BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime, yaitu merupakan tindak pidana yang termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa dikarenakan
adanya implikasi buruk multidimensi kerugian ekonomi dan keuangan negara. Korupsi saat ini sudah menjadi masalah global antar Negara yang tergolong
kejahatan transnasional dan merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana-mana. Suatu fenomena sosial yang dinamakan korupsi merupakan realitas
perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang, serta membahayakan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, perilaku tersebut dalam
segala bentuk dicela oleh masyarakat, bahkan termasuk oleh para koruptor itu sendiri.
1
Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara diperhadapkan dengan masalah korupsi. Begitu juga dengan negara Indonesia, sebagai negara yang besar
Indonesia juga diperhadapkan dengan masalah korupsi yang tiada berujung. Menurut Lembaga Transparency International TI yang merilis data indeks
persepsi korupsi Corruption Perception Indeks pada tahun 2015, dilaporkan bahwa dari 168 Negara yang diamati lembaga tersebut adapun Indonesia
1
Elwi Danil, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2014, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
menempati peringkat ke 88 dan telah naik dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 dimana Indonesia berada pada peringkat 107 sebagai negara terkorup didunia.
2
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Karena tingkat korupsi yang tinggi akan sangat
berpengaruh kepada kehidupan dan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia serta tingkat kesejahteraan sosial masyarakat juga akan sangat memprihatinkan.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan bahwa “Untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesehateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang- Undang Dasar Negara Indonesia…”. Berdasarkan
rumusan tersebut maka Pemerintah Negara Indonesia mempunyai misi:
3
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia;
2. Melindungi seluruh tumpah darah Indonesia;
3. Memajukan kesejahteraan umum;
4. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
5. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Pengertian kata “melindungi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia antara lain, sebagai berikut:
4
1. Menutupi supaya tidak tampak, tidak ada panas, angin, atau udara dingin
dan sebagainya;
2
http:nasional.tempo.coreadnews20160127063739957ini-daftar-peringkat-korupsi- dunia-indonesia-urutan-berapa
Diakses pada Tanggal 1 Maret 2016
3
Laden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi: Pencegahan dan Pemberantasan, Djambatan, Jakarta, 2009, hlm. 1
4
Ibid, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
2. Merawat, memelihara;
3. Menyelamatkan memberi pertolongan, dan sebagainya supaya terhindar
dari mara bahaya. Pengertian “kesejahteraan” diartikan, antara lain “keamanan, keselamatan,
ketentraman, kesenangan hidup, kemakmuran”.
5
Visi pemerintahan negara Indonesia sangat mulia, namun dalam pencapaian visi tersebut terjadi kecurangan dan ketidakjujuran orang-orang yang
serakah akan harta kekayaan, jabatan dan tahta. Sehingga untuk mencapai misi negara Indonesia terkhusus dalam melindungi dan memberikan kesejahteraan
akan sulit dicapai karena kasus-kasus korupsi yang terjadi. Tindak pidana korupsi memang merupakan tindak pidana yang tidak asing
lagi bagi lingkungan masyarakat Indonesia. Pemberitaan tentang kasus-kasus korupsi bahkan telah menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia. Tapi
yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara menangani permasalahan ini. Hal ini belum terpecahkan sampai sekarang dan lahirnya sebenarnya lembaga
KPK sangat membantu penanganan masalah ini, tetapi tetap saja tingkat korupsi di Indonesia tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Dan ternyata hukuman yang
berat yang dimuat dalam undang-undang juga tidak membuat para koruptor ini merasa takut, akan tetapi respon mereka dihadapan wartawan ketika tertangkap
dan menjadi tersangka korupsi terlihat bahwa mereka tidak takut. Dan dari beberapa putusan pengadilan terhadap kasus korupsi juga membuat mereka tidak
jera karena hukuman itu sepertinya terlalu ringan. Bahkan semakin hari semakin
5
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
marak saja kasus-kasus korupsi ini, termasuk dilingkungan pejabat-pejabat negara.
Dari sisi hukum, rumusan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara dan rumusan tindak pidana korupsi yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah cukup luas dan memadai untuk menjerat berbagai
tindak pidana korupsi di Indonesia. Yang menjadi permasalahan adalah rusaknya moral bangsa Indonesia dan lemahnya pengungkapan dan pemrosesannya oleh
institusi penegak hukum yang dimulai dari pemeriksapengawas, kepolisian, kejaksaan, dan para hakim.
