7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Lobster Red Claw
Lobster red claw Cherax quadricarinatus ini merupakan lobster air tawar. Red claw Cherax quadricarinatus atau queensland qed claw adalah salah
satu jenis udang air tawar yang berasal dari Australia dan banyak ditemukan di sungai yang memiliki aliran air yang deras, danau, pantai utara Queensland dan
pantai timur Queensland. Lobster red claw termasuk dalam kingdom animalia, filum
ArthropodaCrustaceae, kelas Malacostraca, ordo Decapoda, famili Parastacideae, genus Cherax, spesies Cherax quadricarinatus Lukito dan Prayugo, 2007.
Kenampakan lobster air tawar mirip dengan lobster air laut. Tubuhnya lunak dilindungi cangkang yang tersusun oleh zat khitin seperti halnya udang.
Bagian punggung bewarna biru kehitaman dan abdomen bewarna kuning keputihan. Bagian kepala dilengkapi dengan sepasang capit yang besar dan keras.
Jika lobster jantan telah dewasa, bagian capit bewarna merah Tim Agro Kanisius, 2006.
Gambar 1. Lobster red claw Cherax quadricarinatus
Sistem pencernaan lobster air tawar jenis red claw termasuk di dalamnya terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus, dan anus Lukito dan
Prayugo, 2007. Lobster makan atas dasar penciuman dan bukan atas dasar penglihatan. Pada saat pakan diberikan, antraktan asam amino dari pakan akan
dilepas ke air dan dideteksi oleh kemoreceptor yang menyebar di seluruh tubuh lobster Nur, 2011. Nantinya, pakan yang masuk ke dalam mulut lobster akan
dihancurkan secara mekanik oleh gigi halus yang terletak di permukaan mulut. Pakan kemudian masuk ke dalam lambung. Di dalam lambung, pakan akan
dicerna secara kimiawi. Enzim – enzim pencernaan diekskresikan untuk memecah
pakan menjad bentuk yang lebih sederhana. Sisa pencernaan akan diekskresikan melalui anus Lukito dan Prayugo, 2007.
B. Pakan dalam Akuakultur
1. Pengertian Pakan dalam Akuakultur
Pakan merupakan nutrien esensial untuk proses pertumbuhan, pemeliharaan dan penggantian jaringan yang telah rusak, pengaturan beberapa
fungsi tubuh, serta untuk memepertahankan kondisi kesehatan Nur, 2011. Pakan dapat diartikan sebagai campuran dari berbagai bahan pakan, baik
nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa sehingga mudah dimakan oleh lobster dan sekaligus merupakan sumber nutrisi Lukito dan Prayugo, 2007.
2. Pakan dan Kualitas dalam Akuakultur
Perpaduan antara penggunaan pakan berkualitas tinggi serta tingkat pengelolaan yang lebih baik telah terbukti memperbaiki efisiensi penggunaan
pakan, penurunan biaya pengadaan pakan, serta mengurangi dampak kerusakan lingkungan Nur, 2011.
Salah satu prinsip yang perlu diketahui penerapan pakan untuk kepentingan budidaya adalah program pemberian pakan secara efektif effective
feeding program. Hal ini memerlukan pengetahuan tentang kebutuhan nutrien dari kultivan yang akan dipelihara, kebiasaan dan tingkah laku makan, serta
kemampuan kultivan dalam mencerna dan menggunakan nutrien esensial yang diberikan Nur, 2011.
Pakan yang diberikan harus mampu menyediakan nutrien yang dibutuhkan oleh kultivan seperti protein dan asam amino esensial, lemak dan
asam lemak, energi, vitamin, dan mineral. Hal ini menjadi penting karena baik ikan maupun udang memerlukan pakan hanya untuk memenuhi kebutuhan energi,
sehingga nilai energi dari suatu pakan turut menentukan tingkat pertumbuhannya. Selama pembuatan pakan perlu diperhatikan untuk tetap mempertahankan
komposisi nutrien. Pengawasan terhadap kualitas pakan dimulai dari pemilihan bahan baku hingga proses produksi dan penyimpanan, dan terakhir pada pengguna
di lapangan juga perlu dilakukan Nur, 2011. Menurut Lukito dan Prayugo 2007, pakan mengandung sejumlah nutrisi
yang sangat dibutuhkan oleh lobster untuk bertahan hidup, pertumbuhan, regenerasi, dan lainnya. Kandungan nutrisi yang baik untuk pakan lobster
sebaiknya mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. a.
Protein. Kebutuhan protein pada lobster air tawar semakin berkurang seiring dengan pertambahan umur dan biomasa tubuh. Juvenil lobster air
tawar dengan bobot 0,02 gram membutuhkan pakan dengan kandungan protein 33 hingga 40. Sementara lobster dengan bobot 3,03 gram
membutuhkan pakan dengan kandungan protein sebesar 30 . b.
