undang Negara Republik Indonesia kepada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka dalam pasal 18 B
ayat 2 dikatakan bahwa negara mengakui dan menghormat kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembanga masyarakatnya dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya penggabungan fungsi
self-governing community dengan local self goverment, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat.
Dalam pelaksanaan tugasnya desa adat melaksanakan hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial desa adat, pengaturan dan pengurusan wilayah
adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketentraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan
berdasarkan susunan aslinya. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Nagari desa adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan desa,
pembangunan desa, serta mendapatkan fasilitas dan pembinaan dari pemerintah Kabupatenkota.
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Nagari bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nagari dan kualitas hidup manusia melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Nagari menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangnnya mengacu pada perencanaan pembangunan pada perencanaan
pembangunan kabupatenkota sebagai acuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari.
Pendekatan proses dalam pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia, akan dapat menunjukkan proses yang menggambarkan kapasitas
masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak stakeholders yang bukan hanya
sebagai objek tetapi sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi,
melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan kesadaran.
Salah satu bentuk pelibatan dalam partisipasi yang bukan mobilisasi masyarakat yaitu dalam keseluruhan proses pembangunan yang dimulai dari
tahap identifikasi masalah, perumusan program, pengelolaan dan pelaksanaan program, evaluasi serta menikmati hasil program. Pembangunan harus
dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi
nasional, disamping tetap mengejar percepatan pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, dan pengentasan kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
Paradigma pembangunan yang ada saat ini menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai
penyedia dan pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai perencanaan
hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan memberikan masukan dan mengambil keputusan dalam rangka memenuhi
hak-hak dasarnya. Kontribusi masyarakat dalam proses pembuatan perencanaan pembangunan daerah merupakan aktualisasi dari ketersediaan
dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang telah ditentukan Mustopadidjaja, Prisma 1996.
Arah pembangunan yang terencana dengan baik dan dinamis sangat dipengaruhi adanya peran serta masyarakat maupun unsur-unsur dalam
masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini jelas di atur dalam UU Nomor 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjelaskan bahwa tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahperangkat daerah
dipusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat. Konsep perencanaan pembangunan yang berasal dari bawah bottom-up
planning yang telah diterapkan dalam kegiatan Musrenbang Musyawarah Pembangunan Desa, rapat LPM Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
tingkat Kecamatan, Rakorbang Rapat Koordinasi Pembangunan tingkat Kabupaten dan Propinsi serta Rakornas Rapat Koordinasi Nasional tingkat
Universitas Sumatera Utara
pusat, hingga kini belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini terbukti dengan masih adanya beberapa usulan dari desa dalam Musrenbang yang hanya
dirumuskan oleh beberapa orang saja, dan bahkan masih terkadang ditemukan usulan yang dirumuskan hanya oleh Kepala Desa LKMD atau seringkali pula
dilakukan intervensi dari pemerintah tingkat kecamatan Adisasmita, 2006 Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang dilaksanakan
mulai dari tingkat Nagarikelurahan hingga kabupatenkota guna menampung aspirasi masyarakat yang lazim ditunggangi unsur politik dan tarik menarik
kepentingan. Sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Rangkaiantahapan pengusulan anggaran pembangunan yang kadang tidak
sesuai dengan plavon anggaran APBD. Akibatnya banyak usulan yang tidak tertampung dan akhirnya rancangan tersebut menjadi sia-sia Harian Rakyat
Sumbar, Kamis 27 Februari 2014. Perencanaan merupakan tahap yang paling awal dan paling vital dalam
pembangunan. Perencanaan pembangunan sebagai penentu utama dalam keberhasilan pembangunan yang akan dilaksanakan. Perencanaan mutlak
diperlukan dalam setiap kegiatan, tanpa adanya perencanaan akan terjadi kesimpangsiuran dalam menjalankan suatu kegiatan. Perencanaan yang baik
dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Pembangunan diartikan sebagai upaya untuk memajukan kehidupan masyarakat dan negaranya.
Seringkali kemajuan yang dimaksud terutama adalah pada kemajuan material, maka pembangunan sering diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh
sebuah masyarakat dibidang ekonomi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan adalah sumber daya negara yang dimiliki, kebijaksanaan
Universitas Sumatera Utara
dan sasaran yang dijalankan pemerintah, tersedianya modal dan teknologi, dan suasana perdagangan internasional.