6
Sanksi dan ancaman hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian telah
diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi tersebut sudah sangat berat, mulai dari penjara, denda dan ganti rugi, bahkan hukuman mati. Akan tetapi, kehadiran undang-undang ini bahkan amanat
besar undang-undang ini yang mana perlu dibentuknya lembaga khusus yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang besar untuk mencegah dan
memberantas korupsi yaitu Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, yang telah dilegalisasi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
6
Surachmin dan Suhandi Cahaya, Strategi dan Teknik Korupsi Mengetahui Untuk Mencegah, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, ternyata masalah korupsi bukan makin surut dan berkurang, tetapi semakin marak dan canggih serta menyebar ke segala
lapisan penyelenggaraan negara mulai dari kalangan elit sampai dengan pegawai terendah.
7
Secanggih apapun sistem yang diberlakukan disebuah Negara, jika tidak diimbangi dengan penguatan moral dan mental sumber daya manusianya, adalah
sia-sia belaka. Kalimat tersebut terbukti dengan situasi dan kondisi yang sedang melanda negara Indonesia. Berbagai bentuk Undang-Undang sebagai rambu-
rambu yang diproduk tak mampu lagi menjadi pembatas kebrutalan para penjajah uang negara yang adalah merupakan uang milik rakyat. Perilaku korup yang
membabi buta telah menerjang segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara hingga tak tahu lagi harus berbuat apa.
8
Data dari situs KPK menunjukkan bahwa kasus-kasus korupsi bukannya berkurang akan tetapi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berikut data dari
Anti-Corupption Clearing House ACCH-KPK dari tahun 2004-2015 yang sudah ditindak oleh lembaga KPK.
9
Yang menunjukkan bagaimana upaya-upaya yang coba dilakukan oleh negara Indonesia untuk memberantas korupsi. Dari data
tersebut menunjukkan bagaimana upaya yang telah dilakukan oleh lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.
7
Ibid, hal. 4
8
Ibnu Santoso, Memburu Tikus-Tikus Otonom Gerakan Moral Pemberantasan Korupsi, Gava Media, Yogyakarta, 2010, hal. xv
9
http:acch.kpk.go.idstatistik Diakses Pada Tanggal 25 Februari 2016
Universitas Sumatera Utara
Penindakan yang dilakukan oleh KPK per 31 Desember 2015, di tahun
2015 KPK melakukan penyelidikan 87 perkara, penyidikan 57 perkara, penuntutan 62 perkara, inkracht 37 perkara, dan eksekusi 38 perkara. Dan dengan
demikian, maka total penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004- 2015 adalah penyelidikan 752 perkara, penyidikan 468 perkara, penuntutan 389
perkara, inkracht 320 perkara, dan eksekusi 333 perkara. Usaha memberantas korupsi dengan upaya menggunakan hukum asing
juga telah dilakukan, yaitu dengan diratifikasinya Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa Anti Korupsi KAK 2003 yang kemudian diratifikasi Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption,2003 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti
Korupsi, 2003.
10
Tetapi upaya ini juga belum berbuah banyak, karna korupsi masih tetap menjadi masalah utama di Indonesia yang sulit untuk dipecahkan.
Pemberantasan korupsi seolah-olah jalan ditempat, tidak sesuai dengan harapan masyarakat sehingga para pakar memikirkan bagaimana agar korupsi
dapat diberantas. Menurut Taten Masduki, Koordinator Badan Pekerja Indonesian
10
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik, dan Masalahnya, PT Alumni, Bandung, 2007, hal.
Universitas Sumatera Utara
Corruption Wacth, berpendapat bahwa korupsi hanya dapat diberantas kalau sebagian besar masyarakat Indonesia dilibatkan.
11
Artinya, masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan informasi dan mengadukan pejabat negara
yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Dan bagian negara adalah melindungi masyarakat yang melaporkan tersebut.
Workshop “Creating Publik Private Partnership Against Corruption”
yang diadakan di Manila Pilipina oleh Management System Internasional Development USAID, yang diikuti oleh Indonesia Filipina dan Thailand
Oktober 1999, berkesimpulan bahwa “paling tidak ada 3 tiga pilar dalam masyarakat yang harus dilibatkan dalam gerakan anti korupsi yakni: civil society,
kalang an bisnis, media massa”.
12
Dengan adanya kerja sama diantara ketiga pilar masyarakat ini maka pemberantasan korupsi akan berlangsung dengan baik.
