motif pukulan Rapa’i Pasee terdiri dari lagu sa, lagu dua, lagu lhee, lagu limeung, lagu tujoh, lagu sikureung dan lagu duablah, sebutan lagu pada
permainan Rapa’i Pasee bukanlah lagu yang mempunyai lirik atau teks melainkan lagu tersebut adalah bentuk ritem atau motif pukulan.
1.4.2 Landasan Teori
Berikut ini akan disajikan beberapa teori yang akan digunakan sebagai alat untuk membedah berbagai masalah yang berkenaan dengan topik tulisan ini.
1.4.2.1 Teori Fungsionalisme
Untuk mengkaji fungsi sosio budaya Rapa’i Pasee dalam kebudayaan masyarakat Biara Timu Jambo Aye Panton Labu Aceh Utara, khususnya di
kawasan penelitian, maka penulis menggunakan teori fungsionalisme.Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang
menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi pranata-pranata dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan
bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.
Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
Bronislaw Malinowski 1884-1942. Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya adalah gurubesar dalam Ilmu Sastra
Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memproleh pendidikan
Universitas Sumatera Utara
yang kelak memberikannnya suatu karier akademik juga. Tahun1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dri Universitas Cracow. Yang menarik, selama
studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi
kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman Koentjaraningrat, 1987:160. Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk
menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian
mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga
meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu
Malinowski 1944. Bagi Malinowski T.O. Ihromi 2006, mengajukan sebuah orientasi teori
yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan
kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan
dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.
Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily comfort, keamanan, kesantaian, gerak dan
pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua
derived needs, kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi
berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku
etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata-
pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi Koentjaraningrat, 1987:167, yaitu:
1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;
2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada
tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang
dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan; 3.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan
mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Contohnya unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam
pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang manjamin
kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, bahwa semua unsur kebudayaan akhirnya dapat
dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat. Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown 1881-1955,
seorang ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada konsep fungsionalisme. Tetapi berlainan dengan Malinowski,
radcliffe-Brown Ihromi, 2006, mengatakan, bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru
timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat. Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang
ada. Radcliffe-Brown Koentjaraningrat, 1987:175 hanya membuat deskripsi
mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak membuat bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan
mitologi. Dalam mendekripsi etnografi The Andaman Islander, itu merupakan contoh lain dari suatu deskripsi terintegrasi secara fungsional, di mana berbagai
upacara agama dikaitkan dengan mitologi atau dongeng-dongeng suci yang bersangkutan, dan di mana pengaruh dan efeknya terhadap struktur hubungan
Universitas Sumatera Utara
antara warga dalam suatu komunitas desa Andaman yang kecil, menjadi tampak jelas.
Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya, dan dapat dirumuskan mengenai upacara Koentjaraningrat, 1987, sebagai
berikut: 1.
Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berprilaku sosial
dengan kebutuhan masyarakat; 2.
Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok
orientasi dari sentimen tersebut; 3.
Sentimen itu dalam pikiran individu dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai akibat pengaruh hidup masyarakat;
4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat
diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat tertentu; 5.
Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam jiwa warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam
generasi berikutnya 1922:233-234. Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi
sosial” untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada soladaritas sosial dalam masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “… the social
function of the ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from
Universitas Sumatera Utara
one generation to another the emotional dispositions on which the society as it constituted depends for its existence.”
Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowskiyaitu teori fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsional
struktural, ia mengatakan, “… bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk
mempertahakan struktur sosial masyarakat danstruktur sosial masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.”
Jadi, menurut penulis, kedua teori fungsional ini memfokuskan fungsi- fungsi sosial budaya pada apa penyebabnya. Bagi Malinowski penyebab fungsi itu
adalah pada kebutuhan dasar manusia sebagai individu-individu. Sementara menurut Radcliffe-Brown fungsi itu muncul untuk memenuhi sistem sosial yang
telah dibangun berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam konteks penelitian ini Rapa’i pasee dalam kebudayaan masyarakat
Biara TimuJambo Aye Aceh Utara jika dianalisis dari teori fungsionalnya Malinowski bahwa setiap individu orang Aceh perlu mengekspresikan perasaan
keindahannya melalui seni Rapa’i pasee. Berbagai kegiatan dalam budaya Aceh seperti perayaan hari besar agama Islam, menyambut tetamu, festival budaya
menggunakan seni Rapa’i Pasee ini. Jadi faktor individulah yang paling dominan menurut teori fungsionalnya Malinowski ini.Kalau menurut teori
fungsionalismenya Radcliffe-Brown maka semua aktivitas budaya yang melibatkan penggunaan seni Rapa’i Pasee adalah karena memenuhi sistem-sistem
sosial yang dikendalikan secara bersama oleh masyarakat Aceh. Jadi menurut
Universitas Sumatera Utara
teori fungsionalisme Radcliffe-Brown, Rapa’i Pasee timbul karena kebutuhan masyarakat secara bersama, bukan karena individu.
1.4.2.2 Teori analisis dan transkripsi musik