Sesuai dengan amanat yang diemban dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan dan
pelaksanannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas. Melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
ditingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksananakan mampu
memberdayakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan disiapkan untuk
dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah
diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.
Dari berbagai kajian yang ada, dapat diasumsikan bahwa perencanaan itu merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi dan arah yang akan
dicapai. Menurut Arifin 2008 kedinamisan tersebut dalam proses pembangunan dapat dilihat dari faktor sifat, ruang lingkup dan pelaku
perencanaan pembangunan itu sendiri yang dapat berubah sesuai dengan dinamika pembangunan yang ada maupun yang diciptakan.
Pelaksanaan Pembangunan berikut dengan strategi-strategi yang telah ada, hingga saat ini belum menemui titik jenuh dan masih kerap terjadi
perkembangan mode teori pembangunan. Menurut Mahbub Ul Haq, ada 7
Universitas Sumatera Utara
dosa Perencana Pembangunan yang telah mengantisipasi dan memilih startegi pembangunan yang akan diterapkan pada wilayahnya, antara lain
a. Permainan angka,
b. Pengendalian yang berlebihan
c. Penghitungan tingkat penanaman modal
d. Perkembangan mode-mode pembangunan
e. Sering membedakan antara perencanaan dan pelaksanaan
f. Kecendrungan mengabaikan sumber daya Manusia
g. Pertumbuhan tanpa keadilan
Penyelenggaraan pemerintahan Nagari di Kabupaten Tanah Datar telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Nagari. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari serta ikut serta
Kerapatan Adat Nagari sebagai Lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di nagari. Wali Nagari mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan, urusan pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Nagari disusun perencanaan
pembangunan Nagari sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan Nagari. Perencanaan pembangunan nagari disusun secara
partisipatif dan melibatkan lembaga kemasyarakatan Nagari. Perencanaan pembangunan dilakukan secara berjangka meliputi, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah RPJM per 5 tahunan serta Rencana Kerja Pembangunan Nagari RKP-Nagari yang merupakan penjabaran dari RPJMN untuk jangka
waktu 1 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Limo kaum merupakan salah satu nagari yang termasuk kedalam wilayah kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatra Barat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 17 tahun 2001 tentang Sistem Pemerintahan Nagari yang telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari, maka sebanyak delapan pemerintahan kelurahan dan desa yang ada dalam
kenagarian Limo kaum digabung menjadi satu wilayah administrasi pemerintahan nagari sebagaimana diberlakukannya undang-undang nomor 5
tahun 1979 tentang pemerintahan desa dengan delapan jorong yaitu Jorong Dusun Tuo, Jorong Koto Gadih, Jorong Balai Batu, Jorong Tigo Tumpuak,
Jorong Balai Labuah Ateh, Jorong Balai Labuah Bawah, Jorong Kubu Rajo dan Jorong Piliang.
Nagari limo Kaum disebut sebagai Nagari yang berdiri lebih awal. Hal ini dikarenakan menurut tambo, jauh sebelumnya Jorong Dusun Tuo merupakan
tempat kedudukan pusat pemerintahan Datuak Parpatiah Nan Sabatang sebagai pimpinan Kelarasan Bodi Chaniago. Ditempat ini terdapat saksi bisu
peninggalan sejarah berupa batu berlubang atau disebut “Batu Batikam” yang diyakini merupakan wujud ikrar kesepakatan pembagian wilayah antara
Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan Datuak Katumangguangan sebagai pimpinan Kelarasan Koto Piliang.
Pemikiran tentang penelitian ini berangkat dari realitas bahwa kelembagaan lokal yang mempunyai keterikan tinggi dengan kearifan
lingkungan lokal masyarakat Nagari Limo Kaum yang menjadi dasar pemikiran konsep perencanaan pembangunan berbasis lokal melalui
Universitas Sumatera Utara
kelembagaan adat dan kearifan lokal masyarakat. Namun masih sedikit ditemukan bukti empiris yang dapat menjelaskan kinerja kelembagaan adat
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan publik yang didesentralisasikan kepada pemerintah daerah, khususnya dalam perencanaan
pembangunan.
1.2 RUMUSAN MASALAH