24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi Sampel Alga Coklat Sargassum cymosum C. Agardh
Pengambilan simplisia dilakukan di Pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta. Simplisia alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh diperoleh dari
petani alga pada tanggal 23 Maret 2007 pada pukul 16.00 – 17.00 WIB. Menurut petani, saat pengambilan simplisia temperatur air sekitar 27º-30º C, cuaca
mendung dan gerimis. Hal tersebut perlu diketahui sebab menurut Yates dan Peckol 1993 parameter lingkungan seperti salinitas, ketersediaan nutrisi dan
cahaya, irradiasi UV, dan intensitas herbivora dapat mempengaruhi kadar phlorotannin
cit., Koivikko, 2005. Selanjutnya simplisia alga coklat yang didapat diidentifikasi dengan
bantuan dari Laboratorium Sistematika Tumbuhan Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta. Dengan kesimpulan bahwa simplisia alga coklat termasuk dalam
ordo Fucales, familia Sargassaceae, genus Sargassum, spesies Sargassum cymosum
C. Agardh. lihat lampiran 1. Simplisia Alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh dicuci dengan air
mengalir untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang berupa epifit, pasir silikat, dan benda-benda asing yang ikut terbawa saat proses pengambilan
simplisia. Pengotor-pengotor harus dihilangkan sebab dapat mengganggu hasil analisis. Senyawa silikat dapat membentuk kompleks molibdat yang berupa
H
6
[SiMo
12
O
40
].n H
2
O dari reagen Folin Ciocalteau dalam suasana asam sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bila tidak dihilangkan akan mengganggu dalam analisis sampel Auterhoff dan Knabe, 1978.
Alga coklat Sargassum tumbuh dalam habitat laut yang terdiri dari bermacam- macam species alga. Maka perlu dilakukan sortasi untuk memisahkan
spesies alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh dari species alga coklat Sargassum
yang lain. Pemisahan dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisik dari alga coklat Sargassum cymocum C. Agardh yaitu thallus pendek berwarna coklat, daun
panjang dan bentuk kantung udara yang bergerigi. Sortasi dilanjutkan dengan membuang bagian akar dengan bantuan pisau atau gunting. Hal ini untuk
menghilangkan materi asing berupa karang yang masih melekat pada akar tumbuhan alga. Saat sortasi juga ditemukan senyawa kalsium berupa butiran
kapur berwarna putih yang merupakan hasil kalsifikasi tumbuhan alga. Akan tetapi Ca bukanlah reduktor sehingga tidak dapat mereduksi reagen Folin
Ciocalteau, dan kalsium disini tidak akan mengganggu proses analisis. Setelah simplisia yang dikumpulkan benar-benar merupakan alga coklat
Sargassum cymosum C. Agardh, maka selanjutnya simplisia diproses dalam
autoklaf pada suhu 100º C selama 30 menit untuk menginaktivasi enzim polimerase yaitu Polyphenol Oxydase PPO. Menurut Mustapha dan Ghalem
2007, enzim PPO dapat menjadi inaktif dengan direbus dalam air panas pada 100º C selama 1,5 menit.
Enzim PPO mengkatalisis hidroksilasi monofenol menjadi o-difenol, yang selanjutnya dapat mengkatalisis oksidasi o-difenol menjadi o-kuinon. Polimerasi
o- kuinon menghasilkan pigmen berupa senyawa polifenol. Jika enzim PPO
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
inaktif maka proses polimerasi fenol akan terhenti dan tidak akan terbentuk polimer polifenol yang lebih panjang. Proses oksidasi fenol oleh enzim PPO
dapat digambarkan sebagai berikut:
HO HO
O O
o-quinone
HO
O O
Enzim PPO Enzim PPO
Gambar 4. Proses oksidasi fenol oleh enzim polifenol oksidase PPO
Setelah proses inaktivasi dengan menggunakan autoklaf, simplisia kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 90º C agar benar-benar kering
sehingga mudah dihancurkan menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Tujuan penyerbukan disini adalah untuk memperluas bidang permukaan butiran
serbuk dan denga n demikian bidang kontak serbuk dengan cairan pengekstraksi dapat ditingkatkan. Semakin kecil ukuran serbuk maka akan semakin optimal
proses ekstraksi karena banyak terjadi sel-sel yang rusak, yang kandungannya dapat diambil langsung oleh cairan pengekstrak. Akan tetapi serbuk yang sangat
halus juga tidak menguntungkan, sebab cairan pengekstraksi akan sulit dipisahkan dengan penyaringan dari sisa yang tertinggal setelah proses ekstraksi selesai.
Maka setelah diblender, serbuk diayak agar memiliki derajad halus 2030. Proses ini dilakukan supaya pembasahan serbuk dapat baik sehingga penyarian dapat
berjalan dengan optimal. Selanjutnya serbuk di tetapkan kadar airnya dengan metode Karl Fischer.
Kadar air harus di kontrol di bawah 10 sebagaimana disebutkan dalam Materia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Medika Indonesia MMI untuk simplisia tanaman pada umumnya. Hal ini karena kandungan air memungkinkan terjadinya kontaminasi mikrobial. Selain itu reaksi
hidrolitik oleh air dapat pula mengakibatkan cepatnya perusakan bahan aktif. Prinsip penetapan kadar air dengan metode Karl Fischer adalah reaksi kuantitatif
antara larutan anhidrat belerang dioksida dengan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen. Reaksi ini merupakan reaksi redoks dimana
iod akan mereduksi garam dioksida dan iod sendiri mengalami oksidasi. Kelebihan metode Karl Fischer adalah spesifik mengukur kadar air dalam sampel,
jumlah sampel yang digunakan untuk analisis relatif sedikit, dan hasilnya akurat.
H
2
O I
2
SO
2
2HI SO
3
+ +
+ 3
SO
2
I
2
N O
2
S O
H
2
O
CH
3
OH
N N
HI
N H
SO
4
CH
3
N O
2
S O
+ +
+ 3 2
+
+
Gambar 5. Reaksi penetapan kadar air dengan Karl Fischer Evans, 2002
Kadar air yang terukur dari serbuk alga dengan 3 kali replikasi sebesar 3,7; 3,5; dan 2,7. Sehingga hasil penetapan kadar airnya adalah 3,3 ± 0,5
dan memenuhi syarat untuk simplisia kering menurut MMI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik