I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Pengaruh Pemekaran Kecamatan
Terhadap Efektifitas Pelayanan Publik Pada Kantor Kecamatan Depati VII Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”.
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui adakah pengaruh pemekaran kecamatan terhadap efektifitas pelayanan publik.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemekaran kecamatan terhadap efektifitas
pelayanan publik di Kantor Kecamatan Depati VII. 3.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemekaran kecamatan terhadap pelayanan publik di Kecamatan Depati VII.
I.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi penulis bermanfaat untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir dalam menganalisa permasalahan tentang efektifitas pelayanan publik.
2. Bagi Pemerintah Kecamatan Depati VII dapat dijadikan sebagai acuan dalam rangka
meningkatkan efektifitas pelayanan publik. 3.
Bagi FISIP-USU bermanfaat dalam memperkaya bahan refrensi ilmiah di bidang Ilmu
Administrasi Negara khususnya dan Ilmu Sosial pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
I.5.Kerangka Teori
Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun suatu
kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut Singarimbun dan Effendi 1989: 37, teori adalah
serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah:
I.5.1. Otonomi Daerah I.5.1.1. Pengertian dan Kedudukan Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu autos sendiri, dan nomos peraturan atau undang-undang. Oleh karena itu, otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-
undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintah sendiri Salam, 2004:88. Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum administrasi negara, kata otonom ini sering
dihubungkan dengan otonomi daerah dan daerah otonom. Oleh karena itu akan dibahas pengertian otonomi, otonomi daerah dan daerah otonomi.
Otonomi daerah sendiri memiliki beberapa pengertian menurut UU No. 5 tahun 1974, Wayong 1975, Thoha 1985 dan Fernandez 1992 dalam Salam, 2004:88 yaitu:
1. Kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah dengan
keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri, dan pemerinthan sendiri. 2.
Pendewasaan politik rakyat lokal dan proses menyejahterakan rakyat. 3.
Adanya pemerintahan lebih atas memberikan atau menyerahkan sebagian urusan rumah tangganya kepada pemerintah bawahnya. Sebaliknya pemerintah bawahan yang menerima
sebagian urusan tersebut telah mampu melaksanakan urusan tersebut.
4. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah memungkinkan daerah tersebut
dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga daerah otonom memiliki beberapa pengertian, Lian Gie 1968, Riwu Kaho 1998, Sujamto 1991, mendefinisikan daerah otonom dalam Salam, 2004:89 adalah
sebagai berikut: 1.
Daerah yang mempunyai kehidupan sendiri yang tidak bergantung pada satuan organisasi lain.
2. Daerah yang mengemban misi tertentu, yaitu dalam rangka meningkatkan keefektifan dan
efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah di mana untuk melaksanakan tugas dan kewajiban itu daerah diberi hak dan wewenang tertentu.
3. Daerah yang memiliki atribut, mempunyai urusan tertentu urusan rumah tangga daerah
yang diserahkan oleh pemerintah pusat; urusan rumah tangga itu diatur dan diurus atas inisiatif dan kebijakan daerah itu sendiri; memiliki aparat sendiri yang terpisah dari
pemerintah pusat;memiliki sumber keuangan sendiri.
Menurut Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Daerah Otonom atau disebut juga dengan daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-
batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari beberapa pengertian tentang otonomi, otonomi daerah, dan daerah otonomi diatas,
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1.
Tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, di mana
pelimpahan kewenangan oleh pemerintahan pusat kepada daerah mengandung konsekuensi yang berupa hak, wewenang, dan kewajiban bagi rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Dalam penyerahan otonomi kepada daerah, harus dilihat kemampan riil daerah tersebut atau dengan kata lain setiap penambaham urusan kepada daerah pengembangan otonomi
Universitas Sumatera Utara
daerah secara horizontal harus mampu memperhitungkan sumber-sumber pembiayaan atau kemampuan rill daerah.
3. Pada dasarnya otonomi daerah adalah urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah untuk diselenggarakan menjadi urusan ruamah tangga daerah. 4.
Bahwa desentralisasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana urusan-urusan pemerintah pusat diserahkan penyelenggaraannya kepada satuan-satuan organisasi
pemerintahan di daerah-daerah yang disebut daerah otonom. Proses peralihan dari sistem dekosentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah
daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi
adalah mecapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat serta bertujuan menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Widjaja, 2005:17
Menurut Rasyid dalam Salam, 2004:10, ada beberapa keuntungan yang dapat diraih melalui kebijakan desentralisasi di lingkungan organisasi pemerintahan dari sudut pandang Ilmu
Administrasi Negara. Pertama, lebih mendekatkan pengambilan keputusan dengan masyarakat yang menjadi sasarannya sehingga operasionalisasi keputusan dapat lebih realistik, efektif dan
efisien. Kedua, meringankan beban organiasi pada level yang lebih tinggi sehingga dapat menggunakan waktu, energi dan perhatiannya ke sasaran permasalahan yang lebih srategik.
Ketiga, membina kemampuan bertanggung jawab demi para penerima wewenang pada tingkat yang lebih rendah, sehingga secara langsung menciptakan iklim kaderisasi yang lebih empirikal
dan sistematika. Keempat, dengan kewenangan yang diterimanya, kebanggan para pengambilan keputusan dan pelaksana keputusan pada tingkat yang lebih rendah akan terbangun karena
Universitas Sumatera Utara
merasa dipercaya oleh pemerintah yang lebih tinggi. Kebanggan ini bisa menjadi landasan bagi tertanamnya sikap dedikasi di kalangan aparatur di daerah.
