Sejarah Cerita Duanu Deskripsi Pertunjukan Duanu Oleh Sanggar Latah Tuah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau (UIN Suska)

BAB III DESKRIPSI PERTUNJUKAN DUANU OLEH SANGGAR LATAH TUAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM UIN SUSKA RIAU

3.1 Sejarah Cerita Duanu

Sejarah Cerita Duanu akan diuraikan dalam tulisan ini. Orang Duanu kerap dikenal dengan istilah Suku Kuala, Suku Nelayan, atau Suku Laut. Suku Laut ini ternyata terdapat juga di Kepulauan Riau Kepri dengan penamaan yang sama, padahal dengan komunitas dan cara hidup yang berbeda. Di Riau, komunitas ini sepenuhnya adalah muslim, berbeda dengan komunitas yang ada di Kepri tersebut. Agar dapat dibedakan dengan orang-orang laut di daerah lain, maka istilah Duanu dipopulerkan dalam seminar peningkatan SDM Suku Laut pada 14 Mei 1993 di Pekanbaru. 5 5 Laporan Muhammad Amin dalam Karya jurnalistik Rida Award 2013. Kemudian istilah ini akhirnya dikukuhkan pada pertemuan akbar masyarakat Duanu se-Riau, 9-10 Juli 2003. Orang-orang Duanu di Riau mayoritas berada di Kabupaten Indragiri Hilir. Mereka tersebar di tiga belas desa pada tujuh kecamatan, yaitu Concong Luar, Sungai Belah, Tanjung Kusir, Sungai Laut, Bekawan, Belaras, Tanah Merah, Patah Parang, Taga Raja, Kuala Selat, Pulau Ruku, Perigi Raja dan Panglima Raja. Universitas Sumatera Utara 6 Banyak dari mereka yang tidak menuturkan bahasa Duanu lagi, karena salah satunya bukanlah orang laut. Hal ini menyebabkan anak-anak mereka tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam keseharian. Akibatnya, hanya orang-orang tua saja yang masih menggunakan dan memahami bahasa Duanu, sementara yang lainnya hanya mendengar sesekali, mengerti tetapi tidak bisa mengucapkannya, bahkan tidak memahaminya sama sekali, meskipun keturunan Duanu. Penyebab lain menyusutnya Duanu kini berada dalam kedilemaan. Ancaman hilangnya bahasa dan budaya Duanu merupakan sebuah persoalan seriusbagi mereka. Bahasa Duanu merupakan satu-satunya ciri khas agar mereka diakui sebagai salah satu KAT Komunitas Adat Terpencil. Jika bahasa mereka hilang, maka Duanu tidak bisa lagi disebut sebagai KAT, karena akan sama dengan komunitas Melayu lainnya. Mereka masih mengaku orang Duanu, tetapi tidak mampu lagi berbicara menggunakan bahasa mereka sendiri. Berkurangnya penutur bahasa Duanu disebabkan oleh beberapa hal. Rasa rendah diri dan malu menjadi penyebab utama orang Duanu enggan berbahasa ini, sehingga keengganan yang berlarut juga menyebabkan mereka tidak meneruskannya ke anak cucu. Bahasa yang unik dan spesifik ini dianggap aneh dan tidak populer bagi penutur muda. Padahal beberapa lemanya sangat dekat dengan bahasa Melayu, seperti telingu telinga, matu mata, bungu bunga, munum minum, dan sebagainya. Hal ini disebabkan orang Duanu juga termasuk Melayu Tua atau Proto Malay. Memang beberapa kata sangat berbeda, seperti ditak kecil, ribut hujan, kulu kepala, rat banyak, lepu gigi, dan sebagainya, tetapi justru itulah letak keunikan dan membedakannya dengan bahasa Melayu. 6 Laporan Muhammad Amin dalam Karya jurnalistik Rida Award 2013 Universitas Sumatera Utara penutur bahasa Duanu adalah akulturasi dan perkawinan campuran. Orang-orang yang biasa hidup di perahu, berpindah-pindah sebagai pengembara di laut ini, kerap merasa jauh dari peradaban manusia pada umumnya. Mereka beradaptasi dengan lingkungan, sehingga akulturasi pun terjadi. 7 Tidak sedikit pula dari mereka yang hanya bergantung kepada laut, padahal konon katanya laut dipercayai sebagai sumber penghidupan sepanjang usia. Suku yang merupakan bagian dari sejarah Indonesia sebagai negara kepulauan ini, mulai meninggalkan kebudayaan mereka. Masalah lainnya adalah perubahan budaya atau akulturasi. Orang-orang Duanu melakukan perkawinan campuran dengan suku lainnya sebagai bentuk keterbukaan. Duanu. Orang Duanu sebenarnya lebih suka disebut orang Kuala. Sebab mereka awalnya tinggal di kuala atau muara sungai yang berdekatan dengan laut. Tapi kini abrasi dan naiknya air laut membuat kebiasaan orang Duanu berubah. 8 Ancaman abrasi pun juga menjadi salah satu penyebab hilangnya Suku Laut Duanu. Abrasi yang sangat parah menjadikan wilayah asli orang Duanu perlahan-lahan habis, utamanya di Dusun Kuala Selat. Mereka terpaksa naik ke darat dan meninggalkan kebiasaan lama mereka tinggal di laut. Di masa lalu, orang Duanu tinggal di rumah-rumah yang berada dekat dari garis kedalaman laut, dengan tonggak- tonggak yang mencapai 6 meter dari permukaan laut. Mereka juga biasa hidup di sampan kajang. Kini, garis laut dalam itu sudah berada sekitar 3 hingga 4 kilometer dari rumah terdekat. Abrasi yang terjadi sangat parah. Dari batas terakhir pelantaran di 7 Dessy Wahyuni. 2013. Dilema Duanu . Balai Bahasa Riau . 8 Muhammad Amin Ed, 2013. Duanu Yang Terancam Punah : Kumpulan Karya Jurnalistik Rida Awards 2013. Yayasan Sagang. Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara desa itu, dapat terlihat bekas tiang-tiang rumah orang Duanu yang terus tergerus abrasi. Tiang-tiang lapuk itu tampak menjulang dari kejauhan. Hal itu hanya dapat ditatap dengan penuh prihatin oleh masyarakat Duanu. Selain itu, masyarakat Duanu juga sudah mulai meninggalkan tradisi nenek moyang mereka. Seperti tradisi menidurkan anak. Kegiatan ini merupakan aktivitas para orang tua setiap malam untuk menidurkan sambil menimang anak dan mendendangkan lagu-lagu syahdu hingga anak tertidur. Namun yang terjadi saat ini adalah tidak ditemukannya lagi tradisi tersebut. 9 Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komunitas Duanu dan dilakukan secara tradisional. Keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Komunitas Duanu. Menurut catatan sejarah, Dahulu ada tradisi nyanyian yang biasanya mengawali tradisi menongkah kerang di hamparan padang lumpur dengan menggunakan sebilah papan. Namun, tradisi ini sudah tidak ditemukan lagi. Menurut mereka, sebagai umat muslim, mereka hanya meminta kepada Tuhan Yang Esa dengan membaca basmalah. Memang hal ini sangat dianjurkan dalam ajaran Islam, tetapi apa yang mereka lakukan sehari-hari bertentangan dengan ajaran tersebut, yakni minum tuak sebagai tradisi sebelum menongkah. Mereka menganggap dengan minum tuak sebelum berangkat mencari kerang, badan akan terasa lebih kuat dan mampu melawan dingin, karena mereka akan bergelut dengan lumpur dan air laut. Rumah-rumah dilamun ombak, perkampungan mereka terus saja digerus abrasi, begitu pula bahasa dan budaya, nyaris hilang. Duanu kini terancam punah. 9 Menurut Ketua Kerukunan Keluarga Besar Masyarakat Duanu Riau KKBMDR Sarpan Firmansyah dalam wawancara seputar Duanu. Universitas Sumatera Utara keberadaan Orang Laut Duanu yang juga termasuk RAS PROTO MALAY Golongan Melayu Tua di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM sd 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka – Johor kebeadaan Orang Laut Duanu sebagai orang kerajaan pada tahun 1511 – 1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I. Masyarakat duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tangkap tongkahnya. Suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pulau kepualau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan. Menongkah itu adalah sebuah aktifitas unik, atau khusus yang dimiliki oleh masyarakat duanu atas pulaunya. Dalam rangka menangkap atau mencari kerang, khususnya kerang darah atau kerang darat. Dan kekhususan ini tidak dimiliki oleh komunitas-komunitas lain. dan ini hanya ada pada masyarakat duanu, dimana mereka menongkah dengan sekeping papan diatas hamparan pantai yang sangat becek dan cukup licin sekali. Kalau lingkungan ini tidak dilestarikan, maka aktifitas menongkah ini sangat sulit sekali. Karena bisanya di Duanu untuk menongkah adalah untuk mendapatkan kerang yang banyak. Untuk saat ini sudah sedikit. Karena hamparan ini terganggu oleh alat tangkap aktif, sehingga tanahnya mengalalami degadrasi bergelombang-gelombang sehingga ini berpengaruh proses penangkapan dan terkait pada produksinya. 10 10 http:www.gurindam12.com201207catatan-perjalanan-menongkah-kerang-3.html Universitas Sumatera Utara 11 Dengan alasan inilah Sanggar Latah Tuah membuat Produksi tentang Duanu sebagai pengetahuan tentang kebudayaan adat terpencil, Suku Laut Duanu yanga da dipelosok negeri melayu tua sana yang hampir punah. Kegelisahan akan hilangnya bahasa dan tradisi, perubahan budaya, akulturasi, abrasi dan semakin hebat nya cara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan untuk tumpuan titian biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Tongkah adalah salah satu alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencarimenangkap kerang darah Anadara Granosa Tiangan dalam dialek Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah Mut tiangan – dalam dialek Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur. Menongkah Kerang adalah teknik suku Duanu dalam menangkap kerang di padang lumpur. Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan sebagai tumpuan sebelah kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang telah didapatkan. Sementara sebelah kakinya lagi adalah sebagai pengayuh tongkah. Sebuah Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu besar dalam keadaan utuh, tetapi tidak jarang juga tongkah terdiri dari gabungan dari belahan papan. Panjang Tongkah rata-rata 2 M sd 2,5 M dengan Lebar 50 Cm sd 80 Cm dan ketebalan 3 Cm sd 5 Cm. Tongkah umumnya terbuat dari jenis kayu Pulai dan Jelutung dan lain-lain, kedua ujung Tongkah berbentuk lonjong lancip dan melentik keatas, hal ini dimaksudkan agar pergerakannya dapat lancar dan bila kurang melentik seringkali Tongkah menghujam atau menancap kedalam lumpur, bentuk Tongkah secara umum seperti papan selancar yang sering digunakan oleh olahragawan air Peselancar. 11 Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan tahun 1999. Universitas Sumatera Utara berfikiran manusia, semakin sulit pula bagi mereka untuk mencari memanfaatkan apa yang ada disekitar sebagai sumber kehidupan. Dan dari pertunjukan ini penulis tertarik mengangkat judul Skripsi “Deskripsi Pertunjukan Duanu Oleh Sanggar Latah Tuah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim UIN Suska Riau”

3.2 Naskah Pertunjukan Duanu