Kalangan bisnis, masyarakat sipil dan media massa harus menyadari bahwa korupsi akan sangat merugikan baik jangka pendek maupun jangga panjang
kehidupan perekonomian negara Indonesia. Belakangan ini, istilah Whistleblower mulai hangat terdengar ditelinga
masyarakat Indonesia. Satu per satu kasus korupsi mulai dikuak oleh orang-orang yang sebenarnya sangat dekat dengan kejahatan tersebut. Dengan alasan tertentu,
saksi-saksi pelapor atau yang sering disebut dengan Whistleblower ini mulai membuka kasus-kasus korupsi. Bahwa ada sebuah fakta adanya indikasi tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah maupun pihak swasta dan fakta ini berusaha diungkapkan ke publik oleh birokrat itu sendiri. Para
11
Laden Marpaung, Op.cit, hal. 6
12
Ibid, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
pengungkap fakta ini biasa disebut dengan istilah whistleblower.
13
Fenomena ini memberikan sebuah angin segar dalam proses penegakan hukum untuk
memerangi korupsi yang telah akut dan berkembang menjadi sebuah kebiasaan di dalam birokrasi pemerintah dan swasta.
Beberapa tahun terakhir, istilah Whistleblower banyak diberitakan baik di media cetak maupun televisi. Secara harfiah memiliki arti “peniup peluit”, dalam
konteks pencarian informasi dalam penegakan hukum, memiliki arti orang yang membuka semua kasus yang dia ketahui. Tapi definisi subtantifnya, whistleblower
memiliki arti orang yang mengungkap suatu kasus dimana dia terlibat didalamnya. Whistleblower adalah seseorang yang memberikan informasi mengenai suatu
tindak pidana yang terjadi dalam suatu instansi, badan pemerintah atau perusahaan swasta.
14
Meniup peluit dapat didefinisikan membocorkan informasi yang dilakukan oleh anggota organisasi karena adanya bukti pelanggaran danatau tindakan yang
tidak bermoral yang terjadi dalam organisasi atau adanya penyimpangan dalam organisasi yang merugikan kepentingan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut
dapat kita kemukakan beberapa hal yang menyangkut definisi meniup peluit:
15
a Meniup peluit adalah suatu tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh
anggota dari suatu organisasi. Bukan merupakan meniup peluit ketika suatu kesaksian terhadap suatu kejahatan diberikan oleh polisi atau
memberikan kesaksian di pengadilan. Juga bukan merupakan meniup peluit ketika seorang reporter yang membongkar adanya praktek-praktek
13
Mustofa, “Peran Whistleblower dalam Sistem Peradilan Pidana Suatu Tinjauan Yuridis
Normatif Ilmiah, Terhadap Hak,Peran dan Kedudukan Pengungkap Tindak Pidana Korupsi”, Artikel Penelitian Hukum, 5 Januari 2015.
14
Ibid.
15
Suradi Widyaiswara Madya, “Pro Kontra Peniup Peluit”, Artikel dari Balai Diklat Keuangan Palembang, Sumatera Selatan.
Universitas Sumatera Utara
ilegal dalam suatu organisasi dan membeberkannya dalam bentuk tulisan. Meniup peluit merupakan suatu tindakan dimana tempatnya berada di
dalam suatu organisasi.
b Harus ada informasi. Meniup peluit merupakan tindakan membocorkan
informasi yang sebenarnya tidak diketahui publik nonpublic information. Sisella Bok menyatakan bahwa, peniup peluit berasumsi bahwa pesan
yang mereka sampaikan akan mengingatkan kepada para pendengarnya tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui, atau sangat penting dimana
tidak setiap orang dapat mengetahuinya karena informasi tersebut sangat dirahasiakan.
c Informasi yang disampaikan biasanya merupakan bukti adanya
penyimpangan yang sangat vital yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berada dalam organisasi
tersebut.
d Informasi harus disampaikan melalui saluran komunikasi yang tidak
normal nonnormal. Pada sebagian besar organisasi, karyawan diperintahkan untuk melaporkan jika terjadi tindakan ilegal atau adanya
kegiatan yang menyimpang kepada para supervisornya. Selain itu perusahaan juga memiliki kebijakan yang mendorong para karyawan
untuk menyampaikan secara tertulis kepada pihak manajemen jika disinyalir terjadi kecurangan. Laporan tersebut dijamin kerahasiannya, dan
bahkan ada perusahaan yang membentuk unit organisasi untuk menangani berbagai pengaduan yang disebut
“Ombudsman”. Karyawan yang
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan untuk melaporkan adanya suatu penyimpangan tidak dapat dikategorikan sebagai peniup peluit.
e Penyampaian informasi harus dilakukan secara suka rela dan dibenarkan
secara hukum. f
Meniup peluit harus merupakan kegiatan sebagai protes moral; dan motivasinya harus merupakan suatu koreksi dari suatu tindakan yang salah
dan tidak untuk balas dendam revenge atau untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Whistleblower bukanlah sesuatu hal yang baru, melainkan sesuatu yang sudah lama ada. Whistleblower menjadi sangat populer di Indonesia karena akhir-
akhir ini sangat marak pemberitaan tentang pengungkapan beberapa kasus-kasus besar yang terjadi dikalangan orang-orang besar, sehingga keberadaan
Whistleblower itu sangat bergema di masyarakat. Dengan kehadiran Whistleblower ini sebenarnya merupakan angin segar bagi hukum Indonesia.