Otonomi daerah pada dasarnya bukanlah tujuan, melainkan alat bagi terwujudnya cita- cita, keadilan, demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah yang berorientasi
kepada kepentingan rakyat tidak akan pernah terwujud apabila pada saat yang sama agenda demokratisasi tidak berlangsung.
Dalam penjelasan UU No. 32 Tentang Otonomi Daerah diterangkan bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi has kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan
daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hakikat dan tujuan pemberian otonomi daerah, salah satunya, adalah mendekatkan
pemerintah pada pelayanan public. Persoalannya sejauhmana pemerintah darah sudah memberikan pelayanan public yang prima sesuai dengan tujuan dari kebijakan otonomi daerah
tersebut. Untuk dapat memberikan pelayanan public yang prima paling tidak tergantung pada dua faktor. Pertama, dukungan aparat birokrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan
masyarakat. Kedua, faktor kepemimpinan kepala daerah yang mendotong dan memacu agar aparaturnya bekerja maksimal sebagai abdi masyarakat dengan melakukan inovasi-inovasi untuk
menggerkan roda pemerintahan Romli, 2007:71-72. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai,
Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Di samping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi.
Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat
dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi sebagai daerah otonomi daerah Widjaja,
2005:10, yaitu sebagai berikut: Pertama, adanya kesiapan SDM Aparatur yang berkeahlian. Kedua, adanya sunber dana yang
pasti untuk membiayai berbagai urusan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah. Ketiga, tersedianya fasilitas pendukung
pelaksanaan Pemerintahan daerah. Keempat, bahwa otonomi daerah yang diterapkan adalah otonomi daerah dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI.
Dampak pemberian otonomi ini tidak hanya terjadi pada organisasiadministratif pemerintah daerah, tetapi berlaku pula pada masyarakat publik dan badan atau lembaga swasta
dalam berbagai bidang. Demikian pula dengan otonomi ini terbuka kesempatan bagi pemerintah daerah secara langsung membangun kemitraan dengan publik dan pihak swasta.
Oleh karena itu, otonomi daerah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelma menjadi otonomi mayarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian pelayanan
yang bersifat lokalitas daerah setempat demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Tujuan utama dari desentralisasi ini adalah disatu pihak membebaskan pemerintah pusat
dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon, berbagai kecenderungan global dan
mengambil manfaat dari kondisi tersebut. Pada saat yang sama, pemerintah pusat diharapkan
Universitas Sumatera Utara
lebih mampu berkosentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Dilain pihak, dengan desentralisasi maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang
signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreativitas daerah akan terpacu, sehingga kapanilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat.
Desentralisasi merupakan simbol adanya trust kepercayaan dari pemerintah pusat kepada daerah. Hal ini akan dengan sendirinya mengembalikkan harga diri pemerintah dan
masyarakat daerah. Kalau dalam sistem yang sentralistik, pemerintah daerah dapat berbuat banyak dalam mengatasi berbagai masalah, dalam sistem otonomi ini mereka ditantang untuk
secara kreatif menemukan solusi-solusi dari berbagai masalah yang dihadapi. Menurut Sumaryadi 2005:64, tujuan pemberian otonomi daerah mengemukan tiga hal
yang lebih desentralistik, yaitu sbb: 1.
Pembangunan masyarakat sebagai pengadaan pelayanan masayarakat Pembangunan masyarakat identik dengan peningkatan pelayanan dan pemberian fasilitas
social seperti kesehatan, gizi, pendidikan dan sanitasi yang secara keseluruhan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Pembangunan masyarakat sebagai upaya terencana mencapai tujuan social yang kompleks
dan bervariasi. Pembangunan masyarakat dapat diartikan sebagai tujuan sosial yang sukar diukur seperti
keadilan, pemerataan, peningkatanbudaya kedamaian dan sebagainya. 3.
Pembangunan social sebagai upaya terencana untuk meningkatan kemampuan manusia berbuat.
Pembanguanan disini merupakan derivasi dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia rakyat people centered 4evelopment
Pada masa sebelumnya, banyak masalah terjadi di daerah yang tidak tertangani secara
baik karena keterbatasan wewenang pemerintah daerah di bidang itu; misalnya berkenaan dengan hal perizinan investasi, kerusakan lingkungan, alokasi anggaran dari dana subsidi pemerintah
pusat, penetapan prioritas pembagunan, penyusunan organisasi pemerintahan yang sesuai kebutuhan daerah, pengangkatan dalam jabatan struktural, perubahan batas wilayah administrasi,
pembentukan kecamatan, kelurahan dan desa, serta pemilihan kepala daerah. Syaukani dkk, 2003:173
Universitas Sumatera Utara
Dengan berlakunya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang merupakan hasil revisi dari UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan-kewenangan tersebut didesentralisasikan ke
daerah. Artinya pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggungjawab. Pemerintah pusat tidak lagi mempatron, apalagi mendominasi
kepentingan di daerah. Hal ini dibuktikan dengan dilimpahkannya segala urusan kepada pemerintah daerah kecuali yang menyangkut hukum dan perundang-undangan, agama,
pertahanan dan keamanan, kebijakan dan politik luar negeri serta kebijakan fiskal. Osborne dan Gabler dalam Hessel 2004:12-12 mengemukakan ada 4 keunggulan
lembaga yang terdesentralisasi, yakni: 1 lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel dari pada yang tersentralisasi
karena lembaga tersebut dapat memberi respon dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah; 2 lembaga terdesentralisasi jauh lebih efektif dari pada tersentralisasi;
3 lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif dari pada tersentralisasi; dan 4 lembaga yang terdesentralisasi menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak dan besar
produktivitasnya.
