Pokok permasalahan Lokasi Penelitian

Untuk menjaga kelestarian alat musik tradisional Aceh tersebut di kemudian hari, akibat dari perkembangan zaman dan juga untuk menggalakkan adanya usaha-usaha untuk penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para pemusik untuk mengklaim permainan Rapa’i Pasee ini, maka perlu untuk dilakukan studi terhadap Alat musik tradisional Aceh Rapa’i Pasee ini. Seperti yang penulis lakukan saat ini, sehingga baik fungsi sosio budaya dan struktur musik serta urutan-urutan penampilannya hendaknya mempunyai ketentuan yang jelas dan baku. Penentuan Rapa’i Pasee ini untuk di angkat kedalam satu topik tulisan yang berjudul Analisis Struktur Musik Dan Fungsi Sosio Budaya Rapa’i Pasee Di Biara timu, Jambo Aye Aceh Utara Provinsi Aceh merupakan salah satu usaha pelestarian pertunjukan Rapa’i Pasee tersebut. Demikian menariknya keberadaan Rapa’i Pasee Di Biara timu, Jambo Aye Panton Labu Aceh Utara, baik ditinjau dari aspek sosial, budaya, estetika, dan filsafat yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, secara keilmuan, khususnya melalui kajian seni, Rapa’i Pasee ini sangat menarik untuk diteliti, didokumentasi, dianalisis, dan tentu saja dipublikasikan keberadaannya.

1.2 Pokok permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu 1. Bagaimana bentuk struktur musik pertunjukan Rapa’i Pasee melalui pendekatan metode deskriptif dan transkripsi.Khususnya dalam dasar musiknya sebagai bahan dokumentasi dan referensi. Universitas Sumatera Utara 2. Bagaimana fungsi kesenian Rapa’i Pasee terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Biara timu, kecamatan Jambo Aye kota Panton Labu Aceh utara. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sejauh mana eksistensi kesenian Rapai Pasee baik pada masa lalu maupun perkembangan saat ini. 2. Untuk mengetahui struktur musik baik dimensi ruang maupun waktu dalam pertunjukan Rapa’i Pasee. 3. Untuk mengetahui fungsi sosio budaya kesenian Rapa’i Pasee dalam kebudayaan masyarakat pendukungnya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang di ambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah referensi tentang kesenian khususnya Rapa’i Pasee bagi lembaga-lembaga pendidikan sekolah sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan pembelajaran. 2. Sebagai bahan masukan bagi tim pengajar sendratasik seni drama, tari, dan musik, untuk menambah wawasasan seni dan kemudian mengajarkannya kepada generasi muda Indonesia, khususnya Aceh. Universitas Sumatera Utara 3. Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa seni musik, agar dapat mengetahui penyajian Rapa’i Pasee termasuk pada konteks hiburan pada masyarakat Aceh. 4. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan budaya daerah. 5. Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain, baik mencakup teori maupun uraian tentang bentuk penyajian Rapa’i Pasee. 6. Penelitian ini akan bermanfaat untuk pengembangan seni-seni tradisional yang dalam konteks dunia kepariwisataan di Provinsi Aceh pada khususnya dan Indonesia secara umum. 7. Penelitian tentang Rapa’i Pasee ini akan dapat memberikan manfaat tentang bagaimana masyarakat Aceh membumikan ajaran Islam dalam konteks wilayah budaya etnik, yang spesifik dan bijaksana arif. 1.4 Konsep dan landasan teori 1.4.1 Konsep Konsep dari penelitian ini adalah mengkaji sejauh mana kesenian Rapa’i Pasee yang mempunyai fungsi sosio budaya terhadap masyarakat di desa biara timu kecamatan jambo aye kota panton labu, melalui pengkajian struktur musik dan struktur pertunjukannya sehingga diharapkan dapat memberi penjelasan seluas-luasnya bagi yang ingin mengetahui dan mempelajarinya, namun demikian oleh karena latar belakang penulis dibidang musik maka dalam penulisan tesis ini lebih menitik beratkan pada kajian strukur musiknya saja dalam pertunjukannya, Universitas Sumatera Utara motif pukulan Rapa’i Pasee terdiri dari lagu sa, lagu dua, lagu lhee, lagu limeung, lagu tujoh, lagu sikureung dan lagu duablah, sebutan lagu pada permainan Rapa’i Pasee bukanlah lagu yang mempunyai lirik atau teks melainkan lagu tersebut adalah bentuk ritem atau motif pukulan.