Dimana kehadiran Whistleblower akan sangat membantu para penegak hukum
Universitas Sumatera Utara
untuk mengungkap kasus-kasus kejahatan besar, termasuk juga kasus-kasus yang terorganisir.
Kasus korupsi merupakan salah satu sasaran baik dengan adanya Whistleblower ini, dimana dengan adanya pengakuan dari orang-orang yang
mengetahui secara langsung kasus korupsi tersebut, maka akan semakin memudahkan untuk memberantas korupsi di Indonesia. Tetapi yang menjadi
permasalahan sekarang adalah kemudahan itu kemudian menjadi tantangan besar bagi sistem hukum di Indonesia. Hal ini dikarenakan perlindungan hukum
terhadap Whistleblower itu sendiri menuntut adanya kepastian hukum yang baik yang mampu menjamin perlindungan penuh kepada Whistleblower itu sendiri.
Perlindungan terhadap whistleblower sendiri sebenarnya diatur secara tegas dalam Pasal 33 United nations Convention Againts Corruption UNCAC.
Konvensi ini telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Perlindungan Whistleblower juga secara tegas diatur secara khusus di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Dan secara
khusus pelaksanaannya diatur dalam PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Selain itu pengaturan tentang Whistleblower ini juga diatur dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011.
Meskipun ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur, masih ada hal yang menjadi ganjalan dari Whistleblower dalam mengungkap
fakta. Hal demikian yang perlu dicari jalan keluar agar Whistleblower dapat
Universitas Sumatera Utara
bekerjasama dengan para aparat penegak hukum dalam memerangi korupsi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh ACFE Association of Certified Fraud
Examiners menunjukkkan bahwa hampir 50 kecurangan yang terjadi pada pada tahun 2008 dapat diungkap melalui tips dan keluhan dari pegawai, pelanggan,
pemasok dan sumber lainnya, termasuk Whistleblower sebesar 46,2 dan pada tahun 2006 peran Whistleblower sebesar 34,2 .
16
Permasalahan saat ini adalah Whistleblower mendapat berbagai ancaman bahkan serangan balik dari pihak yang menjadi lawannya. Jaminan perlindungan
kepada Whistelblower tidak maksimal sehingga membuat para Whistleblower tidak berani bahkan memilih untuk menutup mulut. Padahal keuntungan dengan
adanya Whistelblower dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sangat diperlukan dan kemungkinan akan sangat membantu pihak-pihak yang berwajib
untuk memberantas masalah ini. Peran Whistelblower sebenarnya sangat diperlukan dalam melakukan
pemberantasan korupsi mulai dari penyidikan, penuntutan dan bahkan dipengadilan. Tetapi yang harus diperhatikan adalah hal-hal yang berkaitan
dengan perlindungan terhadap Whistelblower, bagaimana agar mereka tidak takut dalam mengungkap kasus-kasus yang mereka ketahui. Hal inilah yang berkaitan
dengan perlindungan yang diberikan kepada Whistelblower. Undang-undang harus dengan tegas memberikan bagaimana perlindungan yang seharusnya yang
diberikan kepada Whistelblower.
16
http:www.bppk.kemenkeu.go.idpublikasiartikel168-artikel-pengembangan- sdm10977-peran-peniup-peluit-dalam-pemberantasan-korupsi
Diakses pada tanggal 28 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan Whistelblower perlu dilindungi dan harus benar-benar menjamin keamanan dan kenyamanan mereka dan hal itu harus dituangkan secara
jelas didalam undang-undang, sehingga mereka tidak takut dan berani untuk mengungkap fakta. Melihat betapa urgent hal tersebut sehingga penulis merasa
perlu dibahas untuk melihat bagaimana jaminan yang diberikan oleh undang- undang tersebut kepada para pengungkap fakta dan sejauh mana undang-undang
memberikan perlindungan kepada Whistelblower tersebut.
B. Permasalahan