I.5.1.2. Prinsip Otonomi Daerah
Dalam undang-undang Otonomi daerah No 32 tahun 2004 disebutkan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dan prinsip otonomi yang
nyata dan bertanggungjawab. Yang dimaksud dengan otonomi yang seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang
menjadi urusan Pemerintah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Prinsip otonomi yang nyata adalah suatu prinsip bahwa urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan
Universitas Sumatera Utara
berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraanya harus benar-
benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yakni memberdayakan daerah.
I.5.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Banyak faktor dan variabel yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Tidak sedikit pula pakar yang mengidentifikasikan faktor-faktor dan variabel-variabel
yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah itu. Pada umumnya faktor-faktor dan atau variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan sumber daya aparat maupun masyarakat, sumber daya alam, kemampuan keuangan finansial, kemampuan manajemen, kondisi sosial
budaya masyarakat, dan karakteristik ekologis. Kaho dalam Salam, 2004:108 mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi
dan sangat menentukan penelenggaraan otonomi daerah antara lain dengan: 1.
Sumber daya manusia dan kemampuan aparatur serta partisipasi masyarakat. 2.
Keuangan yang stabil. 3.
Peralatan yang lengakap. 4.
Organisasi dan manajemen yang baik. Paramitha dalam Salam, 2004:109 membagi variabel yang memperanguhi keefektifan
organisasi ke dalam dua kelompok . Pertama, kelompok variabel sumber daya yang terdiri dari varabel besarnya organisasi dan pembagian kerja. Kedua, kelompok variabel struktural yang
terdiri dari variabel struktur yang terdiri dari variabel sentralisasi, kerumitan, formalisasi, komunikasi, dan koordinasi.
Fernandez dalam Salam, 2004:109 menyatakan bahwa tugas atau fungsi manajerial, institusi, penbiayaan atau keuangan, dan kemampuan aparat pemerintahan daerah merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2. Pemekaran Kecamatan
Kecamatan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kabupaten
atau kota. Kecamatan terdiri atas desa-desa atau kelurahan-kelurahan. www.wikipedia.org.id 8
Februari 200920.15. Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, kecamatan merupakan perangkat daerah kabupatenkota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah
kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat
.
Menurut PP No. 19 Tahun 2008 Bab I pasal 1 pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan di kabupatenkota. Kecamatan
dibentuk di wilayah kabupatenkota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PP No.19 2008
harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif pembentukan kecamatan adalah: PP No.19 Th 2008 pasal 3
a. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 lima tahun;
b. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa danatau kelurahan yang akan dibentuk
menjadi kecamatan minimal 5 lima tahun; c.
Keputusan Badan Permusyawaratan Desa BPD atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik
yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;
d. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain
untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;
e. Rekomendasi Gubernur.
Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 19 Th 2008 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 19 Th 2008 meliput i: a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah; c. rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan;
d. aktivitas perekonomian; e. ketersediaan sarana dan prasarana.
Universitas Sumatera Utara
Dalam PP RI No 129 tahun 2000 pasal 2 disebutkan pembentukan daerah atau disebut juga dengan pemekaran bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
melalui: a. Pengangkatan pelayanan terhadap masyarakat
b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
d. Percepatan pengelolaan potensi daerah e. Pengangkatan kecamatan dan ketertiban
f. Pengangkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah Dikeluarkannya UU No.32 tahun 2004 memberikan wewenang kepada daerah untuk
mengurusi wilayahnya sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini mengingat bahwa sebenarnya yang mengetahui segala permasalahan yang terjadi di daerah adalah pemerintah daerah, bukan
pemerintah pusat. Semakin meningkatnya volume kegiatan di bidang pemerintahan, pelayanan, dan
kemasyarakatan serta dengan meningkatnya komposisi jumlah penduduk, luas wilayah yang cukup, dan memiliki saranaprasarana yang memadai sebagai prasyarat pendirian kecamatan,
maka Pemerintahan Kabupaten Kerinci merasa siap untuk mengeluarkan kebijakan pemekaran kecamatan.
Menurut Kastorius Sinaga dalam Wahyudi dkk, 2002:18 pemekaran wilayah setidaknya harus menjawab tiga isu pokok, diantaranya:
a. Urgensi dan Relevansi; apakah urgensi pemekaran wilayah berkaitan dengan penuntasan
masalah kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak, pemekaran wilayah akan berdampak negatif dan proses pemiskinan rakyat akan semakin cepat. Pertimbangan
umum pemekaran wilayah biasanya didasari oleh adanya potensi sumber daya alam yang siap untuk dieksploitasi sementara kemampuan daerah, terutama menyangkut finansial
dan sumber daya manusia amat terbatas. Jalan keluar yang paling mungkin adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika keputusan seperti ini diambil maka
tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksploitasi yang sangat besar terhadap kekayaan
Universitas Sumatera Utara
alam yang dimiliki daerah itu. Cara berfikir seperti ini yang sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mengundang terjadinya proses pemiskinan.
b. Prosedur; apakah prosedur pemekaran wilayah ini akan berbelit-belit karena rantai
birokrasi yang mengurus persoalan seperti ini juga cukup panjang. c.
Implikasi; yakni sejauhmana pemekaran wilayah memberi dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan secara politis berimplikasi terhadap terpilihnya
identitas etnik dan agama. Selain itu, potensi terjadinya konflik horizontal berkaitan dengan ide pemekaran wilayah itu. Diluar pihak yang memberikan dukungan, pasti ada
pihak-pihak tertentu yang tidak menyetujui ide pemekaran itu.
I.5.3. Efektifitas Pelayanan Publik I.5.3.1. Pengertian Efektifitas
Dalam setiap organisasi efektifitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain suatu efektifitas disebut
efektif apabila tercapai tujuan atau sasaran yang telah ditetntukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari ahli Handayaningrat 1984:16 yang mengatakan “efektifitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang ditentukan sebelumnya.” Efektifitas merupakan unsur pokok aktivitas dalam orgnasasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bila dilihat dari aspek keberhasilan pencapaian tujuan maka efektifitas adalah yang memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan organisasi publik Nurmandi, 1999:193.
Tingkat pelayanan dan derajat kepuasaan masyarakat merupakan salah satu ukuran efekfitas. Ukuran ini tidak mempertimbangkan berapa biaya, tenaga dan waktu yang digunakan
dalam memberikan pelayanan, tetapi lebih menitik beratkan pada tercapainya tujuan organisasi pelayanan publik. Senada dengan pendapat tersebut Sters dan Etzioni dalam Kasim, 1993:11
mengatakan bahwa efektifitas suatu organisasi tergantung pada seberapa jauh organisasi tersebut berhasil dalam pencapaian tujuannya.
Ditinjau dari ketetapan waktu maka menurut Siagian 2002:171 efektifitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya tepat pada waktunya dengan
menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan berbagai
Universitas Sumatera Utara
kegiatan. Untuk melengkapi pengertian efektifitas secara mendasar Sinugan 1992:15 menjelaskan konsep efektifitas berdasarkan pendapat para ahli dalam 4 kelompok, yakni:
1. efektifitas berkaitan dengan hubungan antara teori organisasi.
2. menganggap efektifitas sebagai perbandingantingkatannya dimana sasaran yang
dikemukan dapat dianggap tercapai. 3.
untuk memahami efektifitas adalah efektifitas eksternal atau perbandingan antara evaluasi lingkungan satu unit output dan evaluasi satu unit input.
4. kemampuan sistem untuk tetap berlangsung, beradaptasi dan berkembang tanpa
memperdulikan tujuan-tujuan khusus yang akan dicapai.
Selanjutnya pendapat Sarwito 1987:45 menyatakan “efektifitas sebagai suatu yang berhasil guna yaitu pelayanan bercorak maupun mutu dan kegunannya benar-benar sesuai dengan
kebutuhan.” Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disiimpulkan bahwa efektifitas berhubungan dengan pelayanan yang bercorak maupun mutunya dengan kebutuhan masyarakat
setempat. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat 3 hal yang menonojol dalam unsur efektifitas,
yakni: 1.
pencapai tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
2. ketetapan waktu, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapai
tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan. 3.
manfaat, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberi hasil. Menurut Siagian 2003:17, efektifitas sebagai orientasi kerja menyoroti 4 hal:
a. Sumber daya, dana, sarana dan prasarana yang dapat digunakan oleh
organisasperusahaan yang jumlahnya sudah ditentukan dan dibatasi. b.
Jumlah dan mutu pelayanan jasa yang diberikan sudah ditentukan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
c. Batas waktu dalam penyelesaian pekerjaan sasuai dengan apa yang telah ditentukan
sebelumnya. d.
Tata cara yang ditempuh untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang telah ditentukan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
I.5.3.2. Pengertian Pelayanan Publik
Secara sederhana pelayanan berarti melayani suatu jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat disegala bidang. Menurut KEPMENPAN 8193, pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik pusat, di daerah, BUMN dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan KEPMENPAN NO.63 KEPM.MPAN72003.
Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan mengurus apa yang diperlukan orang lain.
Pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasaan pelanggan dalam hal ini adalah masyarakat. Selain itu, membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata
pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendali terjangkau bagi pelanggan masyarakat yang membuat pelanggan terdorongtermotivasi untuk bekerja
samaberperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang baik.
I.5.3.3. Makna dan Tujuan Pelayanan Publik
Pelayanan masyarakat publik memang merupakan fungsi paling mendasar dari keberadaan pemerintah dimanapun. Namun pelayanan publik tidak akan pernah terwujud tanpa
sejumlah prasyarat lain seperti adanya peluang dan kesempatan yang sama bagi semua unsur masyarakat, rasa aman dan tegaknya supremasi hukum, serta adanya saling percaya di antara
pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Karena itu fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah mencakup fungsi-fungsi stabilitas, distribusi dan pelayanan public sekaligus.
Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakatpelanggan. Pada umumnya, untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan
Universitas Sumatera Utara
yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitasmutu pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan.
Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Asas pelayanan
Publik adalah: Tjandra dkk, 2005:11 a.
Transparan Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan
disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b.
Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisonal.
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif.
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak.
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberian dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak.
Pelayanan juga dapat diberi makna dalam kata respek. Respek dalam kegiatan pelayanan dapat diartikan menghormati atau menghargai kepentingan orang lain. Dengan demikian, maka
Universitas Sumatera Utara
dalam menyajikan pelayanan hendaknya menambahkan sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang, dan itu adalah ketulusan dan integritas.
Kualitas pelayanan berhasil dibangun apabila pelayanan yang diberikan kepada pelanggan mendapatkan pengakuan dari pihak-pihak yang dilayani. Pengakuan ini bukan dari
aparatur tetapi dari customerpelanggan dan dalam hal ini adalah masyarakat.
I.5.3.4. Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik
Pemerintah melalui lembaga dan segenap aparaturnya bertugas menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat
pemerintah terdiri dari berbagai macam bentuk. Menurut Moenir 1992:190 bentuk pelayanan ada tiga macam, yaitu:
1. Pelayanan dengan lisan.
Pelayanan dengan lisan ini dilakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan masyarakat, bidang pelayanan informasi, dan bidang-bidang lainnya yang bertugas memberikan
pejelasan atau keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia.
Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan yaitu:
a.
Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya. b.
Mampu memberikan penjelesan mengenai apa saja yang diperlukan dengan lancar, singkat, tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh
kejelasan mengenai sesuatu.
c. Bertingkah laku dengan sopan dan ramah tamah.
d. Meski dalam keadaan sepi, tidak berbincang dan bercanda dengan sesama pegawai
karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas. 2.
Pelayanan melalui tulisan. Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan kepada
masyarakat dengan penerangan berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sedang terjadi.
Pelayanan melalui tulisan terdiri dua macam, yaitu: a.
Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi, dan yang sejenis ditujukan pada orang- orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan
instansi atau lembaga.
b. Pelayanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberitahuan,
dan lain sebagainya. 3.
Pelayanan berbentuk perbuatan. Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk
perbuatan ataupun hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam KEPMENPAN No. 63 TAHUN 2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok pelayanan administratatif, yaitu bentuk pelayanan yang menghasilkan berbagai
macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikasi kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu
barang dan lain-lain. Dokumen-dokumen tersebut antara lain KTP, akte kelahiran, buku pemilikan kendaraan bermotor, STNK, dan lain-lain.
2. Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentukjenis
barang yang digunakan publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan lain-lain.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang
dibutuhkan publik, misalnya pendidikan, pelayanan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, dan lain-lain.
I.5.3.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik
Menurut Moenir 1992:82 terdapat faktor-faktor yang mendukung pelayanan, yaitu: 1.
Faktor Kesadaran Yaitu suatu proses berfikir melalui metode renungan, pertimbangan dan perbandingan,
sehingga menghasilkan keyakinan, ketenangan, ketetapan hati dan keseimbangan dalam jiwa sebagai pangkal tolak untuk perbuatan dan tindakan yang akan dilakukan kemudian.
Dengan kata lain, faktor kesadaran disini merupakan kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala
tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggungjawabnya dapat membawa dampak yang sangat positif terhadap organisasi ini akan menjadi kesungguhan dan disiplin
melaksanakan tugas, sehingga hasilnya dapat diharapkan melalui standar yang telah ditetapkan. Faktor kesadaran berfungsi sebagai acuan dasar yang akan melandasi pada
perbuatantindakan berikutnya.
2. Faktor Aturan
Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan perbuatan orang. Oleh karena peranan aturan demikian besar dalam hidup bermasyrakat maka dengan sendirinya aturan
harus dibuat, dipatuhi dan diawasi sehingga dapat mencapai sasaran sesuai dengan maksudnya. Aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan ini
mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh organisasi yang berkepentinganbersangkutan. Setiap
aturan pada akhirnya menyangkut langsung ataupun tidak langsung kepada orang, maka masalah manusia serta sifat kemanusiaannya harus menjadi pertimbangan utama.
Pertimbangan pertama manusia sebagai subyek aturan ditujukan kepada hal-hal yang penting, yaitu:
a
Kewenangan, erat hubungannya dengan sahnya suatu perbuatan atau tindakan yang diambil, termasuk pembuatan aturan yang akan mengikat berbagai pihak. Aturan
yang dibuat oleh orang yang tidak berwenang adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Kewenangan biasanya sudah ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan
pokok organisasi, tentang hak-kewajiban, wewenang-tanggungjawab, dan tugas- pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
b Pengetahuan dan pengalaman, dengan pengetahuan dan pengalaman dapat dimiliki
pandangan jauh kedepan sehingga aturan yang dibuat dapat menjangkau waktu yang cukup panjang karena dapat mengantisipasi segala sesuatu yang berada antara 5-10
tahun yang akan datang.
c Kemampuan bahasa, dalam beberapa hal bahasa tulis mampu menerjemahkan secara
lengkap kehendak atau fikiran. Bahasa yang digunakan dalam suatu aturan hendaklah bahasa yang sudah cukup dikenal dalam masyarakat baik arti maupun fungsinya.
Susunan kalimatnya hendaknya mudah dicerna, sederhana, dan dapat menggambarkan secara lengkap apa yang dikehendaki.
d Pemahaman oleh pelaksana, petugas pelaksana yang kelak akan terlibat langsung
dengan aturan itu, berhadapan dengan orang, haruslah memahami terlebih dahulu maksud dan arti aturan itu. Sebab petugas itulah yang akan berhadapan langsung
dengan orang yang berkepentingan, sehingga ia harus mampu memberikan penjelasan serta pelayanan yang tepat dan cepat.
e Disiplin dalam pelaksanaan, disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan
baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan. Adapun yang dimaksud dengan disiplin disini adalah ketaatan terhadap aturan tertulis dan lebih ditekankan
pada pelaksanaan aturan oleh pejabat atau petugas yang secara langsung bertanggungjawab atas pelaksanaan aturan itu.
3. Faktor Organisasi
Merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan. Organisasi yang dimaksud disini ialah
mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur maupun mekanismenya yang akan berperan dalam mutu dan kelancaran pelayanan.
4. Faktor Pendapatan
Yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatan merupakan seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga
danatau fikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau badanorganisasi, baik dalam bentuk uang, aturan maupun fasilitas, dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan yang
cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanaan pekerjaan dengan baik.
5. Faktor Kemampuan-Ketrampilan
Yaitu kemampuan dan ketrampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu kemampuan manejerial, kemampuan teknis, dan
kemampuan membuat konsep. Dengan kemampuan dan ketrampilan yang memadai maka pelaksanaan tugaspekerjaan dapat dilakukan dengan baik, cepat dan memenuhi
keinginan semua pihak, baik manajemen itu sendiri maupun masyarakat.