1.4.2 Landasan Teori

Berikut ini akan disajikan beberapa teori yang akan digunakan sebagai alat untuk membedah berbagai masalah yang berkenaan dengan topik tulisan ini.

1.4.2.1 Teori Fungsionalisme

Untuk mengkaji fungsi sosio budaya Rapa’i Pasee dalam kebudayaan masyarakat Biara Timu Jambo Aye Panton Labu Aceh Utara, khususnya di kawasan penelitian, maka penulis menggunakan teori fungsionalisme.Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi pranata-pranata dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud. Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski 1884-1942. Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga bangsawan Polandia. Ayahnya adalah gurubesar dalam Ilmu Sastra Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memproleh pendidikan Universitas Sumatera Utara yang kelak memberikannnya suatu karier akademik juga. Tahun1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dri Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman Koentjaraningrat, 1987:160. Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu Malinowski 1944. Bagi Malinowski T.O. Ihromi 2006, mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Universitas Sumatera Utara Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi melahirkan keturunan, merasa enak badan bodily comfort, keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua derived needs, kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata- pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi Koentjaraningrat, 1987:167, yaitu: 1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat; 2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan; 3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu. Universitas Sumatera Utara Contohnya unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang manjamin kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, bahwa semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat. Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown 1881-1955, seorang ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada konsep fungsionalisme. Tetapi berlainan dengan Malinowski, radcliffe-Brown Ihromi, 2006, mengatakan, bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat. Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada. Radcliffe-Brown Koentjaraningrat, 1987:175 hanya membuat deskripsi mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak membuat bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan mitologi. Dalam mendekripsi etnografi The Andaman Islander, itu merupakan contoh lain dari suatu deskripsi terintegrasi secara fungsional, di mana berbagai upacara agama dikaitkan dengan mitologi atau dongeng-dongeng suci yang bersangkutan, dan di mana pengaruh dan efeknya terhadap struktur hubungan Universitas Sumatera Utara antara warga dalam suatu komunitas desa Andaman yang kecil, menjadi tampak jelas. Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya, dan dapat dirumuskan mengenai upacara Koentjaraningrat, 1987, sebagai berikut: 1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berprilaku sosial dengan kebutuhan masyarakat; 2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok orientasi dari sentimen tersebut; 3. Sentimen itu dalam pikiran individu dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai akibat pengaruh hidup masyarakat; 4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat tertentu; 5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam jiwa warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam generasi berikutnya 1922:233-234. Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi sosial” untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada soladaritas sosial dalam masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “… the social function of the ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from Universitas Sumatera Utara one generation to another the emotional dispositions on which the society as it constituted depends for its existence.” Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowskiyaitu teori fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsional struktural, ia mengatakan, “… bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahakan struktur sosial masyarakat danstruktur sosial masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.” Jadi, menurut penulis, kedua teori fungsional ini memfokuskan fungsi- fungsi sosial budaya pada apa penyebabnya. Bagi Malinowski penyebab fungsi itu adalah pada kebutuhan dasar manusia sebagai individu-individu. Sementara menurut Radcliffe-Brown fungsi itu muncul untuk memenuhi sistem sosial yang telah dibangun berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam konteks penelitian ini Rapa’i pasee dalam kebudayaan masyarakat Biara TimuJambo Aye Aceh Utara jika dianalisis dari teori fungsionalnya Malinowski bahwa setiap individu orang Aceh perlu mengekspresikan perasaan keindahannya melalui seni Rapa’i pasee. Berbagai kegiatan dalam budaya Aceh seperti perayaan hari besar agama Islam, menyambut tetamu, festival budaya menggunakan seni Rapa’i Pasee ini. Jadi faktor individulah yang paling dominan menurut teori fungsionalnya Malinowski ini.Kalau menurut teori fungsionalismenya Radcliffe-Brown maka semua aktivitas budaya yang melibatkan penggunaan seni Rapa’i Pasee adalah karena memenuhi sistem-sistem sosial yang dikendalikan secara bersama oleh masyarakat Aceh. Jadi menurut Universitas Sumatera Utara teori fungsionalisme Radcliffe-Brown, Rapa’i Pasee timbul karena kebutuhan masyarakat secara bersama, bukan karena individu.

