pola eklektik adalah Frederick Thorne. Dalam suatu kasus penyesuaian diri a change case
konseli perlu dibantu untuk meninjau kembali sikap dan pandangannya sampai sekarang serta memikirkan sikap dan tindakan yang
lebih baik. WS. Winkel Sri Hastuti, 2004
E. Langkah-langkah konseling kelompok
1. Pembukaan
Pertama-tama konselor menyambut kedatangan para konseli dengan ramah. Setelah itu mengajak para konseli basa-basi agar suasana menjadi
hangat dan tidak takut. Konselor menjelaskan alasan mengapa para konseli dipanggil dan meminta salah satu siswa untuk membacakan aturan dalam
konseling kelompok. Setelah aturan dibacakan kemudian konselor mempertegas kembali aturan-aturan tersebut agar lebih jelas lagi dan
menanyakan kepada konseli apakah aturannya sudah jelas.
2. Penjelasan masalah
Konselor bertanya kepada konseli satu per satu tentang masalah yang sedang mereka hadapi. Setiap konseli diberi kesempatan untuk
menceritakan masalah mereka masing-masing. Dalam hal ini konselor harus menggali permasalahan mengapa keenam anak ini menjadi korban
bullying dan mencari penyebabnya agar mudah dalam mencari jalan
keluar.
3. Analisis masalah
Setelah permasalahan digali maka konselor menganalis permasalahan yang dialami oleh para konseli. Pertama, konselor menganalisi asal usul
masalah. Kedua, konselor mengalisis unsur-unsur masalah yaitu unsur- unsur pokok dan tidak pokok. Ketiga, konselor menganalis siapa saja
yang terlibat. Keempat, konselor menganalisis perasaan dan pikiran- pikiran konseli. Kelima, konselor menganalisis hal-hal lain yang berkaitan
dengan masalah bullying yang terjadi pada diri korban bullying.
4. Penyelesaian masalah
Sebelum konselor memberi saran jalan keluar, konselor menyadarkan para konseli adalah masalah yang cukup berat dan harus cepat
diselesaikan karena perilaku bullying dapat mengancam masa depan mereka jika terjadi secara terus menerus. Apabila konseli sudah
menyadari permasalahannya yaitu tentang dampak korban bullying bagi masa depan mereka maka konselor bisa memberikan alternatif jalan
keluar seperti berani melapor kepada pihak sekolah maupun orang tua jika mengalami perilaku bullying baik di sekolah maupun di lingkungan
pergaulan. Tetapi, akan lebih baik jika para konseli berusaha mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang mereka hadapi. Oleh karena
itu, konselor menggunakan prosedur penerapan Terapi Realitas yang dapat disingkat dengan WDEP; W = Wants, D = Doings, E = Evaluations,
P = Planning. a.
Wants keinginan Konselor menggunakan keterampilan bertanya untuk membantu
anggota kelompok 6 siswa yang menjadi korban bullying dengan intensitas kategori tinggi mengenali, menyadari, dan merumuskan
kebutuhan mereka. Maka konselor akan bertanya “Apa yang kamu inginkan?”. Pada bagian wants ini konselor memberikan pertanyaan-
pertanyaan yang membantu anggota kelompok untuk mengeksplorasi hidup yang mereka jalani.
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan diharapkan membantu proses eksplorasi anggota kelompok mengenai apa yang mereka
inginkan dalam kasus ini adalah apa yang mereka inginkan terhadap kasus bullying yang terjadi pada mereka. Pertanyaan ini akan sangat
membantu merumuskan apa yang mereka inginkan. Seluruh proses konseling berpusat pada evaluasi diri untuk membantu anggota
mengetahui apakah perilaku yang dilakukan membantu mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pertanyaan yang efektif
dapat membantu anggota mengetahui dengan tepat apa yang mereka inginkan. Contoh pertanyaan: “Situasi seperti apa yang kamu inginkan
terjadi di sekolah?”, Apa yang kamu inginkan jika bullying terjadi pada dirimu?”.
b. Doings tindakan, perilaku
Setelah anggota kelompok mengekplorasi dan merumuskan apa yang mereka inginkan, langkah selanjutnya adalah memeriksa
perilaku dan tindakan-tindakan yang dilakukan selama ini. Pertanyaan yang diajukan konselor hendaknya membantu anggota kelompok
untuk menyadari apakah tindakan dan perilaku yang dilakukan membantu mereka mengejar apa yang mereka inginkan. Contoh
pertanyaan: “Apakah pilihan tindakan seperti diam saja, tidak membalas, pasrah, dan membiarkan perilaku bullying yang selama ini
kamu alami membawa kamu menuju apa yang kamu inginkan?”. c.
Evaluations evaluasi Tugas konselor adalah “menantang” anggota kelompok dengan
mendorong mereka melihat akibat-akibat tindakan yang mereka lakukan pada saat ini. Konselor membimbing kelompok untuk menilai
tindakan-tindakan mereka sendiri. Mengevaluasi tindakan merupakan syarat utama terjadinya perubahan. Peran konselor adalah merangsang
kelompok membuat evaluasi atas perilaku mereka. Terhadap angota kelompok tertentu, pada saat yang tepat, konselor dapat
mengungkapkan gagasannya mengenai perilaku mereka. Misalnya menga
takan bahwa bagaimanapun juga “Kita harus berani melawan bullying
yang terjadi di sekitar kita” atau “Apabila bullying dibiarkan terus menerus maka para pelaku bullying akan semakin merasa diatas
“angin” karena tidak ada yang berani melawan.” d.
Planning perencanaan Langkah selanjutnya adalah konselor membantu mereka
menyusun rencana untuk mengubah dan memperbaiki perilaku tersebut. Rencana yang paling baik adalah yang muncul dari anggota
kelompok sendiri. Akan tetapi, konselor perlu memberikan informasi dan membantu anggota kelompok menemukan jalan meraih apa yang
mereka inginkan. Rencana hendaknya tidak bersifat muluk-muluk dan
perlu ditekankan bahwa keberhasilan melaksanakan rencana adalah sangat penting. Oleh karena itu, pada saat awal rencana harus bersifat
sederhana dan mudah dilaksanakan secara realistik. Rumuskan secara jelas apa yang akan dikerjakan, kapan mengerjakan, dan bagaimana
hal itu dikerjakan. Melaksanakan rencana merupakan jalan untuk mengembangkan kemampuan mengendalikan hidup. Ada sejumlah
kriteria yang harus dipenuhi apabila individu hendak menyusun rencana yang efektif. Kriteria tersebut adalah: simple, attainable,
measurable, immediate, dan controlled by the planner.
5. Penutup