6. Faktor Sarana
Yaitu segala jenis peralatan, perlengakapan kerja dan fasilitas lain berfungsi sebagai alat utamapembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka
kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu, dan fasilitas lain yang melengkapi seperti
fasilitas komunikasi. Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain; a
mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat waktu; b
meningkatkan produktivitas, baik barang maupun jasa; c
kualitas produk yang lebih baikterjamin; d
ketepatan susunan dan stabilitas ukuran terjamin; e
lebih mudahsederhana dalam gerak para pelakunya; f
menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan;
Universitas Sumatera Utara
g menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat
mengurangi sifat emosional mereka.
I.5.3.6. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Dalam memberikan pelayanan, maka pihak-pihak pemberi pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip yang terkadung dalam pelayanan itu sendiri. Moenir 2001:40
menyatakan bahwa sebagai pihak yang ingin memperoleh pelayanan yang baik dan memuaskan, wujud pelayanan yang didambakan masyarakat ialah:
a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan cepat dalam arti
tanpa hambatan yang kadang kala dibuat-buat. b.
Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindirian, untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas
atau alasan untuk kesejahteraan.
c. Mendapat perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama,
tertib dan tidak pandang bulu. d.
Mendapatkan pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga
orang tidak menunggu sesuatu yang tidak menentu.
Berdasarkan KEPMENPAN No.63 Tahun 2003 tentang Pedoaman Umum Pelayanan Publik, dinyatakan bahwa “hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintahan sebagai abdi masyarakat.” Pernyataan tersebut menguatkan peranan pemerintah sebagai instansi yang
berkewajiban pemberi pelayanan yang prima kepada masyarakat karena pada dasarnya, konsumenmasyarakat adalah warga negara yang harus dipenuhi hak-haknya tidak terkecuali
sehingga pemerintah sebagai instansi yang memberikan pelayanan publik harus dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan kondisi nyata, terdapatnya pedoman pelayanan publik tersebut belum dapat menjamin bahwa hak-hak masyarakat terpenuhi, buktinya masih banyak terdapat
penyelewengan-penyelewangan dalam pelaksanaan kewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak mendapat pelayanan yang prima atau masyarakat
menemui hambatan dalam mendapatkan pelayanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
I.5.4. Indeks Kepuasan Masyarakat
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No Kep.25M.PAN22004 tentang Indek Kepuasan Masyarakat, menyatakan bahwa: “Indeks Kepuasan Masyarakat IKM
adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitaif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh
pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan public dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya”.
Untuk mengetahui kepuasan masyarakat atau pelanggan dapat dilakukan melalui pengukuran kepuasan masyarakat atau pelanggan, untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana
pelayanan telah mampu memenuhi harapan atau dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan, maka organisasi harus mengetahui tingkat harapan pelanggan atau suatu atribut tertentu. Harapan
pelanggan ini selanjutnya akan dibandingkan dengan kinerja aktualnya, sehingga dari sini akan diperoleh indeks kepuasan pelanggan yang mencerminkan kualitas pelayanan yang diterima oleh
pelanggan. Menurut Kep.25M.PAN22004 tersebut terdapat 14 unsur yang “relevan, valid dan
reliable”, sebagai unsur minimal yang harus ada sebagai dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat, yaitu:
1. Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 2.
Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan. 4.
Kedislipinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggungjawab
petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. 6.
Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaiakan pelayanan kepada masyarakat.
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golonganstatus masyarakat yang dilayani. 9.
Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati.
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya
yang yang telah ditetapkan oleh unit pelayanan. 11.
Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan. 13.
Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepeda penerima pelayanan.
14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit pelayanan
ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Hal pokok yang perlu dicapai guna memuaskan pelanggan adalah melaui peningkatan kualitas pelayanan. Kualitas Pelayanan service quality adalah “sebagai hasil persepsi dari
perbandingan antara harapan dengan kinerja actual layanan” http:indeks.php_files.com 9-9- 2009 12.23 WIB Sedangkan menurut Parasuraman http:indeks.php_files.com 9-9-2009 12.23
WIB diartikan sebagai “seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan
adalah merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu layanan yang baik. Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakan kepuasan terhadap pengguna
pelayanan, yang pada akhirnya akan dapat mencapai tujuan pemerintah yaitu mensejahterakan masyarakat. Hal pokok yang perlu dicapai guna memuaskan pelanggan adalah melalui
peningkatan kualitas pelayanan. Kualitas Pelayanan service quality adalah “sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual layanan”.
I.5.5. Kinerja Organisasi Pelayanan Publik
Moeljarto dalam Tjandra, 2005:44 menyatakan bahwa: “Organisasi bukanlah sistem yang tertutup close system melainkan organisasi tersebut
akan selalu dipaksa untuk memberi tanggapan atas rangsangan yang berasal dari
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari dua segi: pertama, lingkungan eksternal yang umumnya menggambarkan kekuatan yang berada di luar organisasi seperti
faktor organisasi politik, ekonomi dan sosial, kedua, adalah lingkungan internal yaitu faktor- faktor dalam organisasi yang menciptakan iklim organisasi dimana berfungsinya kegiatan
mencapai tujuan.”
Sejalan dengan pendapat tersebut Higgins 1985 dalam Tjandra, 2005:44 menyatakan bahwa:
“Ada dua kondisi yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu kapabilitas organisasi yaitu konsep yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal yang
terdiri atas dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan kelemahan. Kekuatan adalah situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif, yang memungkinkan organisasi memiliki
keuntungan stratejik dalam mencapai sasarannya; sedangkan kelemahannya adalah situasi dan ketidakmampuan internal yang mengakibatkan oragnisasi tidak dapat mencapai
sasarannya. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi.”
Faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat kemampuan internal organisasi antara
lain: struktur organisasi, sumberdaya baik dana maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang dimiliki, integritas seluruh karyawan dan integritas kepemimpinan. Kondisi kedua adalah lingkungan
eksternal, yang terdiri atas dua faktor stratejik, yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi dan faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau
bahkan bisa melampaui pencapaian sasarannya. Dalam mengamati lingkungan eksternal, ada beberapa sektor yang peka secara stratejik, artinya bisa menciptakan peluang, atau sebaliknya
merupakan ancaman. Steers, 1980 dalam Tjandra, 2005:45 menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyokong
keberhasilan akhir suatu organisasi dapat dikemukan dalam empat kelompok umum adalah: a.
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Yang dimaksudkan dengan struktur adalah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai dalam
organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia. Struktur adalah cara unik suatu organisasi, menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi.
Dengan demikian pengertian struktur meliputi faktor-faktor seperti luasnya desentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antarpribadi,
dan seterusnya. Jadi, keputusan mengenai cara bagaimana orang-orang akan dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Yang dimaksud dengan teknologi disini
adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses
mekanisme yang digunakan dalam produksi, variasi dalam bahan yang digunakan dan
Universitas Sumatera Utara
variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran.
b. Karakteristik lingkungan, mencakup dua aspek yaitu: pertama adalah lingkungan
eksternal, yaitu semua kekuatan yang timbul diluar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi contoh: kondisi ekonomi
dan pasar, peraturan pemerintah, yang kedua adalah lingkungan intern, yang sebagai iklim organisasi meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja contoh: pekerja
sentries, orientasi pada prestasi yang sebelumnya telah ditujukan mempunyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektifitas, khususnya atribut-atribut yang diukur pada
tingkat individual contoh: sikap kerja, prestasi.
c. Karakteristik pekerja, perhatian harus diberikan kepada perbedaan individual antara para
pekerja dalam hubungannya dengan efektifitas. Pekerja yang berlainan mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda, variasi sifat manusia
ini sering menyebabkan perilaku orang berbeda satu sama lain, walaupun mereka ditempatkan di satu lingkungan kerja yang sama. Lagi pula perbedaan-perbedaan
individual ini dapat mempunyai pengaruh yang langsung terhadap dua proses yang penting, yang dapat berpengaruh nyata terhadap efektifitas. Yaitu rasa keterkaitan
terhadap organisasi atau jangkauan identifikasi para pekerja dengan majikannya, dan prestasi kerja individual. Tanpa rasa keterkaiatan dan prestasi, efektifitas adalah mustahil.
d. Kebijakan dan praktek manajemen, peranan manajemen dalam prestasi organisasi,
meliputi variasi gaya kebijakan dan praktek kepemimpinan dapat memperhatikan atau merintangi pencapaian tujuan. Peran manajer memainkan peran sentral dalam
keberhasilan suatu perusahaan melalui perencanaan, koordinasi, dan memperlancar kegiatan yang ditujukan ke arah sasaran. Adalah kewajiban mereka untuk menjamin
bahwa struktur organisasi konsisten dengan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Lagi pula adalah tanggungjawab mereka untuk menetapkan suatu
sistem imbalan yang pantas sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejar sasaran organisasi. Dengan makin rumitnya proses
teknologi dan makin rumit dan kejamnya keadaan lingkungan, peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi kerberhasilan organisasi tidak hanya bertambah
sulit, tapi juga menjadi semakin penting artinya.
Secara lebih luas Steers 1981, mengemukakan 4 empat variabel yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi, yaitu karakteristik organisasi, karakteristik lingkungan,
karakteristik pekerja, karakteristik kebijaksanaan dan praktik manajemen. Karakterisik organisasi terdiri dari variabel struktur organisasi desentralisasi, spesialisasi, formalisasi, rentang kendali,
besarnya unit kerja dan variabel teknologi organisasi operasi, bahan dan pengetahuan. Karakteristik lingkungan terdiri dari variabel lingkungan ektern
Sementara itu Joedono 1974 dalam Tjandra, 2005:47 mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah organisasi antara lain meliputi: 1 faktor kualitas SDM, 2
struktur organisai, 3 teknologi 4 pimpinan dan masyarakat, 5 bentuk kepemimpinan.
Universitas Sumatera Utara
Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi publik,
informasi mengenai kinerja tetentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu untuk memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan
melakukan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja bisa dilakukan secara lebih
terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.
Dengan adanya informasi mengenai kinerja, maka benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi dan efektifitas tetapi harus
dilihat juga indokator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat
penting karena birokrasi publik sering kali memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan diselenggarakan oleh pasar, dengan menggunakan jasa yang memiliki pilihan sumber
pelayanan, pengguna pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada
hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan. Menurut Dwiyanto 2006:50, ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk
mengukur kinerja birokrasi publik: 1.
Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektifitas
pelayanan. Produktivitas pada umunya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting
Office GAO mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik memiliki hasil yang diharapkan sebagai
salah satu indikator kinerja yang penting.
Universitas Sumatera Utara
2. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai
organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap
layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai
kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan
masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat
bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjukkan pada keselarasan antara program dan kegiatan
pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan
kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan masyarakat.
Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya
memiliki kinerja yang jelek pula.
4. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan
organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, rseponsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini,
konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Suatu
kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Zeithaml, Parasuraman, dan Berry dalam Dwiyanto, 2006:53 mengemukakan bahwa
kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui beberapa indikator yang sifatnya fisik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui beberapa aspek fisik
pelayanan yang diberikan, seperti tersedianya gedung pelayanan representatif, fasilitas pelayanan berupa televisi ruang tunggu yang nyaman, peralatan pendukung yang memiliki teknologi
canggih, misalnya komputer, penampilan aparat yang menarik dimata pengguna jasa, seperti
Universitas Sumatera Utara
seragam dan aksesoris, serta berbagai fasilitas kantor pelayanan yang memudahkan akses pelayanan bagi masyarakat.