1.4.2.2 Teori analisis dan transkripsi musik

Teori analisis dan transkripsi musik digunakan sebagai sebuah proses pentranskripsian yang merupakan langkah awal dalam kerja analisis yang tujuannya adalah untuk mengubah bentuk bunyi musik kedalam suatu lambang bunyi. Dalam hal ini lambang bunyi dari bentuk musik notasi Rapa’i Pasee ditranskripsikan kedalam bentuk notasi musik barat hal ini bertujuan untuk melihat dan memahami bunyi musik tersebut sebagai tingkah laku masyarakat pemiliknya dalam bentuk visual. Transkripsi diperlukan untuk memvisualisasikan apa yang didengar yang memungkinkan untuk membantu mempelajari musik secara komparatif dan detail, serta membantu untuk mengkomunikasikannya kepada pihak lain tentang apa yang dipikirkan dari apa yang didengar itu 7 , meskipun sesungguhnya mentranskripsikan bunyi musik kedalam bentuk visualisasi tidak pernah bisa persis sama sebagaimana ketika musik itu disajikan. 8 Demikian kira-kira gambaran umum teori yang akan penulis gunakan nantinya dalam mengkaji Fungsi sosio budaya, dan struktur musik yang dipertunjukan dalam kesenian Rapa’i Pasee di Biara Timu Jambo Aye Aceh Utara. 7 Bruno Nettl, The study of Rthnomusicology. Twenty-nine Issues and concept Chicago: University Press, 1983,16 8 pada umumnya transkripsi dipengaruhi oleh interpretasi transkriptor terhadap karakter musik tersebut,hal ini dapat menimbulkan perbedaan pada suatu segmen musikal apabila penstrankripsian musik dilakukan oleh dua orang atau lebih. Seperti dalam artikel Torang Naiborhu: transkripsi dan analisis Medan, Universitas Sumatra Utara, Fakultas Ilmu Budaya, 2013. Universitas Sumatera Utara