Lemak. Gliserol merupakan jenis lemak yang digunakan oleh lobster air tawar untuk cadangan energi. Ketika proses moulting terjadi, gliserol
digunakan untuk menyuplai kebutuhan energi pada lobster air tawar. Bagi lobster air tawar, lemak sangat berpengaruh terhadap rasa pakan.
Pada umumnya, tingginya kandungan lemak akan meningkatkan palatabilitas nafsu makan lobster. Selain itu, lemak juga membantu
proses metabolisme tubuh serta memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan. Kebutuhan kandungan lemak pada pakan lobster yang
ideal adalah sebesar 4. c.
Karbohidrat. Dalam bentuk sederhana, karbohidrat lebih mudah larut dalam air dibandingkan protein dan lemak. Selain sebagai sumber energi,
karbohidrat berfungsi sebagai bahan perekat dan perantara pada formulasi pakan. Lobster air tawar tidak memiliki enzim pencernaan
karbohidrat, sehingga karbohidrat kurang bermanfaat bagi lobster air tawar. Salah satu jenis karbohidrat adalah serat. Serat merupakan jenis
karbohidrat yang susah untuk dicerna, tetapi serat dapat membantu memudahkan feses dalam pembuangan dari saluran pencernaan.
d. Vitamin. Pada umumnya, lobster air tawar tdak bisa mensintesis vitamin
dalam tubuhnya. Bagi lobster air tawar, vitamin berperan sebagai katalisator dalam proses biokimia yang berlangsung di dalam tubuh dan
berfungsi sebagai koenzim di dalam sisatem biologis. Vitamin yang dibutuhkan oleh lobster air tawar tidak banyak, tetapi kekurangan
vitamin bisa menyebabkan gejala abnormal pada morfologi dan fisiologi serta mengganggu proses metabolime lobster air tawar.
e. Mineral. Fungsi umum mineral adalah sebagai komponen utama dalam
struktur eksoskeleton cangkang, menjaga keseimbangan tekanan osmotik struktur dari jaringan, transmisi impuls saraf, kontraksi otot,
kofaktor dalam metabolime, enzim aktivator.
3. Prosentase Pemberian Pakan
Pengaturan jumlah pakan dilakukan sesuai dengan tingkat nafsu makan, pertumbuhan, dan mortalitas kultivan. Jika pakan diberikan terlalu sedikit dapat
berakibat pertumbuhan lambat, bahkan memicu kanibalisme terutama pada pemeliharaan dengan kepadatan tinggi. Demikian pula jika pemberian pakan
diberikan secara berlebih maka akan berdampak sebagai limbah, sisa pakan dapat menyebabkan penurunan mutu air tambak Nur, 2011.
Seberapa besar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : jenis pakan, ukuran kultivan, suhu air, padat tebar,
cuaca, kualitas air, dan status kesehatan kultivan itu sendiri Nur, 2011. Dibawah ini merupakan persentase pakan yang diberikan berdasarkan
berat kultivan lobster.
Tabel I. Persentase pemberian pakan berdasarkan berat kultivan Nur, 2011
Ukurang Lobster gram Sebagai Pakan Lengkap
– 3 15 - 8
3 – 15
8 - 4 15
– 40 4 - 2
Untuk menghitung jumlah pakan harian yang diberikan pada kultivan adalah dengan mengalikan total biomas udang dengan persentase pakan sesuai
dengan berat udang seperti tercantum pada tabel di atas Nur, 2011.
4. Pakan dan Sedimen
Air dan sedimen saling memiliki interaksi satu sama lain secara terus- menerus dan mempengaruhi lingkungan budidaya kultivan. Sedimen pada
dasarnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu dasar dan pematang tambak serta akumulasi sedimen. Sedimen akumulasi merupakan hasil dari sisa pakan, feses,
aliran air masuk, plankton yang mati, serta erosi. Komponen dari sedimen ini sendiri harus dapat dikelola secara baik sehingga tidak menimbulkan residu bahan
organik yang secara berlebih dapat menimbulkan kerusakan lingkungan budidaya. Keberadaan bahan organik yang berlebih dapat menjadi pemicu terjadinya kondisi
lingkungan yang anaerob, sehingga menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen di sedimen dan terjadilah penurunan mutu lingkungan yang pada akhirnya
berdampak pada respon pertumbuhan kultivan yang rendah Nur, 2011.
Gambar 2. Pengelolaan budidaya udang intensif dan interaksi kualitas air Nur, 2011
Penciptaan kondisi lingkungan yang prima dalam budidaya sangat perlu dilakukan. Faktor
– faktor terkait dengan masalah yang mempengaruhi kondisi prima suatu lingkungan budidaya salah satunya adalah keberadaan pakan buatan.
Hal ini didasarkan pada beberapa hal, seperti : 1.