Dalam konteks kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara KEPMENPAN Nomor 81 Tahun 1995
telah memberikan berbagai rambu-rambu pemberian pelayanan kepada birokrasi publik secara baik. Berbagai prinsip keterbukaan, efisiensi, ekonomis, dan keadilan yang merata merupakan
prinsip-prinsip pelayanan yang harus diakomodasi dalam pemberian pelayanan publik di Indonesia. Prinsip kesederhanaan, mempunyai maksud bahwa prosedur atau tata cara pemberian
pelayanan publik harus didesain sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat menjadi mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah
dilaksanakan.
I.6. Standar Pelayanan Minimum I.6.1. Pengertian Standar Pelayanan Minimum
Menurut PP No. 65 Tahun 2005 Standar Pelayanan Minimum SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh tiap warga secara minimal. Indikator SPM adalah tolak ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam
pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan proses, hasil, danatau manfaat pelayanan. Standar pelayanan minimum adalah konsep yang baik untuk dibawa ke konteks
pembangunan berpola pelayanan publik. Seperti diketahui, dalam masyarakat terdapat tiga jenis tugas pokok bahkan bisa disebut sebagai “misi” yang diperlukan agar masyarakat hidup,
tumbuh, dan berkembang Nugroho, 2003:271 yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Tugas Pelayanan publik, adalah tugas memberikan pelayanan kepada umum tanpa
membeda-bedakan dan diberikan secara cuma-cuma atau dengan biaya sedemikian rupa sehingga kelompok paling tidak mampu pun mampu menjangkaunya.
2. Tugas Pembangunan, adalah tugas untuk meningkatkan kesejahateraan ekonomi
masyarakat. Tugas ini fokus pada upaya membangun produktifitas dari masyarakat dan mengkreasikan nilai ekonomi atas produktifitas ekonomi tersebut.
3. Tugas Pemberdayaan, adalah peran untuk membuat setiap warga masyarakat mampu
meningkatkan kualitas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Pada prinsipnya, terdapat banyak jenis pelayanan yang diberikan oleh pemerintah,
khususnya yang diletakkan dalam konteks kebijakan publik yang dapat berbentuk distributif, redistributif, dan regulatif. Namun, secara generic, pelayanan yang diberikan kepada pemerintah
dibagi menjadi tiga Nugroho, 2003:273 , yaitu: 1.
Pelayanan Primer, yaitu pelayanan yang paling mendasar. 2.
Pelayanan Sekunder, yaitu pelayanan pendukung namun bersifat kelompok spesifik. 3.
Pelayanan Tersier, yaitu pelayanan yang berhubungan secara tidak langsung kepada publik.
Dapat dilihat bahwa pelayanan primer atau pelayanan paling mendasar pada hakikatnya adalah pelayanan minimum.
I.6.2. Jenis Standar Pelayanan Minimum
Secara sederhana, terdapat tiga jenis pelayanan minimum yang dilakukan pemerintah, yaitu:
1. Pelayanan kewargaan.
2. Pelayanan kesehatan.
3. Pelayanan pendidikan.
4. Pelayanan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Pada keempat jenis pelayanan minimum ini standar-standar pokok yang menjadi standar acuan pelaksanaan dan standar pokok audit implementasi kebijakan dapat diletakkan pelayanan
minimum. Standarisasi sendiri dapat dikelompokkan menjadi tiga isu, yaitu: 1.
Kebijakan dari pelayanan minimum, yaitu kebijakan yang sudah ada dan sudah dibuat. 2.
Implementasi pelayanan minimum, yang terdiri dari manusia SDM, organisasi, infrastruktur, mekanisme dan pembiayaan.
3. Nilai pelayanan minimum yang terdiri dari indikator akuntabilitas, transparansi, keadilan
dan responsivitas.
I.6.3. Prinsip-Prinsip Standar Pelayanan Minimum
Menurut PP No. 65 tahun 2005 pada Bab III pasal 3 prinsip-pinsip SPM adalah sebagai berikut:
1. SPM disusun sebagai alat pemerintah dan pemerintahan daerah untuk menjamin akses dan
untuk pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.
2. SPM ditetapkan oleh pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh pemerintahan propinsi
dan daerah kabupatenkota. 3.
Penerapan SPM oleh pemerintahan daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.
4. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau, dan dapat
dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. 5.
SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah dalam bidang yang bersangkutan.
I.7. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan sementara relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jabawan teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang
empirik. Sugiyono, 2005:70
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian tersebut, penulis mengajukan suatu hipotesis yang dilandaskan pada teori yang relevan, yaitu dengan adanya pemekaran kecamatan, maka wilayah pemerintah
semakin kecil, sehingga lokus pengambilan keputusan semakin dekat dengan masyarakat dan pelayanan semakin efektif dan efisien.
Hipotesisnya yaitu: “Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pemekaran kecamatan terhadap efektifitas
pelayanan publik.”
I.8. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial.
Singarimbun, 1995:33 Berdasarkan pengetian tersebut, maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa
konsep yang digunakan: 1.
Pemekaran Kecamatan Yaitu pembentukan kecamatan dari kecamatan lama dengan berdasarkan pada syarat-syarat
tertentu. Pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan di kabupatenkota. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupatenkota dengan
Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. 2.
Pelayanan Publik Pelayanan publik merupakan suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah baik pusat, di daerah, BUMN dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan msyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pelayanan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
Universitas Sumatera Utara
kegiatan melayani masyarakat yang dilakukan oleh aparat di Kecamatan Depati VII khususnya bagian pelayanan administrasi.
3. Efektivitas Pelayanan Publik
Yaitu pengukuran dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mecapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
I.9. Defenisi Operasional