1.5 Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini berdasarkan prosedur kualitatif hal ini dilakukan untuk memperoleh data secara sistematis yang didapat dari hasil pernyataan-pernyataan atau pun dalam bentuk hasil tulisan-tulisan yang berasal dari kelompok maupun individu yang terlibat dalam kesenian Rapa’i Pasee tersebut baik sebagai pelaku maupun pemerhati, sebagai masyarakat pendukungnya. 9 Dalam menganalisis struktur musik pada objek penelitian kesenian Rapa’i Pasee ini Penulis melakukan metode transkripsi yang digunakan sebagai bentuk Kemudian penulis menjelaskan hasil penelitian ini melalui metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan atau mengamati fakta-fakta yang sedang berlangsung. Teknik pengumpulan data dan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Tekhnik pengolahan dan analisa data di gunakan metode deskripsi kualitatif yaitu, menguraikan bagaimana Fungsi sosio budaya, dan struktur Musik Rapa’i Pasee ini sesuai dengan yang di katakan Arikunto, 2003:309-310, yaitu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status, satu gejala yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian di lakukan. Adapun pengertian deskriptif menurut Sukardi 2003:15 adalah metode yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang di teliti sesuai dengan apa adanya. Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang di teliti secara tepat. 9 Bogdan, Robertve, et al, inroduction to Qualitati Research Metode, New york: John Wiley and sons, inc: Hal 4. Universitas Sumatera Utara pendokumentasian lagu-lagu yang ada dalam Rapa’i Pasee ini kedalam bentuk notasi. Proses pentranskripsian merupakan langkah awal dalam kerja analisis yang tujuannya adalah untuk mengubah bentuk bunyi kedalam suatu lambang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nettl bahwa: “Transkripsi adalah proses menotasikan bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual atau kegiatan memvisualisasikan bunyi musik kedalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas”. 10 1. Untuk mendapatkan rekaman lantunan lagu Rapa’i Pasee, penulis merekam langsung bunyi dari pemain baik dalam proses penelitian maupun dalam konteks pertunjukannya di berbagai even pertunjukan kesenian lokal maupun nasional. Maka dalam hal ini penulis mencoba mendapatkan transkripsi lagu-lagu Rapa’i Pasee dengan beberapa langkah yang penulis lakukan, diantaranya sebagai berikut: 2. Rekaman tersebut didengarkan secara berulang-ulang agar mendapatkan hasil yang maksimal, dan kemudian ditranskripsikan kedalam bentuk notasi. 3. Pendekatan transkripsi yang dilakukan adalah pendekatan preskriptif, yaitu menuliskan perjalanan melodi secara makro dam garis besar saja. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagaimana struktural umum pukulan yang berbentuk melodi dari pola ritmis dari pertunjukan Rapa’i Pasee tersebut. 10 Bruno Nettl: The Study of Etnomusicology: Twenty-nines issues and Concepts Chicago: University Press,1983 Universitas Sumatera Utara 4. Ritmis maupun melodi lagu dalam Rapa’i Pasee dituliskan dengan notasi Barat agar dapat lebih mudah dimengerti, karena dalam notasi Barat tinggi dan rendahnya nada, pola ritme, dan simbol-simbol, terlihat lebih jelas ditransmisikan kepada para pembaca melalui tanda-tanda dalam garis paranada. Dalam proses pentranskripsian ini penulis menggunakan perangkat lunak software Sibellius 7, yang digunakan untuk membantu proses pentranskripsian agar mengetahui bentuk ritmis pada lagu-lagu yang dimainkan dalam kesenian Rapa’i Pasee tersebut. Oleh karena itu dalam hal penelitian lapangan untuk memperoleh data yang akurat dan sistematis tersebut penulis melakukan beberapa tahapan-tahapan sebagai langkah penyelesaian tesis ini dengan beberapa tahap yaitu melalui pengumpulan data dan tulisan-tulisan kepustakaan sebagai semberrujukan yang berhubungan dengan pokok permasalahan pada topik penulisan tesis ini, melakukan penelitian dilapangan, observasi, wawancara, kerja laboratorium dengan menganalisis melalui transkripsi lagu-lagu yang ada pada kesenian Rapa’i Pasee.

1.5.1 Kajian Pustaka

Dalam rangka kerja studi kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan Pertunjukan Rapa’i Pasee ini, maka sebahagian besar digunakan buku-buku yang secara saintifik dipandang relevan dan berkait dengan pokok masalah penelitian. Di antara buku-buku tersebut adalah sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara

1.5.1.1 Kajian sejarah

1. Pemerintah Aceh Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Aceh yang berjudul Budaya Aceh Propinsi Daerah istimewa Aceh, tahun 2009, yang didalamnya terdapat pembahasan tentang sejarah budaya Aceh dan Alat musik Rapa’i.Sejarah Rapa’i yang dibahas mencakup masa kesultanan Aceh, masa penjajahan Belanda,dan masa kemerdekaan yang mempengaruhi perkembangan alat musik tradisional Rapa’i di Aceh. 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Daerah Istimewa Aceh yang berjudul Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Kehidupan Sosial di Daerah Istimewa Aceh, yang berisikan tentang budaya dan kesenian pariwisata Aceh. 3. Majelis Ulama Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, yang berjudul “Bagaimana Islam Memandang Kesenian”1972 yang berisikan tentang bagaiman agama Islam memandang kesenian dari sudut keagamaan. 4. Mohammad Said menulis buku yang berjudul Aceh Sepanjang Abad Jilid I yang diterbitkan tahun 2007. Buku ini berisikan tentang sejarah rakyat Aceh sepanjang abad dan perjuangan Rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Aceh. Pendekatan yang dilakukan Mohammad Said adalah pendekatan sejarah. 5. Mohammad Said menulis buku yang berjudul Aceh Sepanjang Abad Jilid II, buku ini berisikan tentang sejarah rakyat Aceh sepanjang abad dan Universitas Sumatera Utara perjuangan rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Aceh, diterbitkan tahun 2007. 6. Ali Hasymy menulis buku yang bertajuk Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Benua di Jakarta tahun 1983. Adapun isi buku ini secara umum adalah uraian mengenai kebudayaan Aceh, filsafat-filsafatnya, dan sejarah perkembangan kebudayaan Aceh.

1.5.1.2 Kajian teori

1. Alan P. Merriam menulis buku yang berjudul The Anthropology of Music, yang berisikan tentang ilmu antropologi musik. Di dalam buku ini juga dibahas secara mendalam bagaimana guna dan fungsi musik di dalam kebudayaan manusia di dunia ini. 2. Bronislaw Malinowski yang berjudul “ Teori Fungsional Dan Struktural” yang berisikan tentang teori- teori fungsional dan structural yang menjadi acuan juga dalam merumuskan permasalahan pada pendekatan teoritis dalam mendeskripsikan fungsi social budaya terhadap objek penelitian ini.

1.5.1.3 Kajian bentuk kesenian Rapa’i Pasee yang diantaranya :

1. Margaret kartomi, Musical Journey in Sumatra, 2013. Berisikan journal tentangjenis musik yang ada disumatera termasuk Aceh yang mendeskripsikan tentang bentuk seni tari dan musik di Aceh khusunya pada beberapa bentuk kesenian yang menggunakan alat musik Rapa’i. Universitas Sumatera Utara 2. Rita dewi, Rapai Pasee pada Masyarakat Aceh didesa Lam Awe Kecamatan Syamtalira Aron : Analisis Musik Dalam Konteks Pertunjukan. skripsi sarjana, jurusan etnomusikologi, fakultas sastra, Universitas Sumatera Utara, 1995 berisikan hasil penelitian tentang Rapa’i Pasee didaerah Lam Awe, Aceh Utara sebagai masukan kajian sejarah Rapa’i di Aceh. 3. Dindin achmad nazmuddin, Analisis Fungsi Sosial Budaya dan Struktur Musik Kesenian Rapa’i Geleng Di Kota Banda Aceh. tesis, jurusan pencintaan dan pengkajian seni fakultas ilmu budaya, Universitas Sumatera Utara, 2013. Sebagai masukan kajian sejarah Rapa’i diAceh.

1.5.1.4 Kajian Metode Penulisan

1. Arikunto, 2003:309-310, yaitu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status, satu gejala yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian di lakukan. 2. Sukardi 2003:15 adalah metode yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang di teliti sesuai dengan apa adanya. Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang di teliti secara tepat. Inilah sebahagian pustaka penting yang menjadi rujukan penulis dalam rangka mengkaji keberadaan Rapa’i Pasee di Biara Timu, Jambo Aye Aceh Utara. Keberadaan sumber tertulis ini menjadi dasar utama keilmuan penulis dalam Universitas Sumatera Utara rangka meneliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan multidisiplin dan interdisiplin ilmu, sebagaimana yang selama ini penulis peroleh dari kuliah di Program Studi Magister S-2 Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Selanjutnya penulis melakukan penelitian lapangan.