Pakan adalah salah satu faktor produksi yang cukup mahal pada sistem budidaya semi intensif dan intensif.
2. Pakan merupakan input terbesar yang dapat mempengaruhi akumulasi
bahan organik di sedimen dan kualitas air tambak. Jika perihal tersebut tidak dikelola dengan baik, maka berakibat kandungan N dan
P yang tinggi Nur, 2011.
C. Probiotik
1. Pengertian Probiotik
Pengertian probiotik di bidang budidaya perikanan adalah penggunaan mikroba hidup yang bermanfaat terhadap inang ikan, udang, moluska dengan
cara memodifikasi asosiasi dengan inang atau komunitas mikroba, meningkatkan respon kekebalan inang terhadap patogen atau memperbaiki kualitas lingkungan
Gunarto dan Hendrajat, 2008. Pakan berprobiotik merupakan mikrobia hidup di dalam suplemen
makanan yang mana memberikan efek menguntungkan bagi binatang dengan meningkatkan keseimbangan intestinal Fuller, 1989.
2. Penggunaan Probiotik Dalam Budidaya Akuatik
Secara umum, keuntungan penggunaan probiotik dalam budidaya akuatik adalah sebagai agen pendegradasi perbaikan lingkungan dan sebagai enzyme
impact membantu pertumbuhan kultivan Anonim, 2013. Secara khusus, keuntungan penggunaan probiotik dalam budidaya
akuatik sebagai fungsi membantu pertumbuhan kultivan adalah menginhibisi bakteri patogen dengan memproduksi senyawa yang bersifat antagonis,
berkompetisi dengan bakteri patogen untuk berikatan dengan sisi aktif pada saluran pencernaan, berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mendapatkan
nutrient dalam saluran pencernaan, sebagai immunostimulator, membantu memetabolime makanan pada saluran pencernaan Watson, Kaspar, Lategan, dan
Gibson, 2008. Secara khusus, keuntungan penggunaan probiotik dalam budidaya
akuatik sebagai fungsi agen pendegradasi perbaikan lingkungan adalah memperbaiki kualitas air dengan mengubah senyawa organik menjadi karbon
dioksida Mohaptra, dkk, 2012 dan sebagai contoh, mengubah protein yang terkandung di dalam sisa pakan menjadi asam amino Ljungh dan Wadstrom,
2009 sehingga tidak membentuk senyawa beracun seperti amoniak dan sulfida Anonim, 2013.
Menurut Mohaptra, dkk 2012, penambahan probiotik yang pada dasarnya merupakan bakteri menguntungkan dapat meningkatkan jumlah mikroba
dalam lingkungan perairan.
3. Lactobacillus sp.
Bakteri asam laktat LAB merupakan salah satu jenis probiotik yang banyak digunakan dalam penelitian untuk manusia maupun hewan. Pada
kenyataan nya bakteri asam laktat LAB merupakan flora normal pada saluran penernaan manusia, yang memiliki toleransi terhadap asam dalam saluran
pencernaan. Bakteri asam laktat LAB yang banyak digunakan salah satu nya adalah Lactobacillus sp. Watson, dkk, 2008.
Lactobacillus sp. merupakan prokariota yang memiliki genus Lactobacillus, filum Firmicutes, kelas Bacilli, famili Lactobacillaceae. Termasuk
dalam bakteri asam laktat yang memiliki gram positif, dapat menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat, dapat ditemukan dalam saluran pencernaan
manusia dan hewan Tannock, 2005, memiliki sistem proteolitik yang dapat mengubah protein menjadi asam amino
Ljungh dan Wadstrom, 2009. Lactobacillus sp.
yang merupakan bakteri asam laktat memiliki sistem proteolitik yang mampu menghidrolisis protein makanan menjadi peptida dan
asam amino. Lactobacillus sp.
memiliki komponen utama yang berfungsi sebagai pemecah protein yaitu enzim serine proteinase PrtP.
D. Perhitungan Jumlah Koloni Mikroba
Perhitungan jumlah koloni mikroba merupakan suatu metode untuk menghitung jumlah bakteri hidup. Dengan metode ini, pengenceran berseri dari
sampel yang mengandung mikroorganisme ditanam pada media pertumbuhan yang sesuai. Suspensi dapat disebarkan pada permukaan plat agar Spread plate
method atau dicampur dengan agar cair, yang kemudian dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Plat agar tersebut kemudian di inkubasi pada
kondisi yang memungkinkan organisme bereproduksi dan membentuk koloni yang terlihat dengan mikroskop. Diasumsikan bahwa setiap koloni bakteri akan
muncul dari satu sel bakteri. Oleh karena itu, dengan menghitung jumlah koloni dan memperhitungkan faktor pengenceran, jumlah bakteri pada sampel asal dapat
ditentukan Harmita dan Radji, 2006.
Gambar 3. Tata cara pembuatan pengenceran sampel
E. Protein