1.5.2 Penelitian lapangan

Penelitian lapangan fieldwork adalah menjadi fokus utama kegiatan penulis dalam rangka penelitian Rapa’i Pasee di Biara Timu, Jambo Aye Aceh Utara. Hal ini dilakukan mengacu kepada disiplin etnomusikologi dan antropologi yang sangat mementingkan penelitian lapangan. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bandem dalam konteks kegiatan ilmuwan etnomusikologi di dunia ini. Menurut I Made Bandem, etnomusikologi merupakan sebuah bidang keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari musik dari sudut pandang sosial dan budaya. Sebagai disiplin yang amat populer saat ini, etnomusikologi merupakan ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Kendati umurnya baru sekitar satu abad, namun dalam uraian tentang musik eksotik sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-raian tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise Halde tahun 1735 dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab oleh Guillaume- Universitas Sumatera Utara Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi Bandem, 2001:1-2. Penelitian lapangan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara dengan para tokoh seniman tradisional pelaku seni Rapa’i Pasee, dan para pegawai pemerintah di lingkungan Dinas Pariwisata dan kebudayaan Aceh utara. Observasi adalah pengamatan dengan cara sebagai pengamat yang terlibat dalam kegiatan seni secara langsung. Kemudian wawancara adalah dilakukan kepada terutama informan kunci untuk mengetahui Sejarah, Fungsi Sosio budaya Rapa’i Pasee dalam konteks kebudayaan Aceh.

1.5.2.1 Observasi

Observasi digunakan untuk mengetahui secara langsung bentuk penyajian Rapa’i Pasee. Rapa’i Pasee merupakan suatu kegiatan yang dilihat langsung dalam aspek penyajian yaitu, motif pukulan, tempo, pola ritme, variasi pukulan, dan busana pemain Rapa’i Pasee. Dalam observasi ini penulis mempersaksikan pertunjukan Rapa’i Pasee di beberapa peristiwa budaya, terutama Rapa’i Pasee uroh doeng pertandingan, dilokasi tempat tinggal pimpinan Rapa’i Pasee desa Jambo Aye. Pentingnya melakukan observasi ini adalah untuk melihat langsung pertunjukan dan kemudian melakukan wawancara. Selepas itu penulis akan menganalisisnya dan melakukan penafsiran-penafsiran cultural berdasarkan ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh selama ini. Universitas Sumatera Utara

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau memperoleh informasi secara langsung bertatap muka dengan informan, sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan pemusik, pelatih, dan tokoh Musik di Aceh maupun di luar Daerah Provinsi Aceh. Wawancara dilakukan sesuai dengan format yang telah penulis siapkan dengan tujuan data-data yang di inginkan akan di uraikan, sehingga mendukung hasil penelitian. Hal-hal yang akan diwawancarai berkaitan dengan dua pokok masalah, yaitu 1 fungsi sosial dan budaya Rapa’i Pasee dalam kebudayaan masyarakatnya; dan 2 struktur musik Rapa’i Pasee.

1.5.2.3 Kerja laboratorium

Setelah pengumpulan data di laksanakan, data penelitian ini diolah dengan menggunakan pendekatan deskrptif kualitatif yaitu, dengan mendeskripsikan Sejarah, bentuk alat musik, busana pemusik, dan cara penyajian musik Rapa’i Pasee. Seterusnya berdasarkan fakta sosial, penulis akan menganalisis guna dan fungsi Rapa’i Pasee dalam kebudayaan masyarakat Aceh di Provinsi Aceh. Seterusnya, sesuai dengan bidang keilmuan penulis yaitu pengkajian seni, maka tidak lupa penulis akan mengkaji struktur musik Rapa’i Pasee. Sebelum menganalisis pertunjukan Rapa’i Pasee terlebih dahulu penulis mendeskripsikannya, dengan menggunakan gambar dalam bentuk foto dan dijelaskan dengan kalimat demi kalimat. Ini dilakukan untuk mempermudah para pembaca mengerti gambaran visual yang terjadi. Demikian pula untuk mengkaji Universitas Sumatera Utara struktur musik, penulis terlebih dahulu mentranskripsikannya dalam bentuk visual, yang merupakan pemindahan dimensi dengar ke dimensi penglihatan. Adapun transkripsi dilakukan dengan pendekatan transkripsi preskriptif, yaitu menuliskan ritem-ritem utama, tidak serinci mungkindengan demikian Rapa’i Pasee termasuk budaya musik yang melogenik. 11

1.6 Lokasi Penelitian

Dalam tulisan ini akan di bahas hasil penelitian tentang pertunjukan Rapa’i Pasee yang dilaksanakan di daerah Biara Timu, Jambo Aye Aceh Utara, penetilian ini di laksanakan di desa Biara Timu,Jambo Aye Aceh Utara dengan daftar observasi terlampir serta di lengkapi dengan foto-foto mengenai pertunjukan Rapa’i Pasee hasil penelitian tersebut dapat di paparkan sebagai berikut. Rapa’i Pasee adalah kesenian tradisional Aceh, Rapa’i Pasee berkembang hanya di daerah Aceh Utara saja, daerah Aceh lainnya saat ini hampir tidak ada kesenian tersebut.Semua penduduknya beragama Islam, masyarakat di desa Biara Timupada umumnya bermata pencahariannya adalah sebagai petani, pedagang, nelayan dan sebagai pegawai negeri. Penelitian ini penulis lakukan di Biara Timu Kecamatan Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, komunikasi antara penduduk disini penulis perhatikan 11 Sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukankepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menyelidikinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa ditelusuri melalui pikiran mereka. Melogenic pengutamaan pada musik. Universitas Sumatera Utara menggunakan bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan bahasa komunikasi antar etnis mereka. Masyarakat Biara timu tidak mudah menerima adat-adat baru dari pendatang luar, karena pada umumnya mereka masih berpijak kepada adat tradisional daerah mereka. Saat ini upacara-upacara tradisional masih kuat melekat di kalangan mereka dalam acara adat seperti adat perkawinan, sunat Rasul, dan memperingati hari-hari besar. Masyarakat Biara Timu tidak hanya menampilkan Rapa’i Pasee, namun berbagai bentuk kesenian lain seperti tari saman, rateb meuseukat, tari rapa’i saman, tari laweut, tari raneup lampuan, tari likok puloh, tari pho, dan tari lainnya. Alat musik Rapa’i Pasee di desa ini merupakan kesenian tradisional yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Biara Timu. Pertunjukan alat musik musik ini berpatokan kepada tradisi, karena pada umumnya masyarakat Biara timu menampilkan Rapa’i Paseepada acara tertentu, seperti memperingati hari- hari besar, kampanye politik, menyambut tamu kehormatan, perlombaan Rapa’i Tunang dan acara hiburan lainnya. Sumber data dalam penelitian ini adalah: 1 pemusik Rapa’i Pasee di Biara Timu, Lhokseumawe, Banda Aceh, dan Medan; 2 pelatih Rapa’i Pasee di Biara Timu, Lhokseumawe , Banda Aceh, dan Medan; 3 tokoh-tokoh pemusik Rapa’i Pasee di Biara Timu, Lhokseumawe, Banda Aceh, dan Medan; dan 4 para narasumber di Biara Timu, Banda Aceh, dan Medan. Dengan kerja yang sedemikian rupa ini maka diharapkan tesis ini akan mengikuti standar penelitian yang berlaku di Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

1.7 Alat yang digunakan